Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PERUNTUKAN LOKASI DAN INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PERUNTUKAN LOKASI DAN INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG"— Transcript presentasi:

1 PERUNTUKAN LOKASI DAN INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG
KELOMPOK 2 KG-3A

2 Disusun Oleh: Dina Oktavina Dwi Septian Priyandika Margi Dewangga Nandi Rustandi Nunik Dwi Wibarini Risman Maulana Taufan Hidayat Salma ST Zakiah

3 Materi Bahasan:

4 KETENTUAN PERUNTUKAN LOKASI
SALMA ST ZAKIAH

5 PENDAHULUAN Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia yang kian bertambah berbanding lurus dengan meningkatnya kebutuhan diberbagai sektor. Sandang, pangan, dan papan merupakan istilah yang menggambarkan kebutuhan primer dalam setiap kehidupan manusia. Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kebutuhan papan yang sangat besar. Ketersediaan lahan di Indonesia harus benar-benar dioptimalkan demi memenuhi semua kebutuhan masa demi masa. Pemerintah turut berperan dalam mengatur optimalisasi ketersediaan lahan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang serta penataan bangunan dan lingkungan. Peraturan Kementrian Pekerjaan Umum menjadi landasan peraturan tentang pedoman dalam mengatur rencana tata ruang baik yang berwujud struktur ruang dan pola ruang. Rencana tata ruang wilayah adalah hasil perencanaan tata ruang pada wilayah yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif demi menjamin bangunan gedung didirikan berdasarkan ketentuan tata ruang dan tata bangunan yang ditetapkan di daerah yang bersangkutan, menjamin bangunan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya serta menjamin keselamatan pengguna, masyarakat, dan lingkungan. Berbagai peraturan mengenai persyaratan administratif bangunan diharapkan dapat mencapai keselarasan untuk mewujudkan suatu kawasan yang baik yang dapat mengakomondasi kegiatan- kegiatan sosial, ekonomi, budaya, edukasi dan memiliki citra fisik maupun non fisik yang kuat serta estetika visual yang terencana dan terpadu.

6 KETENTUAN PERUNTUKAN LOKASI
Bangunan gedung harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam ketentuan tata ruang dan tata bangunan dari lokasi yang bersangkutan. Setiap pihak yang memerlukan keterangan atau ketentuan tata ruang dan tata bangunan dapat memperolehnya secara terbuka melalui dinas yang terkait. Keterangan atau ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir d meliputi keterangan tentang peruntukan lokasi dan intensitas bangunan, seperti kepadatan bangunan, ketinggian bangunan, dan garis sempadan bangunan.

7 Ketentuan tata ruang dan tata bangunan ditetapkan melalui:
KETENTUAN PERUNTUKAN LOKASI Ketentuan tata ruang dan tata bangunan ditetapkan melalui: Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah; Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR); dan Peraturan bangunan setempat dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Bagi daerah yang belum memiliki RTRW, RRTR, ataupun peraturan bangunan setempat dan RTBL, maka Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan

8 KETENTUAN PERUNTUKAN LOKASI
Pembangunan bangunan gedung diatas jalan umum, saluran, atau sarana lain perlu mendapatkan persetujuan Kepala Daerah Pembangunan bangunan gedung dibawah tanah yang melintasi sarana dan prasarana jaringan kota perlu mendapatkan persetujuan Kepala Daerah Pembangunan bangunan gedung dibawah atau diatas air perlu mendapatkan persetujuan Kepala Daerah dengan pertimbangan Pembangunan bangunan gedung pada daerah hantaran udara (transmisi) tegangan tinggi perlu mendapatkan persetujuan Kepala Daerah

9 KETENTUAN PERUNTUKAN LOKASI

10 DWI SEPTIAN PRIYANDIKA
KAWASAN PERUNTUKAN DWI SEPTIAN PRIYANDIKA

11 KAWASAN HUTAN PRODUKSI KAWASAN PERDAGANGAN DAN JASA
KAWASAN PERUNTUKAN KAWASAN PEMUKIMAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI KAWASAN PERTAMBANGAN KAWASAN INDUSTRI KAWASAN PARIWISATA KAWASAN PERDAGANGAN DAN JASA

