Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehSri Johan Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
KAIN TAPIS LAMPUNG OLEH : KELOMPOK 16 KORTEN : Ahmad Salsabila
2
LATAR BELAKANG KAIN TAPIS LAMPUNG
Kain Tapis adalah salah satu jenis kerajinan tradisional masyarakat Lampung dalam menyelaraskan kehidupannya baik terhadap lingkungan maupun Sang Pencipta Alam Semesta. Karena itu munculnya kain Tapis ini ditempuh melalui tahap-tahap waktu yang mengarah kepada kesempurnaan teknik tenunnya, maupun cara-cara memberikan ragam hias yang sesuai dengan perkembangan kebudayaan masyarakat. Kain tapis ini merupakan pakaian wanita suku Lampung berbentuk kain sarung yang dibuat dari tenunan benang kapas dengan motif-motif yang beragam seperti motif alam, flora, dan fauna yang disulam (sistem cucuk) dengan benang emas dan benang perak. Tenunan ini biasanya digunakan pada bagian pinggang ke bawah.
3
Menurut Van der Hoop disebutkan bahwa orang lampung telah menenun kain Brokat yang disebut Nampan (Tampan) dan kain Pelepai sejak abad II masehi. Motif kain ini ialah kait dan konci (Key and Rhomboid shape), pohon hayat dan bangunan yang berisikan roh manusia yang telah meninggal. Juga terdapat motif binatang, matahari, bulan serta bunga melati. Dikenal juga tenun kain tapis yang bertingkat, disulam dengan benang sutera putih yang disebut Kain Tapis Inuh. Hiasan-hiasan yang terdapat pada kain tenun Lampung juga memiliki unsur-unsur yang sama dengan ragam hias di daerah lain. Hal ini terlihat dari unsur-unsur pengaruh taradisi Neolithikum yang memang banyak ditemukan di Indonesia.
4
PERKEMBANGAN KAIN TAPIS
Perjalanan sejarah perkembangan terbentuknya ragam hias, kain tapis Lampung mendapat berbagai pengaruh kebudayan lain, seiring dengan terjalinnya kontak, interaksi, dan komunikasi masyarakat adat Lampung dengan kebudayaan luar. Kebudayaan yang memberikan pengaruh pada pembentukan gaya seni hias kain tapis antara lain, kebudayan Dongson dari daratan Asia, Hindu-Budha, Islam, dan Eropa. Melalui proses yang panjang, akulturasi terjadi antara unsur-unsur hias kebudayaan asing dengan unsur-unsur hias lama. Unsur-unsur asing yang datang tidak menghilangkan unsur-unsur lama, akan tetapi semakin memperkaya corak, ragam, dan gaya yang sudah ada. Berbagai kebudayaan tersebut terpadu dan terintegrasi dalam satu konsep utuh yang tidak dapat dipisahkan dan melahirkan corak baru yang unik dan khas.
5
Nilai estetis kain tapis menyatu dalam beberapa azas dan ketentuan, yaitu:
(1) azas kesatuan organis, (2) azas tema atau konsep, (3) azas keseimbangan, (4) azas bertingkat, (5) azas kerumitan, dan (6) azas kesungguhan.
6
Bagi masyarakat adat lampung kain tapis memiliki makna simbolis sebagai lambang kesucian yang dapat melindungi pemakainya dari segala kotoran dari luar. Selain itu dalam pemakaiannya kain tapis juga melambangkan status sosial pemakainya. Makna simbolis kain tapis terdapat pada kesatuan utuh bentuk motif yang diterapkan, serta bidang warna kain dasar sebagai wujud kepercayaan yang melambangkan kebesaran Pencipta Alam. Kain tapis merupakan pakaian resmi masyarakat adat Lampung dalam berbagai upacara adat dan keagamaan, dan merupakan perangkat adat yang serupa pusaka keluarga. Terkait dengan pemerintahan adat, masyarakat Lampung yang beradat Pepadun memakai sistem kepunyimbangan berdasarkan garis keturunan laki-laki (matrilineal). Pada masyarakat Lampung Pepadun tingkatan punyimbang ada tiga, yaitu: (1) punyimbang marga atau paksi yang membawahi tiyuh (kampung), (2) punyimbang tiyuh yang membawahi beberapa suku atau bilik, dan (3) punyimbang suku yang membawahi beberapa nuwow balak (rumah adat). Susunan masyarakat yang bertingkat-tingkat mengkondisikan adanya aturan yang mengatur pemakaian kain tapis sebagai busana adat yang menyesuaikan status sosialnya dalam masyarakat. Aturan yang berlaku tersebut juga disertai hukuman atau sanksi adat (cepalo) bagi anggota masyarakat yang melanggarnya.
