Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Teori Kritik Sastra Akademik

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Teori Kritik Sastra Akademik"— Transcript presentasi:

1 Teori Kritik Sastra Akademik
Orientasi Objektif Teori Kritik Sastra Sosiologi Sastra Teori Kritik Sastra Strukturalisme Teori Semiotik Sastra Teori Kritik Sastra Estetika Resepsi Teori Kritik Sastra Kontekstual dan Perdebatannya

2 a) Orientasi Objektif Kritik sastra akademik di Indonesia ditandai dengan dipergunakannya orientasi objektif, yaitu yang memusatkan kritik sastra pada karya sastra sendiri sebagai sesuatu yang otonom. M.S. Hutagalung (1975:18): pusat perhatian peneliti sastra adalah karya sastra itu sendiri. Pengarang, latar belakang sosial budaya, tetapi jangan sekali-kali menggeser tempat karya sastra itu sendiri. Anggapan seperti itu disebut ergosentris. Dan alirannya disebut strukturalisme.

3 Pendekatan struktural tidak berhenti pada analisis saja, juga tidak hanya sampai pada pencatatan bahwa sajak itu empat seuntai, mempunyai rima akhir a-b-a-b, tetapi pendekatan struktural itu senantiasa menanyakan: untuk apa semua itu, apa fungsi unsur-unsur tersebut dalam rangka keseluruhan sajak itu. Pendekatan struktural bersifat fungsional. Tema dan amanat sama sekali tidak diabaikan.

4 Dasar pertama kritik ilmiah adalah orientasi objektif, yaitu perhatian terpusat pada teks sastra sendiri. Di samping ibjektivitas, fakta merupakan faktor (aspek) penting dalam kritik ilmiah sehingga harus diingat pula bahwa dalam kritik ilmiah eksplitasi teori itu penting dan ditonjolkan (Budi Darma, 1983:34)

5 b). Teori Kritik Sastra Sosiologi Sastra
Hubungan antara sastra dan masyarakat telah disadari oleh para peneliti sastra ilmiah aliran kritik sastra Rawamangun. Dikemukakan Oemarjati (1962:14) bahwa dalam hubungannya dengan masyarakatnya, hasil seni (sastra) merupakan sistem norma konsep-konsep ide yang bersifat intersubjektif dan harus diterima sebagai sesuatu yang ada dalam ideologi kolektif.

6 Sesudah tahun 70-an teori (kritik) sosiologi sastra itu betul-betul disadari keberadaannya sebagai teori khusus untuk meneliti (mengkritik) karya sastra berdasarkan sudut pandang kemasyarakatan. Teori sosiologi sastra di Indonesia: Teori Sapardi Djoko Damono Teori Faruk Teori Umar Junus

7 1. Teori Sapardi Djoko Damono
SDD merupakan tokoh sastra Indonesia yang pertama kali memperkenalkan teori (kritik) sosiologi sastra dengan bukunya Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas (1978, cet. I, 1979, cet. II). Ia mengemukakan hubungan antara sastra, sastrawan, dan masyarakat yang bersifat timbal balik yang menimbulkan pertanyaan utama (pokok) dalam lingkup sosiologi sastra.

8 Persoalan-persoalan penting dalam penelitian (kritik) sastra dalam hubungannya dengan masyarakat:
Apakah latar belakang pengarang menentukan isi karyanya Apakah dalam karya-karyanya si pengarang mewakili golongannya Apakah karya sastra yang digemari masyarakat itu sudah dengan sendirinya bermutu tinggi Sampai berapa jauhkah karya sastra mencerminkan keadaan zamannya Apakah pengaruh masyarakat yang semakin rumit organisasinya itu terhadap penulisan karya sastra dan sebaliknya

9 Pendekatan sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan itu oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Dua kecenderungan pokok dalam penelitian sosiologis terhadap karya sastra: Pendekatan yang berdasarkan anggapan bahwa karya sastra merupakan cermin proses sosial ekonomi belaka. Pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai penelaahan dengan metode analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra.