12 KAWASAN PERUNTUKAN

13 KAWASAN PERUNTUKAN

14 INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG
NUNIK DWI WIBARINI

15 Intensitas Bangunan Gedung
Intensitas Bangunan Gedung adalah ketentuan teknis tentang kepadatan dan ketinggian bangunan gedung yang dipersyaratkan pada suatu lokasi atau kawasan tertentu, yang meliputi koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB), dan jumlah lantai bangunan

16 a. Kepadatan dan Ketinggian Gedung
INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG a. Kepadatan dan Ketinggian Gedung Bangunan gedung yang didirikan harus memenuhi persyaratan kepadatan dan ketinggian bangunan gedung gedung berdasarkan rencana tata ruang wilayah daerah yang ditetapkan dan peraturan bangunan setempat Kepadatan yang dimaksud adalah total maksimal luas Lantai Dasar Bangunan dibanding luas tanah (Koefisien Dasar Bangunan) Ketinggian yang dimaksud adalah total maksimal luas bangunan dibanding luas tanah. Syarat ketinggian bangunan yaitu tidak diperkenankan mengganggu lalu lintas udara

17 INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG
Persyaratan kinerja dari ketentuan kepadatan dan ketinggian bangunan ditentukan oleh : Kemampuannya dalam menjaga keseimbangan daya dukung lahan dan optimalnya intensitas pembangunan Kemampuannya dalam mencerminkan keserasian bangunan dengan lingkungan Kemampuannya dalam menjamin kesehatan dan kenyamanan pengguna serta masyarkat pada umumnya Bila suatu kawasan digunakan menjadi kawasan wisata, pelestarian dll dengan pertimbangan kepentingan umum dan dengan persetujuan kepala daerah dapat diberi kelonggaran atau pembatasan terhadap ketentuan kepadatan, ketinggian dan ketentuan tata bangunannya dengan tetap memerhatikan keserasian dan kelestarian lingkungan

18 b. Penetapan KDB dan Jumlah Lantai/KLB
INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG b. Penetapan KDB dan Jumlah Lantai/KLB Besarnya kepadatan dan ketinggian bangunan harus tetap mempertimbangkan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas pembangunan, daya dukung lahan/lingkungan serta keseimbangan dan keserasian lingkungan apabila KDB dan KLB belum ditetapkan dalam rencana tata ruang, rencana tata bangunan & lingkungan, peraturan bangunan setempat, maka kepala daerah dapat menetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan dan setelah mendengarkan pendapat teknis para ahli terkait (Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya)

19 INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG
Ketentuan KDB dan KLB dapat diperbaharui sejalan dengan pertimbangan perkembangan kota, kebijaksanaan intesitas pembangunan, daya dukung lahan/lingkungan dan setelah mendengarkan pendapat teknis para ahli penetapan besarnya KDB, KLB untuk pembangunan banguanan gedung di fasilitas umum setelah mempertimbangkan keserasian, keseimbangan dan persyaratan teknis serta mendengarkan teknis para ahli terkait

20 INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG
dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan keteriban pembangunan, kepala daerah dapat menetapkan rencana perpetakan dalam duatu kawasan/lingkungan dengan syarat: Setiap bangunan yang didirikan harus sesuai dengan rencana perpetakan yang telah diatur di dalam rencana Apabila perpetakan tidak ditetapkan maka KDB dan KLB diperhitungkan berdasarkan luas tanah di belakang garis sempadan jalan (GSJ) yang dimiliki Untuk persil-persil sudut bilamana sudut persil tersebut dilengkungkan atau disikukan, untuk memudahkan lalu lintas, maka lebar dan panjang persil terbut diukur dari titik pertemuan garis perpanjangan pada sudut tersebut dan luas persil diperhitungkan berdasarkkan lebar dan panjangnya

21 INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG
Penggabungan atau pemecahan perpetakan dimungkinkan dengan ketentuan KDB dan KLB tidak dilampaui dan dengan memperhitungkan keadaan lapangan, keserasian dan keamanan lingkungan serta memenuhi persyratan teknis yang telah ditetapkan Dimungkinkan adanya pemberian dan penerimaan besranya KDB?KLB diantara perpetakan yang berdekatan, dengan menjaga keseimbangan daya dukung lahan dan keserasian lingkungan Bagi perpetakan tanah yang memberikan sebagian luas tanahnya untuk kepentingan umum dimungkinkan adanya kompensasi berupa penambahan besarnya KDB

