Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
MEKANISME HAM INTERNASIONAL
2
MENGAPA PERLU? Agar ada yang mengawasi kinerja negara terhadap penduduk di dalamnya Agar negara memenuhi kewajiban-kewajibannya Agar korban dapat memulihkan hak yang hilang (ada redress)
3
Pengantar Sejak 1960-an secara perlahan-lahan di PBB terbentuk mekanisme untuk menilai sejauh mana negara memenuhi (observe) atau tidak memenuhi norma dan prinsip hak asasi manusia. Mekanisme ini ada yang berhubungan dengan situasi umum sebuah negara dan ada pula yang menanggapi pengaduan bersifat individual Ada pula yang berhubungan dengan semua hak asasi sementara yang lain hanya pada hak-hak asasi tertentu. Prosedur/mekanisme itu tergantung sejauh mana negara menjadi peserta traktat bersangkutan. Disamping itu secara perlahan pula terbangun mekanisme yang menekankan aspek yudisial Pengadilan Pidana Internasional Permanen (ICC) berdasarkan Statut Roma. Aturan yang diklaim sebagai acuan dari UU Pengadilan HAM.
4
JENIS MEKANISME HAM INTERNASIONAL - NASIONAL
Global Treaty Base Charter Base Regional European Human Rights Commission + European Human Right Courts American Human Rights Commission + American Human Right Courts African Human Rights Commission Nasional Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (UU No.39/1999) Komisi Nasional Perempuan (Keppres) Komnas Perlindungan Anak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (UU Perlindungan Anak 23/2002) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (UU No.27/2004) Pengadilan Pidana Internasional Pengadilan Pidana Internasional (International Criminal Court) Mahkamah Pidana Internasional ad hoc yaitu: International Criminal Tribunal for ex Yugoslovia International Criminal Tribunal for Rwanda
5
Treaty Based Mekanisme yang dibentuk berdasarkan perjanjian/konvensi HAM internasional seluruh prinsip-prinsip hukum perjanjian internasional berlaku di dalamnya. Mekanisme ini mengikat negara pihak yang meratifikasi 6 Konvensi HAM utama: ICCPR - CEDAW - MWC ICESCR - CRC CAT - CERD
6
International Covenant on Civil and Political Rights
1 ICCPR (1976) International Covenant on Civil and Political Rights Human Rights Committee/ Komite HAM Pelaporan Pengaduan individual Pengaduan antar negara 2006 2 ICESCR International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights Committee on Economic, Social and Cultural Rights/Komite EKOSOB * General Comment 3 CERD (1969) Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination Committee on the Elimination of of Racial Discrimination/Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial UU 29/1999 4 CEDAW (1981) Convention on the Elimination of All Forums of Discrimination against Women Committee on the Elimination of Discrimination against Women Investigasi UU 7/1984 5 CAT (1987) Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment Committee Against Torture/Komite Anti Penyiksaan Pengaduan indivual investigasi UU 5/1998 6 CRC (1990) Convention on the Rights of the Child Committee on the Rights of the Child/Komite Hak Anak 1990 7 MWC (2003) Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families Komite Hak Buruh Migran
7
TREATY BASED MECHANISM
Keputusan komite bersifat final Individu dapat memperoleh remedy atau imbalan atas penderitaan yang mereka alami [pengaduan individual] Kasus-kasus yang masuk dapat menjadi bahan untuk perubahan kebijakan/aturan hukum Kasus-kasus yang menjadi pengaduan itu dapat dikumpulkan dan menjadi bukti awal adanya pelanggaran hak asasi manusia secara sistematis dan massif jika di negara itu terjadi pelanggaran HAM berat Hasil penyelidikan yang dilakukan oleh badan bersangkutan akan dipublikasikan. Rasa malu yang diciptakan melalui publikasi ini kiranya dapat menjadi salah satu cara yang berguna bagi proses lobi dan advokasi lebih lanjut di dalam negeri. Sehubungan dengan hal itu, komite juga dapat melakukan urgent action untuk meminta perlindungan bagi korban agar tidak mengalami penderitaan yang tidak-lagi-dapat-diperbaiki (suffering irreparable damage). Berlaku prinsip exhausted remedy Anggota komite bertindak sebagai pakar dalam kapasitas pribadi tapi mereka juga dipilih oleh lembaga antar pemerintah
8
CHARTER BASED Mekanisme yang dibentuk berdasarkan piagam PBB
Komisi HAM PBB Sub Komisi HAM PBB Prosedur 1503 Mekanisme tematis Komisi Status Perempuan
9
Komisi HAM dan Sub Komisi HAM dapat menunjuk ahli (pelapor khusus atau kelompok kerja tertentu) untuk memeriksa situasi yang menunjukan adanya pola pelanggaran HAM yang konsisten (misalnya oleh Sub Kom atas kasus Tien An Men), memeriksa situasi HAM negara tertentu, dan tema tertentu investigasi tertutup res 1503 untuk melihat adanya pola-pola yang konsisten atas pelanggara HAM secara serius. Hasil tim diserahkan pada Sub Komisi. Publik dpt mengetahui negara yg diuji komisi tapi bukan tindakan negara ybs.
10
Mekanisme Tematis Pelapor khusus Pembunuhan secara arbiter
Pelapor khusus tentang Penyiksaan Kelompok kerja tentang Penghilangan secara paksa Pelapor khusus tentang intoleransi agama Kel. Kerja Penahanan sec semena-semena Internally Displace persons Independence of judges and lawyers
11
Para ahli ini berwenang
Mengunjungi negara dan membuat laporan ttg kondisi HAM Negara ybs Membuat laporan tahunan tentang kajian dalam lingkup mandatnya dan rekomendasi Menerima pengaduan individual dan mengirim surat desakan/urgent letter.
