Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehIwan Hermawan Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
Clostridium Botulinum & Clostridium Perfringens
Univrsitas Dr Soetomo Hambatan Gizi & Peracunan Sutrisno Adi Prayitno
2
Clostridium Botulinum
3
Berdasar sifat proteolitiknya, galur C. botulinum tdd 3 kel:
1. Grup 1 (galur proteolitik), tdd: semua galur A dan beberapa galur B dan F 2. Grup 2 (galur tidak proteolitik tetapi menyebabkan intoksikasi pada manusia), tdd: semua galur E dan beberapa galur B dan F 3. Grup 3 (galur tidak proteolitik dan tidak menimbulkan gejala intoksikasi pada manusia), tdd: semua galur C & D.
4
Karakteristik Spora Dapat bertahan pada suhu pendidihan selama 3 – 4 jam atau pada suhu 1050C selama 100 menit Spora mudah dihancurkan oleh klorin Spora paling cepat mengalami germinasi jika diaktifkan oleh panas. Contoh galur tipe A cepat mengalami germinasi jika ada perlakuan panas (heat shocking) pada suhu 800C selama menit. Spora resisten pada desikasi dan dapat bertahan dalam kondisi kering sampai 30 tahun atau lebih Spora resisten pada sinar UV, alkohol dan senyawa fenolik dan relatif tahan pada iradiasi
5
Faktor Virulen Menghasilkan toksin botulinum yang menyebabkan gejala intoksikasi : botulisme Botulinum merupakan protein yang sangat beracun walau tertelan dalam jumlah kecil Racun yg dihasilkan tdd 8 jenis : 1. Toksin A, penyebab botulisme pada manusia 2. Toksin B, sering ada di tanah, kurang beracun dibanding A 3. Toksin C1 atau CA 4. Toksin C2 atau CB. Penyebab intoksikasi pada ternak sapi, ayam /hewan lain, tetapi tidak pada manusia
6
5. Toksin D, penyebab intoksikasi pada ternak sapi
Faktor Virulen…… 5. Toksin D, penyebab intoksikasi pada ternak sapi 6. Toksin E, penyebab intoksikasi pada manusia, sering ada pada ikan dan hasil olahan ikan 7. Toksin F, penyebab intoksikasi pada manusia 8. Toksin G, sering ada dalam tanah tetapi belum diketahui daya racunnya thd hewan atau manusia
7
Mekanisme Kerja Botulinum
Botulinum diproduksi dlm bentuk toksin yg tidak aktif Toksin memiliki bagian tidak beracun sbg pelindung, shg tahan thd reaksi cairan perut atau enzim pepsin dalam usus besar Dalam usus halus (duodenum) toksin diaktifkan enzim (misalnya tripsin utk toksin E) mjd komponen aktif melalui reaksi yang agak asam. Komponen aktif memiliki BM sama dgn toksin progenitor
8
Mekanisme Kerja Botulinum……..Cont’
Komponen yg aktif dlm tubuh masuk stm limfatik, dibawa melalui pembuluh darah ke stm syaraf kholinergik Toksin bekerja pd bagian akhir stm syaraf, mencegah bagian sinaptik melepas asetilkolin (penggerak otot), mengakibatkan kelumpuhan / paralisis Racun botulinum perlu kalsium utk menghambat pelepasan asetilkolin. Ion kalsium mungkin berfungsi mengikat racun botulinum dgn bagian sinaptik Racun botulinum bersifat antigenik
9
Patogenisitas Waktu inkubasi jam. Kadang lebih cepat : jam, terutama toksin E Gejala keracunan botulinum : * dimulai dgn perut mulas, muntah, diare dilanjutkan serangan neurologi (syaraf) * Kadang gangguan badan terasa lemas, pusing dan penglihatan berkunang/kabur, biji mata menonjol keluar dan gangguan refleksi thd sinar. * Kelumpuhan pd tenggorokan menyebabkan tidak dapat bercakap atau menelan, mulut, lidah & tenggorokan terasa kering dan haus. * Gejala selanjutnya kelumpuhan otot shg lidah dan leher tidak dpt bergerak dan pada kasus yang parah tidak dpt berjalan, kelumpuhan tenggorokan menyebabkan susah bernafas bisa fatal Gejala intoksikasi botulinum tidak disertai kenaikan suhu badan sebab bukan infeksi.
