Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PENDEKATAN TA’WIL MUHAMMAD ABDUH TERHADAP AYAT-AYAT MUTASYABIHAT

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PENDEKATAN TA’WIL MUHAMMAD ABDUH TERHADAP AYAT-AYAT MUTASYABIHAT"— Transcript presentasi:

1 PENDEKATAN TA’WIL MUHAMMAD ABDUH TERHADAP AYAT-AYAT MUTASYABIHAT
PROPOSAL TESIS PENDEKATAN TA’WIL MUHAMMAD ABDUH TERHADAP AYAT-AYAT MUTASYABIHAT Muhammad Zubir NIM KONSENTRASI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG 1435 H / 2014 M Konten

2 Konten: الإختتام Home Latar Belakang Masalah
Rumusan dan Batasan Masalah Tujuan dan Kegunaan Penelitian Defenisi Operasional Penelitian yang Relevan Metodologi Penelitian Outline الإختتام Home

3 Latar Belakang Masalah
Posisi al-Quran sebagai petunjuk yang bersumber dari zat yang Maha Mengetahui tidak diragukan lagi. Selain ditegaskan ayat-ayatnya sendiri seperti QS. al-Baqarah/2: 2, juga dikukuhkan oleh berbagai bukti lain seperti ketidakmampuan manusia membuat tandingannya baik dari segi bahasa maupun dari segi kepadatan isi dan kandungannya. Al- Quran sendiri menyerukan tantangan untuk mendatangkan semisal dengan kadar berbeda-beda, namun semua itu gagal dilakukan oleh manusia meski mereka mendapatkan bantuan dari selain Allah. Namun di sisi lain, harus diakui bahwa keindahan dan keunikan bahasa al-Quran terkadang menempatkan kandungannya susah dipahami, bukan hanya oleh kalangan non Arab (ajam), tetapi juga oleh orang Arab sendiri. Buktinya, para sahabat Rasulullah saw sendiri, terkadang bertanya perihal makna kata-kata tertentu di dalam al-Quran. Riwayat yang populer dinukil dalam hal ini adalah makna kata al­zhulm pada rangkaian Q.S. al- An’am, 6:82 yang berbunyi "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan imannya dengan kezaliman..." Arti kata kezaliman di sini banyak dipertanyakan oleh para Sahabat, dan ternyata arti yang dimaksud dari kata ini sangat berbeda dengan pemahaman mereka. Untuk itu, Rasulullah menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan kezaliman pada ayat tersebut berkaitan dengan bunyi ayat dalam Q.S. Luqman, 31: 3 yang berbunyi: "Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kezaliman yang besar". التالي Konten

4 Keberadaan bagian-bagian tertentu di dalam al-Quran yang sulit dipahami tampak jelas dari pernyataan ayat al-Quran berikut ini: هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ. (سورة آل عمران: 7) Pada ayat di atas jelas disebutkan ada dua klasifikasi ayat al-Quran, yakni ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat. Ayat‑ayat muhkamat, dijelaskan oleh ulama sebagai ayat-ayat yang terang maknanya. Sementara ayat-ayat mutasyabihat menurut salah satu defenisi yang diungkapkan oleh ulama dan yang dianggap lebih sederhana yaitu sebagai ayat-ayat yang samar maknanya. التالي السابق Konten

5 Terdapat banyak perdebatan seputar pembahasan ayat-ayat mutasyabihat, diantaranya perbedaan pendapat ulama tentang ruang lingkup dan batasan-batasan ayat mutasyabihat. Karenanya ada ayat-ayat yang dianggap oleh sebagian ulama sebagai ayat mutasyabihat, namun oleh yang lain dianggap bukan ayat mutasyabihat. Di sisi lain, ulama juga berbeda pendapat tentang kemampuan manusia dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat. Pertama, mereka berpendapat bahwa manusia tidak dapat mengetahui makna ayat-ayat mutasyabihat karena hanya Allah swt. yang mengetahui maksudnya. Yang kedua, bagi orang-orang yang dalam pengetahuannya dapat mengetahui ta’wil ayat-ayat mutasyabihat, dengan penelitian dan penyucian jiwa, sehingga ayat-ayat yang samar dapat dipahami maknanya. Konten السابق التالي