22 d. Garis Sempadan (Muka) Bangunan Gedung
INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG d. Garis Sempadan (Muka) Bangunan Gedung Garis Sempadan Banguan (GSB) adalah jarak minimal antara batas jalan dan batas dingin muka terdepan dari bangunan. Besarnya garis sempadan ditentukan dari besarnya jalan di depan tanah, umumnya garis sempadan adalah setengah lebar jalan. Contoh : Jika lebar jalan di depan tanah anda 12 meter, maka anda baru boleh mendirikan struktur bangunan anda 6 meter mundur dari batas terdepan tanah anda

23 INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG
Garis sempadan bangunan ditetapkan dalam rencana tata ruang, rencana tata bangunan dan lingkungan, serta peraturan bangunan setempat Garis sempadan tidak boleh dilanggar meskipun bangunan di renovasi atau dibangun ulang Bila garis sempadan bangunan belum ditetapkan, maka kepala daerah dapat menetapkan Garis Sempadan Daerah yang bersifat sementara untuk lokaso tersebut pada permohonan perizinan mendirikan bangunan Penetapan garis sempadan bangunan didasarkan pada pertimbangan keamanan, kesehatan, kenyamana, dan keserasian dengan lingkungan serta ketinggian bangunan Sistem pembuatan garis sempadan sama tetapi tergantung daerah nya sendiri

24 INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG
Jika pada suatu kawasan terdapat klas bangunan dan dalam kawasan di peruntukan campuran Garis Sempadan Bangunan sama dengan 0, Bila garis sempadan pagar dengan garis sempadan muka bangunan berimpit maka bangunan harus didirikan di garis sempadan tersebut Garis Sempadan Bangunan sama dengan nol bila garis sempadan pagar dengan garis sempadan bangunan berimpit maka bagian muka bangunan harus ditempatkan pada garis tersebut Setiap daerah berwenang untuk menetapkan Garis Sempadan Bangunan tergantung kepala daerhanya dengan syara tidak mengganggu jalan dan penataan bangunan sekitarnya Ketentuan besarnya Garis Sempadan Bangunan dapat dipebaharui dengan pertimbangan perkemabangan kota, kepentingan umum, keserasian dengan lingkungan, maupun pertimbangan lain dengan mendengarkan pendapat teknis para ahli terkait

25 INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG (LANJUTAN)
DINA OKTAVINA

26 INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG
e. Garis Sempadan (Samping Dan Belakang) Bangunan Gedung Kepala Daerah dengan pertimbangan keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan, juga menetapkan garis sempadan samping kiri dan kanan, serta belakang bangunan terhadap batas persil, yang diatur di dalam rencana tata ruang, rencana tata bangunan dan lingkungan, dan peraturan bangunan setempat. Untuk bangunan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan-bahan/benda-benda yang mudah terbakar dan/atau bahan berbahaya, maka Kepala Daerah dapat menetapkan syarat-syarat lebih lanjut mengenai jarak-jarak yang harus dipatuhi

27 INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG
Pada daerah intensitas bangunan padat/rapat, maka garis sempadan samping dan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan: bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan; struktur dan pondasi bangunan terluar harus berjarak sekurang-kurangnya 10 cm kearah dalam dari batas pekarangan, kecuali untuk bangunan rumah tinggal; untuk perbaikan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri disamping dinding batas terdahulu; pada bangunan rumah tinggal rapat tidak terdapat jarak bebas samping, sedangkan jarak bebas belakang ditentukan minimal setengah dari besarnya garis sempadan muka bangunan.

28 INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG
f. Jarak Bebas Bangunan Gedung Pada daerah intensitas bangunan rendah/renggang, maka jarak bebas samping dan belakang bangunan harus mempunyai jarak bebas yang tidak dibangun pada kedua sisi samping kiri dan kanan serta bagian belakang yang berbatasan dengan pekarangan. Pada dinding batas pekarangan tidak boleh dibuat bukaan dalam bentuk apapun. Jarak bebas antara dua bangunan dalam suatu tapak diatur sebagai berikut: dalam hal kedua-duanya memiliki bidang bukaan yang saling berhadapan, maka jarak antara dinding atau bidang tersebut minimal dua kali jarak bebas yang ditetapkan; dalam hal salah satu dinding yang berhadapan merupakan dinding tembok tertutup dan yang lain merupakan bidang terbuka dan/atau berlubang, maka jarak antara dinding tersebut minimal satu kali jarak bebas yang ditetapkan; dalam hal kedua-duanya memiliki bidang tertutup yang saling berhadapan, maka jarak dinding terluar minimal setengah kali jarak bebas yang ditetapkan.

