Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

MIDDLE CLASS SEBAGAI TRANFORMATOR PERILAKU SEKSUAL DAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN (COMMUNITY BASED RESEARCH PADA TOKOH ADAT, TOKOH AGAMA, DAN TOKOH.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "MIDDLE CLASS SEBAGAI TRANFORMATOR PERILAKU SEKSUAL DAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN (COMMUNITY BASED RESEARCH PADA TOKOH ADAT, TOKOH AGAMA, DAN TOKOH."— Transcript presentasi:

1 MIDDLE CLASS SEBAGAI TRANFORMATOR PERILAKU SEKSUAL DAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN (COMMUNITY BASED RESEARCH PADA TOKOH ADAT, TOKOH AGAMA, DAN TOKOH MASYARAKAT DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROPINSI BENGKULU) Oleh Dewi Purnama Sari, M.Pd. (Ketua) Busra Febriyarni, M.Ag. (Anggota) Nurjannah, M.Ag. (Anggota)

2 Latar Belakang Propinsi Bengkulu merupakan salah satu propinsi termiskin di Indonesia dan Kabupaten Rejang Lebong menempati urutan kelima kabupaten termiskin di Propinsi Bengkulu (BPS Propinsi Bengkulu tahun2016) Kasus-kasus dampak dari kemiskinan banyak terjadi di Kabupaten Rejang Lebong seperti kekerasan seksual, perkosaan (inses), kehamilan yang tidak diinginkan, perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, dan kekerasan terhadap perempuan.

3 Latar Belakang Kemiskinan juga menyumbang pada AKI, AKB, dan pernikahan anak. AKI di Propinsi Bengkulu saat ini 307 per 100 ribu kelahiran hidup lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional 303 per 100 ribu kelahiran hidup. Sedangkan AKB 35 per kelahiran hidup. (Dinas Kesehatan Propinsi Bengkulu tahun 2016) Tingginya AKI disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya rendahnya pemahaman masyarakat terutama kaum perempuan tentang isu kesehatan seksual dan reproduksi, hak-hak perempuan dan isu lainnya karena terbatasnya akses perempuan di desa akan informasi dan pendidikan terkait isu tersebut.

4 Isu Aktual Kekerasan seksual, perkosaan dan inses mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Korban kekerasan seksual yang mengalami KTD terus meningkat setiap tahun. Cahaya Perempuan WCC Bengkulu mencatat pada tahun 2012 (6 dari 45 kasus mengalami KTD), tahun (3 dari 37 kasus mengalami KTD), dan tahun 2014 (5 dari 21 kasus mengalami KTD. (Penelitian WCC Propinsi Bengkulu tahun 2014) Di Kabupaten Rejang Lebong sendiri mengatasi KTD masih belum berpihak kepada perempuan, salah satunya melalui upaya perdamaian dengan menikahkan korban dengan pelaku atau dengan laki-laki lain yang dicarikan. Tapi bagaimana dengan kasus inses? Ada juga dengan melakukan aborsi yang tidak aman seperti meminum jus nenas, air tape, makan durian berlebihan, mengkonsumsi obat, meloncat dari pohon, bahkan ada yang meluncur di lantai yang disirami busa sabun.

5 Isu Aktual KTD juga turut menyumbang pada meningkatnya perkawinan anak dan kasus perceraian. Di Propinsi Bengkulu mencapai 8% dari jumlah anak atau 12,11% dari jumlah penduduk. (BKKBN Propinsi Bengkulu tahun 2015). Sementara kasus perceraian terus mengalami peningkatan. Tahun 2011 (1282 kasus), 2012 (1447kasus), 2012 (1605 kasus), 2014 (1712 kasus). Dari total permohonan yang masuk ke PA, 65% gugatan cerai datang dari pihak isteri. (PA Propinsi Bengkulu tahun 2015) Meningkatnya kasus perceraian disebabkan oleh banyak faktor, tertinggi karena KDRT. KDRT terjadi karena himpitan ekonomi, kematangan usia, tingkat pendidikan yang rendah, tidak cukup mengenali pribadi pasangan, serta ketidaktahuan akan sanksi tindakan kekerasan. Menikahkan perempuan korban dengan pelaku atau dengan laki-laki lain yang dicarikan jelas memicu KDRT.