10
Faktor yang mempengaruhi ketahanan hidup sel, produksi dan aktivitas spora dan toksin :
Iradiasi - Spora tahan terhadap radiasi ionisasi, masih aktif oleh dosis radiasi utk makanan - Kondisi awal berpengaruh thd ketahanan selama radiasi Aktivitas air (aw) - Pertumbuhan sel lambat dgn penurunan aw. Utk menghentikan pertumbuhan aw dikombinasikan dgn faktor lain : pH, suhu - Umumnya Grup I tdk tumbuh bila konsentrasi garam>10% (aw 0,935); Grup II pd konsentrasi garam > 5% (aw 0,97)
11
Faktor yang mempengaruhi ketahanan hidup sel, produksi dan aktivitas spora dan toksin ……….Cont’
pH - Semua galur tumbuh & memproduksi toksin pada pH 5,2 dibawah kondisi optimum - Galur Grup II tdk tumbuh pd pH 5,0 atau dibawahnya - Grup I tumbuh lambat pd pH 4,6 & pd pH dibawahnya tidak tumbuh (disebut titik demarkasi utk makanan asam atau yang diasamkan) Efek gas thd pertumbuhan dan produksi toksin - Sistem kemasan dengan atmosfir termodifikasi menghambat pertumbuhan sel C.botulinumd - Spora inaktif dengan adanya ozon dan klorin dioksida
12
Bahan pengawet - Penggaraman (curing daging) dpt mengendalikan C. botulinum - Natrium nitrit menghambat pertumbuhan sel, tetapi pemakaiannya dibatasi. Sbg pengganti : sorbat, polifosfat, antioksidan, nisin, paraben dan natrium laktat Desinfektan - Desinfektan yang umum dlm industri: hidrogen peroksida, larutan klorin, yodofor efektif menginaktifkan spora - Klorin lbh efektif pada pH rendah (3,5) drpd netral atau basa
13
Efek organisme pesaing
- Organisme lain mempengaruhi pertumbuhan krn efek thd pH makanan menghambat germinasi spora & produksi toksin - Bakteri asam laktat menghasilkan bakteriosin yg menghambat C. botulinum Suhu - Pada suhu pembekuan, spora dari semua tipe tahan dan toksinnya tetap aktif - Pada suhu pasteurisasi atau suhu pemasakan, sel vegetatif cepat mati. Ketahanan thd panas lbh besar pada makanan kering dan kadar lemak tinggi - Toksin dari semua tipe inaktif pada suhu 75-80C
14
Clostridium Perfringens
15
Karakteristik Morfologi, Fisiologi & Pertumbuhan C. Perfringens
Bakteri Gram positif, berbentuk batang, berspora, susunan sel tunggal, berpasangan atau rantai pendek Hidup secara anaerobik tetapi bukan obligat anaerob pH pertumbuhan 5,5 - 8,0 suhu pertumbuhan 20-50C, suhu optimum 43-47C. Tidak tahan suhu rendah. Pd suhu 15C atau kurang sel banyak yg mati. Pembekuan selama 24 jam menurunkan jumlah sel sampai 95%.
16
Karakteristik Morfologi, Fisiologi & Pertumbuhan C
Karakteristik Morfologi, Fisiologi & Pertumbuhan C. Perfringens…… Cont’ 1 Pemanasan diperlukan utk germinasi spora. Pemanasan < 100C memungkinkan spora tumbuh/ aktif. Pengukusan dgn tekanan, pemanggangan & penggorengan mematikan sel dan spora Nilai aw 0,95-0,97 mencegah pertumbuhan sel bakteri. Pengaruh aw terhadap pertumbuhan dipengaruhi oleh pH, galur bakteri, suhu dan jenis solut.
