Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Epistemologi SANG BUDDHA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Epistemologi SANG BUDDHA"— Transcript presentasi:

1 Epistemologi SANG BUDDHA
Ragil Anggara 12/330972/FI/03674 Vania Hestiani 12/335756/FI/03692 Ade Yustirandy P 12/329357/FI/03672 Widya Fitriani 12/335769/FI/03696 Yesika Sinaga 12/335573/FI/03684

2 Biografi Singkat Sang Buddha
Sang Buddha lahir dengan nama Siddhārtha Gautama. Lahir pada tahun 563 SM di Lumbini (sekarang Nepal) dan meninggal tahun 483 di Kushinagar, Uttar Pradesh (sekarang India) Dalam usia 7 tahun, Pangeran Siddharta telah mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Pangeran Siddharta menikah dengan Puteri Yasodhara yang dipersuntingnya setelah memenangkan berbagai sayembara.

3 Lanjutan… saat berumur 16 tahun, Pangeran Siddharta memiliki tiga istana, yaitu: - Istana musin dingin (ramma) - Istana musim hujan (suramma) - Istana musim hujan (subha) Dikenal sebagai Shakyamuni, yang berarti ‘orang bijak dari kaum Sakya’ Merupakan guru spiritual yang berasal dari wilayah timur laut India, dan merupakan pendiri agama Buddha.

4 Lanjutan… Siddharta Gautama merupakan figur utama dalam agama Buddha, keterangan akan kehidupannya, khotbah-khotbah, dan peraturan keagamaan yang dipercayai oleh penganut agama Buddha dirangkum setelah kematiannya dan dihafalkan oleh para pengikutnya.

5 Pemikiran Sang Buddha Menurut legenda mengenai riwayat hidup Sang Buddha, Sang Gautama menerima penerangan wahyu yang mendorongnya untuk merenungkan dan memperhatikan masalah sengsara. Dorongan penerangan ini muncul berkat perjumpaan Gautama dengan penyakit, usia lanjut, kematian dan penolakan. Setelah terkesan akan fakta derita, sengsara, Gautama merenungkan fakta ini, dan memusatkan perhatian pada penenmuan jalan untuk mengakhiri semua wujud penderitaan.

6 Bukan dalam pemutlakan pemenuhan diriakan kenikmatan sebanyak mungkin;
Lanjutan… Setelah bertahun-tahun menjalani disiplin dan melakukan ikhtiar termasuk penghayatan matiraga-matiraga berat, Buddha Gautama menemukan pemecahan sebagai berikut: Bukan dalam pemutlakan pemenuhan diriakan kenikmatan sebanyak mungkin; Bukan pula dalam mati raga yang berlebihan, manusia dapat menemukan sebab-sebab penderitaan.

7 Lanjutan… yang diambil Gautama adalah jalan tengah antara 2 pandangan tadi, yakni disiplin diri dan kemurnian diri, memusatkan pada ikhtiar untuk menemukan sebab-sebab penderitaan. Ketika ia sedang berkonsentrasi, sebab- sebab penderitaan diwahyukan kepadanya dan Siddharta Gautama menjadi Buddha, yakni orang yang sudah diterangi. Penerangan mengenai sebab-sebab dan cara mengatasi penderitaan kini menjadi miliknya.

8 - Jinna : seorang tua renta - Byadhita : seorang sakit oarah
Lanjutan… Dalam perjalanan Pangeran Siddharta Gautama keliling kota untuk pertama kalinya, beliau melihat: - Jinna : seorang tua renta - Byadhita : seorang sakit oarah - Kalakata : seorang yang mati (jenazah) - Pabbajita : seorang petapa/rahib Keempat peristiwa diatas disebut dengan Deva-Duta 4 (4 pesuruh Dewa)

9 Epistemologi Menurut Sang Buddha
Menurut Sang Buddha dalam berpikir dan berspekulasi, pemikiran boleh jadi baik atau buruk, benar atau keliru. Pengetahuan apapun yang yang diperoleh seseorang melalui ekstrasensori dipandang oleh Sang Buddha sebagai alat untuk mencapai tujuan, tetapi bukan tujuan itu sendiri

10 Lanjutan… Pengetahuan bila diwarnai unsur suka dan ketidaksukaan seseorang akan membentuk berbagai kepercayaan dogmatik. Pengetahuan juga dapat terjadi karena belas kasihan atau campur tangan atman (keberadaan Brahman di dalam diri seseorang). Suatu penegasan epistemologi penting yang hendak dikekmukakan melalui analisis ini adalah bahwa Sang Buddha menyadari adanya keterbatasan semua sumber pengetahuan.