10 Hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra dan masyarakat menurut Ian Watt
Hubungan dengan konteks sosial pengarang dalam masyarakatnya: Bagaimana pengarang mendapatkan mata pencahariannya Profesionalisme dalam kepengarangan Masyarakat apa yang dituju pengarang Sastra sebagai cerminan masyarakat Fungsi sosial masyarakat melibatkan pertanyaan-pertanyaan: sampai seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial.

11 Pada bab 2 Sapardi menguraikan keberatan-keberatan para ahli sastra atas kritik sastra sosiologis.
Pada bab 5 Sapardi menjelskan tentang teori sosiologi sastra yang menguraikan teori struturalisme genetik Lucien Goldmann, seorang tokoh sosiologi sastra yang terkenal dari Perancis penganut aliran marxis. Salah satu prinsip dasar metode sosiologis Goldmann ialah untuk dapat realistik, sosiologi harus bersifat historis, untuk bisa ilmiah dan realistik, penelitian sejarah harus sosiologis.

12 2. Teori Faruk Pada umumnya, teori sosiologi sastra yang digelarkan oleh Faruk itu telah digelarkan oleh SDD yang banyak dikutipnya. Terutama, ia menggelarkan teori sosiologi sastra Lucien Goldmann yang disebtunya sebagai teori strukturalisme genetik. Buku Faruk terdiri atas dua bab: Epistimologi sastra Strukturalisme Genetik

13 Bab II buku Faruk menguraikan sosiologi sastra, terutama teori dan metode Lucien Goldmann.
Metode penelitian yang digunakan Goldmann mengembangkan metode dialektik untuk mendapatkan pengetahuan mengenai karya sastra yang mempunyai struktur, koherensi, dan bermaknan nyata.

14 3. Teori Umar Junus Umar Junus menggabungkan teori sosiologi sastra yang diuraikan oleh Alan Swingewood, R. Escarpit, Leo Lowenthal, H. Taine, G. Plekhanov, Lucien Goldmann, J.L. Peacock, Dick Hebdige, J.S.R. Goodlad, Zima, dan J. Duvignaud. Ia tidak menerangkan pengertian sosiologi sastra, tetapi langsung pada persoalan dan prinsip-prinsip teori sosiologi sastra.

15 Rencana pembicaraan sosiologi sastra berhubungan dengan:
Karya sastra dilihat sebagai dokumen sastra Penelitian mengenai penghasilan dan pemasaran karya sastra Penelitian tentang penerimaan masyarakat terhadap (sebuah) karya sastra sastrawan tertentu dan apa sebabnya Pengaruh sosial budaya terhadap penciptaan karya sastra Pendekatan strukturalisme genetik (genetic structuralism) Goldmann Pendekatan Duvignaud yang melihat mekanisme universal dan senu, termasuk sastra.

16 Pendekatan pertama, dicatat dokumen sosiobudaya suatu masyarakat pada suatu masa tertentu.
Pendekatan kedua, penelitian mengenai penghasilan dan pemasaran karya sastra itu menyangkut empat aspek: Penulis dan latar belakang sosiobudayanya Hubungan antara penulis dan pembaca Pemasaran hasil sastra Pasaran hasil sastra

17 3. Pendekatan ketiga, Umar Junus mengutip pendapat Swingewood, mungkin karya sastra seorang penulis tertentu diterima karena mengandung mitos atau karena faktor psikologis. 4. Pendekatan keempat, pengaruh sosialbudaya terhadap penciptaan karya sastra ditumpukan pada teori pertentangan kelas yang dilandasi oleh teori Marx.

