Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehAdi Sasmita Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
Evaluasi Perencanaan Pembangunan Sektor Industri
Direktorat Industri, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif Kementerian PPN/Bappenas Bali, Desember 2017
2
Outline Evaluasi Perkembangan Ekonomi Indonesia : Sektor Industri
Industri Manufaktur Sebagai Kontributor Ekonomi RKP 2019: Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran Perencanaan Pembangunan Bidang Industri Bahan Diskusi Terkait Permasalahan Perencanaan Sektor Industri dan Perbaikan ke Depan
3
Perkembangan Ekonomi Indonesia : Sektor Industri
4
PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL Menunjukkan Perbaikan Jangka Pendek, Tetapi Masih Dalam Medium-Term Downward Trend Definisi dan kriteria SE ada dalam sambutan, tapi tidak disampaikan dalam paparan karena keterbatasan slide Pertumbuhan sektor industri pengolahan non migas pada Triwulan III 2017 menunjukkan perbaikan dengan angka pertumbuhan kumulatif yang mencapai 4.71 % (yoy) Masih berada di bawah angka pertumbuhan nasional dan belum mampu untuk merubah kecenderungan penurunan kontribusi (share) sektor industri nasional yang menurun secara konsisten selama lebih dari 5 tahun terakhir Sumber: BPS, 2017, diolah
5
TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI Kenaikan Pertumbuhan Secara Signifikan
Tenaga Kerja Industri Definisi dan kriteria SE ada dalam sambutan, tapi tidak disampaikan dalam paparan karena keterbatasan slide Berdasarkan data Sakernas Agustus 2017, jumlah orang yang bekerja di Indonesia meningkat menjadi 121,02 juta orang dan 14 persennya bekerja di sektor industri (17,01 juta orang) Peningkatan sebesar 9,5 persen dibandingkan dengan Agustus 2016 lalu—peningkatan terbesar selama 5 tahun terakhir Diharapkan menjadi indikasi kelanjutan transformasi struktural yang berkesinambungan --memperbaiki postur ketenagakerjaan yang selama ini masih didominasi oleh low skill-low wages work di sektor primer Sumber: BPS, 2017, diolah
6
STRUKTUR INDUSTRI NASIONAL Belum Menunjukkan Struktur yang Kuat dan Produktif
7,827 18,495 4,493,975 753,326 1,666,992 226,805 370,939 301,071 Definisi dan kriteria SE ada dalam sambutan, tapi tidak disampaikan dalam paparan karena keterbatasan slide * Statistik Industri Sedang dan Besar 2015, BPS **Statistik Industri Mikro dan Kecil 2015, BPS
7
Jumlah Unit Usaha Besar
PERSEBARAN INDUSTRI NASIONAL Jumlah Industri Skala Sedang dan Besar Belum Cukup Banyak dan Belum Merata TAHUN 2015 JAWA SUMATERA KALIMANTAN SULAWESI BALI-NUSA TENGGARA MALUKU-PAPUA Jumlah Unit Usaha Besar dan Sedang 21,460 2,785 591 681 674 131 Persebaran (%) 81,5 10,6 2,2 2,6 0,5 Antara tahun 2010 dan 2015, terdapat penambahan kurang lebih sekitar 1000 usaha industri skala besar dan 1960 usaha industri skala sedang. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah persebaran usaha industri yang tidak merata--terpusat di Pulau Jawa (81,5%) dan Sumatera (10,6%). Dengan demikian arah kebijakan pembangunan industri adalah melalui fasilitasi pembangunan kawasan industri/sentra industri dan investasi di luar Pulau Jawa dan mendekat ke lokasi sumber daya. Definisi dan kriteria SE ada dalam sambutan, tapi tidak disampaikan dalam paparan karena keterbatasan slide Sumber: Statistik Industri Besar dan Sedang, BPS 2017, diolah
8
Industri Manufaktur Sebagai Kontributor Ekonomi
9
TAHUN 2018: CAUTIOUSLY OPTIMISTIC Beberapa Risiko Global dapat Menghambat Pencapaian Target Pertumbuhan Produktivitas yang menurun di negara maju Sumber: IMF, World Bank Normalisasi kebijakan moneter AS 4 Ketidakpastian negosiasi Brexit Efek Kebijakan Trump Pengetatan kebijakan makroekonomi di China Terorisme dan Kondisi geopolitik Proteksionisme Indeks Ketidakpastian Kebijakan Global Meningkat (World Bank, 2017) Kenaikan harga komoditas yang melamban dan terbatas Risiko baru muncul dari meningkatnya ketidakpastian kebijakan dan kondisi politis di berbagai negara (IMF, 2017)
10
ARAH KEBIJAKAN MAKROEKONOMI 2018 Growth – Stability – Inclusivity - Sustainability
5,4% 1 2 3
11
2018 1 MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN 5,4 PERSEN Sisi Pengeluaran
5,4% 5,1 – 5,2% 5,8 – 5,9% 3,8 – 4,0% 6,0 – 6,6% 5,0 – 5,5% 4,4 – 4,8% Investasi dan ekspor diharapkan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi tahun 2018 PDB Kons. RT Kons. LNPRT Kons. Pemerintah Investasi (PMTB) Ekspor Impor INVESTASI: Peranan investasi swasta diharapkan semakin meningkat (private-led), dengan dorongan upaya pemerintah: (1) deregulasi peraturan; (2) perbaikan iklim investasi secara berkesinambungan terutama di daerah; (3) percepatan fasilitasi masalah investasi; (4) pemanfaatan dan penyaluran dana repatriasi untuk investasi; (5) perbaikan iklim tenaga kerja; (6) peningkatan pertumbuhan kredit dan restrukturisasi NPL. Optimalisasi investasi pemerintah: (1)Penajaman belanja pada kegiatan prioritas, serta (2) penyiapan program/kegiatan secara lebih baik EKSPOR: Seiring dengan membaiknya ekonomi dan perdagangan global, serta kenaikan harga komoditas meski terbatas Peningkatan ekspor jasa melalui peningkatan sektor pariwisata Peningkatan ekspor nonmigas karena upaya diversifikasi ekspor, dan pendalaman pasar yang sudah ada. IMPOR akan didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi.
