Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

LALULINTAS DAN SISTEM TRANSPORTASI

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "LALULINTAS DAN SISTEM TRANSPORTASI"— Transcript presentasi:

1 LALULINTAS DAN SISTEM TRANSPORTASI

2 MANAJEMAN LALU LINTAS Pasal 2 PP 43/93 tentang manajemen lalu lintas meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian lalu lintas. Manajemen lalu lintas bertujuan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas, antara lain Usaha peningkatan kapasitas ruas jalan, persimpangan, dan/atau jaringan jalan; Pemberian prioritas bagi jenis kendaraan atau pemakai jalan tertentu; Penyesuaian antara permintaan perjalanan dengan tingkat pelayanan tertentu dengan mempertimbangkan keterpaduan intra dan antar moda; Penetapan sirkulasi lalu lintas, larangan dan atau perintah bagi pemakai jalan.

3 PERATURAN-PERATURAN JALAN SECARA UMUM
Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Jalan (umum) mempunyai suatu sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki Jalan Khusus adalah jalan selain dari jalan umum (jalan yang tidak diperuntukkan bagi lalu lintas umum), seperti jalan perkebunan, jalan pertambangan, dan jalan inspeksi pengairan

4 MENURUT PERANAN PELAYANAN JASA DISTRIBUSINYA, SISTEM JARINGAN JALAN
Sistem jaringan jalan primer yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang berwujud kota Kota Jenjang I Jenjang II Jenjang III Persil Arteri Lokal Kolektor -

5 Sistem jaringan jalan sekunder yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kota Kawasan Primer Sekunder I Sekunder II Sekunder III Peru mahan Arteri Lokal - Kolektor Kolktor ToKolektor Perumahan

6 UNSUR‑UNSUR JARINGAN TRANSPORTASI JALAN SIMPUL
terminal transportasi jalan ruang kegiatan berupa kawasan pemukiman, industri, pertambangan, pariwisata, dan sebagainya, ruang lalu lintas berupa jalan, jembatan ataupun lintas penyeberangan

7 PENGELOMPOKAN JALAN BERDASARKAN PERANNYA
Jalan Arteri yaitu jalan yang melayani angkutan jarak jauh, dengan kecepatan rata‑rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien Jalan Kolektor yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpulan dan pembagian dengan ciri‑ciri merupakan perjalanan jarak sedang, dengan kecepatan rata‑rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi Jalan Lokal, yaltu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri‑ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata‑ratanya rendah dengan jumlah jalan masuk tidak dibatasi

8 PP No. 43 tahun 1993 tentang prasarana dan UULLAJ No
PP No. 43 tahun 1993 tentang prasarana dan UULLAJ No. 14/1992 yang merupakan peraturan pelaksanaan dari pembagian kelas adalah Jalan arteri (Kelas I); dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran panjang tidak melebihi mm dan muatan sumbu terberat yang diijinkan lebih besar dari 10 ton Jalan arteri (Kelas II); dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran panjang tidak melebihi mm dan muatan sumbu terberat diijinkan 10 ton

9 Jalan kolektor (Kelas IIIA); dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran panjang tidak melebihi mm dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton Jalan kolektor (Kelas IIIB); dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran panjang tidak melebihi mm dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton Jalan kolektor (Kelas IIIC); dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9000 mm dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton

10 Menurut status dan wewenang pembinaannya, jalan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Jalan Nasional Jalan Kabupaten/Kotamadya Jalan Desa Jalan Khusus

11 PRASARANA JALAN BIDANG TRANSPORTASI

12 JARINGAN JALAN Penataan jaringan jalan prasarana lingkungan permukiman harus terencana dan teratur dengan hirarki yang berjenjang di daerah perkotaan, memungkinkan adanya keterpaduan sistem jaringan jalan untuk angkutan perkotaan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, dan massal, dengan sistem jaringan jalan lingkungan yang menampung jasa berbagai moda angkutan berkecepatan sedang untuk mobilitas manusia dan/atau barang di daerah perdesaan memungkinkan adanya pengembangan keterpaduan sistem jaringan jalan untuk angkutan antar desa dengan sistem jaringan jalan angkutan intra desa

