Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehWidyawati Irawan Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
Peradilan HAM Al Khanif, S.H. (Universitas Jember), M.A. (Universitas Gadjah Mada), LL.M. (University of Lancaster), Ph.D (School of Oriental and African Studies, University of London) – Staf Pengajar FH UNEJ
2
Pengadilan HAM di Dunia Global Permanen
Pengadilan HAM Uni Eropa (European Court of Human Rights) adalah pengadilan supra nasional atau internasional yang didirikan oleh Konvensi Eropa tentang HAM. Yurisdiksi dari Pengadilan HAM Uni Eropa meliputi kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negara anggota (147 negara anggota). Kasus bisa diajukan oleh perorangan maupun kelompok yang terdiri dari gabungan individu dari beberapa negara anggota. Pengadilan HAM Uni Eropa adalah satu-satunya pengadilan HAM permanen yang ada berlaku efektif saat ini.
3
Pengadilan HAM Internasional - Ad Hoc
Kewenangannya: Mengadili kejahatan HAM berat (Genosida, Kejahatan Perang, & Kejahatan Terhadap Kemanusiaan) Tokyo War Crimes Tribunal. Twenty-eight Japanese military and political leaders were charged with waging aggressive war and with responsibility for conventional war crimes.
4
International Criminal Tribunal for Yugoslavia (ICTY)
Mengadili kejahatan genosida Slobodan Milosevic dkk di Yugoslavia tahun 1991 A total of 161 persons were indicted; the final indictments were issued in December 2004.
5
Nuremberg Trial - Germany
The Nuremberg Trials were a series of military tribunals, held by the Allied forces after World War II to prosecute members of the Nazi Germany who took part of the Holocaust and other war crimes. The Trials were held between 20 November 1945 and 1 October
6
International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR)
International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) was an international court established in November 1994 by the United Nations Security Council in Resolution 955 in order to judge people responsible for the Rwandan Genocide and other serious violations of international law in Rwanda occurred between January and December 1994. The tribunal has jurisdiction over genocide, crimes against humanity, and war crimes which are defined as violations of common article three and additional protocol II of the Geneva Convention
7
Common Article 3 of the Geneva Convention
In the case of armed conflict not of an international character occurring in the territory of one of the High Contracting Parties, each Party to the conflict shall be bound to apply, as a minimum, the following provisions: Persons taking no active part in the hostilities, including members of armed forces who have laid down their arms and those placed ' hors de combat ' by sickness, wounds, detention, or any other cause, shall in all circumstances be treated humanely, without any adverse distinction founded on race, colour, religion or faith, sex, birth or wealth, or any other similar criteria. To this end, the following acts are and shall remain prohibited at any time and in any place whatsoever with respect to the above-mentioned persons (a) violence to life and person, in particular murder of all kinds, mutilation, cruel treatment and torture; (b) taking of hostages; (c) outrages upon personal dignity, in particular humiliating and degrading treatment; (d) the passing of sentences and the carrying out of executions without previous judgment pronounced by a regularly constituted court, affording all the judicial guarantees which are recognized as indispensable by civilized peoples.
8
Khmer Rouge Tribunal – Cambodia
Cambodia Tribunal or Khmer Rouge Tribunal is a court established to try the most senior responsible members of the Khmer Rouge for alleged violations of the international law and serious crimes perpetrated during the Cambodian genocide Although it is a national court, the establishment is part of the agreement between Cambodia Government and the UN
9
Indonesia Dasar Hukum Pengadilan HAM
UU No. 26/2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia PP No. 3/2002 tentang Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi Korban Kejahatan HAM Berat Penegakan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) di Indonesia mencapai kemajuan ketika disahkannya Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM (UU Pengadilan HAM). Pengadilan HAM berkomposisi lima hakim dan mewajibkan tiga orang diantaranya adalah hakim ad hoc.