6 Kedua pendapat ini disebabkan karena perbedaan mereka dalam memahami huruf wau (و) pada firman-Nya wa al-rasikhuna fi al-‘ilmi (وَاْلرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ) setelah sebelumnya dinyatakan wa ma ya’lamu Ta’wil ahu illa Allah (وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهُ إِلاَّ اللهُ) (QS. Ali ‘Imran: 7). Yakni apakah waw itu berfungsi menghubungkan kedua penggalan ayat itu sehingga ia bermakna “tidak yang mengetahui maknanya kecuali Allah dan orang-orang yang mantap ilmunya”, atau wau adalah wau al-isti’naf (الإِسْتِأْنَافُ) yang menjadikan penggalan kalimat sesudahnya menjadi kalimat baru yang tidak berhubungan dengan kalimat sebelumnya. Tetapi berhubungan dengan kalimat sesudahnya sehingga dipahami “adapun orang-orang yang beriman, maka mereka berkata: kami beriman dengannya (baik yang muhkam maupun mutasyabih), semuanya berasal dari Tuhan kami. Ulama yang berpegang dengan pendapat bahwa hanya Allah swt. yang mengetahui makna ayat-ayat mutasyabihat, cenderung menyerahkan pemahaman dan tafsirnya sepenuhnya kepada Allah swt. mengeluarkan ungkapan اَللهُ أَعْلَمُ بِمُرَادِهِ (hanya Allah yang mengetahui maksudnya). Pendapat ini masih dianggap tepat oleh banyak ulama sampai pada abad ke 3 hijriah, seperti terbukti dengan ungkapan Imam Malik (W. 710H/796M) ketika ditanya tentang ta’wil ayat (الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى) (QS. Thaha: 5) beliau menjawab bahwa pengertian kebahasaan penggalan ayat itu cukup jelas, lalu beliau terdiam tidak menjelaskan apa maksudnya dan berkata “mempertanyakan hal ini adalah bid’ah. Konten السابق التالي

7 Namun berbeda dengan masa awal, seiring dengan semakin menguatnya peran rasio di dalam menyingkap makna-makna al-Quran, ta’wil semakin banyak dilakukan. Penggunaan ta’wil ini antara lain terlihat pada pembahasan ayat-ayat al-Quran yang dilakukan oleh para teolog, khususnya kaum mu’tazilah yang diidentifikasi sebagai teolog rasional. Karena itu pada akhirnya ulama-ulama merestui penggunaan ta’wil terhadap ayat-ayat al-Quran dengan menggarisbawahi syarat-syarat penggunaannya. Selanjutnya ulama menetapkan ketentuan bahwa ta’wil baru bisa diterima selama makna yang dipilih untuk memaknai lafaz/susunan kata telah dikenal secara luas dalam masyarakat pengguna bahasa Arab pada masa turunnya al-Quran. Pada ketentuan ini dipahami bahwa makna yang digunakan untuk men-ta’wil harus masyhur atau populer di kalangan para pengguna bahasa Arab, dan bukanlah makna yang syaz atau tidak dikenal pemakaiannya. Kemudian Syathibi mengemukakan dua syarat pokok dalam menta’wil: yang pertama, makna yang dipilih sesuai dengan hakikat kebenaran yang diakui oleh mereka yang memiliki otoritas, dan yang kedua, arti yang dipilih dikenal oleh bahasa Arab klasik. Dalam syarat Syathibi ini, dipahami bahwa popularitas arti kosakata tidak disinggung lagi. Bahkan lebih jauh Syathibi menegaskan bahwa kata-kata yang bersifat ambigu/musytarak (mempunyai lebih dari satu makna) yang kesemua maknanya dapat digunakan bagi pengertian teks tersebut selama tidak bertentangan satu dengan lainnya. السابق Konten التالي

