Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
PEMERIKSAAN FISIK MATA DAN THT
OLEH HENY NURMA Y
3
Anatomi….. Bola mata berdiameter ±2,5 cm dimana 5/6 bagiannya terbenam dlm rongga mata, dan hanya 1/6 bagiannya saja yg tampak pd bagian luar. 1. Sklera : Melindungi bola mata dari kerusakan mekanis dan mjd tempat melekatnya bola mata 2. Otot-otot : Otot-otot yang melekat pada mata : a. muskulus rektus superior : menggerakan mata ke atas b. muskulus rektus inferior : mengerakan mata ke bawah 3. Kornea : memungkinkan lewatnya cahaya dan merefraksikan cahaya 4. Badan Siliaris : Menyokong lensa dan mengandung otot yg memungkinkan lensa utk beroakomodasi, kemudian berfungsi juga untuk mengsekreskan aqueus humor
4
5. Iris : Mengendalikan cahaya yg masuk ke mata melalui pupil, mengandung pigmen.
6. Lensa : Memfokuskan pandangan dg mengubah bentuk lensa 7. Bintik kuning (Fovea) : Bagian retina yg mengandung sel kerucut 8. Bintik buta : Daerah syaraf optic meninggalkan bagian dlm bola mata 9. Vitreous humor : Menyokong lensa dan menjaga bentuk bola mata 10. Aquous humor : Menjaga bentuk kantong bola mata
5
PENGKAJIAN MATA DAN THT
Riwayat Kesehatan Perawat mengumpulkan data riwayat kesh mengkaji status / masalah kesh skrg, dahulu dan klg,kemudian menggunakan pola PQRST dlm mengumpulkan data yg lebih lengkap ttg setiap keluhan pasien (morton,1991) Pertanyaan2 penting yg dpt digunakan utk mengumpulkan data al: Apakah px pernah mendapatkan trauma kepala,pembedahan kepala,rahang atau muka? Apakah px pernah mengalami sakit kepala?
6
Lanjutan…… Apakah px pernah mengalami bengkak dimuka,rahang atau proses mastoid? Apakah pernah mengalami infeksi atau nyeri tekan pada sinus? Adakah cairan yg keluar dari hidung, perdarahan hidung,luka pd mulut, kesulitan mengunyah/ menggigit, perub suara, alergi yang menyebabkan sulit bernafas atau kerongkongan seperti tersumbat, cidera pada leher dan pembedahan pada leher?
7
Bila px mengalami keluhan yang diatas tanyakan kembali apakah terjadi terus menerus , kpn terjadinya dan mengapa sampai terjadi. Untuk px anak2, orang tua ditanya apakah anak sering menghisap jempol,kpn giginya tumbuh,dan apakah tonsil nya membesar . Pd px usia lanjut perlu ditanya bagaimana keadaan penglihatannya, pendengaran dan apakah pasien memakai gigi palsu. Pola pemeliharaan kesh dikaji dg menanyakan kebiasaan pasien misalnya, kebiasaan merokok,apakh sering pusing atau tegang pada leher,apakah banyak duduk dalam pekerjaan,apakah lingkungan pekerjaan mpy resiko yg sangat besar menimbulkan cidera kepala,bagaimana kebiasaan menjaga mulut mata telinga dll. Px jg ditanya apakah masalah kepala atau organ2 yg terkait mempengaruhi perasaan peranan serta dlm berhub dg orang lain.