12
2018 1 MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN 5,4 PERSEN Sisi Pengeluaran
5,4% 5,1 – 5,2% 5,8 – 5,9% 3,8 – 4,0% 6,0 – 6,6% 5,0 – 5,5% 4,4 – 4,8% PDB Kons. RT Kons. LNPRT Kons. Pemerintah PMTB Ekspor Impor Konsumsi masyarakat tetap harus dijaga untuk tumbuh stabil dan tinggi tahun 2018, karena peranannya yang besar terhadap PDB KONSUMSI MASYARAKAT meningkat, karena: Peningkatan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja baru karena aktivitas ekonomi yang lebih baik. Upaya menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat: (1) meningkatkan ketersediaan lapangan kerja yang layak; (2) fasilitasi pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM); (3) pengendalian harga, terutama harga barang-barang kebutuhan pokok; serta (4) subsidi yang lebih tepat sasaran kepada kelompok masyarakat miskin. KONSUMSI LNPRT: Dua event besar: Asian Games dan WB/IMF Meeting Pilkada serentak di 171 daerah Konsumsi pemerintah akan terbatas di tahun 2018 Pembatasan belanja barang KL Penyesuaian kebijakan transfer ke daerah Pola penyerapan dan realisasi belanja yang lebih baik
13
MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN 5,4 PERSEN Sisi Produksi
PERTANIAN: Peningkatan Indeks Pertanaman (IP) dengan peningkatan irigasi Subsidi benih dan pupuk yang lebih tepat sasaran Peningkatan perikanan budidaya dan rumput laut Penggantian alat untuk perikanan tangkap 1 PDB Pertanian Pertambangan Industri Listrik 2018 5,4% 3,5 – 3,8% 1,3 – 1,6% 4,8 – 5,3% 5,2 – 6,1% PERTAMBANGAN: perbaikan harga bahan mineral realisasi kebijakan relaksasi ekspor barang mineral INDUSTRI: Dampak realisasi pembangunan infrastruktur yang mendukung konektivitas dan ketersediaan listrik Mulai efektifnya operasionalisasi beberapa kawasan industri (Sei Mangkei, Bantaeng, dan Morowali) Peningkatan investasi industri pengolahan dan realisasi LISTRIK: Operasionalisasi pembangkit listrik dalam rangka mencapai target MW dan program MW Meningkatnya rasio elektrifikasi rumah tangga dan industri Meningkatnya konsumsi gas bumi untuk rumah tangga maupun transportasi seiring dengan program pembangunan jaringan gas kota (jargaskot) dan penyesuaian harga gas yang lebih kompetitif
14
MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN 5,4 PERSEN Sisi Produksi
KONSTRUKSI: Meningkatnya pembangunan konstruksi untuk sektor ketenagalistrikan Implementasi program pembangunan infrastruktur pemerintah untuk konektivitas dan perumahan/pemukiman Stabilitas ekonomi makro dan makroprudensial yang kondusif terhadap sektor swasta. PDB Konstruksi Perdagangan Infokom Jasa Keuangan 1 2018 5,4% 6,5 – 6,9% 5,3 – 5,8% 10,1 -11,0% 9,9 – 10,5% PERDAGANGAN: Peningkatan aktivitas industri pengolahan yang mendorong penyediaan pasokan dan distribusi pemasaran, Peningkatan konsumsi rumah tangga yang mendorong aktivitas perdagangan Peningkatan ekspor dan impor yang mendorong aktivitas ekspedisi dan distribusi Kebijakan pemerintah yang mendorong pengembangan usaha dan wirausaha baru. INFORMASI DAN KOMUNIKASI: Perluasan jaringan 4,0G dan 4,5G Operasionalisasi dan pembangunan fiber optik nasional (palapa ring) JASA KEUANGAN: Keuangan inklusif (perluasan pemanfaatan inovasi teknologi) Peningkatan penetrasi layanan keuangan di desa dan kota (branchless banking, perluasan penggunaan tabungan, serta pembiayaan mikro dan asuransi mikro ) Edukasi keuangan dan perlindungan konsumen keuangan Peningkatan keuangan syariah.
