Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

KELOMPOK 4 Dina Anita S (11) Murdiningsih D (29) Ixora A (25)

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "KELOMPOK 4 Dina Anita S (11) Murdiningsih D (29) Ixora A (25)"— Transcript presentasi:

1

2 KELOMPOK 4 Dina Anita S (11) Murdiningsih D (29) Ixora A (25)
Lailatul Nur F (26) Rachma Dinar N (34) Rifita Ludfi O (37) Yessi K (49) Yuni Sri A (50) Yuniar Rochmah (51)

3 Dilansir dari jurnal berjudul
“KONSUMSI GIZI DAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR BALITA STUNTING DAN NON STUNTING DI KELURAHAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO” Muwakhidah , Hidayati,L, Meyzaroh, D , Putra,PT Staf pengajar Program studi Gizi Fakultas Universitas Muhamadiyah Surakarta

4 Ada apa dengan STUNTING???

5 ABSTRAK Kejadian stunting merupakan akibat dari asupan makan yang tidak adekuat dalam jangka waktu yang lama, kualitas makan yang tidak baik, meningkatnya angka kesakitan atau gabungan dari semua faktor tersebut. Deteksi dini pada anak-anak sangat penting, karena stunting yang terjadi pada masa anak-anak dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak pada saat dewasa. Manifestasi klinik yang ditimbulkan akibat adanya gangguan perkembangan diantaranya adalah gangguan motorik kasar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan perkembangan motorik kasar antara balita stunting dan non stunting di Kelurahan Kartasura Kecamatan Kartasura Kabupaten sukoharjo. Jenis penelitian bersifat observasional dengan pendekatan yang digunakan adalah crossectional. Jumlah sampel penelitian 35 balita dari masing-masing kelompok sesuai dengan kriteria inklusi. Data status gizi diperoleh melalui pengukuran antropometri. Data Konsumsi zat gizi menggunakan Recall 24 Jam selama 3 hari dan perkembangan motorik kasar balita diperoleh dengan melakukan tes Denver II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan konsumsi gizi baik energi, protein, Fe dan Zn pada balita yang stunting dan non stunting. Pada balita stunting terdapat 2,8% balita dengan perkembangan motorik abnormal, 11,4% balita dengan perkembangan motorik kasar meragukan dan 82,9% balita dengan perkembangan motorik kasar normal. Sedangkan pada balita non stunting diketahui tidak terdapat balita dengan perkembangan motorik kasar abnormal, dan 91,4% balita dengan perkembangan motorik kasar normal.Hasil uji perbedaan perkembangan motorik kasar balita antara balita stunting dan non stunting disimpulkan tidak ada perbedaan perkembangan motorik kasar. Kata kunci : Stunting, Konsumsi gizi, Perkembangan motorik kasar

6 Latar Belakang Berdampak negatif pada masa depan Stunting
Menghambat pertumbuhan Berdampak negatif pada masa depan Stunting Studi menunjukkan bahwa anak pendek sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang buruk. Anak-anak pendek menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang berpendidikan, miskin, kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular. Anak-anak pendek menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang berpendidikan, miskin, kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular. Oleh karena itu, anak pendek merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas, yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang.

7 Menurut Guru Besar Bidang Ilmu Gizi Kesehatan Endang L Achmadi, sebagian orang bertubuh pendek memang ada yang cerdas, namun jumlahnya hanya sedikit. Rata-rata orang yang kurang gizi pertumbuhannya tidak berjalan optimal dan beresiko 9,2278 kali lebih besar memiliki IQ rendah. Dibandingkan anak dengan status gizi normal, anak dengan status gizi rendah mempunyai skor IQ 13 poin lebih rendah secara signifikan, sedangkan anak dengan gizi baik mempunyai skor IQ 10 poin lebih tinggi namun tidak signifikan secara statistik.