11 Walaupun Sang Buddha bersikap kritis terhadap keterbatsan berbagai sumber pengetahuan (pikiran, persepsi, dan ekstrasensori), namun ia tidak dapat digolongkan sebagai penganut skeptisisme absolut. Budha mengajarkan bahwa ada 5 hal yang mengakibatnya adanya dua muka di dalam kehidupan, yaitu: Pengetahuan berdasarkan kepercayaan, kesenangan, wahyu, perenungan yang dangkal, serta suatu persetujuan akan suatu teori yang dipikirkan.

12 Lanjutan… Sang Buddha mengajarkan, bahwa sumber pengetahuan ada 2, yaitu kesaksian yang lain dan perenungan yang tepat. Inti pemikiran Sang Buddha mengenai hakikat pengetahuan, sumber pengetahuan, jangkauan pengetahuan, kepastian dan kebenaran pengetahuan, bahkan termasuk kesalahan dan kekeliruan dalam pengetahuan

13 Garis Besar Pemikiran Sang Buddha
Psikokinesis (iddhividha), yang bukan merupakan pengetahuan biasa, melainkan kekuatan yang berwujud dalam tekad. Telinga-batin (dibbasota), indra untuk menangkap bunyi-bunyian dari jarak jauh, bahkan lebih jauh dan lebih mendalam dari jangkauan indra pendengaran.

14 3. Telepati (cetopariyanana), yang membuat seseorang mampu memahami keadaan umum ataupun kerja pikiranorang lain. 4. Retrokognisi (pubbenivasanussatinama), kemampuan untuk menangkap sejarah kehidupan masa lalu dirinya. Pengetahuan ini bergantung pada memori (sti) yang diperoleh melalui konsentrasi intensif (samadhi). 5. Matabatin (dibbacakkhu atau cut upapatanama), yaitu pengetahuan tentang kematian dari kelanjutan hidup mahkluk yang berkelana dalam lingkaran kehidupan melingkupi kelakuanya (karma).

15 6. Pengetahuan tentang penghancuran rangsanagn-rangsangan kotor (asavakkhayanana). Daya pengetahuan ini bersama keempat daya pengetahuan yang terakhir diatas, melengkapi seseorang denagn pengertian yang mendalam tentang empat kebenaran mulia. (Kalupahana 1986: 16)

16 Buddhisme mengajarkan jalan tengah antara manusia dengan Yang Mutlak
Buddhisme mengajarkan jalan tengah antara manusia dengan Yang Mutlak. Melalui pandangan epistemologi ini, orang timur dilatih dan dididik untuk menjadi bijaksana, mengetahui proporsi dalam merasa, berpikir, bertindak, serta menguasai kesadarannya. Walaupun demikian, sistem epistemologi tersebut belum terasa memadai dalam mengembangkan kultur manusia. Kecenderungan mempertahankan nilai warisan budayanya dengan menutup pintu terhadap kerja akal dan teknologi adalah kecenderungan yang menekan dan memperlemah dinamika kultural itu sendiri. Kesimpulan

17 Lanjutan… Kuatnya pengaruh ilmu pengetahuan, rasionalisme dan teknologi modern Barat di sisi lain telah begitu kuat mengalir tanpa bisa dibendung. Secara epistemologis, kebenaran pengetahuan selalu bersifat terbuka dan relasional. Situasi inilah yang menuntut adanya sikap dialogis antara Timur dan Barat (bukan saling pendominasian atau saling pengecualian) dalam rangka mengembangkan suatu pandangan epistemologi yang berdimensi kultural. Sikap keterbukaan dan kreativitas serta transformasi kultural harus menjadi kata kunci dalam rangka merealisasikan tanggung jawab kultural dalam pengembangan epistemologi.

18 Terimakasih 


Download ppt "Epistemologi SANG BUDDHA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google