8
PEMERIKSAAN FISIK 1. Mata
Tujuan pengkajian mata adalah utk mengetahui bentuk dan fungsi mata Inspeksi Bagian2 mata yang perlu diamati adalh bola mata, kelopak mata,konjungtiva,sklera dan pupil. a. Amati bola mata terhadap adanya kelainan gerakan mata, medan penglihatan dan fisus b. Amati kelopak mata, perhatikan terhadap bentuk dan setiap ada kelainan dengan cara sebagai berikut: 1.) Anjurkan pasien melihat kedepan 2.) Bandingkan mata kanan dan kiri 3.) Anjurkan pasien menutup kedua mata
9
4.) Amati bentuk dan keadaan kulit pd kelopak mata serta pd bagian pingggir kelopak mata, catat setiap ada kelainan misalnya adanya kemerah merahan. 5.) Amati pertumbuhan rambut pd kelopak mata terhadap ada atau tidaknya bulu mata,dan posisi bulu mata 6.) Perhatikan keluasan mata dpt membuka dan catat bila ada droping kelopak mata atas atau sewaktu mata membuka (tossis) C. Amati konjungtiva dan sklera dengan cara sebagai berikut: 1.) Anjurkan px utk melihat lurus kedepan 2.) Amati konjungtiva, utk mengetahui ada tidaknya kemerah-merahan, keadaan vaskularisasi serta lokasinya
10
3.) Tarik kelopak mata bagian bwh kebwh dg menggunakan ibu jari
4.) Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah,catat bila didapatkan infeksi atau pus atau bila warnanya tidak normal misalnya anemik 5.) Bila di perlukan amati konjungtiva bagian atas yaitu dengan cara membuka atau membalik kelopak mata atas dengan perawat berdiri di belakang pasien 6.) Amati warna sklera waktu memeriksa konjungtiva yang pada keadaan tertentu warnanya dapat menjadi ikhterik
11
D. Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil
D.Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil. Kemudian lanjutkan dengan mengevaluasi reaksi pupil terhadap cahaya. Normalnya bentuk pupil adalah sama besar (isokor). Pupil mengecil; disebut miosis, amat kecil disebut pinpoint. Pupil yang melebar / dilatasi disebut midriasis
12
Inspeksi Gerakan Mata……..
a. Anjurkan px untuk melihat lurus kedepan b. Amati apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan (nistagmus) yaitu gerakan ritmis bola mata, mula-mula lambat bergerak kesatu arah, kemudian dgn cepat kembali ke posisi semula c. Bila ditemukan adanya nistagmus, maka amati bentuk, frekuensi (cepat atau lambat), amplitudo (luas atau sempit) dan durasinya (hari/minggu) d. Amati apakah kedua mata memandang lurus kedepan atau salah satu defiasi e. Luruskan jari telunjuk anda dan dekatkan dengan jarak sekitar cm f. Beritahu p untuxk mengikuti gerakan jari anda dan jaga posisi kepala pasien tetap. gerakan jari anda kedelapan arah , untuk mengetahui fungsi enam otot mata
13
Inspeksi Medan Penglihatan…..
a. Berdirilah didepan pasien b. Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan cara menutup mata yang tidak diperiksa c. Beritahu px utk melihat lurus kedepan dan memfokuskan pd satu titik pandang , misalnya hidung anda d. Gerakan jari anda pada suatu garis vertikal atau dari samping , dekatkan kemata pasien secara perlahan lahan e. Anjurkan pasien untuk memberitahu sewaktu mulai melihat jari anda f. Kaji mata sebelahnya
14
Pemeriksaan Fisus…….. Siapkan kartu snellen atau kartu yang lain untuk pasien dewasa atau kartu gambar untuk anak-anak Atur tempat duduk px dg jarak 5-6 m dari kartu snellen Atur penerangan yg memadahi shg kartu dpt dibaca dg jelas Beritahu px untuk menutup mata kiri dg satu tangan Pemeriksaan mata kanan dg cara pasien disuruh membaca huruf yang paling besar menuju huruf yg kecil dan catat tulisan terakhir yg masih dpt di baca oleh px Selanjutnya pemeriksaan mata kiri
15
Snellen chart
16
E-Chart
17
Cincin Landolt
18
Cara Menilai Visus Bila pasien dapat membaca kartu pada baris dengan visus 5/5 atau 6/6, maka tidak usah membaca pada baris berikutnya => visus normal Bila pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di atas visus normal, cek pada 1 baris tersebut Bila cuma tidak bisa membaca 1 huruf, berarti visusnya terletak pada baris tersebut dg false 1. Bila tidak dapat membaca 2, berarti visusnya terletak pada baris tersebut dengan false 2. Bila tidak dapat membaca lebih dari setengah jumlah huruf yang ada, berarti visusnya berada di baris tepat di atas baris yang tidak dapat dibaca.
19
Bila tidak dapat membaca satu baris, berarti visusnya terdapat pada baris di atasnya.