13 SISTEM JARINGAN PRIMER
Menurut ketentuan tata ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional yang menghubungkan secara menerus PKN, PKW PKL dibawahnya sampai ke persil di dalam suatu kesatuan wilayah pengembangan dan menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota lain jenjang ke satu antar satuah wilayah pengembangan Berdasarkan pengelompokan jalan menurut peranannya, jaringan jalan primer dibagi menjadi : Arteri primer; jalan yang menghubungkan secara efisien antar Pusat Kegiatan Nasional (PKN) atau antara PKN dengan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Kolektor primer; jalan yang menghubungkan secara efisien antara Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dengan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) atau antar PKW

14 Lokal Primer Arteri Primer Persil PKN PKN Arteri Primer Lokal Primer Kolektor Primer PKW PKW Persil Kolektor Primer Lokal Primer PKL PKL Lokal primer; menghubungkan PKN dengan persil atau menghubungkan PKW dengan persil atau menghubungkan PKL dengan PKL, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang di bawah, kota jenjang ketiga dengan persil atau dibawah kota jenjang ketiga sampai persil

15 SISTEM JARINGAN SEKUNDER
Disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, sekunder, sekunder kedua, sekunder ketiga dan seterusnya sampai perumahan Berdasarkan pengelompokan jalan menurut perannya, jaringan jalan sekunder terbagi atas Arteri sekunder; menghubungkan kawasan primer dan kawasan sekunder I atau menghubungkan kawasan sekunder I dengan kawasan sekunder I atau menghubungkan kawasan sekunder I dengan kawasan sekunder II

16 Kolektor sekunder; menghubungkan kawasan sekunder, kedua dengan kawasan sekunder II, atau menghubungkan kawasan sekunder II dengan kawasan sekunder III Lokal sekunder; menghubungkan kawasan sekunder I dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder dengan perumahan, dengan sekunder III dan seterusnya sampai perumahan

17 SISTEM JARINGAN JALAN PERUMAHAN
Jalan lokal sekunder di perumahan dibagi ke dalam 4 bagian Jalan lokal sekunder I; merupakan jalan poros perumahan yang menghubungkan antara jalan kolektor dan atau pusat aktifitas di perumahan dgn berkapasitas jalan yang dapat melayani jumlah kendaraan yang relatif besar yaitu antara kendaraan/hari. Jalan lokal sekunder II; menghubungkan akses menuju jalan lokal III dan menghubungkan aktivitas atau menuju jalan yang lebih tinggi hirarkinya. Jalan lokal II dapat berbentuk loop yang menghubungkan satu jalan kolektor atau jalan arteri pada dua titik atau dapat juga berbentuk jalan lurus yang menghubungkan lalulintas antara jalan kolektor atau jalan arteri. Jalan lokal II mempunyai kapasitas kendaraan/hari.

18 Jalan lokal sekunder III; fungsi utama dari jalan in adalah menghubungkan lalulintas dari dan menuju persil jalan lainnya dalam perumahan. Jalan lokal III tidak memberikan pelayanan sebagai jalan intas. Kapasitas jalan ini adalah kurang dari 350 kendaraan/hari Jalan lingkungan (lokal sekunder !V/V); merupakan jalan yang tidak diperuntukan untuk kendaraan bermotor roda empat, dan berfungsi sebagai penghubung untuk pergerakan pejalan kaki, sepeda motor, kereta dorong dari persil ke jalan lokal sekunder III atau ke jalan lokal sekunder II.

