Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN"— Transcript presentasi:

1 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
DASAR HUKUM PENGHASILAN Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan DIKENAKAN PAJAK PENGHASILAN SUBJEK PAJAK PENGHASILAN YANG DITERIMA/DIPEROLEH DALAM TAHUN PAJAK

2 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
SUBJEK PAJAK PENGHASILAN Segala sesuatu yang memiliki potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan ORANG PRIBADI WARSAN BELUM TERBAGI BADAN BADAN USAHA TETAP SUBJEK PAJAK PENGHASILAN DALAM NEGERI LUAR NEGERI

3 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
SUBJEK PAJAK ORANG PRIBADI Tanpa batasan tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha  Perusahaan Perorangan Karyawan Profesional / Tenaga Ahli  Pekerjaan Bebas (dokter, akuntan, pengacara, konsultan, arsitek, notaris, penilai, aktuaris) WARISAN YANG BELUM DIBAGI Merupakan satu kesatuan, menggantikan yang berhak (ahli waris) Tetap harus membayar pajak meskipun warisan belum dibagi kepada yang berhak.

4 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
SUBJEK PAJAK BADAN Sekumpulan orang dan atau kumpulan modal sebagai satu kesatuan, baik melakukan usaha atau tidak melakukan usaha PT, CV, firma, koperasi, dana pensiun, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, lembaga BENTUK USAHA TETAP Bentuk usaha yang digunakan oleh subyek pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia Berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, gudang, ruang untuk promosi/penjualan, pertambangan, pengeboran, pertanian, proyek konstruksi, pemberian jasa, orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas, agen atau pegawai asuransi, komputer untuk e-commerce

5 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI Orang Pribadi (OP) yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau OP yang berada di Indonesia dan berniat tinggal di Indonesia; Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. MULAI Pada waktu OP dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia Pada waktu Badan didirikan atau bertempat kedudukan Indonesia Pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi BERAKHIR Pada saat OP meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya Pada saat Badan dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia Pada saat warisan selesai dibagi

6 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal/ berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan Badan yang tidak didirikan/berkedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

7 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
BUKAN SUBJEK PAJAK BADAN PERWAKILAN NEGARA ASING PEJABAT PERWAKILAN DIPLOMATIK, KONSULAT, ATAU PEJABAT-PEJABAT ASING, DAN ORANG-ORANG YANG DIPERBANTUKAN DENGAN SYARAT BUKAN WARGA NEGARA INDONESIA DAN TIDAK MENJALANKAN KEGIATAN LAIN UNTUK MEMPEROLEH PENGHASILAN DI INDONESIA ORGANISASI-ORGANISASI INTERNASIONAL YANG DITETAPKAN OLEH MENTERI KEUANGAN DENGAN SYARAT: PEJABAT-PEJABAT PERWAKILAN ORGANISASI INTERNASIONAL YANG DITETAPKAN DENGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN DENGAN SYARAT BUKAN WARGA NEGARA INDONESIA DAN TIDAK MENJALANKAN KEGIATAN LAIN UNTUK MEMPEROLEH PENGHASILAN DI INDONESIA

8 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
OBJEK PPH : PENGHASILAN setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun

9 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
PENGELOMPOKAN PENGHASILAN PENGHASILAN DALAM HUBUNGAN KERJA DAN PEKERJAAN BEBAS PENGHASILAN DARI USAHA DAN KEGIATAN PENGHASILAN DARI MODAL PENGHASILAN LAIN (HADIAH & PEMBEBASAN UTANG)

10 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN

11 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
MEKANISME PERHITUNGAN PAJAK

12 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
OBJEK PAJAK PENGHASILAN (1) Pasal 4 Ayat 1 penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan laba usaha keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; royalti atau imbalan atas penggunaan hak; sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

13 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
OBJEK PAJAK PENGHASILAN (2) Pasal 4 Ayat 1 keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; keuntungan selisih kurs mata uang asing; selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; premi asuransi; iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; penghasilan dari usaha berbasis syariah; imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan surplus Bank Indonesia.