Bila terdapat penurunan visus, maka cek dengan menggunakan pinhole (alat untuk memfokuskan titik pada penglihatan pasien) Bila visus tetap berkurang => berarti bukan kelainan refraksi Bila visus menjadi lebih baik dari sebelumnya => berarti merupakan kelainan refraksi
20
Penggunaan pinhole pada pemeriksaan ketajaman penglihatan
21
Pada penjelasan diatas menggunakan istilah 20/20 yang sama artinya dengan 6/6 yang sering digunakan di Indonesia; 20/20 menggunakan satuan kaki sedang 6/6 menggunakan meter; Jika pembaca ingin menggunakan satuan meter, dapat mengkalikan bilangan 20 dengan 30 dan membaginya 100 (1 kaki sama dengan 30cm )
23
Snelleen chart yang yang digunakan dalam ukuran kaki = normalnya 20/20
Snelleen chart yang yang digunakan dalam ukuran kaki = normalnya 20/20. Misal, pasien dapat membaca semua huruf pada baris ke 8. Berarti visusnya normal Bila hanya membaca huruf E, D, F, C pada baris ke 6 => visusnya 20/30 dengan false 2. Artinya, orang normal dapat membaca pada jarak 30 kaki sedangkan pasien hanya dapat membacanya pada jarak 20 kaki. Bila pasien membaca huruf Z, P pada baris ke 6 => visusnya 20/40 Bila tidak dapat membaca huruf pada baris ke 6, cek baris ke 5 dengan ketentuan seperti di atas.
24
Bila tidak bisa membaca kartu, maka dilakukan penghitungan jari.
Penghitungan jari di mulai pada jarak tepat di depan Snellen Chart => 5 atau 6 m Dapat menghitung jari pada jarak 6 m => visusnya 6/60 Bila tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, mka maju 1 m dan lakukan penghitungan jari. Bila pasien dapat membaca, visusnya 5/60. Begitu seterusnya, bila tidak dapat menghitung jari 5 m, di majukan jadi 4 m, 3 m, sampai 1 m di depan pasien.
25
Bila tidak bisa menghitung jari pada jarak tertentu, maka dilakukan pemeriksaan penglihatan dengan lambaian tangan. Lambaian tangan dilakukan tepat 1 m di depan pasien. Dapat berupa lambaian ke kiri dan kanan, atau atas bawah. Bila pasien dapat menyebutkan arah lambaian, berarti visusnya 1/300
26
Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat menggunakan 'pen light' Bila dapat melihat sinar, berarti visusnya 1/~. Tentukan arah proyeksi : Bila pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang,berarti visusnya 1/~ dengan proyeksi baik Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk mengetahui apakah tangkapan retina masih bagus pada 4 sisinya, temporal, nasal, superior, dan inferior. Bila tak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti visusnya 1/~ dengan proyeksi salah.
27
Bila tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan visusnya = 0
28
Palpasi….. Tujuannya utk mengetahui tekanan bola mata dan utk mengetahui adanya nyeri tekan. Untuk mengukur tekanan bola mata secara lebih teliti di perlukan alat tonometri yg memerlukan keahlian khusus. Palpasi utk mengetahui tekanan bola mata dapat dikerjakan sebagai berikut : a. Beri tahu pasien untuk duduk b. Anjurkan pasien untuk memejamkan mata c. Lakukan palpasi pd kedua mata. Bila tekanan bola mata meninggi maka mata teraba keras.
29
Pengkajian tingkat mahir (pengkajian funduskopi)……
Pengkajian mata tingkat mahir (funduskopi) dilakukan paling akhir. Pengkajian ini dikerjakan utk mengetahui susunan retina dg menggunakan alat optalmoskop. Untuk dpt melakukan hal ini maka diperlukan pengetahuan anatomi dan fisiologi mata yang menandai serta keterampilan khusus dalam mempergunakan alat. Langkah kerja pengkajian : 1. Atur posisi pasien duduk di kursi 2. Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dikerjakan 3. Teteskan 1-2 tetes obat yang dapat melebarkan pupil dlm jangka pendek misalnya tropisade (bila tidak ada kontraindikasi)
30
4. Atur cahaya ruangan agak redup
5. Duduk di kursi di hadapan pasien 6. Beritahu px utk melihat secara tetap pd titik tertentu dan anjurkan utk tetap mempertahankan sudut pandangnya tanpa berkedip 7. Bila px atau anda memakai kaca mata, hendaknya dilepas dahulu 8. Pegang optalmoskop atur lensa pada angka 0, nyalakan dan arahkan pada pupil mata dari jarak sekitar 30 cm sampai anda temukan red reflex yang merupakan cahaya pancaran dari retina. Bila letak optalmoskop tidak teapat, maka red reflex tidak akan muncul. Red reflex juga tidak muncul pada berbagai gangguan misalnya katarak. 9. Bila Red reflex sudah ditemukan, dekatkan optalmoskop pelan-pelan ke mata pasien. Bila pasien miopi maka atur kontrol ke arah negatif (merah). Bila pasien hipermiopi atur kontrol ke arah positif (hitam).
