Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Berfikir Filsafat Menyeluruh, artinya seorang ilmuwan mengenal ilmu tidak hanya dari sudut pandang ilmu itu sendiri, tetapi melihat hakekat ilmu dalam.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Berfikir Filsafat Menyeluruh, artinya seorang ilmuwan mengenal ilmu tidak hanya dari sudut pandang ilmu itu sendiri, tetapi melihat hakekat ilmu dalam."— Transcript presentasi:

1 Berfikir Filsafat Menyeluruh, artinya seorang ilmuwan mengenal ilmu tidak hanya dari sudut pandang ilmu itu sendiri, tetapi melihat hakekat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya. Mendasar, yaitu seorang ilmuwan tidak lagi percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar akan tetapi berupaya membongkar tempat berpijak secara fundamental. Spekulatif, artinya berpikir filsafat berusaha menetapkan dasar- dasar yang dapat diandalkan untuk memulai pada suatu titik awal pemikiran. Itu sebabnya bidang telaah filsafat mencakup masalah pokok yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Masalah pokok yang dimaksudkan itu adalah tentang siapakah manusia itu, tentang hidup dan eksistensi manusia, tentang prosedur ilmiah.

2 Pengertian Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakekat ilmu yang dapat dipilah ke dalam tiga kelompok landasan berikut: Landasan ontologi yang mempertanyakan obyek apa yang ditelaah ilmu, bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan. Landasan Epistemologi yaitu mempertanyakan proses yang mungkin dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu, bagaimana prosdurnya, hal- hal apa yang harus diperhatikan agar mendapat pengetahuan yang benar, apa yang disebut kebenaran itu, apa kriterianya, cara apa yang membantu ilmuwan dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu. Landasan Aksiologi, yang mempersoalkan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan, bagaimana kaitan antara cara pengunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral, bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan masalah, bagaimana kaitan teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral / profesional.

3 Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat pengetahuan adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”. Will Duran dalam bukunya The story of Philosophy mengibaratkan bahwa filsafat seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu. Filsafat yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Semua ilmu baik ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari pengembangannya sebagai filsafat. Nama asal fisika adalah filsafat alam (natural philosophy) dan nama asal ekonomi adalah filsafat moral (moral philosophy). Issac Newton ( ) menulis hukum-hukum fisika sebagai Philosophiae Naturalis Principia Mathematica (1686) dan Adam Smith ( ) Bapak Ilmu Ekonomi menulis buku The Wealth Of Nation (1776) dalam fungsinya sebagai Professor of Moral Philosophy di Universitas Glasgow.

4 Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan atau sering juga disebut epistimologi. Epistimologi berasal dari bahasa Yunani yakni episcmc yang berarti knowledge, pengetahuan dan logos yang berarti teori. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh J.F. Ferier tahun 1854 yang membuat dua cabang filsafat yakni epistemology dan ontology (on = being, wujud, apa + logos = teori ), ontology ( teori tentang apa). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti bahwa terdapat pengetahuan yang ilmiah dan tak-ilmiah. Pengetahuan ilmiah disebut ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu saja, yaitu akumulasi pengetahuan yang telah disistematisasi dan diorganisasi sedemikian rupa; sehingga memenuhi asas pengaturan secara prosedural, metologis, teknis, dan normatif akademis. Dengan demikian teruji kebenaran ilmiahnya sehingga memenuhi kesahihan atau validitas ilmu, atau secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.

5 Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan tak-ilmiah adalah yang masih tergolong pra-ilmiah. Dalam hal ini berupa pengetahuan hasil serapan inderawi yang secara sadar diperoleh, baik yang telah lama maupun baru didapat. Di samping itu termasuk yang diperoleh secara pasif atau di luar kesadaran seperti ilham, intuisi, wangsit, atau wahyu (oleh nabi). Dengan lain perkataan, pengetahuan ilmiah diperoleh secara sadar, aktif, sistematis, jelas prosesnya secara prosedural, metodis dan teknis, tidak bersifat acak, kemudian diakhiri dengan verifikasi atau diuji kebenaran (validitas) ilmiahnya. Sedangkan pengetahuan yang pra-ilmiah, walaupun sesungguhnya diperoleh secara sadar dan aktif, namun bersifat acak, yaitu tanpa metode, apalagi yang berupa intuisi, sehingga tidak dimasukkan dalam ilmu. Dengan demikian, pengetahuan pra-ilmiah karena tidak diperoleh secara sistematis- metodologis ada yang cenderung menyebutnya sebagai pengetahuan “naluriah”.

6 Tentang “TAHU” Pada dasarnya manusia tahu tentang dunia sekitarnya, tentang dirinya, tentang orang lain, tentang baik dan buruk, tentang yang indah dan tidak indah. Meskipun demikian sekiranya orang menanyakan bagaimana manusia itu dapat tahu?, apakah sumbernya tahu?, dan apakah sebenarnya tahu itu?, maka pertanyaan tersebut tidak segera akan dapat dijawab. Landasan Aksiologi, yang mempersoalkan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan, bagaimana kaitan antara cara pengunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral, bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan masalah, bagaimana kaitan teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral / profesional.