14 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
PENGERTIAN PENGHASILAN FINAL Pasal 4 Ayat 2 Penghasilan dikenakan PPh saat diperoleh Penghasilan tersebut tidak perlu dilaporkan atau dihitung kembali pada akhir tahun PPh tersebut sifatnya Final  tidak dapat dikreditkan terhadap PPh Terutang di akhir tahun Contoh: bunga deposito, hadiah undian, sewa tanah dan bangunan, dan lain-lain

15 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
OBJEK PENGHASILAN FINAL Pasal 4 Ayat 2 penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; penghasilan berupa hadiah undian; penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan penghasilan tertentu lainnya

16 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
BUKAN OBJEK PENGHASILAN Pasal 4 Ayat 3 bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. harta hibahan yang diterima oleh: keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

17 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
BUKAN OBJEK PENGHASILAN (2) Pasal 4 Ayat 3 Warisan harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

18 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
BUKAN OBJEK PENGHASILAN (3) Pasal 4 Ayat 3 beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

19 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Pengurang Penghasilan Untuk WP Orang Pribadi PMK No. 101/PMK.010/2016  Besaran atau nominal Rp bagi diri WP Rp tambahan bagi WP yang kawin Rp tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami Rp tambahan untuk setiap anggota keluarga yang menjadi tanggungan, maksimum 3 Mulai berlaku sejak Tahun Pajak 2016

20 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
TANGGUNGAN DALAM PAJAK setiap anggota keluarga keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (tidak memiliki penghasilan) paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

21 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
ISTILAH DALAM PTKP TK/0 : tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan TK/1 : tidak kawin dan mempunyai satu tanggungan TK/2 : tidak kawin dan mempunyai dua tanggungan K/1 : kawin dan mempunyai satu tanggungan K/2 : kawin dan mempunyai dua tanggungan K/3 : kawin dan mempunyai tiga tanggungan K/I/1: kawin, isteri mempunyai penghasilan yang digabung dengan penghasilan suami dan mempunyai 1 tanggungan PH : wajib pajak kawin dan pisah harta dan penghasilan HB : wajib pajak kawin yang telah hidup berpisah ditambah banyak tanggungan yang mendapatkan pengurangan PTKP

22 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
GABUNGAN PENGHASILAN DALAM KELUARGA berdasarkan Undang-Undang PPh menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Penghasilan Anak Yang Belum Dewasa penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun sumber penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya digabung dengan penghasilan orang tuanya dalam tahun pajak yang sama. Yang dimaksud dengan “anak yang belum dewasa” adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.

23 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
Pemenuhan kewajiban pajak tersebut dilakukan secara terpisah Penghasilan isteri diperoleh semata-mata dari satu pemberi kerja dan Penghasilan isteri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya. Penghitungan pajaknya dilakukan secara proposional suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim; dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.

24 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
PENGHASILAN KENA PAJAK Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar penghitungan untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang Bagi Wajib Pajak dalam negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu penghitungan dengan cara biasa dan penghitungan dengan menggunakan Norma Penghitungan. PAJAK TERUTANG PPH TERUTANG = TARIF PPH X PENGHASILAN KENA PAJAK UNTUK WP ORANG PRIBADI PENGHASILAN KENA PAJAK = PENGHASILAN NETTO – PTKP UNTUK WP BADAN PENGHASILAN KENA PAJAK = PENGHASILAN NETTO

25 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
PENGHASILAN NETTO PENGHASILAN NETTO WP OP PEMBUKUAN NORMA PERHITUNGAN PENGHASILAN NETTO WP BADAN:

26 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
NORMA PERHITUNGAN Hanya untuk WP Orang Pribadi Peredaran bruto dalam satu tahun < Rp 4,8 milyar Memberitahukan kepada DJP dalam 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan Wajib menyelenggarakan pencatatan

27 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
TARIF PAJAK (Pasal 17) ORANG PRIBADI Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif PPh (dalam Rupiah) sampai dengan 5% 15% 25% di atas 30%