31
10. Amati fundus secara sistematis diawali dg mengamati pembuluh darah besar. Catat bila ditemukan kelaian. Lanjutkan pengamatan dg membandingkan ukuran arteri dan vena yang normalnya mpy perbandingan 4 : 5. Kemudian amati warna makula yang normalnya tampak lebih terang daripada retina. Berikutnya amati diskus optikus terhadap warna, batas dan pigmentasinya. Normalnya diskus optikus berbentuk melingkar, warna merah muda agak kuning, batas terang dan tetap dg jumlah pigmen yang bervariasi. Lalu amati retina terhadap warna, kemungkinan ada perdarahan dan setiap ada kelainan. 11. Bandingkan mata kanan dan kiri 12. Catat hasil pengkajian dengan jelas 13. Setelah selesai pengkajian, teteskan pilocarpine 2 % untuk menetralisir dilatasi pada mata yang diamati (pada pasien yang ditetesi tropisamide) 14. Tunggu/pastikan pasien dapat melihat seperti semula.
32
Tes Buta warna Buta warna adalah ketidakmampuan seseorang mengenali warna dengan cara biasa,baik satu atau pun seluruh warna Penyebab buta warna adalah adanya kelainan maupun gangguan dan kerusakan pada sel kerucut di dalam retina mata (menyebabkan buta warna dan tidak mampu menangkap spektrum warna tertentu)
33
Klasifikasi buta warna
Buta warna total; hanya bisa mengenali dua warna saja yaitu hitam dan putih (tidak ada pigmen warna pada retina Buta warna parsial ; px mengalami defisiensi (kekurangan) pigmen sel warna di dalam sel retina matanya shg tidak mampu membedakan warna-warna tertentu Paling sering kekurangan pigmen merah dan hijau atau campurannya Ada jg yg kekurangan pigmen biru dan kuning
34
Pada umumnya penderita buta warna biru dan kuning hampir selalu memiliki masalah mengidentifikasi warna merah dan hijau
35
Pemeriksaan Fisik Telinga
36
Anatomi….. Telinga Luar Aurikula (daun telinga) Terdiri dari tulang rawan (kartilago) yang dibungkus kulit. Fungsi utama aurikula adalah untuk menangkap gelombang suara dan mengarahkannya ke dalam MAE. Meatus auditorius eksternus (saluran telinga) merupakan saluran ke dalam os temporale dan membentuk kurva yang condong ke atas dan ke bawah. Fungsinya sebagai buffer terhadap perubahan kelembaban dan temperatur yang dapat mengganggu elastisitas membran timpani.
37
Telinga Tengah adalah rongga yang berisi udara dalam tulang temporal yg tdd: a. Membran timpani (gendang telinga), b. tulang pendengaran terdiri dari: meleus inkus dan stapes. c. tuba eustachi Bermula dari ruang tympani ke arah bawah sampai nasofaring
38
Telinga Dalam berfungsi utk mempertahankan keequlibrium. a. Koklea, Koklea adalah berbentuk seperi rumah keong dg struktur dua setengah putaran. b. Utrikulus dan sakulus adalah kantong membranosa disuatu daerah yang disebut vestibulum yg terletak di antera koklea dan kanalis semisirkularis. c. Kanalis Semi Sirkularis adalah membrane lonjong yang berisi cairan yang terdiri dari 3 duktus semiserkular, masing-masing berujung pada ampula. Pada ampula terdapat sel rambut, krista dan kupula Berkaitan dengan sistem keseimbangan tubuh dalam hal rotasi.
