Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Menejemen Becana Kebakaran Hutan di Indonesia

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Menejemen Becana Kebakaran Hutan di Indonesia"— Transcript presentasi:

1 Menejemen Becana Kebakaran Hutan di Indonesia

2 Penyebab dan menejemen kebakaran hutan
OUTLINE Pendahuluan Definisi, tipe, dampak, dan pencegahan kebakaran hutan Penyebab dan menejemen kebakaran hutan Studi kasus

3 P E N D A H U L U A N Indonesia secara geografis terletak di wilayah yang sering mengalami bencana alam. Kejadian bencana alam yang sering terjadi di Indonesia salah satunya adalah kebakaran hutan. kebakaran hutan adalah sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, kebakaran ini seringkali merambat ke pemukiman warga dan menghanguskan rumah-rumah dan lahan pertanian disekitarnya. Penyebab umum termasuk petir, kecerobohan manusia dan pembakaran. Musim kemarau dan pencegahan kebakaran hutan kecil adalah penyebab utama kebakaran hutan besar. Bencana alam sendiri merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah langsor. Penyebab umum termasuk petir, kecerobohan manusia dan pembakaran. Musim kemarau dan pencegahan kebakaran hutan kecil adalah penyebab utama kebakaran hutan besar.

4 Definisi Kebakaran Hutan
Kebakaran Hutan adalah peristiwa pembakaran yang penjalarannya bebas serta mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan. Bahan bakar yang berada di dalam hutan itu sendiri sangat beragam dan tersebar dari lantai hutan hingga pucuk pohon dan lapisan tajuk hutan, yang kesemuanya merupakan bagian dari biomassa hutan Secara garis besar kebakaran hutan ada 2 macam, yaitu a. Kebakaran Liar (Wildfire) b.PembakaranTerkendali (Controlled Burning)

5 Tipe Kebakaran Hutan Kebakaran Bawah (Ground Fire)
Kebakaran Permukaan (Surface Fire) Kebakaran Tajuk (Crown Fire)

6 Dampak Kebakaran Hutan
kebakaran memberikan dampak yang merugikan bagi lingkungan akibat kebakaran hutan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : Dampak ekologis, Dampak ekonomis Dan dampak sosial.

7 Pencegahan Kebakaran Hutan.
Pencegahan kebakaran merupakan kegiatan yang terpenting dalam pengendalian kebakaran dan merupakan pekerjaan yang harus dilakukan secara terus menerus. Seringkali pencegahan kebakaran merupakan cara yang lebih ekonomis untuk mengurangi kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh kebakaran, tanpa harus menggunakan peralatan yang mahal.

8 Perencanaan Pencegahan Kebakaran Hutan
Agar dapat dilaksanakan secara efektif, pencegahan kebakaran akan memerlukan : Organisasi pelaksana an yang memadai. Pengetahuan tentang kebakaran dan penyebab terjadinya. Petugas yang terlatih untuk melaksanakan kegiatan pencegahan. Rencana pencegahan yang telah disiapkan sebelumnya. Biaya yang diperlukan untuk pencegahan.

9 Metode Pencegahan Kebakaran Hutan
Metode pencegahan kebakaran hutan sering dilakukan dengan menggunakan metode 3E yaitu: Education (Pendekatan Pendidikan), Law Enforcement (Pendekatan Hukum) dan Engineering (Pendekatan Teknis).

10 Penyebab Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan dapat terjadi melalui dua penyebab, yakni secara disengaja dan tidak disengaja. Kebakaran hutan yang disengaja: -Kegiatan manusia untuk membuka lahan perkebunan, Kebakaran hutan yang tidak disengaja: 1.) Peningkatan suhu bumi, 2.) Polutan yang mudah terbakar yang berasal dari limbah industri, 3.) Puntung rokok yang dibuang sembarangan, 4.) Aktivitas manusia yang melibatkan penggunaan api secara kurang bijaksana.

11 Daerah hutan yang rentan terjadi kebakaran adalah hutan yang dekat dengan pemukiman dan memiliki akses yang baik untuk warga setempat maupun pendatang. Di daerah yang dekat pemukiman warga, dimana warga tersebut mayoritas bertani, maka peluasan lahan melalui pembakaran hutan merupakan cara yang efektif bagi mereka.