29 INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG
g. Pemisah di Sepanjang Halaman Depan/ Samping/ Belakang Gedung Halaman muka dari suatu bangunan harus dipisahkan dari jalan menurut cara yang ditetapkan oleh Kepala Daerah, dengan memperhatikan keamanan, kenyamanan, serta keserasian lingkungan. Adapun aturan tersebut antara lain : Dalam hal pemisah berbentuk pagar, maka tinggi pagar pada GSJ dan antara GSJ dengan GSB pada bangunan rumah tinggal maksimal 1,50 m di atas permukaan tanah, dan untuk bangunan bukan rumah tinggal termasuk untuk bangunan industri maksimal 2 m di atas permukaan tanah pekarangan. Pagar sebagaimana dimaksud harus tembus pandang, dengan bagian bawahnya dapat tidak tembus pandang maksimal setinggi 1 m di atas permukaan tanah pekarangan.

30 INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG
2. Penggunaan kawat berduri sebagai pemisah disepanjang jalan-jalan umum tidak diperkenankan. 3. Tinggi pagar batas pekarangan sepanjang pekarangan samping dan belakang untuk bangunan renggang maksimal 3 m di atas permukaan tanah pekarangan, dan apabila pagar tersebut merupakan dinding bangunan rumah tinggal bertingkat tembok maksimal 7 m dari permukaan tanah pekarangan, atau ditetapkan lebih rendah setelah mempertimbangkan kenyamanan dan kesehatan lingkungan. 4. Antara halaman belakang dan jalur-jalur jaringan umum kota harus diadakan pemagaran. Pada pemagaran ini tidak boleh diadakan pintu-pintu masuk, kecuali jika jalur-jalur jaringan umum kota direncanakan sebagai jalur jalan belakang untuk umum.

31 INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG
5. Kepala Daerah berwenang untuk menetapkan syarat-syarat lebih lanjut yang berkaitan dengan desain dan spesifikasi teknis pemisah di sepanjang halaman depan, samping, dan belakang bangunan. 6. Kepala Daerah dapat menetapkan tanpa adanya pagar pemisah halaman depan, samping maupun belakang bangunan pada ruas-ruas jalan atau kawasan tertentu, dengan pertimbangan kepentingan kenyamanan, kemudahan hubungan (aksesibilitas), keserasian lingkungan, dan penataan bangunan dan lingkungan yang diharapkan.

32 R.T.B.L RISMAN MAULANA

33 Pengertian RTBL (Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan)
RTBL adalah panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan

34 R.T.B.L 1. Tindak Lanjut RTRW dan/atau Rencana Teknik Ruang Kabupaten/Kota a. RTBL menindaklanjuti rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana teknik ruang kabupaten/kota, dan sebagai panduan rancangan kawasan, dalam rangka perwujudan kesatuan karakter, kualitas bangunan gedung dan lingkungan yang berkelanjutan. Selain itu, RTBL merupakan instrumen guna meningkatkan: i. Perwujudan Kesatuan karakter; ii. Kualitas Bangunan Gedung; dan iii. Lingkungan yang Berkelanjutan b. RTBL digunakan sebagai panduan dalam pengendalian pemanfaatan ruang suatu lingkungan/kawasan

35 R.T.B.L 2. MUATAN MATERI RTBL
a. Program Bangunan dan Lingkungan Program bangunan dan lingkungan merupakan penjabaran lebih lanjut dari peruntukan lahan yang telah ditetapkan untuk kurun waktu tertentu. b. Rencana Umum dan Panduan Rancangan Rencana umum dan panduan rancangan merupakan ketentuan-ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang memuat rencana peruntukan lahan. c. Rencana Investasi Rencana investasi merupakan arahan program investasi bangunan gedung dan lingkungannya berdasarkan program bangunan dan lingkungan serta ketentuan rencana umum dan panduan rencana. d. Ketentuan Pengendalian Rencana dan Pedoman Pengendalian Pelaksanaan

36 R.T.B.L 3. Penyusunan RTBL RTBL dapat disusun berdasarkan kemitraan pemerintah daerah, swasta, dan/atau masyarakat sesuai dengan tingkat permasalahan pada lingkungan/kawasan yang bersangkutan. b. Penyusunan RTBL dilakukan dengan mempertimbangkan pendapat tim ahli dan pendapat publik. c. Penyusunan RTBL didasarkan pada pola penanganan penataan bangunan gedung dan lingkungan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dan/atau masyarakat. d. Pola penanganan penataan bangunan dan lingkungan meliputi: perbaikan, pengembangan kembali, pembangunan baru, dan/atau pelestarian, yang diterapkan pada: i. kawasan yang sudah terbangun; ii. kawasan yang dilestarikan dan dilindungi; iii. kawasan baru yang potensial berkembang; dan/atau iv. kawasan yang bersifat campuran.

