Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

ANALISIS PUTUSAN PTUN No. 71/G

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "ANALISIS PUTUSAN PTUN No. 71/G"— Transcript presentasi:

1 ANALISIS PUTUSAN PTUN No. 71/G
ANALISIS PUTUSAN PTUN No. 71/G.TUN/2001/PTUN-JKT Tentang KASUS KAPAS TRANSGENIK anggota Kelompok: Anggi Maisarah Andy Setyadi Catur Nugraheni Faza Luna Lestari Lestari Hotmaida Sianturi Lewinda Oletta Maria Grace

2 Latar Belakang Kapas transgenik merupakan hasil bioteknologi di bidang perkapasan yang memiliki beberapa keunggulan di antaranya produksinya tinggi, tahan terhadap hama utama, dan menghemat biaya pemeliharaan. Pendapat kelompok masyarakat yang pro dan kontra meyakini tanaman kapas transgenik memiliki manfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk, tetapi hal tersebut belum teruji, apakah lebih besar manfaatnya atau kerugiannya.

3 Kasus Posisi Kasus ini terjadi antara koalisi ORNOP untuk keamanan Hayati dan Pangan (ICEL, YLKI, Biotani Indonesia, YLKSS di Makassar, LPPM di Makassar dan KONPHALINDO) yang selanjutnya disebut sebagai para penggugat, melawan Menteri Pertanian R. I., PT. Monagro Kimia, juga Syarifuddin, dkk. Pihak Penggugat menuntut pembatalan SK pelepasan produk kapas transgenik Bt, karena penerbitan SK tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di antaranya karena tidak disertai Amdal padahal budidaya kapas transgenik termasuk usaha yang berdampak penting

4 Hak Gugat PARA Penggugat
ICEL YLKI YLKSS KONPHALINDO BIOTANI INDONESIA YLPPM (Yayasan Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Masyarakat) SIAPA SAJA YANG BERHAK MENGGUGAT KASUS TERSEBUT?

5 Pasal 53 (1) UU No. 5 tahun 1986 ttg PTUN : seseorang atau badan hukum perdata yang kepentingannya dirugikan atas suatu Keputusan TUN berhak mengajukan gugatan (penerbitan, pencabutan/pembatalan KTUN). Apakah semua organisasi (Penggugat) mempunyai kepentingan? Lihatlah ketentuan Pasal 38 UU No. 23 Tahun ttg PPLH: organisasi yang berhak mengajukan gugatan berkaitan dengan lingkungan hidup syaratnya limitatif (badan hukum atau yayasan, AD menyebutkan tujuan utk pelestarian LH, melaksanakan kegiatan sesuai AD)

6 Lembaga yang memiliki Hak Gugat tersebut adalah : - ICEL - KONPHALINDO
pasal 53 ayat (1) UU No. 5 tahun 1986 ttg PTUN jo. Pasal 38 UU No. 23 Tahun 1997 ttg PPLH Lembaga yang memiliki Hak Gugat tersebut adalah : - ICEL - KONPHALINDO - Biotani Indonesia. Sedangkan lembaga yang tidak memiliki hak gugat adalah : - YLKI - YLKSS - YLPPM (Yayasan Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Masyarakat).

7 Pendapat Para Pihak dan Hakim Mengenai Hubungan Amdal, Risk Assessment, dan Precautionary Principle
Usaha dan/atau kegiatan introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik”, harus didahului dengan pelaksanaan proses Amdal Dasar Hukum: Pasal 6 ayat (1) UU 23/1997 ttg PPLH Pasal 14 UU 23 Tahun ttg PPLH Pasal 15 UU 23 Tahun 1997 ttg PPLH Pasal 3 PPNo. 27 Tahun 1999 ttg AMDAL Pasal 7 PPNo. 27 Tahun 1999 ttg AMDAL Pasal 33 PPNo. 27 Tahun 1999 ttg AMDAL

8 Eviromental Risk Assesment (ERA)
Dasar Hukum: pasal 47 UU No. 32 Tahun 2009 Dalam UU 23 Tahun 1997 mengenai ERA ini tidak disebutkan secara eksplisit. Penerbitan SK ini dengan alasan in litis kurang memperhatikan analisa ERA terhadap resiko yang akan terjadi apabila SK ini diterbitkan walaupun dalam jangka waktu sementara. ERA dibagi dalam empat tahapan 1. Identifikasi bahaya atau risiko; 2. Melakukan penilaian terbuka; 3. Menghasilkan penilaian pengaruh atau dampak; dan 4. Mengklasifikasikan karakteristik dari pengaruh atau dampak tersebut. (D.A. Andow and Claudia Zwahlen, Assessing Environmental Risks of Transgenic Plants, Vol.9 (USA: Ecology Letters, 2006), p. 197.)