15
MENJAGA STABILITAS EKONOMI Harga – Sistem Keuangan – Neraca Pembayaran
2 Stabil dan rendahnya inflasi akan didorong oleh stabilitas komponen inflasi dengan fokus pada: Peningkatan produksi pangan untuk menjaga ketersediaan pasokan Penyediaan produk olahan oleh industri pangan Penguatan infrastruktur logistik pangan di daerah, Insentif fiskal untuk mendorong pemda dalam rangka stabilisasi harga Penguatan kerjasama antardaerah Edukasi pola konsumsi dan alternatif pangan terhadap masyarakat Penguatan koordinasi antara Pemerintah dengan BI (TPI/TPID) 1. STABILITAS HARGA 2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN Penerapan kebijakan makroprudensial dan mikroprudensial: Mencegah perilaku sistem keuangan yang pro terhadap siklus ekonomi (prosiklikal) Memitigasi risiko sistemik. Transaksi berjalan terjaga oleh Ekspor nonmigas dan jasa yang meningkat karena: (i) peningkatan harga komoditas global, (ii) kebijakan diversifikasi ekspor, dan (iii) pemantapan di pasar yang telah ada dan (iv) meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara Transaksi modal dan finansial terjaga surplus karena: (i) membaiknya iklim investasi; (ii) meningkatnya kemudahan berusaha di Indonesia; serta (iii) daya tarik ekonomi Indonesia sebagai pasar yang besar dan tumbuh 3. NERACA PEMBAYARAN TERJAGA
16
3 MENDORONG PERTUMBUHAN INKLUSIF DAN BERKELANJUTAN
Reformasi Struktural – Pemerataan – Aspek Lingkungan 3 Kebijakan untuk meningkatkan produktivitas ekonomi adalah: Pembangunan infrastruktur secara masif; Pembenahan regulasi yang lebih pro bisnis; Pembenahan pasar tenaga kerja; Reformasi fiskal dan reformasi sektor keuangan terutama sektor perbankan dan pasar modal; Pengembangan teknologi dan inovasi; dan Peningkatan kualitas sumber daya manusia 1. PRODUKTIVITAS EKONOMI DAN REFORMASI STRUKTURAL Pencapaian pertumbuhan ekonomi berkelanjutan juga mensyaratkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif yang tercermin dari penurunan: Tingkat Pengangguran; Tingkat Kemiskinan; dan Ketimpangan. 2. INKLUSIF DAN PEMERATAAN 3. KEBERLANGSUNGAN LINGKUNGAN Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan yang mementingkan aspek lingkungan: Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang meningkat diharapkan dicapai melalui kebijakan-kebijakan yang tetap mampu menjaga daya dukung lingkungan
17
Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran
18
ALUR PERENCANAAN PENGANGGARAN UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU Keuangan Negara
Renstra KL Pedoman Renja - KL Pedoman RKA-KL Rincian APBN Pemerintah Pusat Pedoman Bahan Diacu Bahan RPJP Nasional Pedoman RPJM Nasional Dijabarkan RKP Pedoman RAPBN APBN Diserasikan Melalui Musrenbang Diacu Diperhatikan Dijabarkan RPJP Daerah Pedoman RPJM Daerah RKP Daerah Pedoman RAPBD APBD Pedoman Bahan Pemerintah Daerah Diacu Bahan Renstra SKPD Pedoman Renja - SKPD Pedoman RKA - SKPD Rincian APBD UU SPPN UU KN DASAR HUKUM UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara UU Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional PP Nomor 40 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional PP Nomor 90 Tahun 2010 Tentang Penyusunan Rencana Kerja Dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga PP Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan Dan Penganggaran Pembangunan Nasional
19
PP 17/2017 Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional
PP Nomor 40 Tahun 2006 PP SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL PP Nomor 90 Tahun 2010
20
SINKRONISASI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN
PERKUATAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Tiga Pilar Perkuatan Agar penyusunan RKP hingga pengamanan alokasinya di RAPBN 2018 dapat berjalan efektif, langkah-langkah sinkronisasi perencanaan dan penganggaran mendesak untu dilakukan. SINKRONISASI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Melanjutkan implementasi Money Follow Program Integrasi sumber pendanaan untuk pencapaian sasaran pembangunan (Belanja K/L – Subsidi/PSO – Dana Transfer Khusus – Dana Desa – PMN BUMN – KPBU - PINA) Menyusun proyek prioritas nasional (“satuan 3”) Menyusun skala prioritas proyek sebagai dasar alokasi anggaran Memperkuat koordinasi antar K/L dan Pusat- Daerah Mengintegrasikan proyek prioritas nasional untuk sasaran pembangunan Memastikan kesiapan proyek prioritas nasional Memastikan penganggaran proyek prioritas nasional Meningkatkan koordinasi KemKeu - Bappenas (belanja operasional – belanja prioritas) Memperkuat kendali program Pengalokasian anggaran dan revisi proyek prioritas nasional harus mendapat persetujuan Bappenas dan KemKeu Menyempurnakan format RKP-RKAKL-DIPA untuk meningkatkan kendali program Melaksanakan data sharing (Bappenas-KemKeu-Menko) untuk pengendalian dan monev Bappenas melakukan pengendalian sumber pendanaan