8 Dalam penafsiran al-Quran dengan menggunakan ta’wil, al-Jahiz (w
Dalam penafsiran al-Quran dengan menggunakan ta’wil, al-Jahiz (w. 225 H/868 M) dipandang sebagai pelopor penafsiran metaforis/ta’wil, kemudian diikuti oleh muridnya Ibnu Qutaibah (w. 276 H/889 M). Kemudian disusul oleh seorang ulama modern, salah seorang tokoh pembaharu Mesir, yaitu Muhammad Abduh. Mereka terkenal banyak menggunakan penafsiran-penafsiran metaforis dalam rangka memahami al-Quran. Aliran tafsir Muhammad Abduh mengembangkan lebih longgar lagi syarat pen-ta’wil-an, sehingga ia lebih banyak mengandalkan akal dalam menafsirkan ayat, sedangkan faktor kebahasaan dicukupkannya selama ada kaitan makna pen-ta’wil-an dengan kata yang di-ta’wil-kan. Dalam memahami ayat ke 7 dalam surat ali-‘Imran di atas, Abduh cenderung berpendapat bahwa ayat-ayat mutasyabihat dapat diketahui oleh (الرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ) “orang yang dalam ilmunya”. Yang berarti Abduh setuju dengan orang yang mengatakan bahwa (و) waw yang ada sebelum kalimat الرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ adalah waw sebagai huruf penghubung dan bukanlah waw sebagai huruf al-isti’naf atau permulaan kalimat baru. Abduh meyakini bahwa tidak ada satupun ayat al-Quran yang diturunkan oleh Allah swt. yang maknanya tidak diketahui oleh Rasulullah saw. dan orang-orang yang dalam ilmunya. Abduh berargumen dengan banyaknya ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang ta’wil dan kebanyakan bercerita tentang ta’wil yang diketahui oleh manusia. Pernyataan Abduh tentang hal ini dapat dilihat ketika ia mengomentari ayat ke 7 dari surat Ali ‘Imran di atas dalam kitab tafsirnya : السابق التالي Konten

9 Dalam mengomentari ayat ke 7 surat Ali Imran, Abduh berpendapat bahwa al-Quran itu semuanya mafhum (dapat dipahami), seandainya ada suatu ayat yang dianggap sebagai mutasyabihat menurut sebagian ulama, maka ayat itu akan diketahui dan bisa dipahami oleh ulama yang lain. Abduh memaparkan lebih lanjut dalam komentarnya, tidak mungkin Allah swt. menurunkan kalam (wahyu) yang tidak mempunyai makna, atau menurunkan wahyu namun tidak bisa dipahami maknanya oleh Rasul dan umat. Bahkan ulama salaf yang pada awalnya hanya menyerahkan ta’wil ayat-ayat mutasyabihat kepada Allah swt. kemudian ada diantara mereka yang mencoba men-ta’wil-kan ayat-ayat mutasyabihat, seperti Imam Mujahid, al-Rabi’ bin Ja’far bin Zubir yang dinukil dari Ibnu ‘Abbas dengan ungkapan mereka “Ana min al-Rasikhina allazina ya’lamuna ta’wilahu”. Kemudian tentang ta’wil, Abduh juga menguraikan secara luas dan terperinci ta’wil dalam al-Quran, dan dia memilih pendapat mazhab ulama yang berpendapat bahwa orang-orang yang dalam ilmunya (الراسخون) dapat mengetahui ta’wil ayat mutasyabihat. Namun dalam pemaparan ini Abduh tidak menjelaskan dengan rinci dan jelas bagaimana konsepnya tentang ta’wil. السابق التالي Konten

10 السابق Konten Tafsir Memahami al-Quran : Ta’wil Ta’wil
Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa poin : Tafsir digunakan untuk memahami ayat-ayat muhkamat Tafsir Memahami al-Quran : Ta’wil Pendekatan Ta’wil digunakan untuk memahami ayat-ayat mutasyabihat Ulama Mutaqaddimin : ta’wil baru bisa diterima selama makna yang dipilih untuk memaknai lafaz/susunan kata telah dikenal secara luas dalam masyarakat pengguna bahasa Arab pada masa turunnya al-Quran. Ta’wil Syarat-syarat Ta’wil Ulama Mutaakkhirin: Syatibi : mengemukakan dua syarat pokok dalam menta’wil: Pertama, makna yang dipilih sesuai dengan hakikat kebenaran yang diakui oleh mereka yang memiliki otoritas, Kedua, arti yang dipilih dikenal oleh bahasa Arab klasik. Abduh : Faktor kebahasaan cukup selama ada kaitan makna pen-ta’wil-an dengan kata yang di-ta’wil-kan Konten السابق