18 5. Pada pendekatan kelima, pendekatan strukturalisme genetik Goldmann beserta metode kerjanya.
6. Pendekatan keenam, Junus mengemukakan pembicaraan Duvignaud yang mulai dengan penokohan empat mitos tentang estetika, yaitu: Seni adalah realisasi empiris keindahan yang ideal Seni berasal dari seni primitis sehingga pembicaraan yang berhubungan dengannya harus mulai dengan seni primitif Seni bertugas melukiskan kenyataan dan alam Seni selalu terkait agama

19 Untuk memahami hakikat seni, orang harus bertolak dari lima hipotesis:
Seni adalah drama yang mengandung situasi konkret dan konflik Seni mempunyai sifat polemik Ada hubungan antara sistem klasifikasi alam dan sosial Ada keadaan anomi, masyarakat yang guncang karena adanya perubahan radikal Keadaan atypic, orang “menyimpang” atau memberontak terhadap kehidupan yang dijalaninya.

20 b). Teori Kritik Sastra Strukturalisme
Teori kritik sastra strukturalisme ini disadari adanya sesudah pertengahan 1970-an. Bagaimana teori penerapannya, bagaimana metodenya, dan bagaimana sesungguhnya “wujud” teori strukturalisme itu belum ada yang menguraikan secara gamblang. Belum ada ahli sastra yang secara khusus menguraikan teori kritik sastra strukturalisme dan metode penerapannya secara terperinci, tahap demi tahap penerapannya atau pelaksanaannya dalam mengritik karya sastra secara struktural.

21 Yang ada baru berupa pengajuan teori strukturalisme sebagai dasar kritik terapan terhadap karya-karya sastra Indonesia yang diteliti. Ahli sastra dan kritikus akademik Indonesia yang mengemukakan teori strukturalisme dalam bukunya ialah Sapardi Djoko Damono, Rachmat Djoko Pradopo, Umar Junus, Syamsuddin Udin, Sudjijono, Yudiono Ks., dan Made Sukada

22 Yang pertama kali mengemukakan teori kritik strukturalisme adalah Sapardi Djoko Damono dalam buku Sosiologi Sastra dalam hubungan pembicaraan strukturalisme genetik Goldmann. Beberapa ciri metode strukturalisme: Perhatiannya terhadap keutuhan atau totalitas. Strukturalisme tidak menelaah struktur pada permukaannya, tetapi struktur yang ada dibalik kenyataan empiris. Analisis yang dilakukan oleh kaum strukturalis itu menyangkut struktur sinkronis, bukan diakronis Pendekatan strukturalisme itu antikausal

23 Keistimewaan strukturalisme ialah penggabungan keempat ciri itu dalam satu metode. Totalitas dan hubungan-hubungan antara bagian-bagian dengan keseluruhannya itu merupakan ciri pokok strukturalisme.

24 Pengertian strukturalisme Maren-Grisebach
Saling hubungannya unsur-unsur dalam sebuah karya sastra atau dikemukakan Riffaterre sebagai suatu sistem interrelasi unsur-unsur pembentuknya Sesuatu yang abstrak, yang menyatakan hal-hal yang berbeda, bertujuan untuk mendapatkan hukum universal Suatu yang tak mengenal sejarah karena hal tersebut berlaku selamanya.

25 Junus merumuskan bahwa strukturalisme itu dapat diartikan sebagai suatu cara melihat sesuatunya mempunyai unsur yang saling berhubungan. Junus mengemukakan bahwa dengan menggunakan prinsip strukturalisme dapat disusun: Struktur sebuah karya sastra Kekuatan suatu karya sastra dapat dinilai berdasarkan pendekatan Goldmann, yaitu metode strukturalisme genetik, yang menolak pandangan antisejarah.

26 Pendapat Terence Hawkes: menurut pikiran strukturalisme, dunia itu (termasuk sastra sebagai dunia pengarang) lebih merupakan susunan hubungan daripada susunan benda-benda. Pradopo (1987: ) bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur, dalam arti merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya itu terjadi hubungan timbal-balik, saling menentukan, saling berkaitan dan bergantung.

27 Tiga ide dasar dalam pengertian struktur menurut Piaget
Struktur itu merupakan keseluruhan yang bulat, bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktur itu. Struktur itu berisi gagasan transformasi, dalam arti bahwa struktur itu tidak statis, bahan-bahan baru diproses melalui prosedur transformasional. Struktur itu mengatur diri sendiri, dalam arti struktur itu tidak memerlukan pertolongan atau bantuan dari luar dirinya untuk mengesahkan prosedur transformasinya.