6 Isu Aktual Rata-rata masyarakat Kabupaten Rejang Lebong bersikap acuh tak acuh terhadap permasalahan tersebut terutama permasalahan KDRT. Mereka menganggap itu adalah permasalahan keluarga dan takut dianggap ikut campur dalam permasalahan rumah tangga orang lain. Begitupun sebaliknya, keluarga yang menjadi korban merasa malu menceritakan permasalahan kekerasan yang dialami karena menganggap menceritakan aib sendiri adalah hal yang tidak baik. Pemahaman masyarakat Rejang Lebong menghadapi permasalahan tersebut perlu dirubah. Dan kelompok yang bisa diberdayakan untuk merubah pemahaman tersebut adalah masyarakat kelas menengah (middle class) seperti tokoh adat, tokoh agama, serta tokoh masyarakat. Mereka memiliki pendidikan yang cukup tinggi, berpengetahuan, berwawasan, memiliki kedudukan serta kewenangan dalam masyarakat. Mereka juga adalah kelompok yang paling sering berinteraksi dengan masyarakat dan sering ikut berperan dalam penyelesaian masalah-masalah yang terjadi di masyarakat.

7 Basis Teori Kekerasan Seksual (efek kekerasan seksual pada anak dapat menimbulkan kerusakan fisik dan kerusakan psikologis) Kekerasan terhadap Perempuan (jenis kekerasan yang dialami isteri dalam rumah tangga tidak hanya kekerasan fisik tapi juga kekerasan psikologis. KDRT terjadi tak lepas dari faktor budaya patriarki) Masyarakat kelas menengah (middle class) indikator secara kualitatif dilihat dari tingkat pendidikan, akses pada layanan kesehatan, pekerjaan, faktor psikografis seperti tingkat wawasan pengetahun, investasi, kesadaran partisipasi politik, seperti kaum akademisi, kaum cendekiawan, reformis, intelektual, para pengusaha muda, pengacara, tokoh politik, aktifis lsm, para juru dakwah, dan sejenisnya.

8 Strategi Aksi Mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan middle class (terdiri dari tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat di setiap kecamatan) Mendampingi middle class membentuk kelompok berbasis komunitas di tingkat desa/kelurahan terutama yang berpotensi mengalami kekerasan Bersama middle class menyelenggarakan pendidikan kader kepada kelompok berbasis komunitas Bersama middle class mendorong kelompok berbasis komunitas berperan aktif mengidentifikasi keluarga yang berpotensi mengalami kekerasan kemudian melakukan pendampingan Bersama middle class mendorong kelompok berbasis komunitas berperan aktif dalam musrenbangdes

9 Menyampaikan usul program desa yang berpihak pada perempuan dan anak
Menyampaikan usul ada alokasi dana desa untuk kegiatan yang berpihak pada perempuan dan penanganan kasus kekerasan Menyampaikan usul ada aturan di tingkat desa yang dapat mencegah kekerasan dan sanksi bagi pelaku baik sanksi hukum maupun sanksi sosial Bersama middle class mengadakan hearing dengan DPRD, PEMDA, dan SKPD terkait

10 Sharing Knowledge Publikasi hasil pengabdian dilakukan melalui :
Artikel yang dimuat dalam jurnal nasional terakreditasi Buku yang didistribusikan kepada pihak terkait dan lembaga lain yang konsen pada bidang yang sama (misalnya Buku Panduan untuk Perlindungan dan Pemenuhan HKSR) Poster yang dipajang di tempat-tempat kegiatan yang membahas masalah perempuan seperti seminar, workshop, talk show, dll


Download ppt "MIDDLE CLASS SEBAGAI TRANFORMATOR PERILAKU SEKSUAL DAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN (COMMUNITY BASED RESEARCH PADA TOKOH ADAT, TOKOH AGAMA, DAN TOKOH."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google