19 Klasifikasi jalan perumahan dan kebutuhan ruangnya secara garis besar diuraian sebagai berikut :
Badan Jalan Lebar Perkerasan Jalan Minimum Lebar Bahu Jalan Minimum Sempadan Bangunan Minimum sesuai Dengan Perda Setempat Rumah Lt. 1 Lt. 2 Jalan Lokal Sekunder I Jalan Setapak 2.00 1.20 0.25 2.75 1.75 Jalan Kendaraan 3.50 3.00 0.50 Jalan Lokal Sekunder II 5.00 4.50 2.50 Jalan Kolektor Sekunder 7.00 3.5

20 PERSYARATAN PERENCANAAN PRASARANA JALAN
Konstruksi jalan sesuai dengan ketentuan kelas jalan Radius belokan dan kemiringan bagi setiap jenis jalan harus mengikuti ketentuan geometri jalan yang berlaku Berfungsi juga sebagai jalan untuk kendaraan yang diperlukan dalam keadaan darurat, seperti mobil pemadam kebakaran dan ambulance Mempunya damaja dengan lebar penampang sebesar-besarnya 6 meter, dan mempunyai lebar perkerasan jalan sekurang-kurangnya 3 meter

21 AKTIVITAS DIATAS GUNA LAHAN
Pola Bangkitan Penanganan dan Perencanaan Jaringan Jalan Sebaran Perjalanan Harapan : Efisiensi pergerakan Efisiensi aksesibilitas Keselamatan Harmonisasi antara transportasi dan lingkungan

22 KONSEP TRANSPORTASI TERPADU

23 Nilai-Nilai Masyarakat
LINGKUNGAN SISTEM TRANSPORTASI Sistem Kota Populasi Kebijakan Umum Pemerintahan Peraturan Sistem Trans. lain Manajemen Pembiayaan Sistem Teknologi Transportasi Masalah Dunia Lingku-ngan Tenaga Penggarak Kendaraan Jalur Penggarak Terminal Sistem Pengendalian Operasi Biaya Pengawasan Pasokan Energi Kualitas Pelayanan Cuaca/ Geografi Buruh Aktivitas Industri Nilai-Nilai Masyarakat Kemajuan Teknologi Pasaran Bahan Mentah Sumber : diadopsi dan dimodifikasi dari Hay, 1977

24 KETERKAITAN SISTEM TATA RUANG DAN SISTEM TRANSPORTASI
RTRW Nasional Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) RTRW Propinsi Sistem Transportasi Regional Propinsi RTRW Kabupaten/Kota Sistem Transportasi Regional Kabupaten/Kota Sistem Transportasi Kawasan RTRW Kawasan

25 Pembagian Tugas dalam Penyelenggaraan Jalan

26 Hubungan antara Ruas Kota dengan peranan Ruas Jalan Dalam Sistem Jaringan Jalan Primer

27 Hubungan antara Wilayah dengan Status Jalan

28 Keterkaitan Sistem Tata Ruang dan Sistem Transportasi
Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) Jaringan Transportasi Nasional (JTN) Sistem Transportasi Wilayah Terpadu/Regional (Pulau/Propinsi/Kawasan) Rencana Tata Ruang Wilayah Terpadu Jaringan Transportasi Wilayah Terpadu Sistem Transportasi Kotamadya/Kabupaten Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamadya/Kabupaten Jaringan Transportasi Wilayah

29 Wawasan pengembangan prasarana bidang perumahan dan pemukiman
Standar kebutuhan S & P berdasarkan Jumlah Penduduk Struktur Penduduk Penyebaran Penduduk Perkembangan Penduduk Kepadatan Penduduk Pemukiman, suatu lingkungan terdiri dari Tempat tinggal Prasarana sosila dan budaya Prasarana ekonomi Prasarana pelayanan

30 Pemukiman dilengkapi dengan/memerlukan (Sinulingga, 1999)
Lokasi Akses ke pusat pelayanan Jaringan air bersih Jaringan air limbah Jaringan drainase Prasarana Lingkungan (PSD) Transportasi Air bersih Saluran air limbah Saluran limbah Saluran drainase Pembungan sampah

31 Air Bersih Ketersediaan  on site  off site (perpipaan) Sistem Penanganan  individual  publik  pemerintah Syarat Pelayanan  kualitas  kuantitas  kontinutas