11 Beberapa contoh penafsiran Abduh terhadap ayat mutaysabihat:
Penafsiran Abduh tentang Surga dalam QS. Al-Baqarah : 25 وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (25) Dalam menjelaskan ayat 25 sruat al-Baqarah ini Abduh berpendapat bahwa surga adalah suatu hal yang abstrak atau inmateri. Bahasa surga yang dijelaskan dalam ayat ini sebagai kebun, merupakan suatu tempat yang kekal di akhirat, jannah merupakan tempat orang yang berbuat baik dan bertaqwa. Hakikat surga tidak bisa dibahas karena merupakan alam ghaib dan tidak bisa dikiaskan kepda alam syahadah. “Kullama ruziku min tsamaratin” tujuan makan di dunia adalah untuk menjaga badan dari kerusakan, sedangkan makan dan minum di akhirat adlah untuk tujuan lain yang tidak diketahui. “wa lahum fiiha azwajun muthahharah” istri di dunia selain untuk kenikmatan adalah untuk keturunan, sedangkan di akhirat tidak ada keturunan. Konten السابق

12 ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Contoh2 ta’wil Abduh tentang ayat-ayat alam ghaib (hari berbangkit) : Surat al-Baqarah 56 ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ قَالَ - تَعَالَى -: (ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ) ذَهَبَ الْأُسْتَاذُ الْإِمَامُ إِلَى أَنَّ الْمُرَادَ بِالْبَعْثِ هُوَ كَثْرَةُ النَّسْلِ، أَيْ أَنَّهُ بَعْدَمَا وَقَعَ فِيهِمُ الْمَوْتُ بِالصَّاعِقَةِ وَغَيْرِهَا وَظُنَّ أَنْ سَيَنْقَرِضُونَ بَارَكَ اللهُ فِي نَسْلِهِمْ؛ لِيُعِدَّ الشَّعْبَ - بِالْبَلَاءِ السَّابِقِ - لِلْقِيَامِ بِحَقِّ الشُّكْرِ عَلَى النِّعَمِ الَّتِي تَمَتَّعَ بِهَا الْآبَاءُ الَّذِينَ حَلَّ بِهِمُ الْعَذَابُ بِكُفْرِهِمْ لَهَا. Bila dibandingkan dengan ta’wil yang dilakukan oleh mufassir lain, misalnya imam Thabari, dapat kita lihat pada kitab tafsirnya ketika menafsirkan ayat yang sama : القول في تأويل قوله تعالى (1) {ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (56) } يعني بقوله: (ثم بعثناكم) ثم أحييناكم. وأصل"البعث" إثارة الشيء من محله. ومنه قيل:"بعث فلان راحلته" إذا أثارها من مبركها للسير Konten السابق

13 Rumusan dan Batasan Masalah
Bagaimana Pendekatan Ta’wil yang Dipakai Oleh Muhammad Abduh dalam Menafsirkan Ayat-ayat Mutasyabihat dalam Tafsir al-Manar.? Konten التالي

14 Batasan Masalah السابق
Bagaimana pandangan teoritis Muhammad Abduh tentang ta’wil ? Bagaimana penerapan pendekatan ta’wil Muhammad Abduh dalam menafsirkan Ayat-ayat Mutasyâbihât khususnya dalam ayat-ayat yang tentang ketuhanan dan alam gaib? Ayat-ayat tentang ketuhanan di sini merupakan ayat-ayat mutasyabihat yang membahas tentang sifat dan zat Allah swt. Dan ayat-ayat mutasyabihat tentang alam gaib difokuskan kepada ayat-ayat yang berbicara tentang malaikat, jin, syetan, iblis, alam barzah, surga dan neraka. السابق Konten

15 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan Penelitian Menggali pandangan teoritis Muhammad Abduh terhadap ta’wil . Meneliti sejauh mana penerapan pendekatan ta’wil Muhammad Abduh dalam menafsirkan Ayat-ayat mutasyabihat khususnya dalam ayat-ayat yang tentang ketuhanan dan alam gaib. Manfaat Penelitian Memberikan pengetahuan tentang konsep ta’wil modern, khususnya teori ta’wil yang dipakai oleh Muhammad Abduh. Menambah khazanah pemikiran Islam dalam bidang tafsir. Konten