7 Gejala Orang Itu “TAHU”
Pada awalnya manusia tidak tahu sesuatu. Suatu ketika mereka ingin tahu, maka segera ia akan mengemukakan isi hatinya melalui beberapa pertanyaan; apa ini?, apa itu, apa sebabnya begini?, dan mengapa demikian?, sebagai ungkapan rasa ingin tahu. Pertanyaan tersebut umumnya diawali dengan rasa kagum karena ketidaktahuannya. Oleh sebab itu mereka bertanya untuk memuaskan rasa keingintahuannya. Apabila pertanyaan itu terjawab, maka orang tersebut menjadi tahu dan merasa terpenuhi keinginannya. Untuk sementara waktu mereka menjadi puas. Tahu yang memuaskan manusia itu adalah tahu yang benar. Tahu yang tidak benar disebut keliru. Tidak seorang pun di dunia yang cinta kepada kekeliruan. Seringkali keliru itu lebih jelek dari daripada tidak tahu. Apabila tahu yang keliru itu dijadikan dasar suatu tindakan, maka akan keliru pula tindakan tersebut, dan bahkan akan timbul malapetaka. Apabila orang mengira bahwa tahunya benar, padahal tahunya keliru dan jika mereka sadar akan kekeliruannya, maka lenyaplah kepuasannya tentang yang diketahui keliru. Artinya bahwa pemuas ingin tahu itu hanyalah kebenaran. Meskipun tidak mudah menganalisa apakah kebenaran itu, tetapi semua orang yakin bahwa ada kebenaran dan disadari bahwa kebenaran itu sangat besar artinya bagi kehidupan manusia.

8 Gejala Orang Itu “TAHU”
Seperti telah dikemukakan, bahwa manusia pada dasarnya mempunyai dorongan rasa ingin tahu. Sebenarnya apa yang ingin diketahui manusia itu?, atau dengan kata lain apakah obyek tahu itu?. Seperti juga telah dikemukakan bahwa tahu manusia itu tidak dibawa sejak lahir, tetapi diawali dari kekagumannya terhadap sekelilingnya sehingga merangsang keinginannya untuk tahu. Adapun dunia yang mengelilingi manusia adalah sesuatu yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, asal ada. Bahkan yang saat ini tidak ada yang kemungkinan nanti ada juga ingin diketahui oleh manusia. Dalam arti lain adalah obyek tahu meliputi apa saja yang ada dan mungkin ada. Oleh karena begitu banyak yang mengelilingi manusia dan mungkin tidak ada habisnya, sehingga ingin tahu manusia hanya dibatasi oleh hidupnya dan akan habis apabila sudah tidak ada manusia lagi di dunia. Pada akhirnya manusia mengambil keputusan bahwa “manusia yang tahu itu, bahwa ia tahu”. Ada beberapa ungkapan yang perlu direnungkan: Manusia tahu benar, bahwa ia tidak tahu sesuatu. Bertanyalah mereka misalnya kepada orang lain dan diberi tahu. Kemudian mereka akan tahu bahwa mereka tahu. Mungkin manusia mengira ia tahu, tetapi pada suatu ketika ternyata bahwa keliru. Pada dasarnya mereka belum tahu, dan mereka akan berusaha bertanya atau melakukan penyelidikan sendiri sehingga mereka menjadi tahu. Akhirnya tahulah bahwa dulunya ia keliru atau belum tahu, dan sekarang “tahulah bahwa ia tahu”.

9 Kesimpulan Pada dasarnya manusia ingin tahu.
Manusia ingin tahu yang benar. Obyek tahu adalah yang ada dan yang mungkin ada. Manusia tahu bahwa ia tahu.

10 Penelitian Ilmiah “Penelitian ilmiah sebagai penelitian yang sistematis, terkontrol, empiris, dan penyelidikan kritis dari proposisi-proposisi hipotetis tentang hubungan yang diperkirakan antara gejala alam”. Penelitian disebut sistematis bila mengikuti langkah-langkah atau tahapan yang dimulai dengan mendefinisikan masalah, menghubungkan masalah tersebut dengan teori-teori yang ada, mengumpulkan data, menganalisis dan mengintrepetasi data, menarik kesimpulan, dan menggabungkan kesimpulan-kesimpulan tersebut ke dalam jajaran khasanah pengetahuan. Penelitian ilmiah terkontrol, masalah-masalah dalam penelitian tidak hanya dipecahkan secara sepintas. Artinya, dalam penelitian ilmiah setiap langkah sudah direncanakan, sehingga khayalan, dugaan, dan kegiatan yang sifatnya coba-coba tidak terdapat di dalamnya. Masalahnya dijelaskan dengan cermat dan rinci, variabel-variabelnya diidentifikasi dan diseleksi, instrumen-instrumennya diseleksi atau dikonstruksi secara cermat, dan kesimpulan-kesimpulan hanya dapat ditarik dari data yang diperoleh. Oleh karena itu rekomendasi yang dikemukakan didasarkan atas penemuan dan kesimpulan.

11 Penelitian Ilmiah Ketika data terkumpul, bukti-bukti empiris sudah diperoleh untuk kemudian mendukung atau menolak hipotesis-hipotesis yang dirumuskan sebelumnya. Data empiris ini kemudian dijadikan dasar untuk penerikan kesimpulan. Dalam penelitian segala sesuatunya begitu terkontrol, sehingga setiap pengamat dalam penelitian itu yakin akan hasilnya. Kemudian hasil pengumpulan data siap dianalisis secara kritis dan secara keseluruhan hasilnya dapat dipertangungjawabkan secara ilmiah.

12 Selesai


Download ppt "Berfikir Filsafat Menyeluruh, artinya seorang ilmuwan mengenal ilmu tidak hanya dari sudut pandang ilmu itu sendiri, tetapi melihat hakekat ilmu dalam."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google