12 Strategi pelaksanaan pencegahan kebakaran hutan
Sosialisasi Koordinasi Pemerintah dan Masyarakat Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah

13 STUDI KASUS

14 Pendahuluan Kegiatan deteksi dini dalam penanggulangan kebakaran hutan memegang peranan sangat penting. Deteksi dini adalah upaya untuk mendapatkan keterangan secara dini adanya kebakaran hutran melalui penerapan teknologi sederhana hingga teknologi canggih (Direktorat Penanggulangan Kebakaran Hutan, 2001). Deteksi dini mencakup deteksi darat yakni melalui patroli darat, pengamatan menara dan penjagaan pada tempat-tempat rawan kebakaran. Disamping itu deteksi juga dilakukan melalui udara dengan helikopter, pesawat terbang dan satelit.

15 Informasi dari satelit pendeteksi api biasanya masih berupa keterangan lokasi dan arah penyebaran asap. Karena resolusi gambar dari satelit (citra satelit) sangat kasar (1.1 km x 1.1 km pada NOAA) sangat dimungkinkan keterangan lokasi akan mengalami penyimpangan sehingga kurang akurat dalam identifikasi kebakaran hutan. Informasi titik panas (Hotspot) yang menjadi dasar dalam sistem peringatan kejadian kebakaran, bisa menyesatkan pengambil keputusan apabila kenyataan di lapangan tidak ditemui kejadian kebakaran.

16 Hotspot Kebakaran hutan dan lahan dapat dipantau dengan menggunakan data AVHRR-NOAA (Advanced Very High Resolution – National Oceanic and Atmospheric Administration) yaitu melalui pengamatan hotspot. Hotspot merupakan titik-titik panas di permukaan bumi, dimana titik-titk tersebut merupakan indikasi adanya kebakaran hutan dan lahan (Arief, 1997 dalam Ratnasari, 200)

17 Hotspots mengindikasikan lokasi kebakaran vegetasi terlihat pada monitor komputer atau peta yang dicetak, atau ketika dicocokkan dengan koordinatnya. Ratnasari (2000) menjelaskan bahwa data hotspot dari citra NOAA-AVHRR dapat dijadikan sebagai indikasi kebakaran hutan/lahan, baik kebakaran tajuk (crown fire), kebakaran permukaan (surface fire) maupun kebakaran bawah (ground fire). Daerah sekitar lokasi hotspot merupakan daerah yang rawan terhadap kebakaran, oleh sebab itu daerah tersebut sebaiknya tidak dilakukan kegiatan pembakaran.

18 Pemanfaatan Data Hotspot
Satelit NOAA, yang dibuat dan diluncurkan oleh NASA dengan tujuan untuk pemantauan iklim dan cuaca tersebut, sering digunakan untuk pendeteksian kebakaran di wilayah setempat. Hal ini dikarenakan sensornya yang dapat membedakan suhu permukaan di darat ataupun laut. Kelebihan lain adalah seringnya satelit-satelit tersebut (ada 3 satelit yang beroperasi-NOAA 12, 16 dan 17) mengunjungi tempat yang sama yaitu 2 kali sehari, siang dan malam.

19

20 Prediksi Hotspot dan Asap Kebakaran
Jika perilaku kebakaran hutan dan lahan di berbagai daerah telah dipahami dan perilaku asapnya pada berbagai kondisi udara/cuaca telah diketahui, maka hal ini dapat dijadikan dasar dalam memprediksi kebakaran hutan dan lahan. Prediksi diperlukan untuk mengetahui pertambahan/ pengurangan jumlah hotspot dalam bulan-bulan yang akan datang dan mengetahui sebaran asapnya apakah akan makin berkembang menjadi kondisi yang mengkhawatirkan dalam bulan-bulan yang akan datang atau sebaliknya kebakaran hutan dan lahan akan mereda sehingga tidak perlu dikhawatirkan terjadinya asap yang dapat mecapai lintas batas negara (transboundary haze pollution).

21

22 Deteksi Kejadian Kebakaran (Active Fire)
Penginderaan jauh kebakaran dicapai dengan penggunaan berbagai sistem satelit/sensor. Sensor yang paling luas digunakan untuk deteksi kebakaran dalam monitoring kebakaran jangka panjang dan skala area yang luas adalah Advanced Very High Resolution Radiometer(AVHRR) terpasang pada satelit orbit polar NOAA. AVHRR mempunyai dua manfaat utama dalam monitoring kebakaran.

23

24 Monitoring Kebakaran Hutan
Monitoring kebakaran hutan bisa mencakup pemantauan lokasi kejadian kebakaran, perkiraan luas dan dampak kebakaran pada hutan dan lahan, perkiraan resiko kebakaran dan intensitas kerusakan akibat kebakaran hutan. Dengan SIG, maka dapat dibangun sebuah model statstk ke dalam model prediksi spasial. Persamaan statistik diperoleh dari analisis statistik yang diaplikasikan pada software SIG untuk menghasilkan sebuah peta.