32 Jenis pemakaian air bersih  (domestik dan non domestik seperti industri, komersial, institusi sosial, umum dan lain-lain) Kebutuhan air domestik  (jumlah penduduk, angka kebutuhan, dan fluktuasi pemakaian) Sistem pelayanan PDAM  (sambungan rumah, hidran umum dan terminalan Prasarana air bersih perpipaan  (perpipaan, kehilangan air, pemeliharaan dan penanggulangan

33 Transportasi Fungsi Jenis Standart Klasifikasi fungsional menurut UU 13/1980 Jalan arteri Jalan kolektor Jalan lokal

34 Air Limbah Sumber-sumber air limbah (domestik dan Non domestik Karakteristik Air Limbah (kualitas dan kuantitas) Aspek penanganan air limbah Penumpulan Penyaluran Pengolahan Sistem Penanganan Air Limbah Outsite (septik tank dan cubluk) Ofsite (IPAL) Instalasi Pengelolaan Limbah Tinja (IPLT)

35 Sistem Persampahan Sumber sampah Karakteristik (kuantitas dan kualitas.jenis Prasarana Pengumpulan sampah Pengangkutan Pembuangan sementara (TPS) pembuangan akhir (TPA) Penanganan sampah dari aspek institusi finansial teknis legal/hukum peran serta masyarakat

36 Sistem Drainase Fungsi Jenis Pembangunan Standart Prasarana Drainase Saluran Bangunan pelintas Pompa Bangunan penunjang

37 Interaksi Transportasi - Tata Guna Lahan
Pemilihan Moda Pemilihan Rute Pemilihan Tujuan Volume di Ruas Jalan Keputusan Melakukan Perjalanan Waktu Tempuh/ Jarak/Biaya Kepemilikan Kendaraan TRANSPORTASI Aksesibilitas Aktifitas GUNA LAHAN Penempatan Lahan Daya Tarik Lahan Pemilihan Lahan oleh Pengguna Pemilihan Lahan oleh Investor Pembangunan

38 KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH DAN PENATAAN RUANG
Peningkatan Kualitas Kehidupan Masyarakat & Lingkungan PENGEMBANGAN WILAYAH Peningkatan Kemampuan Masyarakat (Kelembagaan, Akses, Informasi, Teknologi, Dan Keterampilan) Peningkatan Efisiensi Produksi (Teknologi, Investasi dan Transportasi Pengendalian Dampak Lingkungan Peningkatan Kemampuan Pemerintah Daerah Peningkatan Peran Lembaga Sosial (LSM, Bank & Koperasi) HOLISTIK INTEGRATIF KOORDINATIF EFISIEN EFEKTIF Pengelolaan Kawasan Produksi Penataan Permukiman Dan Pengembangan Infrastruktur & Transportasi Penatagunaan Sumber Daya Alam Pengelolaan Kawasan Lindung (Lingkungan) yang Efektif Didekati Melalui Proses Penataan Ruang Perencanaan Tata  RTR (Penentuan Lokasi Produksi, Ruang Permukiman & Prasarana Penduduk Pemanfaatan Ruang  Program, Investasi Pengembangan Pengendalian  Penyusunan NSPM, Perijinan, Tindakan Turun Tangan

39 MODEL KETERKAITAN DINAMIS DESA - KOTA
Karakteristik dan Potensi Desa Struktur Sosial-Ekonomi Penduduk Produksi Desa (Sektor) SDA dan Lingkungan Tenaga Kerja Karakteristik dan Potensi Kota Pekerjaan Non-Pertanian Supply Produksi Perdesaan Pasar Untuk Menjual Hasil Perdesaan Barang Kebutuhan Non-Pertanian Industri Pengolahan Pusat Transportasi Sumber Informasi Untuk Harga, Pelayanan Umum MANUSIA BARANG KAPITAL INFORMASI Pengairan, Gudang dan Infrastruktur Perdesaan Jalan/Transportasi Listrik dan Komunikasi Koperasi, Pusat Pasar, dan Bank Infrastruktur Perkotaan Dan lain-lain Investasi di Sektor Unggulan Intensifikasi dan Diversifikasi Investasi di Sektor Unggulan Intensifikasi Kebijaksanaan Kota