9 Precautionary Principle
ditegaskan dalam Prinsip 15 Rio Declaration (1992) Berdasarkan UU 23/1997 dan UU 32/2009 ttg PPLH Precautionary Principle diwujudkan dengan wajib ADMDAL atau UKL-UPL untuk syarat izin lingkungan dan syarat izin usaha Precautionary Principle

10 dilihat dari tujuannya untuk menganalisa/mengidentifikasi risiko lingkungan
ERA adalah kegiatan lanjut/tindakan nyata pelaksanaan dari Amdal. Sehingga untuk membuat ERA haruslah dengan adanya Amdal terlebih dahulu, karena ERA berpedoman pada Amdal itu sendiri. Karena itulah prinsip kehati-hatian dengan Amdal dan ERA saling berkaitan satu sama lain. (Muhammad Erwin, Hukum Lingkungan dalam Sistem Kebijakan Pembangunan Lingkungan Hidup (Bandung: PT. Refika Aditama, 2008), hal 108.)

11 Dalil Para penggugat mengenai Amdal, ERA dan precautionary principle
pelepasan izin bagi produk transgenik tanpa melalui pelaksanaan proses Amdal, maka akan mengganggu optimalisasi upaya penerapan Prinsip Kehati-hatian (Precautionary Principle). mengakibatkan menurunnya partisipasi masyarakat dan berkurangnya kemampuan pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati serta daya dukung lingkungan. Menurut kami Penggugat secara jelas menyatakan seharusnya Tergugat mewajibkan PT. Monagro Kimia melakukan Amdal sebelum memproduksi Kapas transgenik BOLLGARD (Sesuai Pasal 3 (1) PP 27/1999)

12 Menurut Kami: Pihak tergugat disini keliru dalam memahami prinsip kehati-hatian, dengan alasan pelepasan Produk Kapas Bt secara terbatas itu sudah memenuhi prinsip kehati-hatian. Padahal bukankah itu tidak menjadi alasan untuk tidak adanya resiko sama sekali terhadap lingkunga dan kesehatan manusia? Karena hal ini belum pasti, maka di sinilah letak kewajiban Amdal dan ERA untuk menganalisis kemungkinan resiko yang ditimbulkan produk Kapas Bt. (POIN PENTING PRINSIP KEHATI-HATIAN)

13 pihak tergugat belum menyuruh PT
pihak tergugat belum menyuruh PT. Monagro Kimia untuk melaksanakan risk assessment, Amdal juga tidak ada. Walaupun pihak tergugat menyatakan bahwa pelepasan terbatas dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Bersama 4 Menteri, Amdal dan risk assessment adalah berbeda dengan keputusan tersebut. Belum adanya petunjuk teknis pelaksanaan Amdal menurut kami bukan alasan untuk tidak disyaratkannya Amdal dan risk assessment sebagai wujud penerapan precautionary principle.

14 Majelis Hakim memutuskan bahwa para penggugat mempunyai hak untuk mengajukan gugatan demi kepentingan lingkungan, tetapi menolak pokok perkara yang diajukan oleh Penggugat Majelis hakim menganggap bahwa SK 107/2001 adalah untuk keperluan uji coba, sehingga mereka memutuskan pelepasan kapas transgenik tidak wajib Amdal, dan SK 107/2001 justru mencerminkan sikap kehati-hatian dari Menteri Pertanian, sebelum melepas kapas transgenik di areal yang lebih luas lagi.

15 Menurut Kami: putusan Majelis Hakim kurang tepat karena telah keliru dalam memahami tentang kapas transgenik yang merupakan produk rekayasa genetika tersebut. Majelis Hakim hanya mempertimbangkan dari sisi bukti-bukti Tergugat dan tidak melihat pada kenyataan. (meskipun belum terlihat dampak negatifnya terhadap lingkungan, tapi suatu saat pasti tetap ada)

16 Terlihat hakim tidak hati-hati dalam mengambil keputusan karena melihat saat kasus terjadi belum ada dampak negatifnya sehingga pelepasan Kapas Bt diperbolehkan, namun jika terbukti kedepannya ada dampak negatif maka baru diwajibkan Amdal KERAGUAN => WAJIB AMDAL dan Risk assessment

17 Wolfenbarger and Phifer, 2000:
Pandangan para pihak melihat keamanan produk kapas transgenik, yang termasuk pest/insect resistant crops (Bt) Wolfenbarger and Phifer, 2000: sulit untuk memprediksi resiko lingkungan yang ditimbulkan oleh adanya tanaman transgenik karena terikat ruang dan waktu. Karena kesulitan menentukan kapan terjadi dampak negatif maka perlu diadakan ERA.

