Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehShinta Ratna Susanto Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
Anoreksia nervosa: over-control of eating for weight reduction
Ada distorsi persepsi tubuh. Dampak: tubuh terus mengurus tetapi subyek tidak mempersepsi demikian; amenorrhea, hilangnya menstruasi, menipisnya rambut, kulit mengering, bersisik, kesulitan buang air, lanugi (tumbuhnya bulu2 di badan, mungkin reaksi tubuh untuk tetap hangat ketika tidak ada lagi kalori masuk) – kematian.
2
Bulimia Bentuk lain anoreksia. Subyek makan banyak, lalu sebelum kalori dicerna tubuh, makanan dimuntahkan. Penjelasan teoritis belum konklusif/ memuaskan Gangguan fungsi biologis? Psikoanalisis: kemuakan pada seks (oral) atau regresi (untuk menolak seks) Belajar sosial: tuntutan ‘tubuh ideal’ perempuan
3
Kecenderungan gangguan/ masalah psikologis
Menyalahkan diri Menilai diri tidak kompeten Tidak mampu mengambil keputusan Tergantung, tak mandiri Internalisasi kemarahan Pusat kesadaran diri: sebagai obyek Obsesi pada tubuh – bodily self rendah, pengobyekan diri Terjerat sebagai korban dalam hubungan personal: idealisasi dan ‘denial’ Perempuan Depresi Gangguan cemas Somatisasi kepribadian histrionik Kepribadian dependen Disfungsi seksual Fobia Gangguan makan Femininitas eksesif Internalisasi masalah (intra-punitive)
4
Kecenderungan gangguan/ masalah psikologis (lanjutan)
Mekanisme defens proyeksi Bentul2 pelarian Penggunaan agresi fisik Eksternalisasi emosi negatif – pelemparan kesalahan pada pihak lain Pusat kesadaran diri: sebagai subyek Obsesi pada harga diri, ‘ego’, posisi ‘pemenang’ Kekerasan antar lelaki Kekerasan terhadap perempuan Penolakan/ perendahan ‘emosi’ Laki-laki Alkoholisme dan obat Tingkah laku antisosial Transeksualisme judi patologis Kepribadian paranoid Kepribadian antisosial Kepribadian kompulsif Gangguan eksplosif- agresif Maskulinitas eksesif Eksternalisasi masalah (extra-punitive)
5
Konsepsi Kesehatan Mental
Sepanjang sejarah psikologi, kita melihat ada 3 konsepsi kesehatan mental: Tradisional (skala F – M), yang dinilai positif dan sehat mental adalah bila laki-laki lebih menampilkan maskulinitas dan perempuan menampilkan femininitas. Keyakinan ini mendasari pengembangan skala F – M
6
Konsepsi Kesehatan Mental (lanjutan)
Meski demikian keyakinan ini problematis, karena penelitian Broverman menunjukkan bahwa tuntutan femininitas pada perempuan menyebabkan banyak masalah pada perempuan Di satu sisi yang dianggap sehat mental bagi manusia ternyata sama dengan yang dianggap sehat mental/ dituntut bagi laki- laki, misalnya kemandirian, kemampuan mengambil keputusan, aktif.
7
Konsepsi Kesehatan Mental (lanjutan)
Di sisi lain, perempuan dituntut untuk tampil feminin, yang menyebabkannya mengalami ‘double bind’, kebingungan perempuan: Menjadi perempuan yang ‘bukan manusia utuh’, atau memenuhi standar ‘manusia’ tapi bukan sepenuhnya perempuan??
8
Konsepsi Kesehatan Mental (lanjutan)
Maskulin – yang maskulin dilihat lebih positif, lebih memungkinkan individu sehat mental karena perempuan lebih berciri feminin (mis. tergantung, pasif) menjadi lebih sulit bagi perempuan untuk sehat mental. Androgin – manusia yang tampil dengan ciri-ciri maskulin dan feminin positif adalah manusia yang lebih utuh dan lebih sehat mental Konsep androgin ini dikembangkan oleh Sandra Bem
9
Bias Gender dalam Intervensi Psikologis
Penelitian menunjukkan adanya seksisme atau bias yang merugikan dalam intervensi psikologis yang diberikan oleh psikiater, psikolog, konselor.
10
Bias gender tampil dalam solusi peran gender tradisional yang diberikan konselor:
Bias dalam ekspektansi dan ‘devaluasi’ perempuan (misalnya fenomena yang sama dilabel berbeda. Minat besar untuk menghabiskan waktu bekerja mungkin dinilai positif pada pria – ‘bertanggung jawab, berwawasan ke depan, mengaktualisasi diri’. Sementara hal yang sama mungkin dinilai negatif pada perempuan – ‘ambisius, bentuk pelarian (belum dpt pacar/ anak, dsb). Penggunaan konsep2 ‘bias’ (mis dalam perkawinan perempuan harusnya lebih banyak melayani, wajar bila suami ingin tetap dilayani istri walau istri bekerja, wajar bila suami yang selingkuh) Sikap pada klien yang ‘mengobyekkan’ – mis terapis melakukan bujukan/ gurauan seksual pada klien.
11
Intervensi Psikologis Tidak Bias Gender
Membuka kemungkinan peran gender yang luwes pada perempuan dan laki-laki Menyadarkan (pria) tentang kerugian2 konsepsi eksesif maskulinitas bagi keutuhan pribadi (mis sulitnya menjalin kedekatan dengan anak, sulit mengakui perasaan diri sendiri) Klien menemukan yang terbaik bagi dirinya tanpa dipaksa mengikuti konstruksi sosial tentang peran-peran, posisi laki2/perempuan (yang stereotipik, dianggap alamiah) Ada upaya2 memfasilitasi pemahaman akan kesetaraan.
12
Ciri psikolog/ konselor yang tidak bias gender:
Menyadari nilai2nya sendiri sekaligus memahami nilainya bisa berbeda dengan klien Tidak ada rumusan tingkah laku yang ‘wajib’ bagi perempuan atau bagi laki2 Peran gender yang berbeda (perempuan lebih banyak menghasilkan uang, laki-laki atentif pada anak) tidak dilabel patologis Perempuan dan laki2 diharapkan mandiri dan asertif, juga mampu mengekspresikan emosi dan peduli pada orang lain.
13
Intervensi Psikologi Feministik
Menyadari ketidakseimbangan kekuasaan (alasan2 sosial-struktural) antara laki2 dan perempuan, yang menyebabkan perempuan menghadapi masalah2 khusus Jadi, alasan seringkali sosial, bukan hanya personal; eksternal bukan hanya internal Tetapi, alasan sosial tersebut tidak menyebabkan perempuan kehilangan tanggung jawab pribadi atau keputusan yang telah diambilnya
14
Intervensi Psikologi Feministik (lanjutan)
Mengupayakan relasi setara konselor-klien ‘kemarahan’ dicoba dibuka, diakui, dikelola secara baik untuk memungkinkan penyelesaian masalah2 terkait Pengembangan konsep diri positif – lepas dari stereotif tradisional (mitos, tuntutan) tentang perempuan (mis bila ‘kehilangan keperawanan’, telah kehilangan nilai sebagai perempuan)
15
Intervensi Psikologi Feministik (lanjutan)
Kemandirian ekonomi dan psikologis dinilai penting untuk penguatan psikologis perempuan Hubungan persahabatan, cinta dan keluarga seyogyanya diwarnai kesetaraan posisi Membantu perempuan berhubungan sosial secara efektif, menerima diri, mampu membangun kekuatan personal maupun sosial
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.