39
Inspeksi dan Palpasi…. Bantu pasien dalam posisi duduk. Pasien yang masih anak-anak dapat diatur duduk dipangkuan orang lain Atur posisi anda duduk menghadap sisi telinga pasien yang akan diuji Untuk pencahayaan, gunakan auriskop, lampu kepala, atau sumber cahaya yang lain sehingga tangan anda akan bebas bekerja Mulai amati telingsa luar, periksa ukuran, bentuk, warna, lesi dan adanya massa pada pinna Lanjutkan pengkajian palpasi dengan memegang telinga menggunakan ibu jari dan jari telunjuk Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis yaitu dari jaringan lunak, kemudian jaringan keras, dan catat bila ada nyeri
40
Lanjutan….. 7. Tekan bagian tragus kedalam dan tekan pula tulang telinga dibawah daun telinga. Bila ada peradangan, pasien akan merasa nyeri 8. Bandingkan telinga kiri dan telinga kanan 9. Bila diperlukan, lanjutkan pengkajian telinga bagian dalam harus dibawah pengawasan instruktur yang berpengengalaman dan menguasai teknik pengkajian telinga bagian dalam 10. Pegang bagian pinggir daun telinga / heliks dan secara perlahan-lahan tarik daun telinga ke atas dan ke belakang sehingga lubang telinga menjadi lurus dan mudah untuk di amati. Pada anak-anak daun telinga ditarik ke bawah
41
Lanjutan…. 11. Amati pintu masuk lubang telinga dan perhatikan ada atau tidaknya peradangan, perdarahan atau kotoran 12. Dengan hati-hati masukkan otoskop yang menyala ke dalam lubanng telinga. 13. Bila letak otoskop sudah tepat, arahkan mata anda pada eyepiece 14. Amati adanya kotoran, serumen, peradangan atau adanya benda asing pada dinding lubang telinga 15. Amati bentuk, warna, transparansi, kilau, perforasi atau adanya darah / cairan pada membran timpani
42
Pemeriksaan Pendengaran
Pemeriksaan pendengaran dilakukan untuk mengetahui fungsi telinga, secara sederhana pendengaran dapat diperiksa dengan menggunakan suara bisikan. Pendengaran yang baik akan dengan mudah diketahui dengan adanya bisikan.bila pendengaran dicurigai tidak berfungsi baik, pemeriksaan yang lebih teliti dapat dilakukan dengan garputala atau tes audiometri (oleh spesialis)
43
Cara pemeriksaan pendengaran dengan bisikan
1. Atur posisi px berdiri membelakangi anda pd jarak sekitar 4,5-6 meter 2. Anjurkan pasien utk menutup salah satu telinga yg tidak diperiksa 3. Bisikkan suatu bilangan (mis: tujuh enam) 4. Beritahu pasien utk mengulangi bilangan yg didengar 5. Periksa telinga sebelah dengan cara yang sama 6. Bandingkan kemampuan mendengar telinga kanan dan kiri pasien
44
Pemeriksaan pendengaran dg bisikan dpt pula dilakukan menggunakan arloji
Cara pemeriksaan pendengaran menggunakan arloji 1. Pegang sebuah arloji di samping telinga pasien 2. Minta px menyatakan apakah mendengarkan detakan arloji 3. Pindah posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan minta px menyatakan bila tidak mendengar lagi detak arloji tersebut. Normalnya detak arloji masih dapat didengar sampai jarak 30 cm dari telinga 4. Bandingkan telinga kanan dan kiri
45
Cara pemeriksaan pendengaran dengan Garpu Tala
46
Pemeriksaan Rinne…. Tujuan : membandingkan hantaran udara dan tulang pada telinga yg diperiksa Vibrasikan garpu tala Letakkan garpu tala pada mastoid kanan pasien Anjurkan pasien memberitahu sewaktu tidak merasakan getaran lagi Angkat garputala dan pegang didepan telinga kanan pasien dengan posisi garpu tala paralel terhadap lubang telinga luar pasien Anjurkan pasien untuk memberitahu apakah masih mendengar suara getaran atau tidak. Normalnya suara getaran masih dapat didengar karena konduksi udara lebih baik daripada konduksi tulang
47
Pemeriksn rinne Apabila px masih mendengar, berarti rinne positif dan sebaliknya.. Interpretasi : Normal : rinne positif Tuli konduksi : rinne negatif Tuli sensori neural : rinne positif
48