28 Salah satu sarana kritik strukturalisme adalah analisis untuk memahami karya sastra sebagai struktur yang kompleks. Metode strukturalisme itu dapat dilaksanakan paling tuntas bila yang dianalisis itu sebuah karya sastra yang merupakan keseluruhan yang utuh. Strukturalisme digabungkan dengan teori semiotik, maka disebut strukturalisme dinamik. Strukturalisme dinamik ini adalah strukturalisme dalam rangka semiotik.

29 d) Teori Semiotik Sastra
Ahli sastra yang mempergunakan teori semiotik sebagai salah satu teori kritik yang mendasari kritik sastranya adalah A. Teeuw dan Umar Junus. Teori kritik sastra belum ditulis secara khusus oleh para ahli sastra dan kritikus akademik sastra Indonesia, baik berupa buku maupun esai yang berupa uraian khusus mengenai teori (kritik sastra) semiotik secara luas dan mendalam. Yang sudah ada baru berupa uraian atau singgungan singkat mengenai semiotik.

30 Strukturalisme berhubungan erat atau bahkan tak terpisahkan dengan semiotik sebagai sarana untuk memahami karya sastra, untuk menangkap (merebut) makna unsur-unsur struktur karya sastra dalam jalinannya dengan keseluruhan karya yang harus memperhatikan sistem tanda baca yang dipergunakan dalam karya sastra. Dapat dikatakan struktur karya sastra itu merupakan struktur sistem tanda-tanda yang bermakna (Pradopo, 1987:118)

31 Eratnya hubungan strukturalisme itu dengan semiotik dikemukakan juga oleh Umar Junus (1981:17) berdasarkan pendapat Fokkema, bahkan menurut dia semiotik itu perkembangan selanjutnya dari strukturalisme. Barthes dan Hendrik: dalam semiotik segala unsur dalam segala sesuatu, baik sastra maupun yang lain, dilihat sebagai bagian dari suatu sistem.

32 Menganalisis sajak (karya sastra) itu bertujuan memahami makna sajak (karya sastra). Karya sastra itu merupakan struktur yang bermakna mengingat karya sastra itu merupakan sistem tanda yang mempunyai arti. Ilmu yang mempelajari tanda-tanda dan sietem tanda-tanda itu disebut semiotik atau semiologi. Dalam lapangan semiotik pengertian tanda ada dua prinsip, yaitu: Penanda (signifier) atau yang menandai, yang merupakan bentuk tanda Petanda (signified) atau yang ditandai, yang merupakan arti tanda Ada 3 jenis tanda yang pokok berdasarkan hubungan penanda dan petanda: Ikon Indeks simbol

33 Bahasa disebut semiotik tingkat pertama, sedangkan bahasa sastra (dan karya sastra) disebut tanda (semiotik) tingkat kedua. Preminger dan kawan-kawan: “studi sastra bersifat semiotik itu adalah usaha untuk menganalisis karya sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna-makna.

34 Bahasa sebagai sistem semiotik tingkat pertama diorganisasikan sesuai dengan konvensi-konvensi tambahan yang memberikan makna dan efek-efek lain dari arti yang diberikan oleh penggunaan bahasa biasa. Memberi makna (merebut makna) karya sastra itu adalah mencari tanda-tanda yang memungkinkan timbulnya makna sastra, maka menganalisis karya sastra itu adalah memburu tanda-tanda (pursuit of signs). Kode adalah lambang atau sistem ungkapan yang dipergunakan untuk menggambarkan makna tertentu. Kode adalah satuan makna yang penting (Sudjijono, 1985:5).

35 Dalam semiotik menghubungkan teks sastra dengan hal-hal di luar dirinya itu mungkin, sesuai dengan sistem tanda yang bermakna, yang pemakaiannya tidak lepas dari konvensi dan hal-hal di luar strukturnya. Junus (1981:25) mengemukakan bahwa pandangan semiotik bukan hanya dapat menghubungkan sistem dalam karya sastra itu sendiri, tetapi juga dengan sistem di luarnya, dengan sistem dalam kehidupan. Dalam metode kritik sastra semiotik dikenal metode hubungan intertekstual untuk memberi makna lebih penuh kepada sebuah karya sastra daripada jika karya sastra hanya dianalisis secara struktural murni.