25 Pemetaan Tingkat Rawan Kebakaran
Kajian tingkat kerawanan kebakaran dengan menggunakan data hotspot telah dilakuakan oleh LAPAN (2004b). Berdasarkan analisis terhadap curah hujan, NDVI (Normalized Difference Vegetation Indeks) atau Indeks Vegetasi, jenis penutup lahan, jenis lahan, dan jarak terhadap jalan dan sungai yang digabungkan dengan analisis frekuensi hotspot, baik secara temporal maupun spasial, diperoleh bahwa setiap faktor memberikan kontribusi yang berbeda terhadap potensi terjadinya kebakaran hutan.

26

27 PERMASALAHAN PEMANFAATAN DATA HOTSPOT
Kelemahan Data Hotspot: Karakteristik Data Standar Pengamatan dan Pemrosesan Citra NOAA Sistem Distribusi Data Keberlanjutan Ketersediaan Data Berbagai aplikasi data hotspot untuk kepentingan pemantauan kondisi hutan dan lahan dirasa banyak memiliki kelemahan. Kelemahan-kelemahan tersebut bahkan membuat kualitas input bagi pengambilan keputusan menjadi bias sehingga informasi yang disebarluaskan ke masyarakat kurang valid. Beberapa kelemahan dari data hotspot dapat diuraikan sebagai berikut :

28 Karakteristik Data Sensornya yang tidak dapat menembus awan, asap atau aerosol

29 Standar Pengamatan dan Pemrosesan Citra NOAA
Dari hasil inventarisasi permasalahan mengenai pengamatan dan pemrosesan Citra NOAA yang ada khususnya pada kegiatan dan metodologi deteksi dan pemantauan kebakaran hutan/lahan dengan data hot spot maka dapat diuraikan beberapa masalah berikut: Perbedaan penentuan titik ambang (threshold) antar stasiun pengamat. Waktu perbedaan pengamatan yang berbeda antar stasiun pengamatan

30 Akibat perbedaan tersebut menghasilkan jumlah hot spot yang berbeda-beda antar stasiun pengamat

31 Sistem Distribusi Data
Semakin cepat informasi diterima, semakin memudahkan stakeholder di dalam melakukan tindakan yang sesuai. Panjangnya rantai distribusi juga menyebabkan keterlambatan informasi yang diterima di tingkat lapangan Kecepatan pengiriman data hasil olahan juga sangat penting, khususnya bila menjelang atau pada saat musim kebakaran terjadi. Hal ini seringkali menjadi kendala di dalam menentukan strategi pengelolaan kebakaran di lapangan========Karenanya seiring dengan proses desentralisasi, rantai distribusi perlu dipersingkat lagi, misalnya data instansi pengolah data dapat dikumpulkan atau diterima langsung di tingkat kabupaten atau perusahaan terkait (Solichin, 2004).

32 Keberlanjutan Ketersediaan Data
Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat keberlanjutan sebuah proyek bantuan luar negeri di Indonesia seringkali cukup rendah, khususnya bila terkait dengan perawatan dan perbaikan peralatan yang canggih dan sangat mahal. Sebagai contoh kasusu yaitu pada Proyek FFPCP (Forest fire Prevention and Control Project) dan pada proyek IFFM (Integrated Forest Fire Management)

33 UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DATA HOTSPOT
Hal perlu diketahui dan dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas data hotspot untuk aplikasi pemantauan kebakaran hutan antara lain: Perbandingan jumlah hotspot antar stasiun pasti terjadi Informasi jumlah hotspot Pengecekan Lapangan Pengembangan kerja sama antar instansi Pemanfaatan informasi yang disediakan oleh berbagai lembaga

34 KESIMPULAN Data hotspot dengan keunggulannya dapat bermanfaat bagi upaya deteksi, monitoring maupun pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan. Disamping itu, terdapat kelemahan pada aplikasi penggunaan data hotspot yang berhubungan dengan karakteristik data, standar dan pemrosesan data, sistem distribusi data dan keberlanjutan ketersediaan data. Peningkatan kualitas dapat diupayakan dengan mengadakan cek lapangan, penetapan standar ambang batas dan waktu pengamatan secara internasional, peningkatan kerja sama antar lembaga dalam distribusi data, integrasi sistem penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dan penggunaan alternatif satelit dengan resolusi spasial yang lebih tinggi.

35

36


Download ppt "Menejemen Becana Kebakaran Hutan di Indonesia"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google