8 Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2010 diketahui bahwa 0,51% balita mengalami gizi buruk, dan 3,81% mengalami gizi kurang. Di Kecamatan Kartasura, prevalensi stunting sebesar 24,16% (72 balita dari 300 balita), dan untuk wilayah Kelurahan Kartasura prevalensi gizi buruk sebesar 0,75% dan prevalensi gizi kurang sebesar 3,57%. Kelurahan Kartasura memiliki prevalensi gizi kurang dan gizi buruk yang tertinggi dari 12 Kelurahan yang ada di Kecamatan Kartasura dengan prevalensi sebesar 4,32 %, sehingga Kelurahan Kartasura yang dipilih untuk dijadikan tempat penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perbedaan konsumsi zat gizi dan perkembangan motorik kasar antara balita stunting dan nonstunting di Kelurahan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

9 Materi dan Metode Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional yang akan menjelaskan perbedaan antara perkembangan motorik kasar dan stunting pada balita. Lokasi penelitian : Kelurahan Kartasura Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Cara pengambilan sampel: teknik simple random sampling diambil masing-masing 35 balita dari kelompok stunting dan non stunting. Data konsumsi zat gizi dilakukan dengan metode recall 24 jam selama 3 hari dan perkembangan motorik kasar dengan tes Denver II

10 Hasil dan Pembahasan Berdasarkan Profil Kelurahan Kartasura tahun 2011 diketahui bahwa jumlah penduduk Kelurahan Kartasura sebanyak jiwa. Tingkat pendidikan penduduk di Kelurahan Kartasura adalah sebesar 0,35% tidak tamat SD, sebesar 22,6% tamat SD, tamat SLTP sebesar 40,4%, tamat SLTA sebesar 30,4% dan 6,25% tamat perguruan tinggi. Mata pencaharian penduduk di Kelurahan Kartasura adalah buruh/swasta (71,8%), pedagang (8,67%), tukang kayu (5,16%), penjahit (4,43%), pengrajin (4,33%), pengawai negeri (3,0%), tukang batu (2,19%) dan peternak (0,42%). Berdasarkan data dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk di Kelurahan Kartasura bekerja sebagai buruh/swasta.

11

12

13

14 Hasil penelitian ini tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik, namun prosentase perkembangan motorik kasar normal pada balita non stunting (91,4%) lebih besar dibandingkan dengan balita stunting (82,9%). Prosentase perkembangan motorik kasar abnormal dan meragukan pada balita non stunting (8,6%) lebih kecil dibandingkan dengan balita stunting (17,1%). Hal ini menunjukkan bahwa status gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan motorik kasar anak. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Wantikasari (2011) yang menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar anak usia 1-5 tahun. Penelitian dengan hasil yang sama juga dilakukan oleh Proboningsih (2004) yang menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan perkembangan anak antara anak yang memiliki status gizi kurang dan status gizi normal. Wulandari (2010) juga menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar dan halus anak.

15 Berbeda dengan hasil penelitian Muslim (2007) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan perkembangan motorik kasar antara anak pendek (stunted) dengan anak normal. Sylvia (2010) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa status gizi (BB/U) dan status gizi (TB/U) berhubungan secara bermakna dengan perkembangan motorik kasar balita usia 2- 5 tahun. Perbedaan hasil penelitian ini dapat disebabkan karena peneliti tidak melakukan tes ulangan untuk balita yang memiliki perkembangan motorik kasar meragukan, selain itu keahlian dari tim pelaksana tes Denver II dan keadaan psikologi balita juga sangat berpengaruh pada hasil tes.

16 Kesimpulan Prosentase balita stunting di wilayah Kelurahan Kartasura Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo pada bulan Desember 2011 adalah sebesar 14,3%. Pada balita stunting perkembangan motorik kasar abnormal terdapat 2,8% balita, perkembangan motorik kasar meragukan terdapat 11,4% balita dan untuk perkembangan motorik kasar normal terdapat 82,9% balita. Sedangkan balita nonstunting motorik kasar meragukan terdapat 8,6% balita dan untuk perkembangan motorik kasar normal terdapat 91,4% balita. Terdapat perbedaan tingkat konsumsi zat gizi (Energi, Protein, Fe, Zn, dan vitamin A) pada balita stunting dan non stunting. Tidak terdapat perbedaan perkembangan motorik kasar antara balita stunting dan non stunting.

17 Saran Perlu adanya pengukuran tinggi badan secara rutin dalam kegiatan posyandu, sehingga pertumbuhan balita dapat dipantau. Hal ini dikarenakan masih terdapat balita dengan status gizi stunting. Makanan tambahan untuk balita dengan status gizi kurang perlu diberikan, karena asupan dapat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Meningkatkan pola asuh orang tua dan keaktifan orang tua dalam memberikan stimulasi (rangsangan) kepada balita, agar tidak terdapat balita dengan perkembangan abnormal dan meragukan.

18 Cegah Stunting kini, masa depan cerah menanti

19 Wassalam...


Download ppt "KELOMPOK 4 Dina Anita S (11) Murdiningsih D (29) Ixora A (25)"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google