Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
ERNAWATI , SHI. MH. FAKULTAS HUKUM
2
KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN
Mahasiswa mampu menjelaskan Kewenangan Peradilan Agama dengan benar
3
Kewenangan/Kompetensi Peradilan Agama
4
Kompetensi Relatif Pengadilan Agama, artinya, pembatasan kewenangan masing-masing pengadilan agama dalam menangani suatu perkara pada setiap lingkungan peradilan yang menyangkut (wilayah hukum atau yurisdiksi).
5
Menurut ketentuan Pasal 4 UU No
Menurut ketentuan Pasal 4 UU No. 7 Tahun 1989 “tempat kedudukan” setiap Pengadilan Agama ialah pada setiap Kotamadya atau Ibukota Kabupaten. Daerah atau wilayah hukum kekuasaan setiap Pengadilan Agama, terbatas meliputi wilayah hukum daerah Kotamadya atau Kabupaten yang bersangkutan, sehingga wilayah hukum setiap Pengadilan Agama identik dengan daerah hukum pemerintahan Kotamadya atau Kabupaten tempat dia berkedudukan.
6
Dasar hukum menentukan patokan kompetensi relatif setiap pengadilan Agama berpedoman pada ketentuan UU hukum acara perdata. Landasan untuk menentukan patokan kewenangan relatif Pengadilan Agama merujuk kepada ketentuan Pasal-pasal HIR dan RBG sebagaimana diatur dalam Pasal 118 HIR atau Pasal 142 RBG jo. Pasal 66 dan Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989.
7
Beberapa faktor yang menjadi patokan menentukan kompetensi relatif Pengadilan Agama berdasarka ketentuan Pasal 118 HIR atau Pasal 142 RBG : Faktor Tempat Tinggal (Pasal 118 ayat 1 HIR) Faktor Jumlah Tergugat Dikaitkan dengan Tempat Tinggal Para Tergugat Faktor Tempat Tinggal Tergugat “Tidak Diketahui” Faktor Objek Gugat Terdiri dari Benda Tidak Bergerak Faktor Pemilihan Domisili
8
1. Kompetensi Relatif Perkara Cerai Talak
Menurut ketentuan Pasal 66, cerai talak ialah perkara perceraian yang pengajuan Gugat atau permohonannya datang dari pihak “suami”. Cara menentukan kompetensi relatif dalam bentuk cerai talak, ditentukan oleh faktor tempat kediaman “termohon” dengan acuan penerapan: a. Permohonan diajukan ke Pengadilan Agama di tempat kediaman termohon: Berupa tempat kediaman bersama suami istri; dan Tempat kediaman istri yg baru, apabila bepergiannya dari tempat kediaman bersama atas persetujuan atau izin suami.
9
1. Kompetensi Relatif Perkara Cerai Talak
b. Permohonan diajukan ke Pengadilan Agama di tempat kediaman “pemohon” dengan syarat: Istri dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama, dan Kepergiannya tanpa persetujuan dan izin suami (pemohon). c. Kompetensi relatif jatuh kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat “kediaman pemohon”, dalam hal termohon bertempat kediaman di luar negeri.
10
1. Kompetensi Relatif Perkara Cerai Talak
d. Kompetensi mengadili jatuh menjadi kewenangan: Pengadilan Agama Jakarta Pusat, atau Pengadilan Agama tempat di mana perkawinan dilakukan dengan syarat, apabila pemohon dan termohon “sama-sama bertempat kediaman di luar negeri”.
11
2. Penentuan Kompetensi Relatif dalam Cerai
2. Penentuan Kompetensi Relatif dalam Cerai Gugat Pasal 73 ayat 1 UU No. 7/1989 a. Kompetensi Relatif Ditentukan Faktor Tempat Kediaman “Penggugat” Tempat kediaman penggugat dalam hal ini ialah tempat kediaman bersama suami istri (penggugat dan tergugat); Tempat kediaman penggugat dapat juga berupa tempat kediaman baru atau tempat kediaman “nyata” apabilan bepergiannya meninggalkan tempat kediaman bersama atas persetujuan tergugat (suami)
12
2. Penentuan Kompetensi Relatif dalam Cerai
2. Penentuan Kompetensi Relatif dalam Cerai Gugat Pasal 73 ayat 1 UU No. 7/1989 b. Kompetensi Relatif Berdasarkan Faktor Tempat Tinggal atau Tempat Kediaman “Tergugat” (Pasal 73 ayat 2 UU No. 7/1989) Faktor ini ditentukan dengan syarat: Apabila penggugat bertempat kediaman di luar negeri. Apabila syarat ini terpenuhi, gugat perceraian diajukan ke Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat (suami).
13
2. Penentuan Kompetensi Relatif dalam Cerai
2. Penentuan Kompetensi Relatif dalam Cerai Gugat Pasal 73 ayat 1 UU No. 7/1989 d. Faktor Suami Istri Bertempat Kediaman di Luar Negeri (Pasal 73 ayat 3 UU No. 7/1989) Apabila suami istri bertempat kediaman di luar negeri penentuan kompetensi relatif perkara cerai gugat diatur secara alternatif : Boleh mengajukan ke Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan dilangsungkan; Dapat diajukan ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat Apabila istri telah mengajukan gugat perceraian ke salah satu Pengadilan Agama tersebut, dengan sendirinya gugur kewenangan Pengadilan Agama yang selebihnya.
14
KEWENANGAN ABSOLUT PERADILAN AGAMA
Kel. 2
15
Kewenangan absolut adalah kekuasaan yang berhubungan dengan jenis perkara dan sengketa kekuasaan pengadilan. Kekuasaan absolut Pengadilan Agama diatur dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Kel. 2
16
Kompetensi Absolut Menurut UU No. 3 Tahun 2006 Ps. 49: Perkawinan;
Waris; Wasiat; Hibah; Wakaf; Zakat; Infaq; Sadaqah; dan ekonomi syari’ah. Kel. 2
17
Kewenangan Pengadilan Agama lainnya
Pasal 52 ayat (1) : memberi keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah apabila diminta. Pasal 52 A : penetapan itsbath terhadap kesaksian orang yang telah melihat atau menyaksikan hilal bulan Ramadhan dan Syawal tahun Hijriyah untuk penetapan Menteri Agama. Pasal 56 UU No 7/89: Pengadilan tidak boleh menolak perkara. Kel. 2
18
WARIS: asas personalitas keislaman
PENJELASAN UMUM UU NO. 3 TH alinea kedua: PENJELASAN UMUM UU NO. 7 TH. 1989: “Para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan” (HAK OPSI) DIHAPUS Penjelasan pasal 49 huruf b UU NO.3/ 2006 “ Kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam” Kel. 2
19
ASAS PERSONALITAS KEISLAMAN: EKONOMI SYARI’AH
PENJELASAN PASAL 49 UU NO. 3 TH : Yang dimaksud dengan “antara ORANG-ORANG YANG BERAGAMA ISLAM” adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan peradilan agama sesuai dengan ketentuan pasal ini. Penjelasan 49 huruf i UU NO. 3 TH : Ekonomi syari’ah adalah perbuatan/ kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah. Kel. 2
20
Terimakasih
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.