12
Sub-Komisi HAM PBB Subkomisi untuk Promosi dan perlindungan HAM berfungsi sebagai “think-tank” bagi Komisi HAM PBB melakukan kajian hak asasi manusia untuk Komisi HAM membuat rekomendasi pada Komisi HAM Beberapa persoalan HAM yang menjadi kajian adalah Akuntabilitas HAM dari Transnational Corporation sudah ada draf resolusi Terrorism dan perlindungan hak asasi Economic, social and cultural rights hak-hak ekososbud perempuan Anggota sub komisi dipilih oleh Komisi HAM PBB dan bertindak dalam kapasitas pribadi. Masa keanggotaan mereka adalah 4 tahun. Mereka bersidang 2 kali setahun pada bulan Juli dan Agustus selama 4 minggu. Fungsi: Menjalankan kajian2 HAM utk Komisi membuat rekomendasi pada Komisi
13
Mahkamah Pidana Internasional
lebih menekankan bagaimana memerangi impunitas (dan bukan membentuk rasa malu) Proses kriminalisasi pelanggaran HAM di tingkat internasional Tidak = yurisdiksi universal
14
Mekanisme REGIONAL Ada di tiga benua: Amerika, Eropa dan Afrika
Daya ikat pada negara-negara setempat. Pengaruhnya: menerjemahkan berbagai standar HAM dan meningkatkan kontrol tehradap penerapan HAM Pengaduan individual dan negara
15
DISKUSI
16
Di tingkat internasional dan nasional telah berkembang sejumlah mekanisme perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia. Beberapa kasus di Indonesia telah dihadapkan ke pengadilan tapi masih banyak lagi kasus pelanggaran berat yang belum tertangani. Di aras internasional kriminalisasi atas kejahatan ini sudah berlangsung lama dan mengkristal [atau dalam bahasa hukum – terkodifikasi] dalam Statuta Roma, yang berlaku efektif 1 Juli Sebagaimana sebuah perjanjian internasional keberlakuannya dalam sebuah negara ditentukan pada ada tidaknya ratifikasi.
17
Kerangka normatif penyelesaian pelanggaran HAM
Membangun rasa malu kriminalisasi pelanggaran berat hak asasi manusia pertanggungjawaban individual tanggung jawab komando hak-hak korban (mengetahui, keadilan ) Kejahatan berat harus dihukum Pengungkapan kebenaran – rekonsiliasi Non recurrence Pengungkapan kebenaran (individu + sistem) sifat Komplementer
18
Skenario keadilan di Indonesia
Politik hukum pasca Soeharto Politik UU Pengadilan HAM Implementasi norma-norma dalam perangkat hukum dan penangan kasus Hambatan legal politik penyelesaian pelanggaran HAM: Kontroversi non-retroaktif Hukum acara Politik impunitas otoritas hukum yang tidak dapat dipercaya Perlindungan saksi + korban
19
Sejauh mana prospek skenario penyelesaian pelanggaran HAM dalam menghadirkan keadilan, khususnya bagi korban?
20
REFLEKSI Pengembangan mekanisme penanganan pelanggaran hak asasi manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat baik di tingkat nasional maupun internasional. Hal ini tercapai sejak terbukanya peluang bagi pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia seiring dengan rubuhnya rezim otoritarian Soeharto. Skenario legal-yudisial dirumuskan tidak dalam ruang sosial politik yang kosong. Ketentuan yang mengatur skenario itu diundangkan dalam satu situasi sosial politik dua tahun setelah jatuhnya pemerintahan Soeharto Pengalaman (pendirian KH maupun UU Pengadilan HAM) pengembangan institusi pemajuan dan perlindungan HAM pada tataran negaa membuktikan tidak cukup HANY dalam teks dokumen. Pembangunan mekanisme nasional pada dasarnya kembali menegaskan kembali bahwa hanya dengan kerangka kerja politik demokrasi dapat dibangun pemajuan dan perlindungan HAM yang efektif
21
Menggunakan, memajukan, mengembangkan mekanisme-mekanisme yang ada.
Proses pembentukan skenario penyelesaian pelanggaran HAM menunjukan pertarungan politik dan perspektif HAM yang serius universalis dan partikularis, hostis humani generis dan nasionalis sempit, trade off dikotomi ‘nasi dan kebebasan Relatif – pembatasan yang sah Di tingkat internasional kampanye anti teroris yang mengabaikan prinsip-prinsip hak asasi dan kerjasama internasional Pertentangan antara kekuatan demokrasi >< otoritarian Individualisme >< kolektivisme Kedaulatan >< keadilan Yang terjadi berbagai kompromi. Ada 3 prinsip utama penyelesaian pelanggaran Pemulihan hak korban. Instrumen ini harus dapat memulihkan hak korban yang dilanggar, dengan demikian “right to justice” dari para korban dapat dipenuhi. Pertanggunjaaban pelaku. Harus ada sanksi bagi pelaku terutama para penanggungjawab kebijakan yang memungkinkan dan atau membiarkan berbagai kejahatan yang serius itu terjadi (bagian kebijakan negara). Pengungkapan kebenaran Perubahan kebijakan. Kebenaran yang ditemukan institusi ini harus menunjukkan secara jelas berbagai kebijakan negara dan institusi yang perlu diubah atau diganti, agar kejahatan tidak terulang kembali Menggunakan, memajukan, mengembangkan mekanisme-mekanisme yang ada.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.