Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

RESEPTOR INTI SEBAGAI TARGET AKSI OBAT

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "RESEPTOR INTI SEBAGAI TARGET AKSI OBAT"— Transcript presentasi:

1 RESEPTOR INTI SEBAGAI TARGET AKSI OBAT
C.10 RESEPTOR INTI SEBAGAI TARGET AKSI OBAT ANDI NURHARISMA BAHAR RAFIKA TOBIS ZAKYAH DRAJAT ANDI PURNAMA SARI

2 Reseptor PPAR Reseptor Estrogen
Regulasi transkripsi DNA dilakukan oleh keluarga reseptor yang disebut reseptor inti atau nuclear reseptor, dimana reseptor ini memiliki dua tampat ikatan, yaitu tempat ikatan dengan hormon/ligan dan tempat ikatan dengan bagian spesifik DNA yang dapat secara langsung mengaktifkan transkripsi gen. Ada tiga macam reseptor sebagai contoh reseptor intraseluler atau reseptor inti : Reseptor Glukokortikoid Reseptor PPAR Reseptor Estrogen

3 RESEPTOR GLUKOKORTIKOID
Reseptor glukokortikoid adalah protein yang sebagian besar berada di dalam sitoplasma (90% di sitiplasma, 10% di nukleus) dan dapat berikatan dengan hormone/ligan yang bersifat lipofilik. Pad kondisi basal, reseptor glukokortikoid (GR) berada di sitoplasma dalam bentuk kompleks bersama dengan protein chaperon-nya, yaitu heat schock protein Hsp90 (bisa dilihat pada gambar).

4

5 Aksi senyawa glukokortikoid sangat luas karena mempengaruhi sebagian besar sel tubuh, antara lain:
Menstimulasi glukoneogenesis Memiliki efek katabolisme protein pada jaringan ikat, otot, lemak, dan kulit sehingga dapat menghambat pertumbuhan pada anak-anak; Memicu apoptosis dan mengurangi survival, diferensiasi dan proliferasi berbagai sel-sel inflamatori, termasuk limfosit dan makrofag, menghambat fungsi leukosit dan makrofag sehingga memberikan efek imunosupresan; Memiliki efek anti inflamasi.

6 Ada dua jalur mekanisme aksi glukokortikoid, yaitu : 1
Ada dua jalur mekanisme aksi glukokortikoid, yaitu : 1. Jalur genomic, glukokortikoid akan berikatan dengan reseptornya yang ada di dalam sel yang kemudian memodulasi transkripsi gen dan sintesis protein. 2. Jalur non-genomik, aktivitasnya tidak di dalam inti, tetapi pada sitosol dengan melibatkan berbagai protein intraseluler.

7 Adanya aktivitas genomic, yaitu transaktivasi dan transrepresi beserta efeknya dapat dilihat pada gambar Aktivitas genomic glukokortikoid pada reseptornya melibatkan transsaktivitas dan transresepsi, yang dapat meningkatkan sintesis protein – protein anti inflamasi dan menekan sintesis protein proinflamasi. Ini merupakan mekanisme aksi obat golongan glukortikoid sebagai antiinflamasi dan imunosupresan.

8 Dengan menkanismenya itu, obat kortikosteroid memiliki kegunaan terapeutik yang luas, antara lain sebagai antiinflamasi pada berbagai penyakit antiinflamasi kronis maupun penyakit autoimun, seperti lupus eritematosus, arthritis rematoid, sindrom nefrotik, dan berbagai penyakit alergi, termasuk asma. Selain itu, kortikosteroid juga dapat digunakan sebagai obat imonusupresan pada pasien pascatransplantasi organ. Dengan mekanisme itu pula, efek asmaping kortokosteroid juga ckup luas, antara lain osteoporosis, moon face, hiperglikemia, gangguan lambung, dan penurunan daya tahan tubuh. Khusus untuk efek samping dari osteoporosis, diduga hal ini karena kostikosteroid menstmulasi pembentukan osteoklas dengan cara menghambat sintesis osteoprotegerin. Efek-efek tersebut dapat bervariasi, tergantung potensi obatnya. Tabel menyajikan perbandingan sifat obat golongan glukokortikoid.

9

10 PEROXISOME PROLIFERATORS-ACTIVATED RECEPTORS (PPAR)
Peroxisome proliferators-activated receptors atau PPAR, dinamakan demikian karena reseptor ini diaktifkan oleh suatu ligan yang dapat menginduksi proliferasi peroxisome di hepar, suatu organel yang terlibat dalam oksidasi asam lemak. Ligan tersebut adalah golongan fibrat, suatu senyawa yang berefek hipolipidemik dan ditentukan pertama kali pada tahun 1990 oleh Isseman dan Green. Reseptor ini terdiri atas tiga subtipe (α,β atau δ, dan γ)

11 Jika PPAR berikatan dengan ligannya, baik alami maupun sintetik, reseptor menjadi teraktivasi dan mengikat suatu hormon respons elemen yang disebut peroxisome proliferative response elements (PPRE) yang spesifik bagi reseptor ini. Setelah kompleks berikatan dengan suatu ko-aktivator, ia akan aktif mengatur transkripsi gen yang kemudian akan menghasilkan efek-efek biologis tertentu. Beberapa protein yang telah teridentifikasi sebagai ko-aktivator bagi reseptor PPAR antara lin CREB binding protein (CBP), P300, steroid receptor coactivator (SRC-1), sedangkan contoh ko-represor adalah SMRT (silencing mediator for retinoid and thyroid hormone receptor). Mekanisme aktivasinya secara sederhana dapat dilihat pada Gambar

12

13 PPARα merupakan target aksi bagi obat-obat golongan fibrat, yaitu suatu golongan obat penurun kolesterol, seperti klofibrat dan gemfibrozil, sedangkan PPARγ ditemukan dapat menjadi target obat- obat golongan tiazolidindion, suatu obat antidiabetes yang bekerja meningkatkan sensitivitas insulin. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa selain berperan dalam metabolisme lemak dan diferensiasi sel adiposa, aktivasi PPARγ juga dapat meningkatkan sensitivitas insilin. Bebrapa obat antidiabetes yang beraksi pada PPARγ yang telah dikembangkan adalah golongan tiazolidindion atau disebut juga glitazon, antara lain troglitazon, pioglitazon, siglitazon, dan resiglitazon.

