Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehYulia Irawan Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
CINDE ILAU SATU KAJIAN SEJARAH SOCIAL TENTANG ORANG MELAYU DI JALUR PERDAGANGAN INDONESIA BAHAGIAN TIMUR ABAD KE Mukhlis
2
Pada tahun 1542, seorang Portugis bernama Antonio de Paiva mendarat di Siang, sebuah kerajaan tua di pesisir Selat Makasar, ia bertemu dengan orang Melayu yang sudah tinggal di Siang. Beberapa sumber lokal menyatakan peranan orang melayu sangat besar dalam bidang penyebaran agama maupun perdagangan sampai 1615.
3
Sejak kedatangan orang-orang Melayu di Kerajaan Gowa (Makassar) peranannya tidak hanya dalam perdagangan dan penyebaran agama, tetapi juga dalam kegiatan sosial-budaya dan bahkan dalam birokrasi. Raja Gowa ke XII membangunkan masjid untuk orang Melayu Pengangkatan orang terkemuka Melayu sebagai sahbandar sampai sahbandar terakhir tahun 1669.
4
Datuk Leang Abdul Kadir bersama istrinya, Tuan Fatimah dikenal sebagai cikal bakal keluarga Melayu asal Patani di Salajo, sedangkan Datuk Makotta bersama istrinya Tuan Sitti adalah cikal bakal keluarga Melayu Minangkabau dari Pagarruyung di Salajo. Merekalah generasi pertama migaran Melayu di Salajo.
5
Pada generasi ke-II masyrakat Melayu di Salajo lahir dari perkawinan antra orang-orang Melayu Patani dengan orang-orang Melayu Minagkabau. Ikatan ini ditandai dengan perkawinan Tuan Aminah, putri Datuk Leang dengan Tuan Rajja putra Datuk Makotta.
6
Generasi ke-III di tandai dengan penggunaan Titulatur “Incek” di depan nama diri. Setelah itu Titulatur “Incek” diguanakan oleh orang-orang keturunan Melayu terpandang Generasi ke-IV terjadi perkawinan campuran antara dara Incek keturunan Melayu di Salajo dengan seorang tokoh masyrakat Bajo di Sanrobone yang dikenal dengan nama “Lolo Bajo”
7
Perkawinan melahirkan Generasi ke-V masyrakat Melayu campuran Bajo
Perkawinan melahirkan Generasi ke-V masyrakat Melayu campuran Bajo. Generasi campuran darah Melayu-Bajo dikenal dengan penggunaan Titulatur “Kare”. Sejak saat itulah Titulatur “kare”dikenal dalam sistem kemasyrakatan Makassar.
8
Satu hal yang menarik dalam kajian sejarah social Nusantara Timur ialah terjadi perkawinan campuran antara orang-orang Melayu dengan para bangsawan Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan yang kemudian melahirkan masyrakat keturunan Melayu. Perkawinan ini melahirkan struktur social baru dalam masyrakat Makassar yang disebut “Tubaji” (bahasa Makassar), “Tudeceng” (bahasa Bugis)
9
BANDAR-BANDAR NIAGA DI PERAIRAN MALUKU R. Z Leirissa
10
pendahuluan Pola hubungan laut pada masa kini di perairan Maluku dapat dikatakan merupakan perkembangan lanjut dari pola yang dibentuk oleh VOC sejak pertengahan abad ke-17.
11
Pola Maluku Tengah Hitu mulai muncul sebagai Bandar utama di Maluku Tengah sekitar awal abad ke-16 bersamaan dengan meluasnya penanaman cengkeh di wilayah itu dan terutama di jazirah Hoamoal di Seram Barat. Kedudukan Hitu menjadi istimewa setelah menjalin hubungan dengan Jepara.
12
Hitu kehilangan posisinya sebagai Bandar niaga utama di Maluku Tengah setelah VOC menduduki benteng Portugis di Kota Laha yang kemudian dinamakan Ambon. Sejak pertengah abad ke- 17 Hitu sudah tidak penting lagi. VOC lalu membangun sutu kawsan perdagangan batu yang berpusat di kota Ambon dan meliputi pulau-pulau Haruku, Saparua dan Nusalaut serta Seram Barat.
13
Pengaruh voc Dalam jangka waktu panjang kedudukan VOC di Maluku mengubah seluruh pola Bandar niaga yang ada sebelumnya. Bandar niaga Ternate yang asli ditinggalkan dan keraton sultan di pindahkan ke lokasi yang baru dimana terdapat benteng VOC (sebelah timur pulau Ternate).
14
NUSA UTARA, TEPIAN-LINTASAN Alex J. Ulean
15
Nusa Utara, lebih dikenal dengan nama kepulauan Sangihe dan Talaud, terletak pada jalur pelayaran dari daratan Cina Selatan ke kepulauan Maluku melalui laut Cina Selatan, laut Sulu, laut Sulawesu dan laut Maluku.
16
Meskipun tidak berkembang menjadi Bandar niaga dalam pisisinya sebagai daerah lintasan kepulauan ini menjadi tempat persinggahan para pelaut dan pedagang Gugusan pulau yang tersebar dari utara ke selatan ini menjadi “panduan-alami” bagi pelaut yang menyeberang dari daratan Mindanao menuju ujung utara jazirah Sulawesi, kemudian ke pulau rempah-rempah, Maluku.
17
Sebagai kawasan tepian-lintasan, meskipun letak geografisnya menjadikannya sebagai panduan-alami bagi para pelaut dari utara ke selatan ke pulau rempah-rampah namun keberadaan Bandar-bandar niaga di Nusa Utara nyaris tidak berbekas. Ketidak amanan pulau-pulau ini pada abad ke 18 dan 19, dimana perampokan dan penampakan budak oleh bajak laut (Balangingi dan Mangindano) merajalela, mendorong para pedagang (Cina dan Arab) memilih untuk berdagang di pusat keresidenan Mando dan Ternate. Disana keamanan meraka lebih terjamin.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.