18 Pandangan Resiko Kapas Trasngenik-Bt terhadap Organisme Non-Target
penelitian Hilbeck dkk tahun 1998: dikira bahwa racun Cry1Ab ini hanya akan mematikan hama Lepidoptera ternyata menjadi racun pula bagi C. Carnea yang diberi makan mangsa yang telah memakan jagung Bt. TERJADI KEKHAWATIRAN punahnya Kupu-kupu Monarch ANALOGI bahwa kapas Bt ini juga bisa berefek pada organisme bukan sasaran karena sama-sama disisipi gen Bt. Perhimpunan Entomologi Indonesia tahun 2006: Belum ada dampak negatif adanya kapas Bt di Sulawesi Selatan terhadap organisme non-target, namun untuk jangka panjang tetap harus dilakukan penelitian, karena kemungkinan efek residu Cry1A bagi organisme tanah tetap ada. (Pendapat Penggugat lebih beralasan)

19 Pandangan Resiko Peralihan Gen pada tanaman Lain
Secara alami tanaman kapas bersifat self pollination (penyerbukan sendiri) dan hanya sekitar 2% yang melalui penyerbukan silang dengan perantara angin dan serangga antara lain bumble bees dan honey bees (Canadian Food Inspection Decision Document, Decision Document No , 1999) kemungkinan penyerbukan silang antara kapas transgenik Bollgard dengan spesies liarnya di Indonesia tidak mungkin terjadi, karena berbedanya jumlah ploidi dari kapas yang dibudidayakan dengan spesies liar dan tidak samanya letak georafis dari spesies kapas liar Gossypium tomentosum yang terdapat di Hawai (Mosanto, 2001) (Bantahan Tergugat Lebih Beralasan)

20 Pandangan Resiko Kapas Transgenik-Bt terhadap Timbulnya Hama Resisten
Perhimpunan Entomologi Indonesia: penanaman kapas Bt secara terus-menerus dan dalam area yang luas dapat mengakibatkan berkembangnya ras hama yang resisten terhadap racun Bt dengan cepat. Sebagai contoh ras YHD2 Heliothis virescens yang diberi pakan yang mengandung Cry1Ac selama lebih dari 30 generasi menimbulkan resistensi sekitar kali (Jenkin, 1999) Tergugat menentang hal ini dengan alasan “pelepasan kapas Bt secara terbatas” akumulasi dari keberadaan produk kapas transgenik yang terjadi dalam waktu yang lama ini dapat menimbulkan hama resisten. Jadi produk kapas Bt ini tetap beresiko. Para petani kembali memerlukan pestisida extra untuk membunuh hama super resisten.

21 Pandangan Resiko Kapas Transgenik-Bt terhadap Kesehatan Manusia
munculnya alergen baru pada konsumen pangan hasil rekayasa/transgenik ini. Misalnya terdapat beberapa orang yang alergi terhadap kedelai transgenik. (Dwi Andreas Santosa, “Analisis Resiko Lingkungan Tanaman Transgenik”, (Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, Oktober 2000) Memang untuk resiko dari produk kapas Bt belum ada, tapi tidak menutup kemungkinan dalam jangka waktu yang lama dapat pula menimbulkan resiko kesehatan manusia.

22 Pandangan Resiko Kapas Transgenik-Bt terhadap Keanekaragaman Hayati
resiko tanaman transgenik terhadap keanekaragaman hayati maka dimungkinkan para spesies tanaman transgenik yang masih dalam jangkauan geografisnya membentuk populasi liar dan berhibridisasi dengan kerabat liar dari tanaman transgenik, sehingga menimbulkan serangan terhadap spesies lain yang minoritas. (Godfree dkk, Van Frankenhuizen & Beardmore, Watrud dkk pada tahun 2004)

23 Kesimpulan: Pendapat para Penggugat yang mewajibkan adanya Amdal atas pelepasan produk Kapas Bt ini benar karena bagaimanapun juga kapas Bt ini tetap dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan manusia. pendapat para Tergugat bahwa belum adanya bukti resiko yang ada maka belum diwajibkan Amdal ini tidak logis, dan tidak memenuhi kaidah ilmiah. Pihak Tergugat lebih menekankan pada aspek sosial dan ekonomis masyarakat pada jangka pendek.

24 Pendapat Hakim Atas Persoalan Keamanan Serta Ketepatan Pendapat Hakim mengenai Keamanan Produk Kapas Transgenik sepertinya majelis hakim terlalu berkonsentrasi dengan akibat-akibat yang secara faktual benar-benar terjadi dan bukannya berdasarkan kemungkinan- kemungkinan yang akan terjadi. Majelis hakim lalai untuk memasukkan pertimbangan mengenai prinsip kehati-hatian yang seharusnya tidak diabaikan oleh tergugat Seharusnya hakim memperhatikan upaya Environmental Risk Assessment bagi tergugat dilakukan untuk uji daya atau uji adaptasi bukan untuk uji terhadap kerusakan lingkungan, terhadap perubahan gen tanaman lain, atau aman tidaknya produk tersebut bagi manusia, seperti yang sebenarnya ditekankan dalam dalil-dalil yang diungkapkan oleh para para Penggugat.


Download ppt "ANALISIS PUTUSAN PTUN No. 71/G"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google