14 RESEPTOR ESTROGEN Reseptor estrogen adalah salah satu anggota reseptor inti yang memperantai aksi hormon estrogen d dalam tubuh. estrogen sendiri, melalui ikatan dengan reseptornya , bekerja meregulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel sistem reproduksi baik pada pria maupun wanita. Estrogen juga berpotensi mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler dengan meningkatkan kadar kolestrol HDL dan menurunkan LDL, Estrogen juga memiliki peran penting pada perkembangan otak, penyakit autoimun, dan metabolisme tulang. akan tetapi di sisi lain, estrogen juga dapa memicu pertumbuhan, poliferase dan metastase kanker payudara.

15 DISTRIBUSI DAN FUNGSI RESEPTOR ESTROGEN
Reseptor estrogen terdiri atas dua subtipe, yaitu reseptor estrogen ᾱ (ER) dan reseptor estrogen ẞ (ER). Keduanya sama-sama bisa berikatan dengan estrogen maupun dengan agonis dan antagonisnya, tetapi mereka berbeda dalam hal lokalisasi dan konsentrasinya di dalam tubuh, seperti terlihat dalam skema berikut ini

16

17 Molekul reseptor estrogen memiliki tiga tempat ikatan spesifik, yaitu terhadap ligan yang disebut ligan binding domain (LBD) atau disebut juga AF-2, terhadap growt factor (disebut AF-1) dan terhadap DNA yang disebut DNA-binding domain (DBD). Jika suatu reseptor estrogen beriktan dengan ligannya, akan terjadi perubahan konformasi reseptor yang memungkinkan berikatan dengan ko-aktivator. Kompleks estrogen reseptornya kemudian akan berikatan dengan ERE yang terletak di dekat gen yang akan dikontrol transkripsinya. Setelah berikatan dengan ERE, kompleks tersebut akan berikatan dengan suatu protein ko-aktivator dan mengaktifkan factor transkripsi. Aktivasi transkripsi gen tadi akan menghasilkan mRNA yang mengarahkan pada sintesis protein tertentu yang kemudian memengaruhi berbagai fungsi sel, tergantung sel targetnya.

18 Pada sel – sel jaringan reproduksi, aktivasi reseptor estrogen akan meregulasi ekspresi gen dan protein yang terkait dengan proliferasi dan diferensiasi sel seperti growth factor (TGFᾱ dan TGFẞ), protein BRCA2, p53, protooncogene seperti c-myc, c-fos, Her-2/neu, cyclins, dan lain –lain. Pada kehamilan, estrogen membantu menjaga kehamilan, perkembangan, dan pematangan janin, namun dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara dan rahim. Pada sel liver, estrogen meng-up- regulasi ekspresi apolipoprotein yang berhubungan dengan peningkatan HDL dan penurunan LDL. Pada jaringan tulang, estrogen berefek menjaga kepadatan tulang, secara fisiologis homeostatis tulang di jaga oleh adanya osteoklast dan pembentukan tulang oleh osteoblas. Dimana aktifitas reseptor estrogen dapat meningkatkan sintesis osteoprotogerin yang dihasilkan oleh osteoblas, yang akan mengikat RANKL. Selain itu estrogen juga meningkatkan ekspresi tumor growt factor ẞ yang akan memicu apoptosis osteoklas, mekanisme ini dapat mengurangi jumlah osteoklas sehingga pada gilirannya akan mencegah resorpsi tulang.

19 Ligan pada Reseptor Estrogen
Ligan yang mengikat reseptor estrogen dan berkompetisi dengan estrogen untuk berikatan dengan reseptornya disebut SERMs (Selective Estrogen Receptor Modulators). Konsep SERM didasarkan pada kemampuan ligan tersebut memicu interaksi antara reseptor estrogen dengan protein – protein yang berbeda, yaitu apakah suatu ko-aktivator atau ko- represor. Suatu ligan bisa menjadi agonis pada suatu jaringan dan menjadi antagonis pada jaringan yang lain. Suatu SERM tertentu juga dapat memiliki afinitas yang berbeda . contohnya adalah tamoksifen. SERM lain yang sudah dikembangkan dan disetujui hingga saat ini untuk pengobatan kanker payudara antara lain fulvestrant (Faslodex) dan toremifen (Fareston).

20 Peranan reseptor estrogen pada resorpsi tulang juga mengarah pada pengembangan SERM sebagai obat untuk mencegah dan mengatasi osteoporosis, terutama pada wanita yang mengalami menopause. Obat yang disetujui FDA untuk osteoporosis adalah raloksifen (Evista). SERM lain yang dikembangkan adalah bazedoksifen. Obat yang lebih baru yaitu lasofoksifen (Fablyn) yang mengalami perkembangan sebagai obat kanker payudara dan hiperkolesterolemia. SERM lain yang sudah dikembangkan antara lain klomifen untuk mengatasi infertilitas atau gangguan ovulasi.

21 SEKIAN TERIMA KASIH


Download ppt "RESEPTOR INTI SEBAGAI TARGET AKSI OBAT"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google