40 PENINGKATAN KETERKAITAN KOTA-DESA DAN TERWUJUDNYA SISTEM PERKOTAAN
Permasalahan kesenjangan tingkat kesejahteraan antara masyarakat perkotaan dan perdesaan erat kaitannya dengan rendahnya kapasitas produksi dan produktivitas yang lain disebabkan oleh SDM yang Masih lemah dari segi kemampuan alih teknologi manajerial. Dalam menciptakan keseimbangan pembangunan wilayah, ada dua yang perlu diperhatikan : 1. Keterkaitan Kota - Desa Pembangunan kota harus memperhatikan keterkaitan sosial ekonomi kota dan desa yang saling menguntungkan dan memperkuat dalam pengembangan kawasan Pembangunan kota hendaknya dipadukan dengan perkembangan daerah pinggirannya (fringes) pengembangan sistem perkotaan

41 2. Pengembangan sistem perkotaan
Pengembangan perkotaan dengan memperhatikan pemanfaatan fungsi, jenjang dan hirarki kota sesuai dengan potensi dan kedudukannya, dalam pengembangan wilayah Pengembangan kebijakan perkotaan sebagai upaya mencegah terjadinya ketimpangan wilayah dan antar kota, terutama antara kota-kota besar yang sangat potensial terintegrasi dalam sistem perekonomian global dengan kota menengah dan kecil

42 Isu dan Masalah Pengembangan Kota
Nampak beberapa isu pokok yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu : Masih adanya pembauran fungsi kegiatan pada kota-kota besar yaitu antara fungsi primer dengan fungsi sekunder. Di Kota Semarang, Bogor dan Palembang beberapa kegiatan yang memiliki fungsi primer, seperti perdagangan dan pasar masih berbaur dengan kegiatan kota lainnya yang berfungsi sekunder, sehingga menimbulkan kerancuan dalam pemanfaatan ruang. Di Kota Malang dan Surakarta dengan fungsinya sebagai kota pariwisata (fungsi primernya) belum didukung oleh adanya sarana pariwisata yang mendukung.

43 Masih belum optimalnya pemanfaatan ruang di dalam kota yang ditandai oleh adanya kantor-kantong atau daerah kumuh di dalam wilayah kota. Kondisi tersebut hampir dijumpai pada semua kota-kota besar di atas, sehingga dipandang dari aspek manajemen lahan sangat tidak menguntungkan. Di dalam wilayah kota setiap jengkal lahan mestinya dapat dilakukan investasi yang dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah.

44 Pembauran fungsi juga sering terjadi didalam sistem transportasi yaitu antara transport regional dan transport lokal/kota yang menimbulkan ketidak efisienan di dalam pelayanannya. Terjadi beban volume lalulintas yang berlebihan pada ruas-ruas jalan tertentu, terutama pada sistem jaringan jalan kota yang ada, misalnya di kota Palembang dan Bogor (melintasi dalam kota). Menimbulkan kemacetan lalulintas pada ruas-ruas jalan tertentu (konflik kepentingan pergerakan regional dan lokal).

45 Adanya pemusatan kegiatan yang berlebihan di pusat kota sehingga pelayanannya justru menjadi tidak optimal. Di Kota Semarang, Bogor, Palembang, pusat kotanya sudah mendekati titik jenuh, sehingga kegiatan yang baru cenderung tidak lagi efisien. Tidak terciptanya peluang untuk memberikan pelayanan yang lebih merata, dimana sub-pusat kota yang direncanakan menjadi kurang menarik (termasuk untuk memberi peluang investasi baru).

46 Belum adanya suatu pola pendekatan yang dapat memadukan seluruh program pembangunan kota.
Pendekatan P3KT hanya terbatas pada prasarana keciptakaryaan saja, belum menjangkau program pembangun-an kota secara keseluruhan. Masing-masing sektor di dalam P3KT memiliki Master Plan sendiri-sendiri dengan tingkat kedalaman yang berbeda-beda, sehingga tidak mudah untuk dipadukan didalam IDAP yang menjadi basis didalam penyusunan program-program P3KT.