Pemeriksaan Weber…. Tujuan : membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita Vibrasikan garpu tala Letakkan garputala ditengah2 puncak kepala px, dapat pula pd dagu atau pd gigi insisivus Tanya pasien ttg telinga yg tidak mendengar atau mendengar suara getaran lebih keras. Normalnya kedua telinga dapat mendengar secara seimbang shg getaran dirasakan di tengah-tengah kepala bila mendengar pada satu telinga disebut lateralisasi ke sisi telinga tsb
49
Pemeriksaan weber Bila kedua telinga tak mendengar atau sama2 mendengar berarti tdk ada lateralisasi Interpretasi : Normal : tdk ada lateralisasi Tuli konduksi : mendengar lebih keras pd telinga yg sakit Tuli sensorineural : mendengar lebih keras pd telinga yg sehat
50
Pemeriksaan schwabach
Tujuan : membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dg pemeriksa yg pendengarannya normal Garputala dibunyikan, kemudian tungkainya diletakkan tegak lurus pd planum mastoid pemeriksa, bila sudah tdk mendengar, secepatnya garputala dipindahkan ke mastoid penderita Bila penderita msh mendengar maka schwabach memanjang, tetapi jk tdk mendengar,bisa memendek atau normal
51
Lanjutan….. Utk membedakan kedua kemungkinan ini, maka tes dibalik, yaitu tes penderita dulu baru pemeriksa Garputala dibunyikan,kmdn diletakkan tegak lurus pd mastoid px, bila penderita sdh tdk mendengar, secepatnya dipindahkan pd mastoid pemeriksa, bila pemeriksa tdk mendengar berarti sama2 normal, bila pemeriksa msh mendengar berarti schwabach penderita memendek
52
Pemeriksaan schwabach
Interpretasi : Normal : schwabach sama dengan pemeriksa Tuli konduksi : schwabach memanjang Tuli sensorineural : schwabach memendek
53
Hidung Dan Sinus Paranasal
54
Hidung dan sinus Inspeksi dan palpasi
Cara inspeksi dan palpasi hidung bagian luar serta palpasi sinus-sinus Duduk menghadap pasien Atur penerangan dan amati hidung bagian luar dari sisi depan, samping dan sisi atas. Perhatikan bentuk atau tulang hidung dari ketiga sisi ini Amati warna dan pembengkakan pada kulit hidung Amati kesimetrisan lubang hidung Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar dan catat bila ditemukan ketidaknormalan kulit atau tulang hidung Kaji mobilitas septum nasi Palpasi sinus maksilaris, frontalis dan etmodialis. Perhatikan adanya nyeri tekan
55
Cara Inspeksi Bagian Dalam
Duduk menghadap pasien Pasang lampu kepala Atur lampu sehingga tepat menerangi lubang hidung Elevasikan ujung hidung pasien dengan cara menekan hidung secara lembut dengan ibu jari, kemudian amati bagian anterior lubang hidung Amati posisi septum nasi dan kemungkinan adanya perfusi Amati bagian konka nasalis inferior Pasang ujung spekulum pada lubang hidung sehingga rongga hidung dapat diamati
56
Lanjutan…. Untuk memudahkan pengamatan pada dasar hidung, atur posisi kepala sedikit mengadah Dorong kepala mengadah sehingga bagian rongga atas hidung mudah diamati Amati bentuk dan posisi septum, kartilago, dan dinding-dinding rongga hidung serta selaput lendir pada rongga hidung Bila sudah selesai, lepas spekulum secara perlahan-lahan
57
Anatomi Mulut
58
Mulut dan Faring Inspeksi
1. Bantu px duduk berhadapan dan tinggi yg sejajar dg anda 2. Amati bibir untuk mengetahui adanya kelainan kongenital, bibir sumbing, warna bibir, ulkus, lesi dan massa 3. Lanjutkan pengamatan pd gigi dan anjurkan px membuka mulut 4. Atur pencahayaan yg memadai dan bila diperlukan gunakan penekan lidah agar gigi agar tampak lebih jelas 5. Amati posisi, jarak, gigi rahang atas dan bawah, ukuran warna, lesi, atau adanya tumor pd setiap gigi. Amati juga akar-akar gigi dan gusi secara khusus
59
