Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Pengantar Perpajakan (Seri ke-2)

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Pengantar Perpajakan (Seri ke-2)"— Transcript presentasi:

1 Pengantar Perpajakan (Seri ke-2)

2 Pajak Subjektif Pajak Objektif Pajak Pusat Pajak Daerah
Pengelompokan Pajak Menurut Golongan Pajak Langsung Pajak Tidak Langsung Menurut Sifatnya Pajak Subjektif Pajak Objektif Menurut Pemungutnya Pajak Pusat Pajak Daerah

3 Pajak Langsung Pajak yang harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).

4 Pajak Tidak Langsung pajak yang harus dibayar pihak tertentu, tetapi dapat dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

5 Pajak Subjektif Pajak yang berpangkal pada subyeknya,
yaitu dengan memperhatikan keadaan diri wajib pajak, Contoh: pajak penghasilan (PPh).

6 Pajak Objektif Pajak yang berpangkal pada obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contohnya PPN & PPn BM

7 PAJAK PUSAT Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara Lembaga yang memungut Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3, Bea Meterai, Bea Cukai.

8 PAJAK DAERAH Pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah, baik Pemerintah Daerah Tingkat I maupun Pemerintah Daerah Tingkat II. Pajak ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Contoh: pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak hotel, pajak restoran, dan pajak reklame.

9 STRUKTUR PAJAK DI INDONESIA
Pembagian Pajak Pajak Pusat Direktorat Jenderal Pajak Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang Mewah, Bea Meterai, PBB P3 DJBC Bea Masuk, Cukai Pajak Daerah Pemprov Pemkab/ Pemkot STRUKTUR PAJAK DI INDONESIA

10 STRUKTUR PAJAK DI INDONESIA
Pajak Daerah Pemprov Pajak kendaraan Bermotor dan kendaraan di atas air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor & Kendaraan di atas air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Pemkab/ Pemkot Pajak Hotel, Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Pajak Parkir Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) P2 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) STRUKTUR PAJAK DI INDONESIA

11 Tata Cara Pemungutan Pajak

12 Stelsel Nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata sehingga pungutannya baru dilakukan setelah penghasilannya diketahui Stelsel Pajak suatu sistem yang digunakan untuk memperhitungkan pajak yang harus kita bayarkan. Stelsel Campuran kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel anggapan. Pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Apabila kurang, WP harus menambah atau apabila lebih dikembalikan. Stelsel Anggapan (fictive stelsel) Pengenaan Pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh UU, misal penghasilan tahun ini dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun sudah dapat ditentukan besarnya pajak terutang untuk tahun berjalan Stelsel Nyata (Riel Stelsel) Stelsel Pajak Nyata (Riel Stelsel) yaitu cara memperhitungkan besarnya pajak terhutang berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Pajak terhutang baru bisa diketahui setelah akhir suatu periode pajak(akhir tahun pajak) dimana penghasilan sesusungguhnya dalam satu tahun pajak sudah benar-benar dapat dipastikan. Keunggulan dari pemungutan pajak menggunakan stelsel pajak nyata adalah, besarnya pajak yang dikenakan lebih akurat karena dikenakan atas penghasilan yang benar-benar sudah diperoleh. Kelemahan menggunakan stelsel ini adalah, pemungutan pajak baru bisa dilakukan di akhir periode atau awal tahun pajak berikutnya sehingga membutuhkan waktu tunggu yang sangat lama. Stelsel Anggapan (Fictieve stelsel) Stelsel Pajak Anggapan (Fictieve stelsel) yaitu, pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan. Misalnya untuk menentukan besarnya pajak tahun berjalan yang harus dibayarkan, wajib pajak menggunakan dasar pengenaan pajak tahun sebelumnya. Dimana, penghasilan tahun berjalan dianggap sama dengan penghasilan tahun sebelumnya. Kelebihan menggunakan stelsel pajak anggapan (fictieve stelsel) adalah, pajak dapat lebih cepat dipungut, karena besarnya pajak yang harus dibayarkan langsung dapat ditentukan di awal tahun berjalan. Sementara kekurangannya adalah, besarnya pajak yang dipungut belum tentu sesuai dengan yang seharusnya terhutang karena tidak berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Pajak yang dibayarkan bisa saja kurang bayar atau bisa jadi lebih bayar. Stelsel Campuran Stelsel Pajak Campuran  yaitu dalam memperhitungkan pajak yang terhutang, wajib pajak menggabungkan dua jenis  stelsel yaitu stelsel nyata dan stelsel anggapan (stelsel fiktif). Di awal tahun, untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar pada tahun berjalan, wajib pajak menghitung pajaknya dengan menggunakan dasar pengenaan pajak tahun sebelumnya. Jadi, penghasilan tahun berjalan dianggap seolah-olah sama dengan penghasilan tahun sebelumnya. Pada akhir tahun pajak, pajak yang terhutang dihitung kembali menggunakan dasar pengenaan pajak yang bersumber dari penghasilan yang benar-benar diperoleh pada tahun tersebut (stelsel nyata) dan dengan memperhitungkan pajak yang telah dibayar selama tahun berjalan dengan menggunakan stelsel anggapan (stelsel anggapan). Keunggulan menggunakan stelsel pajak campuran adalah, uang pajak bisa lebih cepat dipungut oleh negara dan pajak terhutang yang dibayarkan lebih akurat. Kelemahannya, wajib pajak harus dua kali melakukan perhitungan dan apabila tidak teliti dapat menyebabkan kesalahan hitung pajak terhutang di akhir tahun pajak (PPh Pasal 29). Sistem perpajakan di Indonesia umumnya menggunakan sistem Stelsel Pajak Campuran. Dimana wajib pajak melakukan pembayaran pajak setiap bulan baik yang dibayarkan sediri (PPh Pasal 25)  maupun yang dipotong (PPh Pasal 21, PPh Pasal 23) atau dipungut (PPN, PPh Pasal 22), kemudian wajib pajak tersebut bisa mengkreditkan pajak yang telah dibayar di SPT Tahunan untuk menghitung besarnya pajak yang terhutang di akhir tahun pajak (PPh Pasal 29) Contoh penerapan Stelsel Pajak Campuran di Indonesia adalah mekanisme PPh Pasal 25/29. Wajib Pajak menggunakan pajak terhutang tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menentukan besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan. Setelah tahun pajak berakhir, maka wajib pajak akan melaporkan penghasilannya selama setahun kedalam SPT Tahunan untuk menghitung PPh Pasal 29. Dalam menghitung jumlah pajak yang sesungguhnya di akhir tahun pajak (PPh Pasal 29) maka wajib pajak dapat mempertimbangkan kredit pajak PPh Pasal 25 yang telah dibayarkannya.