16 Defenisi Operasional Pendekatan : Suatu usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Pendekatan ilmiah adalah penggunaan teori suatu bidang ilmu untuk mendekati suatu masalah Konten التالي

17 Ta’wil : السابق التالي Konten
Ulama mutaqaddimin (salaf) berpendapat bahwa ta’wil merupakan sinonim dari tafsir, sehingga hubungan (nisbat) diantara keduanya adalah sama. Seperti yang digunakan oleh Ibnu Jarir al-Thabari dalam tafsirnya Jami’ Al-Bayan fi Ta’wil Ayat Al- Qur’an. Sedangkan ta’wil menurut ulama mutaakhkhirin (khalaf) dari kalangan ulama ushul, kalam, dan tashawwuf adalah mengalihkan makna lafazh yang kuat (rajih) kepada makna yang lemah (marjuh), karena ada dalil yang menyertainya. السابق Konten التالي

18 Muhammad Abduh : Nama lengkapnya Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah, dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir pada 1850 M/1266 H. Merupakan seorang tokoh terkemuka di mesir dan dianggap sebagai seorang tokoh rasional dan tokoh pembaharu Islam di Mesir. Karyanya di bidang tafsir yaitu Tafsir Juz ‘Amma dan Tafsir al-Manar. Tafsirnya bercorak al-adabi wa al-ijtima’i. Konten السابق التالي

19 Ayat Mutasyabihat : Mutasyabih adalah lawan dari muhkam, merupakan ayat yang samar maknanya yang memerlukan penjelasan dengan menunjuk kepada ayat lain. Banyak pengertian yang diberikan ulama terhadap ayat mutasyabihat, namun dari sekian banyak rumusan yang ada bisa disimpulkan bahwa ayat mutasyabihat ayat yang samar maknanya. التالي Konten السابق

20 Berdasarkan beberapa istilah yang sudah dijelaskan di atas, dapat ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan judul proposal tesis ini adalah: “Bagaimana Pendekatan Ta’wil yang Dipakai oleh Muhammad Abduh dalam Menafsirkan Ayat-ayat Mutasyabihat.” Konten السابق

21 PENELITIAN YANG RELEVAN :
Tesis Abdul Ghaffar, 1999 mahasiswa pascasarjana IAIN IB Padang. "Tafsir Muhammad Abduh, (Suatu Analisis tentang Kritik Terhadap Penafsirannya)”. Tesis Hasiah, 2005 mahasiswi Pascasarjana IAIN IB Padang. “Penafsiran Muhammad Abduh Terhadap Ayat-ayat Poligami”. Tesis Elsa Silvia, 2012 mahasiswi Pascasarjana IAIN IB Padang.“Analisis Penafsiran Muhammad Abduh tentang Sunnatullah”. Tesis Muhammad Nur Fuad, 2008 Mahasiswa Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta “Kesatuan Tema dalam Surah al-Quran Menurut Muhammad Abduh dalam Tafsir al-Manar dan Juz ‘Amma”. Konten

22 Metodologi Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research). Maksudnya data-data yang berkaitan dengan objek penelitian diambil dari bahan-bahan kepustakaan. Bahan kepustakan diambil dari bahan cetakan baik berupa buku atau jurnal dan dari perpustakaan elektronik seperti maktabah syamilah. Penulis juga melakukan internet research. Sumber Data : Sumber primer yang digunakan adalah 2 karya tafsir Muhammad Abduh. Tafsir Juz ‘Amma. Tafsir al-Manar. Sumber Skunder diantaranya : kitab al-Tafsir wa al-Mufassirun karya Muhammad Husain al-Zahabi, Qawaid Tafsir karya Khalil ‘Usman al-Sabti, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an karya al-Zarkasi, dan al-Burhan fi Ulum al-Qur’an karya al-Zarkasi, Ushul al-Tafsir karya al-Rumi dan lain-lain. Konten