37 R.T.B.L PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG DI ATAS DAN/ATAU DI BAWAH TANAH, AIR DAN/ATAU PRASARANA/SARANA UMUM 1. Pembangunan bangunan gedung di atas prasarana dan/atau sarana umum harus: a. sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana teknik ruang kabupaten/kota, dan/atau RTBL; b. tidak mengganggu fungsi sarana dan prasarana yang berada di bawahnya dan/atau di sekitarnya; dan c. tetap memperhatikan keserasian bangunan terhadap lingkungannya.

38 R.T.B.L 2. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang melintasi prasarana dan/atau sarana umum harus: a. sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana teknik ruang kabupaten/kota, dan/atau RTBL; b. tidak untuk fungsi hunian atau tempat tinggal; c. tidak mengganggu fungsi sarana dan prasarana yang berada di bawah tanah; d. memenuhi persyaratan kesehatan sesuai fungsi bangunan; dan e. memiliki sarana khusus untuk kepentingan keamanan dan keselamatan bagi pengguna bangunan.

39 R.T.B.L 3. Pembangunan bangunan gedung di bawah dan/atau di atas air harus: a. sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana teknik ruang kabupaten/kota, dan/atau RTBL; b. tidak mengganggu keseimbangan lingkungan, dan fungsi lindung kawasan; c. tidak menimbulkan perubahan arus air yang dapat merusak lingkungan; d. tidak menimbulkan pencemaran; dan e. telah mempertimbangkan faktor keselamatan, kenyamanan, kesehatan, dan kemudahan bagi pengguna bangunan.

40 R.T.B.L 4. Pembangunan bangunan gedung pada daerah hantaran udara (transmisi) tegangan tinggi, dan/atau menara telekomunikasi, dan/atau menara air, harus: a. sesuai rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana teknik ruang kabupaten/kota, dan/atau RTBL; b. telah mempertimbangkan faktor keselamatan, kenyamanan, kesehatan, dan kemudahan bagi pengguna bangunan; dan c. khusus untuk daerah hantaran udara (transmisi) tegangan tinggi, harus mengikuti pedoman dan/atau standar teknis yang berlaku tentang ruang bebas saluran udara tegangan tinggi dan saluran udara tegangan ekstra tinggi. 5. Pembangunan bangunan gedung pada butir 1, 2, 3, dan 4 harus mendapat persetujuan dari Bupati/Walikota setelah mempertimbangkan pendapat dari tim ahli bangunan gedung dan pendapat publik.

41 KDB & KLB TAUFAN HIDAYAT

42 Sumber : Keputusan Menteri PU No. 378/KPTS/1987, Lampiran No. 22.

43 KDB & KLB KDB (Koefisien Dasar Bangunan) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Blok Peruntukan adalah rasio perbandingan luas lahan terbangun (land coverage) denganluas lahan keseluruhan blok peruntukan. Batasan KDB dinyatakan dalam persen (%). Perhitungan KDB berdasarkan pada luas wilayah terbangun yang diperkenankan adalah jumlah luas seluruh petak yang digunakan untk kegiatan utama . Penentuan KDB maksimum blok berdasarkan kemiringan lereng dapat dilihat pada rumus dibawah ini : C =X – S2 / 30% Keterangan : C = KDB maksimum (dalam %) X = Maksimum KDB untuk daerah tersebut S = Kemiringan lereng rata-rata 30 % = Kemiringan lereng maksimum yang masih diperbolehkan dibangun (untuk Bandung Utara = 30 %)

44 KLASIFIKASI KDB BLOK PERUNTUKAN
KDB & KLB KLASIFIKASI KDB BLOK PERUNTUKAN KLASIFIKASI SANGAT RENDAH > 75% RENDAH 50-75% SEDANG 20-50% TINGGI 5-20% SANGAT TINGGI <5% Sumber : Kepmen PU No. 640/KPTS /1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota

45 KDB & KLB Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Blok Peruntukan adalah rasio perbandingan luas lantai peruntukan dengan luas lahan keseluruhan blok peruntukan. Batas KLB dinyatakan dalam decimal. Ketentuan KLB adalah sebagai berikut: · KLB sangat rendah untuk bangunan tidak bertingkat dan bertingkatmaksimum 2 lantai. · KLB rendah untuk bangunan bertingkat maksimum 4 lantai · KLB sedang untuk bangunan bertingkat maksimum 8 lantai · KLB tinggi untuk bangunan bertingkat maksimum 9 lantai · KLB sangat tinggi untuk bangunan bertingkat minimum 20 lantai

46 KLASIFIKASI KLB BLOK PERUNTUKAN
KDB & KLB KLASIFIKASI KLB BLOK PERUNTUKAN KLB KLB BLOK PERUNTUKAN SANGAT RENDAH KLB = 2 x KDB RENDAH KLB = 4 x KDB SEDANG KLB = 8 x KDB TINGGI KLB = 9 x KDB SANGAT TINGGI KLB = 20 x KDB Sumber : Kepmendagri No. 59/1988

47 Ditanya : Diketahui : CONTOH PERHITUNGAN Luas Lahan = 10.000 m2
KDB = 30% KLB = 7 Ditanya : Berapa KDB ? Berapa KLB ? Berapa JM (Jumlah Lantai) ?

48 Jawab : KDB = Luas Lahan x KDB 10.000 m2 x 30% 3.000 m2
KLB = KLB x Luas Lahan 7 x m2 m2 JL = KLB / KDB m2 / m2 23 Lantai

49 R.T.R.W MARGI DEWANGGA

50 R.T.R.W Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota  Adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kota, yang merupakan penjabaran dari RTRW provinsi, dan yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kota, rencana struktur ruang wilayah kota, rencana pola ruang wilayah kota, penetapan kawasan strategis kota, arahan pemanfaatan ruang wilayah kota, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota.  Tujuan penataan ruang wilayah kota Adalah tujuan yang ditetapkan pemerintah daerah kota yang merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang kota pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. 

51 R.T.R.W Strategi penataan ruang wilayah kota  Adalah penjabaran kebijakan penataan ruang ke dalam langkah-langkah pencapaian tindakan yang lebih nyata yang menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur dan pola ruang wilayah kota.   Rencana struktur ruang wilayah kota  Adalah rencana yang mencakup rencana sistem perkotaan wilayah kota dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kota yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota selain untuk melayani kegiatan skala kota, meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, dan sistem jaringan lainnya.  Pusat pelayanan kota  Adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi yang melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional.  Subpusat pelayanan kota  Adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi yang melayani sub wilayah kota. 

52 R.T.R.W Pusat lingkungan  Adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial dan/atau administrasi lingkungan kota.  Rencana pola ruang wilayah kota Adalah rencana distribusi peruntukan ruang wilayah kota yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budi daya yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW kota yang memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kota hingga 20 (dua puluh) tahun mendatang.  Kawasan lindung kota  Adalah kawasan lindung yang secara ekologis merupakan satu ekosistem yang terletak pada wilayah kota, kawasan lindung yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang terletak di wilayah kota, dan kawasan-kawasan lindung lain yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah daerah kota.  Kawasan budi daya kota  Adalah kawasan di wilayah kota yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.  

53 R.T.R.W Pengolahan dan Analisis Data
Secara garis besar ada dua rangkaian analisis utama yang harus dilakukan dalam penyusunan RTRW Kota. Pertama, analisis untuk menggambarkan karakteristik tata ruang wilayah kota. Kedua analisis potensi dan masalah pengembangan kota. 

54 RRTL(Rencana Rinci Tata Ruang )
NANDI RUSTANDI

55 RTRR Rencana Rinci adalah hasil perencanaan tata ruang pada kawasan
yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional dan disusun berdasarkan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan sebagai perangkat operasionalisasi rencana tata ruang wilayah Rencana Rinci mempunyai kedudukan sebagai penjabaran RTRW kabupaten/kota yang perlu dilengkapi dengan acuan yang bersifat lebih detail


Download ppt "PERUNTUKAN LOKASI DAN INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google