21
PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Skema Baru Melalui PP 17/2017
PP No. 40/2006 dan PP No. 90/2010 Ranc. Awal RKP & SB Pagu Indikatif SE Menkeu Pagu Anggaran UU APBN & Alokasi Anggaran NK & RAPBN Evaluasi Arah Kebijakan & Prioritas Pembangunan Desember/ Januari Maret Pembicaraan Pendahuluan DPR: Perpres RKP KEM & PPKF Mei Juni Pembahasan DPR RUU APBN Juli/Agustus Agustus/ September November DIPA Desember Reviu angka dasar Februari KEM – PPKF & Ketersediaan Anggaran PP 17/2017 Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran Ranc. Awal RKP & SB Pagu Indikatif Perpres RKP - SB Pagu Anggaran UU APBN & Alokasi Anggaran NK & RAPBN Evaluasi Tema, Sasaran, Arah Kebijakan & Prioritas Pembangunan Desember/ Januari Maret Pembicaraan Pendahuluan DPR: Permen RKP KEM & PPKF Mei Juni Pembahasan DPR RUU APBN Juli/Agustus Agustus/ September November DIPA & Pemutakhiran RKP Desember Reviu angka dasar Februari KEM – PPKF & Ketersediaan Anggaran
22
BUSINESS PROCESS: PASCA PP 17/2017
T-1 T Sebelum PP Nomor 17 Tahun 2017 Nov - Des Bappenas Jan - Mar Mei Arah Kebijakan & Prioritas Pembangunan Rancangan Awal RKP dan SB Pagu Indikatif Pembahasan DPR: Perpres RKP KEM & PPKF Evaluasi dokumen anggaran Review Baseline KEM PPKF & Ketersediaan Anggaran Rancangan Awal RKP dan SB Pagu Indikatif Kemenkeu Setelah PP Nomor 17 Tahun 2017 Mei Nov - Des Bappenas Jan - Mar Tema, Sasaran, Arah Kebijakan & Prioritas Pembangunan Review Baseline KEM PPKF & Ketersediaan Anggaran Rancangan Awal RKP & SB Pagu Indikatif Pembahasan DPR: - Permen RKP - KEM & PPKF Evaluasi pencapaian prioritas pembangunan & evaluasi dokumen anggaran Review Baseline KEM PPKF & Ketersediaan Anggaran Rancangan Awal RKP & SB Pagu Indikatif Kemenkeu
23
BUSINESS PROCESS: PASCA PP 17/2017
T T+1 Sebelum PP Nomor 17 Tahun 2017 Juni Bappenas Jul - Sep November Desember Jan – dst. Pembahasan DPR RUU APBN Nota Keuangan & RAPBN Pembahasan DPR RUU APBN UU APBN & Alokasi Anggaran DIPA Persetujuan Perubahan Anggaran/ DIPA Kemenkeu SE Menkeu Pagu Anggaran Setelah PP Nomor 17 Tahun 2017 Per Pres RKP Jul - Sep Juni November Desember SB Pagu Anggaran Pembahasan DPR RUU APBN Pemutakhiran RKP Persetujuan Perubahan Anggaran/ DIPA Bappenas Nota Keuangan & RAPBN Pembahasan DPR RUU APBN UU APBN & Alokasi Anggaran DIPA Kemenkeu
24
PENGANGGARAN TAHUNAN NASIONAL
BAPPENAS: Evaluasi pencapaian kinerja Kemenkeu: Evaluasi efisiensi dan efektivitas anggaran BAPPENAS & Kemenkeu: Review Alokasi Dasar Tahap Evaluasi Alokasi Program (Khusus K/L) Alokasi Kegiatan Prioritas Alokasi Proyek Prioritas Lainnya (PHLN, SBSN, PDN) Pagu Indikatif Sama dengan Pagu Indikatif, dengan Pemutakhiran Pagu Anggaran Pagu Anggaran ditetapkan secara definitif pasca pembahasan DPR melalui Perpres Alokasi Anggaran Perubahan output terkait program prioritas harus berdasarkan persetujuan Bappenas dan Kemenkeu Perubahan Anggaran
25
Perencanaan Pembangunan di Bidang Industri
26
TEMA RKP 2015 Melanjutkan Reformasi bagi Percepatan Pembangunan Ekonomi yang Berkeadilan 2016 Mempercepat Pembangunan Infrastruktur untuk Memperkuat Pondasi Pembangunan yang Berkualitas 2017 Memacu Pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi untuk Meningkatkan Kesempatan Kerja serta Mengurangi Kemiskinan dan Kesenjangan Antarwilayah 2018 Memacu Investasi dan Infrastruktur untuk Pertumbuhan dan Pemerataan 2019 TBD (masih seputar mendorong infrastruktur dan pemerataan)
27
PERSANDINGAN ANTAR DOKUMEN PERENCANAAN INDUSTRI RPJP, RPJMN, RIPIN dan KIN
GAP ANALYSIS: Perlu ditentukan sektor industri prioritas, sehingga resource allocation dapat tepat sasaran RIPIN menggambarkan dukungan untuk peningkatan kapasitas produksi, namun belum mencakup bauran kebijakan investasi, perdagangan, tata ruang, ketenagakerjaan, infrastruktur dan energi, serta kebijakan penguasaan teknologi. RIPIN belum memetakan posisi 10 Industri Prioritas dalam konteks persaingan regional dan global (terutama dalam GVC) Penerjemahan RIPIN dalam KIN masih perlu dijaga konsistensinya. Tahapan dalam KIN perlu diperjelas. Masih perlu ada penjabaran Visi dan Misi pembangunan industri secara komprehensif dan proporsional.