Lanjutan….. 6. Periksa setiap gigi dg cara mengetuk secara sistematis, bandingkan gigi bagian kiri, kanan, atas dan bawah serta anjurkan px utk memberitahu bila merasa nyeri sewaktu gigi diketuk Perhatikan pula ciri-ciri umum sewaktu melakukan pengkajian antara lain kebersihan mulut dan bau mulut Lanjutkan pengamatan pada lidah dan perhatikan kesimetrisannya. Minta pasien menjulurkan lidah dan amati kelurusannya, warna, ulkus, dan setiap ada kelainan Amati warna, adanya pembengkakan, tumor, sekresi, peradangan, ulkus, dan perdarahan pada selaput lendir semua bagian mulut secara sistematis Beri kesempatan pasien istrahat dengan menutup mulut sejenak bila capai, lalu lanjutkan inspeksi paring dengan menganjurkan pasien membuka mulut dan menekan lidah pasien kebawah sewaktu pasien berkata “ah”. Amati kesimetrisan uvula pada faring
60
Cara Palpasi Mulut 1. Atur posisi pasien duduk menghadap anda
2. Anjurkan pasien membuka mulut 3. Pegang pipi di antara ibu jari dan jari telunjuk (jari telunjuk berada didalam). Palpasi pipi secara sistematis dan perhatikan adanya tumor atau pembengkakan. Bila ada pembengkakan, tentukan menurut ukuran, konsistensi, hub dg daerah sekitarnya dan adanya nyeri. 4. Lanjutkan palpasi pada palatum dg jari telunjuk dan rasakan adanya pembengkakan dan fisura
61
5. Palpasi dasar mulut dg cara meminta px mengatakan “el”, kemudian lakukan palpasi pd dasar mulut secara sitematis dg jari telunjuk kanan, bila diperlukan beri sedikit penekanan dg ibu jari dari bawah dagu utk mempermudah palpasi. Catat bila didapatkan pembengkakan 6. Palpasi lidah dg cara pasien menjulurkan lidah, pegang lidah dg kasa steril menggunakan tangan kiri. Dengan jari telunjuk tangan kanan. Lakukan palpasi lidah terutama bagian belakang dan batas-batas lidah
62
Anatomi Tenggorokan
63
Pemeriksaan Trakhea Posisi pasien duduk tegak menghadap lurus kedepan dengan leher terbuka Posisi pemeriksa di depan pasien agak kesamping. Leher pasien sedikit fleksi sehingga otot sternokleidomastoideus relaksasi. Posisi dagu pasien harus digaris tengah. Perhatikan bagian bawah trachea sebelum masuk dalam rongga dada, bagian ini paling mudah bergerak.
64
Lanjutan…. Pemeriksa dengan menggunakan ujung jari telunjuk yang ditekankan lembut kedalam lekukan suprasternal tepat dimedial dari sendi sternoklavikularis bergantian dikedua sisi trachea Keadaan normal bila ujung jari hanya menyentuh jaringan lunak disebelah menyebelah trakhea. Bila ujung jari menyentuh tulang rawan trakhea tidak digaris median maka deviasi trakhea kearah tersebut, sedangkan sisi lain hanya menyentuh jaringan lunak. Informasikan hasil pemeriksaan pada pasien dan catat pada status
65
Pemeriksaan Leher
66
Inspeksi leher 1. Posisi pasien duduk menghadap pemeriksa
1. Posisi pasien duduk menghadap pemeriksa 2. Inspeksi kesimetrisan otot-otot leher, keselarasan trakea, dan benjolan pada dasar leher serta vena jugular dan arteri karotid 3. Mintalah px utk : menundukkan kepala sehingga dagu menempel ke dada, dan menegadahkan kepala kebelakang, perhatikan dg teliti area leher dimana nodus tersebar. Bandingkan kedua sisi tersebut
67
4. Menoleh ke kiri -kanan dan kesamping sehingga telinga menyentuh bahu. Perhatikan fungsi otot-otot sternomastoideus dan trapesius 5. Minta px menengadahkan kepala, perhatikan adanya pembesaran pada kelenjar tiroid. Selanjutnya minta pasien menelan ludah , perhatikan gerakan pada leher depan daerah kelenjar tiroid , ada tidaknya massa dan kesimetrisan
68
Leher di bagi menjadi 4 regio, yaitu:
1. Regio antreposterios, yang di sebut serviks. Pada regio ini terdapat sebagian saluran pencernaan dan saluran pernapasan, seperti laring, pembuluh dara dari kepala, saraf, serta kelenjar paratiroid. 2. Regio lateral dekstra 3. Regio lateral sinistra, masing-masing terdiri atas otot leher yang besar dan kelenjar limfe servikalis. 4. Regio posterior, di sebut juga nuka yang berisi struktur batang otak, vertebra, dan struktur lain.