28 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
TARIF PAJAK (Pasal 17) BADAN Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif PPh (dalam Rupiah) Untuk semua penghasilan kena pajak 25% Tarif ini ditetapkan sebesar 28% dan berubah menjadi 25% sejak tahun pajak 2010 Bagi WP yang telah go public dengan minimal 40% saham Dimiliki masyarakat diberikan pengurangan 5%

29 JENIS-JENIS PEMBAYARAN PPh YANG DAPAT DIKREDITKAN BAGI WPDN/BUT
a. Pasal 21 PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DARI PEKERJAAN,JASA, DAN KEGIATAN LAIN PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DARI KEGIATAN DIBIDANG IMPOR ATAU KE GIATAN USAHA DIBIDANG LAINNYA b. Pasal 22 PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN BERUPA DEVIDEN, BUNGA, SEWA, ROYALTY, HADIAH, DAN PENGHARGAAN & IMBALAN JASA LAINNYA . c. Pasal 23 d.Pasal 24 PAJAK YG DIBAYAR ATAU TERUTANG ATAS PENGHASILAN DARI LN YG BLH DIKREDITKAN PEMBAYARAN YG DILAKUKAN WP SENDIRI. e. Pasal 25 PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG TIDAK BERSIFAT FINAL f. Pasal 26 Ayat (5) SANKSI ADMINISTRASI BERUPA BUNGA, DENDA DAN KENAIKAN PAJAK TIDAK BOLEH DIKREDITKAN PASAL 28 Ayat (1) dan (2) 29

30 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
Penghitungan PPh Terutang – BADAN Penghasilan Neto dari Usaha (Laba Usaha) Penghasilan dari Modal/Investasi Penghasilan Lain-lain Penghasilan Neto (Kompensasi Rugi) Penghasilan Kena Pajak (PKP) PPh Terutang = Tarif PPh x PKP

31 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
PERPAJAKAN UMKM 1% PP No 46 Tahun 2013 Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Peredaran Bruto Tertentu <= 4,8 M ( jumlah peredaran bruto (omzet) semua gerai/counter/outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabangnya. )

32 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
SUBJEK PERPAJAKAN UMKM 1% Orang Pribadi; Badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Yang tidak dikenai Pajak Penghasilan sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah: Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang menggunakan sarana yang dapat dibongkar pasang dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum. misalnya: pedagang keliling, pedagang asongan, warung tenda di area kaki-lima, dan sejenisnya. Badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto (omzet) melebihi Rp4,8 miliar.

33 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
BUKAN OBJEK PAJAK UMKM 1% Objek Pajak yang tidak dikenai PPh ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Penghasilan dari jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas, seperti misalnya: dokter, advokat/pengacara, akuntan, notaris, PPAT, arsitek, pemain musik, pembawa acara, dan sebagaimana diuraikan dalam penjelasan PP tersebut; Penghasilan dari usaha yang dikenai PPh Final (Pasal 4 ayat (2)), seperti misalnya sewa kamar kos, sewa rumah, jasa konstruksi (perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan), PPh usaha migas, dan lain sebagainya yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah tersendiri. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.

34 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
TARIF MERUPAKAN PPH FINAL yang diatur Pasal 4 ( 2) PAJAK TERUTANG = OMZET x 1 % SAAT TIMBUL TERUTANG AKHIR BULAN SETELAH MENGETAHUI JUMLAH OMZET PEREDARAN BRUTO DIBAYAR PALING LAMBAT TANGGAL 15 BULAN BERIKUTNYA PELAPORAN SPT MASA DIANGGAP PADA SAAT PAJAK TERUTANG DIBAYAR

35 Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
PEMAHAMAN MAHASISWA Diharapkan mahasiswa lebih memahami mengenai : PENGERTIAN PENGHASILAN SUBJEK DAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN TIDAK TERMASUK PENGHASILAN PERHITUNGAN PENGHASILAN JENIS-JENIS PENGHASILAN PENGHASILAN DARI UMKM


Download ppt "Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google