28
BANGUN INDUSTRI NASIONAL SESUAI DENGAN RIPIN 2015 - 2035
29
RIPIN 2015 – 2035: TAHAPAN PEMBANGUNAN SEKTORAL Target Pembangunan Sektoral Sampai Dengan 2019 Masih Belum Dapat Terselesaikan Semua
30
Bahan Diskusi Terkait Evaluasi dan
Perencanaan Sektor Industri Ke Depan
31
Instansi Penanggung Jawab Utama
EVALUASI PARUH WAKTU RPJMN Pencapai Positif tetapi Belum Optimal Pencapaian sektor industri manufaktur mampu memberikan hasil yang positif – di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dan pasca-commodity boom—walaupun belum optimal Masih banyak hal yang menjadi catatan penting, baik dari sisi ketepatan perencanaan program dan juga implementasi kebijakan Evidence-based dan knowledge-based policy harus menjadi standar di dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan No Instansi Penanggung Jawab Utama Indikator Baseline 2014 2015 2016 Target 2019 Notifikasi Capaian Target Realisasi 7 Kementerian Perindustrian Pertumbuhan PDB industri pengolahan (%) 4,70 6,10 5,05 6,90 4,42 8,6 Kontribusi PDB industri pengolahan (%) 20,70 21,20 18,19 18,3-18,5 18,2 21,60 Penambahan jumlah industri berskala menengah dan besar (unit) --- NA 1.464 1.746 9.000 Kawasan Industri (kawasan) 14 2 3
32
Permasalahan Perencanaan Sektor Industri
Permasalahan di awali dengan pertumbuhan dan proporsi industri dalam PDB yang turun namun pendetailan masalah berhenti di level kurangnya pertumbuhan jumlah industry baru, kurangnya produktivitas dan nilai tambah, serta terkait value chain (hollow middle, kurang terlibat dalam GVC, dll) Solusi utama: Agglomerasi Industri melalui Pembangunan 14 KIP, pembanguna sentra-sentra IKM (kegiatan2 lainnya masih mirip kegiatan2 sebelumnya) Target bertambahnya 9000 Industri Besar Menengah 20000 Wirausaha Baru (IKM) Pertumbuhan Industri rata2 5-6% per tahun (??) => kurang relevan dengan target Perlu dilakukan identifikasi permasalahan hingga ke akar permasalahan, tidak berhenti di level yang sebenarnya masih berupa ‘akibat’ dari permasalahan utama; Horizon jangka pendek, menengah, panjang perlu diperhatikan Keterkaitan antara solusi, implementasi dan pencapaian target hampir tidak ada
33
Permasalahan Terkait Pola Kebijakan Saat ini (1)
Pola kebijakan industri masih belum jelas dan masih sporadis: Penentuan target kurang berhubungan dengan program dan kegiatan Horizon jangka pendek, menengah, panjang perlu jadi perhatian, contoh => Pembangunan Kawasan Industri tidak bisa dijadikan andalan untuk target jangka pendek; kegiatan yang bersifat jangka menengah-panjang harus diperhitungkan sustainability-nya => tidak semata-mata faktor arahan atau pendekatan politis Prioritas industri juga masih meliputi banyak komoditi secara paralel karena belum terlihat tahapan yang jelas sesuai pengalaman negara-negara yang maju industrinya (padat karya-industri basis dan pemesinan- dst..) => apabila ingin melakukan ‘shortcut’ dari tahapan-tahapan tersebut belum terlihat jelas breakthrough yang dilakukan.
