Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Kuliah VII: ETIKA BAHASA JURNALISTIK

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Kuliah VII: ETIKA BAHASA JURNALISTIK"— Transcript presentasi:

1 Kuliah VII: ETIKA BAHASA JURNALISTIK
Univ. Esa Unggul, Jakarta, 18 Nopember 2015 Dosen: Sopian, S. Sos., M.I.K Kuliah VII: ETIKA BAHASA JURNALISTIK

2 Etika Secara etimologis, etika berasal dari bahasa Yunani, ethos, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (cutstom). Etika adalah standard moral yang mengatur perilaku kita: bagaimana kita bertindak dan mengharapkan orang lain bertindak. Etika pada dasamya mempakan dialektika antara kebebasan dan tanggungjawab, antara tujuan yang hendak dicapai dan cara untuk mencapai tuJuan itu. Ia berkaitan dengan penilaian tentang perilaku benar atau tidak benar, yang baik atau tidak baik, yang pantas atau tidak pantas, yang berguna atau tidak berguna, dan yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dalam praktiknya tidak ada etika yang mutlak. Menurut K Berten dalam etika, etika dibagi menjadi tiga pengertian: 1) Etika dalam pengertian nilai-nilai dan norma-norma moral seseorang atau suatu masyarakat; 2) etika dalam arti kumpulan aasas atau nilai moral  kode etik; 3) etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan buruk.

3 Etika dan moral terdapat perbedaan
Etika dan moral terdapat perbedaan. Moral atau moralitas untuk perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Istilah lain yang identik dengan etika yaitu susila dan akhlak. Susila (Sansekerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, dan aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak (Ruslan, 2002:29-30). Moralitas, dari kata sifat moralis (Latin), mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan “moral”. Moralitas merupakan sistem nilai mengenai bagaimana hita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran moral yang berbentuk petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah, dan semacamnya yang diwariskan secara turun temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang keharusan manusia untuk hidup secara baik. Etika suatu masyarakat tentang suatu hal, misalnya tentang komunikasi manusia, bersifat relatif. Tidak mengingat pada masyarakat secara keseluruhan. Sebagian orang percaya, etika komunikasi bersifat individual, personal, dan subjektif.

4 Dua persamaan etika-etiket:
sama-sama menyangkut perilaku manusia; mengatur perilaku manusia secara normatif. Dalam perspektif bahasa jurnalistik, etika melekat dengan perilaku dan kepribadian seorang jurnalis. Diawasi atau tidak ia tunduk pada kaidah etika. Empat perbedaan etika-etiket: 1) etiket menyangkut cara perbuatan harus dilakukan sedangkan etika lebih dari itu. Etika juga menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh dilakukan atau tidak boleh dilalukan. 2) Etiket hanya berlaku dalam konteks pergaulan, misalnya bertemu dan berinteraksi dengan orang-orang. Etika lebih dari itu, tanpa bertemu atau berinteraksi dengan orang lain, etika tetap harus ditunjukkan. 3) Etiket cenderung relatif , sedangka etika bisa absolut. Biasanya dipengaruhi oleh budaya yang berlaku. 4) Etiket hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja. sedangkan etika menyangikut manusia dari aspek ruhani. Bisa saja orang tampil sebagai "musang berbulu ayam": dari luar sangat sopan dan halus, tetapi di dalam penuh kebusukan

5 Etika Bahasa Jurnalistik
Etika bahasajumalistik termasuk ke dalam rumpun keluarga etika sosial. Etika sosial berbicara mengenai kewajiban, sikap dan perilaku sebagai anggota masyarakat yang berkaitan dengan nilai-nilai sopan-santun, tatakrama dan saling menghorrnati, yaitu bagaimana saling berinteraksi yang menyangkut hubungan manusiat dengan manusia, baik secara perorangan dan langsung, maupun secara bersama-sama atau kelompok dalam kelembagaan masyarakat dan organisasi formal lainnya. Para pelaku atau subjek etika bahasa jurnalistik adalah semua orang yang bersentuhan dalam prosesperencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan segala hal yang berkaitan dengan aktivitas jurnalistik, sejak peliputan sampai dengan penyajian, pemuatan, penyiaran, atau penayangannya dalam media massa. Etika bahasa jurnalistik di suatu negara melekat dengan sistem ideologi dan sistem politik masing-masing. Dalam etika bahasa jurnalistik, komitmen, kapasitas, kualitas, dan kredibilitas suatu media, benar-benar dipertaruhkan. Etika seorang jumalis/wartawan menyangkut bagaimana ia berpikir, bersikap, dan bertindak dengan merujuk kepada kaidah etika profesi. Sebagai jurnalis, ia terikat kepada kode etik jurnalistik yang mengatur tingkah laku dan aspek-aspek moralitasnya.