23 Langkah-langkah Penelitian
Adapun langkah-langkah penelitian yang penulis lakukan untuk menentukan pendekatan ta’wil Abduh dalam penafsiran ayat-ayat mutasyabihat adalah: Menela’ah semua karya Muhammad Abduh yang dijadikan sumber primer dalam penelitian ini tentang pendekatan ta’wil Abduh terhadap ayat-ayat mutasyabihat. Mengemukakan konsep yang ditawarkan Abduh dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat. Menginventaris data-data yang relevan dengan metode ta’wil yang ditawarkan Abduh. Melakukan analisasecara komprehensif terhadap teks-teks yang berkaitan dengan pendekatan ta’wil yang ditawarkan Abduh. Mengemukakan hasil penelitian dan kesimpulan tentang pendekatan ta’wil yang ditawarkan Abduh. Adapun langkah-langkah penelitian yang penulis lakukan untuk menentukan bentuk penerapan pendekatan ta’wil Abduh dalam penasiran ayat-ayat mutasyabihat adalah sebagai berikut: Menela’ah buku-buku ‘Ulum al-Quran yang dijadikan sumber sekunder pada penelitian ini dan yang berkaitan dengan ta’wil ayat mutasyabihat oleh para ulama. Menginventaris ayat-ayat yang dinilai ulama sebagai ayat mutasyabihat sesuai dengan batasan masalah. Mengemukan bentuk penerapan pendekatan ta’wil yang ditawarkan Abduh dalam penafsiran ayat-ayat mutasyabihat. Mengambil kesimpulan. Konten

24 Langkah-langkah Penelitian
Analisis Data Untuk mengolah dan menganalisis data di atas digunakan metode content analysis. Dalam hal ini, Jujun S. Sumantri mengemukakan lima tahapan yang harus dilakukan oleh seseorang peneliti yang menggunakan content analysis ini, yaitu: Mendeskripsikan objek penelitian Membahas objek penelitian yang telah di deskripsikan Melakukan kritik terhadap objek penelitian Melakukan analisis dengan mengkomparasikan antara satu objek kajian dengan data- data lainnya. Menyimpulkan hasil penelitian Teknis Penulisan Teknik penulisan yang penulis gunakan mengacu kepada Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Program Pasca Sarjana IAIN Imam Bonjol Padang. Kecuali dalam penulisan food note. Untuk mengutip ayat al-Quran dan terjemahannya penulis menggunakan software al- Quran Digital” versi 2.0. hanya saja dalam beberapa kasus, seperti ayat yang tidak utuh satu ayat ditemukan dalam sumber yang dikutip, maka dituliskan dengan menggunakan font “Traditional Arabic” dengan ukuran huruf 18. Penggunaan font ini juga berlaku untuk menuliskan teks Arab. Konten

25 Outline: التالي Konten BAB I : PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
Rumusan dan Batasan Masalah Manfaat dan Tujuan Penelitian Defenisi Operasional Metode Penelitian Penelitian yang Relevan BAS II : TINJAUAN TEORITIS TENTANG TA’WIL Teori tentang Ta’wil Ayat-ayat Mutasyabihat Penggunaan Ta’wil di Kalangan Mufassirin Konten التالي

26 السابق التالي Konten BAB III : MUHAMMAD ABDUH DAN KARYA TAFSIRNYA
Biografi Muhammad Abduh Kondisi Sosial dan Corak Pemikiran Muhammad Abduh Profil Tafsir Muhammad Abduh BAB IV : PENDEKATAN TA’WIL MUHAMMAD ABDUH TENTANG AYAT-YAT MUTASYABIHAT Ta’wil Muhammad Abduh Terhadap Ayat-ayat yang Berkenaan dengan Ketuhanan. Ta’wil Muhammad Abduh tentang Alam Ghaib Ta’wil tentang Malaikat Ta’wil tentang Jin Ta’wil tentang Setan dan Iblis Ta’wil tentang Alam Barzah Ta’wil tentang Surga dan Neraka Analisis atas Metode Ta’wil Muhammad Abduh Konten السابق التالي

27 BAB VI : PENUTUP Kesimpulan Saran-saran DAFTAR PUSTAKA Konten

28 * الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ *
Penutup * الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ * Konten


Download ppt "PENDEKATAN TA’WIL MUHAMMAD ABDUH TERHADAP AYAT-AYAT MUTASYABIHAT"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google