34
Permasalahan Terkait Pola Kebijakan Saat ini (2)
Kurangnya kolaborasi dan koordinasi dengan pelaku usaha dalam perencanaan dan implementasi kebijakan industri Koordinasi lintas sektor: contoh untuk industri agro kebijakan on farm di pertanian, kebijakan off farm (industri) di Perindustrian Antar unit kerja di internal Kemenperin saja masih banyak berjalan sendiri-sendiri yang tercermin dari kegiatan tiap unitnya
35
Pendekatan dalam Penjabaran Permasalahan Secara Umum Untuk Perencanaan ke Depan
36
Pendekatan dalam Penjabaran Permasalahan Secara Umum Untuk Perencanaan ke Depan
Dilakukan Melaluai 2 pendekatan analisis dasar: Pertumbuhan Industri: Pada dasarnya berupa peningkatan utilitas dari exisiting industry; investasi baru (peningkatan populasi baru dan peningkatan kapasitas industri) => bergqntung pada motivasi pelaku usaha untuk meningkatkan profit Profit = revenue-cost => maximize profit = reduce cost, increase revenue/increase value added => Dengan kata lain penyelesaian existing problem dari pembangunan industri 2. Fundamental Pembangunan Industri Perlu dibangun fundamental industri yang kuat dan sustainable dengan ketergantungan minimum pada bangsa lain: Biasanya tahapan pembangunnan dimulai dari Padat Karya – Industri basis dan pemesinan – dst => Dengan kata lain penyiapan fundamental dan struktur industri yang kuat melalui tahapan-tahapan pembangunan industri sesuai best practice negara industri maju ataupun melalui strategi breakthrough apabila ingin melakukan shortcut darin tahapan-tahapan tersebut
37
Dasar Pelaku Bisnis Melakukan Investasi Baru atau Ekspansi:
Reduce Floor (cost) & Increase Ceiling (revenue), atau salah satunya => Untuk Memaksimumkan Profit Reduce Cost: CAPEX: Lahan, bangunan, equipment + Biaya Overhead Investasi (tergantung pada easiness of doing business) OPEX: Bahan Baku Energy Logistic/Supply Chain Others: Biaya Tenaga Kerja Value added Penguasaan Teknologi Kualitas SDM Dll Increase revenue: Perluasan Akses Pasar Peningkatan Demand (create demand baru; memenangkan kompetisi di pasar untuk exisiting demand)
38
Fundamental Pembangunan Industri
Keberhasilan pembangunan sektor industri biasanya melewati tahapan-tahapan fundamental yang sulit untuk di-shortcut, biasanya dimulai dari industry yang bersifat labor intensive, kemudian berlanjut ke industri basis dan heavy industries yang capital intensive (industry logam, dan pemesinan), industri berteknologi tinggi dan services industry Strategi shortcut bisa saja dilakukan (contoh: Malaysia)
39
Kesimpulan: Perencanaan sektor industri selain berfokus pada peningkatan pertumbuhan industri melalui penyelesaian masalah-masalah sesuai kondisi saat ini, juga harus dibarengi dengan penyiapan fundamental struktur industri yang kuat dalam jangka panjang
40
Rekomendasi
41
Perlu Perbaikan Pola Kebijakan Pembangunan Industri (1)
Perlu perbaikan pola pengembangan kebijakan industri. Penyusunan target harus memperhitungkan ‘gap’ atau selisih target pertumbuhan dengan baseline yang nantinya diisi dengan program dan kegiatan sektor industri sehinga terlihat jelas hubungan antara program dan kegiatan dengan kontribusinya terhadap pencapaian target jangka pendek, menengah, panjang Program dan kegiatan jangka menengah dan panjang diusahakan melalui pendekatan yang sustainable, sehingga tidak berpengaruh pada pergantian Pemerintahan atau kepemimpinan Perlu disusun perencanaan pembangunan industri dengan prioritas yang jelas dan tidak terlalu banyak sesuai tahapan yang ditentukan, memprioritaskan banyak komoditi industri secara paralel sama saja dengan tidak memiliki prioritas
42
Perlu Perbaikan Pola Kebijakan Pembangunnan Industri (2)
