Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

REFORMASI POLITIK & KONSTITUSI Dr. Ni’matul Huda, SH, MHum

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "REFORMASI POLITIK & KONSTITUSI Dr. Ni’matul Huda, SH, MHum"— Transcript presentasi:

1 REFORMASI POLITIK & KONSTITUSI Dr. Ni’matul Huda, SH, MHum
Bahan Kuliah Pascasarjana FH UNS 2015

2 Pengertian Reformasi Menurut arti harfiahnya, reformasi - yang berasal dari bahasa Latin re + formare (forma = “bentuk”, sedangkan formare berarti “membentuk”) – dapatlah didefinisikan sebagai “usaha untuk membentuk ulang”. Tetapi dalam perkembangannya yang lebih kemudian, istilah “reformasi” mengimplikasikan suatu unsur dan makna baru di dalamnya, yaitu unsur “koreksi”. Kata “reformasi” tidak lagi sebatas artinya sebagai upaya untuk membentuk (memformat ulang) suatu struktur, yang dilakukan lewat serangkaian tindakan korektif.

3 Pandangan Para Ahli Khan, memberikan pengertian reformasi sebagai suatu usaha melakukan perubahan-perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama. Quah, mendefinisikan reformasi sebagai suatu proses untuk mengubah proses dan prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrasi untuk mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional.

4 Hakekat Reformasi Reformasi pada hakekatnya menyangkut empat aspek:
Pertama, reformasi mengandung pertalian adanya inovasi dan transformasi. Kedua, kesuksesan reformasi membutuhkan perubahan yang sistematik dan dalam kerangka yang luas, dan perubahan tersebut harus dengan cara hati-hati dan direncanakan. Ketiga, tujuan reformasi adalah untuk mencapai efisiensi dan efektifitas. Keempat, reformasi haruslah dapat menanggulangi perubahan- perubahan lingkungan. Dengan demikian ruang lingkup reformasi tidak terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mangaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta tingkah laku.

5 Reformasi Menurut Satjipto Rahardjo
Reformasi bukanlah sekedar perubahan atau tidak persis sama dengan perubahan. Reformasi hukum adalah suatu perubahan hukum dengan kualitas tertentu yang bersifat mendasar. Dengan demikian, padanan bagi reformasi hukum bukan perubahan hukum, melainkan perombakan hukum. Reformasi adalah perubahan yang berkualitas paradigmatik.

6 Reformasi Menurut Soetandyo
Redifinisi “reformasi” sebagai “tindakan korektif”, pada gilirannya akan mengasumsikan bahwa telah terdapat banyak kesalahan pada masa lalu dalam kerja-kerja pengelolaan sistem atau struktur kehidupan. Setiap itikad atau tekad untuk melakukan reformasi – entah karena prakarsa yang volunter entah pula karena keterpaksaan menghadapi tuntutan yang tak dapat ditolak – itu selalu bermula dari hadirnya kesadaran atau pengakuan bahwa ada sesuatu yang salah pada struktur kehidupan yang ada, bahwa ada sesuatu yang salah, yang oleh sebab itu memerlukan koreksi-koreksi yang diharapkan akan dapat memperbaiki kinerja sistem.

7 Reformasi menurut Mukthie Fadjar
Reformasi yang dikehendaki rakyat adalah upaya menyeluruh untuk merubah paradigma pembangunan masyarakat, bangsa dan negara, dari paradigma kekuasan menjadi paradigma hati nurani dan akal budi. Perubahan paradigma tersebut mengandung makna perubahan total, fundamental, menyeluruh dan sinergis, sambung dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tujuan akhir reformasi adalah terbentuknya sebuah “masyarakat madani”, yaitu masyarakat yang demokratis, berkeadilan sosial, dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia secara beradab dan berbudaya.

8 Reformasi Politik 1998 Pertama, sejak jatuhnya Soeharto kita tidak lagi memiliki seorang pemimpin sentral dan menentukan. Munculnya pusat-pusat kekuasaan baru di luar negara, telah menggeser kedudukan seorang. Kedua, munculnya kehidupan politik yang lebih liberal, telah melahirkan proses politik yang juga liberal. Ketiga, reformasi politik juga telah mempercepat pencerahan politik rakyat. Semangat keterbukaan yang dibawanya telah memperlihatkan kepada publik betapa tingginya tingkat distorsi dari proses penyelenggaraan negara.