69
Palpasi Leher Pasien posisi duduk santai dan pemeriksa dibelakangnya
Pasien menundukan kepala sedikit atau mengarah kesisi pemeriksa untuk merelaksasikan jaringan dan otot-otot Palpasi lembut dengan 3 jari tangan masing- masing nodus limfe dg gerakan memutar. Periksa masing2 nodus limfe dg gerakan memutar. Periksa tiap nodus dg urutan sbg : Nodus oksipital pada dasar tengkorak Nodus aurikel poterior diatas mastoideus Nodus preaurikular tepat didepan telinga, Nodus tonsiliar pada sudut mandikula, Nodus submaksilaris, dan nodus sunmental pada garis tengah dibelakang ujung mandibula
70
4. Bandingan kedua sisi leher, Periksa ukuran, bentuk, garis luar, gerakan, konsistensi dan rasa nyeri yang timbul. 5. Jangan gunakan tekanan berlebihan saat mempalpasi karena nodus kecil dapat terlewati. 6. Lanjutkan palpasi nodus servikal superfisial, nodus servikal posterior, nodus servikal profunda, dan nodus supraklavikular yang terletak pada sudut yang dibentuk oleh klavikula dan otot sternomastoideus 7. Palpasi trakea terhadap posisi tengahnya dengan menyelipkan ibujari dan jari telunjuk di masing-masing sisi pada cekungan suprasternal. Bandingkan ruang sisa antara trakea dan otot sternokleidomastoideus
71
8. Untuk memeriksa kelenjar tiroid dengan posisi dari belakang
8. Untuk memeriksa kelenjar tiroid dengan posisi dari belakang. lakukan palpasi ringan dengan 2 jari dari tangan kanan kiri dibawah kartilago krikoid. 9. Beri pasien segelas air, minta pasien menundukan dagu dan mengisap sedikit air dan menelannya, rasakan gerakan istmus tiroid. 10.Dengan lembut gunakan dua jari untuk menggerakkan trakea kesatu sisi dan minta pasien untuk menelan lagi. Palpasi badan lobus utama dan kemudian palpasi tepi lateral dari kelenjar. 11. Ulangi prosedur untuk lobus yang berlawanan. 12. Informasikan hasil pemeriksaan pada pasien dan catat pada status
72
Pemeriksaan Leher Inspeksi
a. Perhatikan kesimetrisan leher, lihat apakah ada bekas luka di leher. Ketidaksimetrisan dapat di sebabkan oleh pembengkakan. Pembengkakan yang terjadi dapat di sebabkan oleh aneurisma A. karotis dan mungkin terdapat pada satu sisi dan pulsasi arteri dapat di raba pada daerah tersebut. b. Pulsasi yang abnormal, adanya bendungan vena. Jika ada bendungan aliran darah ke V. torakalis, vena di daerah jugularis akan menonjol. c. Terbatasnya gerakan leher yang dapat di sebabkan oleh pembengkakan. Ada tidaknya kaku kuduk (saat klien diangkat kepalanya, leher dan tubuh akan ikut terangkat), terutama pada klien dengan tetanus dan meningitis.
73
d. Tortikolis: pada kondisi ini, leher akan miring ke tempat yang sakit dan sulit di gerakan karena terasa nyeri. Kondisi ini di temukan pada infeksi otot sternokleidomastoideus, otot trapesius, dan tuberculosis vertebra servikalis. e. Adanya pembesaran kelenjar limfe. Bisa di temukan pada klien dengan tuberculosis kelenjar, leukemia, limfoma maligna. Jika mendapati pembesaran kelenjar limfe, catat besarnya, konsistensinya, serta adanya nyeri tekan. f. Lihat adanya pembesaran pada kelenjar gondok. Dokumentasikan besar dan bentuknya (difusi atau nodular), konsistensinya (lunak atau keras) (Markum, 2003).
74
Palpasi Palpasi deviasi trakea
a. digunakan untuk memeriksa adanya deviasi trakea. b. jika di temukan deviasi (miring) seperti pada klien pasca kecelakaan dengan hemotoraks, flail chest. c. posisikan klien agak menengadah, dalam posisi semi fowler (45 derajat). d. menggunakan tiga jari tengah tangan dominan, dua jari yang samping menempel pada ujung klavikula, jari tengah menyusuri trakea.
75
Palpasi kelenjar limfe
Pengukuran JVP (jugular vein pressure) Tekanan vena jugularis merupakan gambaran secara tidak langsung atas pemompaan ventrikel. Adanya distensi pada vena jugularis menunjukkan ada peningkatan tekanan vena sentral. Posisikan klien duduk semi fowler (45 derajat), minta klien menoleh ke salah satu sisi. Urut mulai dari bawah vena hingga ke atas, tahan sekitar tiga detik. Lalu lepaskan jari tangan yang berada di atas klavikula. Palpasi kelenjar tiroid Minta klien untuk menelan, letakkan tangan di tengah leher, rasakan kelenjar tiroid yang ikut bergerak saat menelan.
76
TERIMA KASIH
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.