Industri prioritas tentunya dapat difasilitasi agar value propositionnya (cost, revenue/akses pasar, penguatan inovasi dan penguasaan teknologi, dll) dapat berkembang. Apabila ingin melakukan ‘shortcut’ yang berbeda dari tahapan pengembangan industri sesuai best practice dari pengalaman negara-negara yang maju industrinya, perlu ditentukan breakthrough apa yang dilakukan. Perencanaan sektor industri selain berfokus pada peningkatan pertumbuhan industri melalui penyelesaian masalah-masalah sesuai kondisi saat ini, juga harus dibarengi dengan penyiapan fundamental struktur industri yang kuat dalam jangka panjang
43
Perlu Perbaikan Pola Kebijakan Pembangunnan Industri (3)
Penyusunan dan implementasi kebijakan sedapat mungkin berkolaborasi dengan pelaku usaha terkait, tidak hanya dari sudut pandang Pemerintah saja Kebijakan industri harus ditetapkan secara lintas sektor dan lintas region
44
Rencana Pembangunan Industri Nasional (RPJMN/RKP/Renstra/Renja) vs Daerah (RPJMD/RKPD/RPIP/RPIK)
Antar Daerah: Saling mendukung => value chain setingi-tingginya nya ada di Indonesia Bukan saling bersaing tetapi zero sum game utk nasional Daerah dan nasional: Harus saling mendukung dan komprehensif baik lintas daerah maupun lintas sektor terkait Sinkronisasi perencanaan, sinkronisasi kebijakan dan peraturan terkait antara pusat dan daerah => Dapat menjadi program/kegiatan flagship jangka pendek
45
TERIMA KASIH
46
LAMPIRAN: PENJABARAN SECARA UMUM DARI PERMASALAHAN OPERASIONAL INDUSTRI SAAT INI: (Sesuai dengan analisis cost-value added-revenue dengan mengambil 3 komponen cost terbesar: bahan baku, energy, logistik; value added (SDM dan Teknologi); serta regulasi dan kebijakan industri sebagai faktor pendorong utama termasuk dalam perluasan pasar produk industri. Sumber: Studi Dit. Industri, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif Bappenas bekerjasama dengan Knowledge Sector Initiative (KSI), 2016
47
REGULASI DAN KEBIJAKAN
Penentuan prioritas industry (max 3-5 prioritas, tidak semua prioritas) Terkait Regulasi Bermasalah: Inventarisasi regulasi bermasalah => Sinkronisasi – deregulasi – kebijakan baru 2. Inisiasi Regulasi Lintas Sektor – Lintas Administrasi Regional (Pusat – Provinsi –Kabupaten) Inisiasi Regulasi yang Berpihak Kepada Industri Dalam negeri Untuk industry tertentu seperti galangan kapal dan komponennya, tekstil, alas kaki, dll bisa diberikan order dari Pemerintah untuk short term dengan target tertentu (peningkatan kemampuan teknologi produksi, SDM, dll) Kebijakan yang sama juga bisa dilakukan untuk industry strategis dengan TKDN tinggi, namun penetapan TKDN harus dihitung dengan akurat dan mencerminkan kandungan dalam negeri sesungguhnya Industri dengan TKDN tinggi juga dapat memperoleh insentif jangka pendek dengan target2 tertentu (Teknologi, SDM, dll), khususnya untuk meningkatkan daya saing untuk pasar DN. 4. Perbaikan Regulasi terkait Kemudahan Berusaha dan Investasi => Benchmark best practice di negara-negara yang sukses menarik investasi 5. Perbaikan Regulasi terkait rekayasa value chain DN => untuk memaintain value chain terkait kedalaman struktur dan hollow middle bargaining position: market, fasilitasi: infrastruktur logistic cost & benefit analysis
48
Pengelolaan Bahan BAKU
Integrasi kebijakan sector-sector penghasil Bahan baku(terutama Pertanian dan pertambangan) dengan kebijakan industry dari level nasional hingga daerah berikut implementasinya Integrasi pengelolaan dan proses produksi bahan baku dengan industry, contoh on farm (pertanian, perkebunan) dengan off farm (khususnya industry), eksplorasi dan produksi migas dengan industry petrokimia, dll => quality, cost, delivery (QCD) Contoh kasus: di kawasan industri, perkebunan sawit bisa diintegrasikan pengelolaan dan produksi sawitnya agar sesuai kebutuhan industry (QCD) di kawasan termasuk penggunaan limbahnya untuk biodiesel, dll. Tantangan utama adalah dari sisi kepemilikan lahan perkebunan dan standar kualitas sawit.