9 Lanjutan Keempat, pada tataran lembaga tinggi negara, kesadaran untuk memperkuat proses checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan telah berkembang sedemikian rupa, sampai melampaui konvensi yang selama ini dipegang – yakni “asas kekeluargaan” di dalam penyelenggaraan negara. Kelima, reformasi politik telah mempertebal keinginan sebagian elite berpengaruh dan publik politik Indonesia untuk secara sistematik dan damai melakukan perubahan mendasar dalam konstitusi RI.

10 Konsolidasi Demokrasi Pasca Reformasi 1998
Pertama, harus segera dirumuskan suatu strategi reformasi dan pemulihan yang terintegrasi dan komprehensif; kedua, terdapat kemauan politik yang kuat – khususnya dari para elit – untuk segera keluar dari krisis yang melelahkan; ketiga, harus selalu ada “tekanan sosial” (dalam arti positif) baik secara nasional maupun internasional; keempat, didukung oleh watak kepemimpinan yang profesional dan beretika pada semua tingkatan pemerintahan;

11 Lanjutan kelima, keinginan dari organisasi internasional untuk mendukung reformasi harus sepenuhnya didasarkan atas semangat kemitraan; keenam, rekonsiliasi nasional untuk menyelesaikan berbagai masalah dan kasus-kasus yang dilakukan oleh rezim Orde Baru; ketujuh, komitmen untuk menjunjung prinsip supremasi hukum dan pemerintahan yang baik guna menjamin keadilan, keamanan dan kepastian berdasarkan hukum.

12 Urgensi Reformasi Konstitusi
1. Bias atau kerancuan kefilsafatan dengan adanya pencampuradukan berbagai gagasan yang saling bertentangan, seperti antara faham kedaulatan rakyat dengan faham integralistik, dan antara faham Negara hukum dengan faham Negara kekuasaan. 2. Bias teoritis, dari sudut pandang teori konstitusi (konstitusionalisme) keberadaan konstitusi pada hakikatnya adalah untuk membatasi kekuasaan, tetapi UUD 1945 justru kurang menonjolkan hal itu dan bahkan menonjolkan pengintegrasian.

13 Lanjutan 3. Struktur UUD 1945 menempatkan dan memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada Presiden (exeutive heavy), yaitu presiden memegang kekuasaan pemerintahan (chief executive), menjalankan kekuasaan membentuk undang-undang (legislative power), dan juga berbagai kekuasaan dan hak-hak konstitusional (hak prerogatif) presiden sebagai kepala Negara (head of state). 4.UUD 1945 tidak cukup memuat system checks and balances antara cabang-cabang pemerintahan, sehingga kekuasaan presiden sangat dominan. 5.UUD 1945 memuat berbagai ketentuan yang tidak jelas (vague) yang membuka peluang penafsiran yang berbeda-beda (multi interpretasi).

14 Lanjutan 6.UUD 1945 memuat ketentuan yang bersifat diskriminatif, misalnya ketentuan mengenai persyaratan bahwa presiden harus seorang Indonesia asli (Pasal 6 ayat 1). 7. UUD 1945 kurang memuat ketentuan mengenai pengakuan, jaminan, dan perlindungan tentang hak asasi manusia. 8. UUD 1945 tidak memuat ketentuan tentang batas waktu pengesahan RUU yang telah disetujui oleh DPR oleh presiden. 9. Keberadaan penjelasan UUD 1945 yang menimbulkan persoalan teoritis dan yuridis, serta materi muatannya yang tidak selalu konsisten atau bahkan rancu dengan pengkaidahan dalam batang tubuh.

15 Kesepakatan Dasar Berkaitan Dengan Perubahan UUD 1945
Kesepakatan dasar itu terdiri dari lima butir, yaitu: (1) Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945. (2) Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (3) Mempertegas sistem pemerintahan presidensial. (4) Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam Penjelasan dimasukkan ke dalam pasal-pasal. (5) Perubahan dilakukan dengan cara “adendum”.


Download ppt "REFORMASI POLITIK & KONSTITUSI Dr. Ni’matul Huda, SH, MHum"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google