17
Karakteristik Morfologi, Fisiologi & Pertumbuhan C. Perfringens……………
Karakteristik Morfologi, Fisiologi & Pertumbuhan C. Perfringens…………….Cont’ 2 Spora terbentuk bila tumbuh dalam makanan dgn aw<0,96 atau pH<5,8 atau pada makanan yg karbohidratnya tinggi Mampu memfermentasi glukosa, maltosa, laktosa, sukrosa dan kadang salisin, menghasilkan asam dan gas. Tidak memfermentasi manitol. Reaksi pd uji IMVIC= memproduksi H2S, katalase negatif.
18
Faktor Virulen Dan Patogenisitas C. Perfringens
Menghasilkan beberapa enterotoksin: Toksin A, B, C, D, E Enterotoksin diduga protein, titik isoelektrik pH 4,3, BM Da, mengandung 19 asam amino, bersifat antigenik Toksin inaktif oleh enzim pronase dan protease dari B. subtilis tetapi tidak diinaktifkan enzim proteolitik lain seperti tripsin, khimotripsin, papain, bromelin dan karboksipeptidase
19
Faktor Virulen Dan Patogenisitas C. Perfringens……… Cont’ 1
Gejala keracunan timbul setelah menelan makanan yang mengandung sejumlah sel vegetatif C. perfringens sel bersporulasi di dalam usus enterotoksin menyebabkan terganggunya penyerapan dan sekresi air, garam dan zat penting lain dalam tubuh Toksin mirip toksin kolera: diproduksi in-vivo, menstimulir terjadinya cairan dalam usus, tdk mengandung lipid dan gula pereduksi dan inaktif oleh panas Keaktifan toksin turun pada pH < 5,0 atau > 9,0 dan keaktifan hilang pada pH 1 atau 12
20
Faktor Virulen Dan Patogenisitas C. Perfringens……… Cont’ 2
Gejala keracunan timbul setelah menelan makanan yang mengandung sejumlah sel vegetatif C. perfringens sel bersporulasi di dalam usus enterotoksin menyebabkan terganggunya penyerapan dan sekresi air, garam dan zat penting lain dalam tubuh Pengaruh toksin perfringens bagi tubuh mirip toksin lain spt toksin dari V. cholerae, Staphylococcus, Shigella, dan E. coli yang menyebabkan terakumulasinya cairan dan elektrolit di dalam usus (ileum) Berbeda dgn enterotoksin lain, toksin perfringens meng-hambat beberapa proses lain dlm tubuh spt penyerapan glukosa, metabolisme energi dan sintesa makromolekul
21
Faktor Virulen Dan Patogenisitas C. Perfringens……… Cont’ 3
Enterotoksin diduga menyebabkan kerusakan struktur membran sel Selain enterotoksin juga memproduksi hemolisin dan he-maglutinin serta beberapa enzim yang bersifat hemolitik dan letal
22
Faktor Virulen Distribusi di alam dan keberadaan dalam Makanan
Ditemukan pada tanah, debu, air, bahan pangan, rempah-rempah dan saluran pencernaan manusia atau hewan Ditemui pada berbagai makanan : menu yang disiapkan dari makanan beku, sayur & buah, rempah, daging mentah, ikan Di Jepang, galur yang enterotoksigenik didapatkan pada tiram, air untuk mengolah makanan dan petugas yang mengolah makanan Tahun Outbreak / jumlah korban / meninggal 1983 5/353/0 1984 8 / 882 /2 1985 6 / 1016 /0 1986 3 / 202 /0 1987 2 / 290 / 0
23
Outbreak / jumlah korban / meninggal
Faktor Virulen Distribusi di alam dan keberadaan dalam Makanan……… Cont’ 1 Tahun Outbreak / jumlah korban / meninggal 1983 5/353/0 1984 8 / 882 /2 1985 6 / 1016 /0 1986 3 / 202 /0 1987 2 / 290 / 0
24
Faktor Yang Sering Menyebabkan Outbreak
Makanan sudah siap sehari sebelum dimakan Panas yg digunakan utk mengolah makanan tdk cukup membunuh endospora yang tahan panas Pendinginan lambat shg spora bergerminasi & tumbuh Menghangatkan makanan dgn pemanasan kurang sehingga spora bergerminasi dan tumbuh
25
Thank You See You Next….
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.