36 Sebuah karya sastra merupakan jawaban terhadap karya sastra yang lain, yang lahir sebelumnya, baik berupa penerusan konvensi sastranya maupun penentangan konvensi ataupun konsep estetik, atau yang lain. Untuk memberi makna atau konkretisasi sebuah karya sastra, prinsip intertekstualitas itu perlu diterapkan, yaitu dengan jalan membandingkan sistem tanda dalam hipogramnya dengan sistem tanda karya sastra yang menanggapi dan mentransformasikannya.

37 e) Teori Kritik Sastra Estetika Resepsi
Dalam estetika resepsi, pembaca berlaku sebagai penyambut aktif terhadap karya sastra, baik karya sastra itu sengaja diperuntukkan bagi pembaca maupun karya sastra yang pembacanya “anonim”, karya sastra yang ditujukan kepada pembaca khusus. Dalam estetika resepsi ini, pembaca menyambut karya sastra berdasarkan “horizon harapan”-nya, dapat dikatakan bukan pembaca “kolektif” dengan status sosial yang sama atau mutu intelektual yang sama.

38 Artikelnya “Estetika Resepsi dan Teori Penerapannya” (1985).
Dua tokoh kritik sastra akademik Indonesia yang menggelarkan teori (kritik sastra) estetika resepsi sebagai teori sastra, bukan sebagai teori terapan: Rahmat Djoko Pradopo Artikelnya “Estetika Resepsi dan Teori Penerapannya” (1985). 2. Umar Junus Bukunya “Resepsi Sastra” (1985).

39 Estetika resepsi adalah estetika (ilmu keindahan) yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan atau resepsi-resepsi pembaca terhadap karya sastra. Dua pengertian utama sebagai dasar teori estetika resepsi adalah horizon harapan atau cakrawala harapan (erwartungshorizont atau horizon of expectation) dan tempat terbuka (leerstelle)

40 Cakrawala harapan ditentukan dengan 3 kriteria:
norma-norma yang terpancar dari teks-teks yang dibaca Ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman atas semua teks yang telah dibaca sebelumnya Pertentangan antara fiksi dan kenyataan, yaitu kemampuan pembaca memahami berdasarkan pengetahuan sastranya (horizon sempit) dan pengetahuannya tentang kehidupan (horizon luas)

41 Di samping horizon harapan, ada hal lain yang menyebabkan pemahaman seorang pembaca berbeda dari pembaca yang lain, yaitu adanya tempat terbuka (leerstelle) dalam karya sastra yang “mengharuskan” para pembaca untuk mengisinya. Metode estetika resepsi ini meneliti tanggapan-tanggapan para pembaca atas karya sastra pada setiap periode. Dalam metode kritik sastra estetika resepsi, yang dimaksud sebagai pembaca adalah pembaca yang cakap dan ahli, bukan awam, yaitu para kritikus sastra, ahli sejarah sastra, dan ahli estetika (Vodicka, 1964:78).

42 Metode estetika resepsi
Merekonstruksi bermacam-macam konkretisasi sebuah karya sastra dalam masa sejarahnya Meneliti hubungan konkretisasi-konkretisasi itu, di samping meneliti hubungan antarkarya sastra dengan konteks historis yang memiliki konkretisasi-konkretisasi itu.

43 Menurut Jauss (Pradopo, 1985:185), apresiasi pembaca pertama sebuah karya sastra akan dilanjutkan dan diperkaya melalui tanggapan-tanggapan yang lebih lanjut dari generasi ke generasi. Dengan cara ini, makna historis karya sastra akan ditentukan dan nilai estetikanya terungkap (Jauss, 1974:14)


Download ppt "Teori Kritik Sastra Akademik"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google