6 Pedoman Etika Bahasa Jurnalistik
Etika bahasa jurnalistik, mengajarkan kepada jurnalis atau siapa pun pengelola media massa untuk udak keluar dari koridor yuridis, sosiologis, dan koridor etis. Koridor yuridis untuk pers  UU Pokok Pers No. 40/1999, dan untuk media penyiaran radio dan televisi  UU pokok penyiaran No. 32/2002. Koridor sosiologis sudah dibakukan dalam enam landasan pers nasional. Koridor etis, sebagian sudah dibakukan dalam berbagai ketentuan dan pedoman baku seperti kode etik jurnalistik dan kode praktik media massa. Tetapi untuk sebagian lagi melekat dengan kebijaksanaan redaksional dan pegangan personal spiritual setiap jurnalis. Etika bahasa bahasa jurrnalistik menjadi pedoman setiap jurnalis atau pengelola media massa untuk memperhatikan serta tunduk kepada kaidah bahasa media massa. Teori jumalistik mengajarkan, bahasa media massa merupakan salah satu ragam bahasa yang khas karena senantiasa dipadukan dengan karakteristik suatu media berikut khalayalarya yang anonim dan sangat heterogen. Etika bahasa jurnalistik juga diartikan sebagai pedoman etis dalam penulisan dan penyajian semua jenis dan bentuk karya jurnalistik seperti tajuk rencana, karikatur, pojok, artikel, kolom, surat pembaca, berita langsung, berita mendalam, berita investigasi, wawancara berita, teks foto, dan feature.

7 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 10 November 1978 di Jakarta
mengeluarkan sepuluh pedoman pemakaian bahasa dalam pers. Kesepuluh pedoman ini meliputi: Wartawan hendaknya secara konsekuen melaksanakan pedoman EYD. Hal ini juga harus diperhatikan oleh para korektor karena kesalahan paling menonjol ddalam surat kabar sekarang adalah kesalahan ejaan. Wartawan hendaknya membatasi diri dalam singkatan atau akronim. Kalaupu harus menulis akronim, maka satu kali ia harus menjelaskan dalam tanda kurung kepanjangan akronim tersebut supaya tulisannya dapat dipahami oleh khalayak ramai. Wartawan hendaknya tidak menghilangkan imbuhan, bentuk awal atau prefiks. Pemenggalan kata awalan me dapat dilakukan dalam kepala berita mengingat keterbatasan ruangan. Akan tetapi pemenggalan jangan iampai dipukulratakan sehingga merembet pula ke dalam tubuh berita. Wartawan hendaknya menulis dengan kalimat-kalimat pendek. Pengutaraan pikirannya harus logis, teratur, lengkap dengan kata pokok, sebutan, dan kata tujuan (subjek, predikat, objek). Menulis dengan induk kalimat dan anak kalimat yang mengandung banyak kata, mudah membuat kalimat tidak dapat dipahami, lagi pula prinsip yang harus dipegang ialah "satu gagasan atau satu ide dalam satu kalimat”.

8 Wartawan hendaknya menjauhkan diri dari ung;kapan klise atau stereotypeyang sering dipakai dalam transisi berita seperli kata-kata sementara itu, dapat ditambahkan, perlu diketahui, dalam rangka. Dengan demikian dia menghilangkan monotoni (keadaan atau bunyi yang selalu sama saja), dan sekaligus dia menerapkan ekonomi kata atau penghematan dalam bahasa. wartawan hendaknya menghilangkan kata mubazir seperti adalah (kata kerja kopula), telah penunjuk masa lampau) , untuk (sebagai terjemahan to dalam bahasa Inggiris), dari (sebagai terjemahan of daiam hubungan milik), bahwa (sebagai kata sambung dan bentuk jamak yang tidak perlu diulang. Wartawan hendaknya mendisiplinkan pikirannya supaya iangan campur aduk dalam satu kalimat bentuk pasif (di) dengan bentuk aktif (me). Wartawan hendakanya menghindari kata-kata asing dan istilatr-istilah yang terlalu teknis ilmiah dalam berita. Kalaupun terpaksa menggunakannya, maka satu kali harus dijelaskan pengertian dan maksudnya. Wartawan hendaknya sedapat mungkin menaati kaidah tata bahasa Wartawan hendaknya ingat bahasa jurnalistik ialah bahasa yang komunikatif dan speslfik slfatnya, dan karangan yang baik dinilai dari tiga aspek yaitu isi, bahasa, dan tekntk persembahan.


Download ppt "Kuliah VII: ETIKA BAHASA JURNALISTIK"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google