10
Tugas dan Wewenang Pengadilan HAM
Pasal 2: Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan Pengadilan Umum. Pasal 3: (1) Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan. (2) Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pengadilan HAM berkedudukan di setiap wilayah Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
11
Kewenangan Pengadilan HAM
UU Pengadilan HAM secara tegas menyatakan pengadilan HAM di Indonesia berwenang untuk mengadili para pelaku pelanggaran HAM berat. UU Pengadilan HAM juga mengatur tentang adanya pengadilan HAM ad hoc yang akan berwenang untuk mengadili pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu. Pengadilan HAM merupakan jenis pengadilan yang khusus untuk mengadili kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (Pasal 7) Kejahatan HAM Berat yang bisa diadili melalui mekanisme Pengadilan HAM berat adalah yang terjadi di Indonesia maupun di wilayah negara lain (pasal 5) Pihak-pihak yang bisa diajukan ke pengadilan HAM adalah orang perseorangan, kelompok orang, baik sipil, militer, maupun polisi yang bertanggung jawab secara individual.
12
Pasal 8 Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara: (a) membunuh anggota kelompok; (b) mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok; (c) menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya; (d) memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau (e) memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
13
Pasal 9 Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa : a. pembunuhan; b. pemusnahan; c. perbudakan; d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; f. penyiksaan; g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasaan seksual lain yang setara; h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, efnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; i. penghilangan orang secara paksa; atau j. kejahatan apartheid;
14
Penyidik Ad Hoc Pasal 18 (1) Penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. (2) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam melakukan penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri atas Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan unsur masyarakat.
15
Penyidikan dan Penuntutan
Pasal 21 (1) Penyidikan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung. (2) Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak termasuk kewenangan menerima laporan atau pengaduan, (3) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc yang terdiri atas unsur pemerintah dan atau masyarakat. Pasal 23 tentang penuntutan mengatur mekanisme yang sama dengan penyidikan.
16
Acara Pemeriksaan Pasal 31 Perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM dalam waktu paling 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak perkara dilimpahkanke Pengadilan HAM.
17
Mekanisme Peradilan HAM Ad Hoc
Dasar hukum mengenai pengadilan Hak Azasi Manusia Ad hock terdapat dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 yaitu pasal 43 dan pasal 44, yang selengkapnya berbunyi: Pasal 43: (1) Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang ini, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc, (2) Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden, dan (3) Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berada di lingkungan Peradilan Umum. Artinya: Pengadilan HAM Ad Hoc mempunyai kewenangan untuk mengadili kasus 1965, Tanjung Priok 12 September 1984, Kasus Reformasi 1998 dan Referendum Timor Timur 1999
18
Rekonsiliasi atau Pengampunan?
Pada tahun 2004, muncul Undang-Undang Nomor 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang menjadi landasan pembentukan KKR. Undang-undang ini mempunyai mandat untuk pengungkapan kebenaran, penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu dan rekonsiliasi serta mempunyai wilayah yurisdiksi seluruh wilayah Indonesia. Pasal 43 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 juga menjelaskan bahwa kasus pelanggaran berat HAM yang tidak dapat diselesaikan melalui pengadilan HAM ad hoc akan ditangani oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Seperti halnya apa yang terdapat dalam pasal 27 UU KKR tersebut, di mana kompensasi dan rehabilitasi terhadap korban diberikan hanya bila permintaan amnesti diberikan.
19
Korban, Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi
Pasal 1 (3) Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan baik fisik, mental maupun emosional, kerugian ekonomi, atau mengalami pengabaian, pengurangan atau perampasan hak-hak dasarnya, sebagi akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk korban adalah ahli warisnya. Pasal 1 (4) Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya. Pasal 1 (5) Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga, dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu. Pasal 1 (6) Rehabilitasi adalah pemulihan pada kedudukan semula, misalnya kehormatan, nama baik, jabatan, atau hak-hak lain.
20
Pasal 3 Instansi Pemerintah Terkait bertugas melaksanakan pemberian kompensasi dan rehabilitasi berdasarkan putusan Pengadilan HAM yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam hal kompensasi dan atau rehabilitasi menyangkut pembiayaan dan perhitungan keuangan negara, pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan.
21
Pengadilan HAM Ad Hoc Timor Timur?
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.