13 ASAS PEMUNGUTAN PAJAK Asas Domisili (tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan WP yang bertempat tinggal di dalam wilayahnya, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku bagi WP dalam negeri Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak terhadap penghasilan yang bersumber dari wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal WP Asas Kebangsaan Pengenaan pajak didasarkan pada kebangsaan atau kewarganegaraan seseorang Ada 3 jenis asas pemungutan pajak yaitu: Asas Tempat Tinggal / domisili. Asas tempat tinggal atau asas domisili adalah merupakan asas pemungutan pajak berdasarkan tempat tinggal atau domisili seseorang. Suatu negara hanya dapat memungut pajak terhadap semua orang yang bertempat tinggal atau berdomisili di negara yang bersangkutan atas seluruh penghasilan di manapun diperoleh, tanpa memperhatikan apakah orang yang bertempat tinggal tersebut warga negaranya atau warga negara asing. Asas Kebangsaan Asas kebangsaan adalah merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasaarkan pada kebangsaan suatu negara. Suatu negara akan memungut pajak kepada setiap orang yang mempunyai kebangsaan atas negara yang bersangkutan sekalipun orang tersebut tidak bertempat tinggal di negara yang bersangkutan. Misalnya : Negara A akan memungut pajak terhadap semua orang yang berkewarga negara A sekalipun orang tersebut tidak bertempat tinggal di Negara A. Asas Sumber. Asas sumber adalah merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber atau tempat penghasilan berada. Apabila suatu sumber penghasilan berada di suatu negara maka negara tersebut hendak memungut pajak kepada setiap orang yang memperoleh penghasilan dari tempat atau sumber penghasilan tersebut berada. Uu Penghasilan Indonesia menganut ketiga asas di atas . Khusus terhadap asas tempat tinggal UU PPH menegaskan adanya batasan waktu untuk bertempat tinggal atau berada di Indonesia yaitu lebih daari 183 hari dalam jangka waktu 12 Bulan. Keberadaan lebih dari 183 Hri tidaklah harus berturut-turut tetapi ditentukan oleh jumlah hari seseorang berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 bulan sejak kedatangannya di Indonesia.Untuk asas kebangsaan dan asas sumber dapat dipahami yaitu bahwa terhadap setiap warga negara Indonesia dimanapun berada akan dikenakan pajak oleh negara Indonesia, demikian pula halnya bila seorang bukan warga negara Indonesia namun memperoleh penghasilan di Indonesia , maka negara Indonesia mempunyai hak untuk mengenakan pajak kepada setiap orang yang memperoleh penghasilan dari sumber penghasilan

14 SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
Official Assessment System Self Assesment System Withholding System

15 Official Assessment System
Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh WP Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak terutang berada pada fiskus Wajib Pajak bersifat pasif Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus Official Assessment System ; sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pemerintah (petugas pajak) untuk menentukan besarnya pajak terhutang wajib pajak. Sistem pemungutan pajak ini sudah tidak berlaku lagi setelah reformasi perpajakan pada tahun Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini adalah (i) pajak terhutang dihitung oleh petugas pajak, (ii) wajib pajak bersifat pasif, dan (iii) hutang pajak timbul setelah petugas pajak menghitung pajak yang terhutang dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak.