47 Belum jelasnya pengertian, kewenangan menyusun tata ruang dan status dari suatu kota metropolitan.
Pandangan kurang mendukung pada beberapa daerah (misal di wilayah metropolitan Surabaya (SMA/GKS) bahwa konsep metropolitan hanya untuk mengembangkan kota inti (utama) saja dan kurang memperhatikan kota lain yang ada didalam sistemnya. Kewenangan yang belum tegas tentang siapa yang berwenang menyusun RUTR Metropolitan Bagaimana status dari wilayah metropolitan

48 Belum optimalnya peranan institusi/kelembagaan yg ada di dalam memadukan program pembangunan di wilayah Metropolitan. Peranan BKSP di wilayah metropolitan Jabotabek terbatas hanya pada fungsi & tugas koordinatif, ternyata tidak mampu menangani permasalahan yg timbul, maka penyimpangan RUTR metropolitan Jabotabek tdk terhindarkan. Kewenangan pelaksanaan pembangunan tetap ada pada masing-masing dati II sehingga keterpaduan program pembangunan masih sering mengalami kesulitan (apakah pendelegasian kewenangan dari masing-masing dati II dpt ditampung pada suatu wadah/badan pengelola yg baru (Otorita). Tingkatan administrasi pemerintahan yg berbeda dgn kemampuan aparat yg berbeda pula menyulitkan dlm memadukan program pembangunan di wilayah metropolitan.

49 Tidak meratanya kemampuan keuangan dari masing-masing daerah dalam mewujudkan program pembangunan di wilayah metropolitan. Didalam sistem metropolitan kemampuan keuangan masing-masing daerah, terutama dilihat dari PAD-nya, tidak sama sehingga tingkat partisipasi daerah didalam mewujudkan program pembangunan yang ada di wilayah metropolitan yang bersangkutan juga berbeda Contoh di wilayah metropolitan Surabaya, tingkat perkembangan ekonomi Kodya Surabaya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kota Gresik dan Sidoarjo. Sehingga kemampuan mewujudkan program pembangunan yang telah disepakati bersama (didalam metropolitan tersebut) juga tidak sama dari waktu ke waktu.

50 Masih terbatasnya pemanfaatan potensi swasta (sebagai partner pemerintah) di dalam program pembangunan kota (perencanaan, program, pelaksanaan, O & M). Adanya keterbatasan kemampuan keuangan pemerintah di satu pihak dan adanya kebutuhan untuk menghimpun berbagai sumber dana (termasuk potensi dana swasta) didalam pembangunan kota. Masih kurangnya perhatian pemerintah kpd pihak swasta untuk mengadakan kerjasama dalam melaksanakan pembangunan di kota-kota besar dan metropolitan. Pembangunan kota mandiri Bumi Serpong Damai (BSD) pencerminan partisipasi swasta di dalam pelaksanaan program pembangunan kota yang perlu dilihat dan dikembangkan di dalam konteks pembangunan kota-kota besar dan metropolitan

51 Jalan Lokal Desa Ibukota Propinsi Jalan Kolektor Jalan Arteri
Kecamatan Ibukota Kabupaten Ibukota Propinsi Desa Jalan Lokal Jalan Kolektor Jalan Arteri Ibukota Propinsi Ibukota Kabupaten Ibukota Kecamatan

52 Terminal Barang Antar Kota
Sistem Primer Jalan Arteri Sekunder Pelabuhan Jalan Kolektor Sekunder Bandara Jalan Lokal Sekunder Pergudangan Kawasan Primer Kawasan Komersil Kawasan Sekunder Kawasan Permukiman Kawasan Industri Batas Kota Terminal Barang Antar Kota

53

54

55

56

57

58

59


Download ppt "LALULINTAS DAN SISTEM TRANSPORTASI"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google