49
Infrastruktur PENDUKUNG INDUSTRI
Energi: Harga energy Industri di Indonesia relative Lebih tinggi dibanding negara lain => Benchmark dengan negara-negara yang sumber energinya terbatas tapi cost energy untuk industry lebih murah Strategi Pembangunan infrastruktur energy untuk industry yang akurat Regulasi terkait penetapan harga Pembangunan industry atau kawasan industry yang heavy penggunaan energy di dekat kantong-kanong penghasil energy (Kalimantan, Sumatera: minimize energy supply chain cost) Integrasi energy dan industry dalam satu ccle: contoh limbah pulp dijadikan bahan bakar (black liquor dengan kalori tinggi), bio fuel (tadan kosong kelapa sawit) dengan industry CPO, biogas/biomass dari peternakan untuk industry hasil peternakan, pemanfaatan multifuel boiler (benchmark sinarma P&P)
50
Infrastruktur PENDUKUNG INDUSTRI
Logistik: Biaya logistik sangat tinggi, isu-isu terkait yang haru dikaji lebih lanjut: Infrastruktur logistic adalah jangka panjang terutama pelabuhan vs siklus politik 5 tahunan dan overlap dengan daerah Kebijakan Subsidi (tol laut) merupakan kebijakan jangka pendek. Yang paling penting adalah infrastruktur (perluasan kapasitas dan pembangunan pelabuhan baru di lokasi strategis, contoh pelabuha di Bekasi-karawang ??), serta manajemen internal pelabuhan Fokus komoditi untuk dukungan logisik, karena tiap komoditi requirementnya unik Penggunaa Transportasi darat masih 85-90%, padahal Indonesia negara kelautan => pembangunan jalan tol malah diperluas, transportasi darat semakin lebih murah dan menarik => jangka pendek akan menurunkan biiaya logistic namun jangka panjang akan sulit bersaing dengan negara yang konektivitas maritimnya lebih baik karena bagaimanapun pasti ebih murah dibadning transportasi darat (contoh: Jakarta – Surabaya) Multimoda logistic => jangka panjang: infrastruktur; jangka pendek: standarisasi (box, palet, container, dll) Perlu bidang ilmu khusus untuk logistic di universitas Keseimbangan transportasi timur melalui regulasi (contoh pintu masuk barang mewah/khusus/non consumer bisa lewat Bitung, contoh: miras, build up luxury car, dll)
51
TEKNOLOGI Meinginisiasi kebijakan terkait transfer teknologi dan knowledge dari principal company yang memiliki unit usaha di Indonesia (Toyota, Honda, Samsung, dll) ke industry-industry DN pendukung ataupun ke SDM/Tenaga Kerja yang bekerja di Perusahaan tersebut dengan lebih terbuka => ‘market’ Indonesia merupakan bargaining position utama Inventarisasi kebutuhan teknologi dari sisi pelaku usaha (industry) dan trend teknologi ke depan (dari sisi peneliti, pelaku usaha/manajer teknologi) Memfasilitasi pertemuan supply dan demand hasil R&D Kebutuhan inovasi teknologi khususnya di sektor industry sangat tinggi mulai dari industri rumah tangga sampai industri besar. Namun hal ini kontradiktif dengan kenyataan bahwa sedikit sekali hasil penelitian di Indonesia yang termanfaatkan Transfer teknologi bisa dilakukan dua arah: technology push dimana konsep teknologi yang ada didiseminasi dari sisi supply oleh peneliti atau lembaga penelitian; serta teknologi pull dimana kebutuhan teknologi datang langsung dari pengguna atau calon pengguna terutama dari sektor industri.
52
TEKNOLOGI Bentuk-bentuk sarana pertemuan supply dan demand hasil litbang lainnya dapat difasilitasi melalui: Pembuatan database hasil penelitian dari seluruh sumber baik dari pusat penelitian Pemerintah (LPNK Iptek, Balitbang Kementerian), Universitas (PTN dan PTS), lembaga-lembaga penelitian swasta dan independen, serta dari sumber-sumber lain termasuk peneliti atau penemu individu => tidak ada sekat-sekat birokrasi, kelembagaan, sektoral , dll Mendirikan pusat diseminasi hasil litbang (Technology Transfer Office) di tempat-tempat strategis khususnya di daerah yang bisa diakses oleh industri-industri mulai dari industri kecil hingga industri besar (dekat dengan kawasan industri besar, sentra IKM, dll), atau di daerah yang membutuhkan sentuhan teknologi untuk menyelesaikan berbagai masalah. Forum yang sustainable dan kontinu mempertemukan peneliti dan pengguna hasil litbang (industri) agar link and match suplai hasil litbang dan demand-nya dapat di-maintain- dengan baik. Skema insentif yang layak kepada peneliti yang hasil penelitiannya digunakan, Membangun ekosistem inovasi linnya seperti STP dan pusat-pusat inkubator dan komunitas startup di daerah-daerah potensial
53
SDM Inventarisasi kebutuhan SDM Industri Langsung Ke Pelaku Usaha Untuk Saat Ini dan proyeksi Ke depan (s.d level detail kemampuan contoh: certified welder, operator mesin cnc, ahli desain blade propeller, ahli material composer, dll), termasuk integrase dengan kebutuhan teknologi dan proses di masa yang akan datang Kerjasama Lintas Sektor Terutama Pendidikan dan Tenaga Kerja Untuk Regulasi Penyediaan SDM Industri sesuai inventarisasi kebutuhan Pembukaan sekolah baru terutama di bidang yang suplai SDMnya masih kurang, contoh: sekolah logistic, sekolah material, sekolah penyamakan kulit, dll, ataupun dengan mengubah bidang sekolah yang terlalu mainstream (SMK manajemen, dll) menjadi bidang yang dibutuhkan industry Pelatihan tenaga kerja sesuai kebutuhan hingga sertifikasi professional yang kredibel dan terintegrasi dengan praktek di industry SMK, Politeknik, dan bahkan S1 kurikulumnya harus disesuaikan dengan kebutuhan industry, dan bila perlu dibuka akses langsung untuk praktek/magang di industry => saat ini sudah mulai diinisiasi
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.