16 Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada WP untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang Wewenang untuk menentukan pajak terutang ada pada WP sendiri WP aktif, menghitung, menyetor dan melapor sendiri pajaknya Fiskus hanya melakukan pengawasan Self Assessment System ; sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri, melaporkan sendiri, dan membayar sendiri pajak yang terhutang yang seharusnya dibayar. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini adalah (i) pajak terhutang dihitung sendiri oleh wajib pajak, (ii) wajib pajak bersifat aktif dengan melaporkan dan membayar sendiri pajak terhutang yang seharusnya dibayar, dan (iii) pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak setiap saat kecuali oleh kasus-kasus tertentu saja seperti wajib pajak terlambat melaporkan atau membayar pajak terhutang atau terdapat pajak yang seharusnya dibayar tetapi tidak dibayar.

17 Withholding System sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiscus dan bukan WP yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh WP Sistem pemungutan pajak ini memberi kewenangan kepada pihak ketiga (pemotong/pemungut) Fiskus hanya melakukan pengawasan Withholding System ; sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pihak lain atau pihak ketiga untuk memotong dan memungut besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak. Pihak ketiga disini adalah pihak lain selain pemerintah dan wajib pajak. Sistem pemungutan pajak di Indonesia sesuai dengan asas pemungutan pajak menganut sistem pemungutan pajak self assesment system dan witholding system.

18 Tarif Pajak Proporsional/ Sebanding
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. contoh : PPN Tarif Pajak Progresif Persentase tarif digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. contoh : Pajak Penghasilan Orang Pribadi Tarif Pajak Degresif Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar Tarif Pajak Tetap Tarif berupa jumlah yang tetap sama terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap contoh : Bea Materai Secara struktural menurut tarif pajak dibagi dalam empat jenis yaitu : Tarif proporsional(a proportional tax rate structure) yaitu tarif pajak yang presentasenya tetap meskipun terjadi perubahan dasar pengenaan pajak.Contoh:Pajak Pertambahan Nilai Tarif regresif / tetap (a regresive tax rate structure) yaitu tarif pajak akan selalu tetap sesuai peraturan yang telah ditetapkan Tarif progresif (a progresive tax rate structure) yaitu tarif pajak akan semakin naik sebanding dengan naiknya dasar pengenaan pajak. Contoh Pajak Pengahsilan Tarif degresif ( a degresive tax rate structure) yaitu kenaikan persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat.

19 Timbulnya Utang Pajak Ajaran formal,
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak: Ajaran formal, yaitu utang pajak timbul karena dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada Official Assessment System. 2. Ajaran material, yaitu utang pajak timbul karena berlakunya Undang Undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan atau suatu perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada Self Assessment System.

20 Hapusnya Utang Pajak Pembayaran yaitu utang pajak yang melekat pada Wajib pajak akan hapus jika sudah dilakukan pembayaran kepada kas negara. Kompensasi yaitu apabila wajib pajak mempunyai kelebihan dalam pembayaran pajak, maka kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan pajak yang masih harus dibayar. Daluwarsa/lewat waktu yaitu terlampauinya waktu dalam melakukan penagihan utang pajak selama lima tahun sejak terjadi utang pajak. Pembebasan yaitu pemberian pembebasan atas sanksi admistrasi pajak (berupa bunga atau denda) yang harus dibayar oleh wajib pajak. Penghapusan yaitu pemberian pembebasan atas sanksi admistrasi pajak (berupa bunga atau denda) yang harus dibayar oleh wajib pajak dikarenakan keadaan keuangan wajib pajak.

21 Hambatan Pemungutan Pajak
Adanya hambatan dalam pungutan pajak, yaitu : Perlawanan pasif Perlawanan aktif

22 Perlawanan Pasif Perlawanan pasif yaitu masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, hal ini disebabkan oleh: Perkembangan intelektual dan moral masyarakat, Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit difahami masyarakat. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

23 Perlawanan Aktif Perlawanan aktif, yakni semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Ada dua cara/bentuk perlawanan katif, yaitu Tax Avoidance, dan Tax Evasion Tax Avoidance adalah usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar Undang Undang. Tax Evasion adalah usaha meringankan beban pajak dengan cara yang melanggar Undang Undang (menggelapkan pajak).

24 Thanks!


Download ppt "Pengantar Perpajakan (Seri ke-2)"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google