7
Seiring perkembangan zaman, Kain Tapis juga mengalami perkembangan dan perubahan baik pada aspek makna simbolis-filosofis yang terkandung dalam kain maupun pada bentuk fisik dan ragam motifnya. Perubahan makna simbolis-filosofis motif Kain Tapis merupakan perubahan hal yang paling esensial. Jika pada awalnya pembuatan motif disesuaikan dengan keperluan-keperluan adat yang spesifik atau mengungkapkan pesan-pesan tertentu, maka saat ini motif Kain Tapis hanya dilihat dari aspek keindahannya semata. Perubahan pandangan tersebut dari melihat motif Kain Tapis sebagai seperangkat simbol-simbol menjadi sekedar keindahan-keindahan merupakan akibat dari berubahnya pemaknaan dan persepsi masyarakat Lampung terhadap Kain Tapis. Kain Tapis tidak sekedar dilihat sebagai benda adat yang sakral yang terkait erat dengan adat dan kepercayaan masyarakat Lampung, tetapi juga hasil kreativitas manusia yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Perubahan pandangan ini telah mereduksi Kain Tapis yang ragam motifnya mengandung makna simbolis-filosofis menjadi benda profan yang bernilai ekonomis tinggi. Dengan kata lain, jika pada awalnya Kain Tapis dibuat untuk memenuhi kebutuhan adat, maka saat ini produksi Kain Tapis bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar.
8
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menjaga, melindungi, dan mengembangkan Kain Tapis, di antaranya adalah mematenkan hak cipta, sosialisasi Kain Tapis, dan eksplorasi nilai ekonomis Kain Tapis.
9
Pertama, Mematenkan hak cipta Kain Tapis
Pertama, Mematenkan hak cipta Kain Tapis. Kelalaian mematenkan hak cipta Kain Tapis tidak saja dapat menghilangkan hak ekonomi yang melekat pada kain, tetapi juga hilangnya kebanggaan masyarakat karena diklaim oleh pihak lain. Seringkali kita sangat bangga dengan banyaknya warisan budaya yang kita miliki, tetapi terkadang hak ekonominya tidak kita miliki sehingga warisan budaya tersebut tidak bisa digunakan untuk menopang kesejahteraan pemilik warisan budaya tersebut.
10
Kedua, Sosialisasi Kain Tapis. Ketika tulisan ini dibuat, cukup sulit untuk mencari referensi tentang Kain Tapis. Dari beberapa referensi yang penulis dapatkan, hampir semua isinya sama. Minimnya referensi tentang Kain Tapis ternyata juga pararel dengan minimnya orang-orang Lampung, khususnya generasi mudanya, yang mengetahui kain ini. Beberapa orang Lampung yang penulis hubungi misalnya, hanya mengetahui bahwa Kain Tapis adalah kain tradisional Lampung. Kondisi ini tentu cukup memprihatinkan dan berbahaya terhadap kelangsungan eksistensi Kain Tapis. Oleh karena itu, perlu segera dilakukan sosialisasi, khususnya kepada siswa-siswa sekolah. Misalnya dengan menjadikan Kain Tapis sebagai salah satu mata pelajaran muatan lokal. Melalui cara ini, para siswa tidak hanya mengetahui bentuk formal (fisik) Kain Tapis, tetapi juga nilai-nilai yang dikandungnya.
11
Ketiga, Agar masyarakat mempunyai ketertarikan untuk melestarikan dan mengembangkan Kain Tapis, maka keberadaan Kain Tapis harus memberikan manfaat bagi peningkatan kesehjateraan masyarakat. Oleh karena itu pemerintah dan lembaga terkait harus bekerjasama untuk menciptakan lingkungan usaha yang kondusif dan memberikan kemudahan dalam bidang produksi, permodalan, distribusi, dan pemasaran.
12
TERIMA KASIH
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.