Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

LAB METALURGI 1 KELOMPOK 3 ACTUR SAKTIANTO N

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "LAB METALURGI 1 KELOMPOK 3 ACTUR SAKTIANTO N"— Transcript presentasi:

1 LAB METALURGI 1 KELOMPOK 3 ACTUR SAKTIANTO N 3334131364
DINTA PRATIWI RIZKI ROLIO

2 TUJUAN PERCOBAAN ROD MILL Mengetahui pengaruh parameter waktu dan jumlah media gerus pada hasil produk grinding dari proses rod mill.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN ROD MILL Massa awal (gram) 100 Waktu (menit) 8 12
Jumlah penggerus 10 7 Fraksi Ukuran Berat (Gram) I II  III +40 # 75,665 88,583 79,920 -40 # + 60 # 9,245 3,955 6,631 - 60 # 19,809 7,440 13,746

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ROD MILL
Jika dilihat pada hasil percobaan sampel I dengan menggunakan media gerus sebanyak 10 buah dan waktu 8 menit, kemudian sampel II dengan menggunkanmedia penggerus sebanyak 7 buah dan waktu 8 menit, terakhir sampel III menggunakan media pengferus sebanyak 7 buah dan waktu 12 menit. Dari perbandingan antara sampel I dengan sampel II yang berpengaruh terhadap hasil dari milling adalah banyaknya media penggerus, sedangkan pada perbandingan sampel II dengan sampel III yang berpengaruh adalah lamanya waktu milling, dan pada perbandingan sampel I dengan sampel III dikarenakan jumlah media penggerus berbeda dan waktu yang digunakan pun berbeda sehingga di ambil dari pengacuan hasil percobaan, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa yang lebih berpengaruh terhadap proses milling ini dalah media penggerus Grafik antara Fraksi Sampel dengan massa fraksi Berdasarkan literatur yang dijelaskan Kelly bahwa semakin banyak jumlah media gerus maka semakin halus dan semakin banyak hasil gerusan yang didapat. [Kelly,1982]

5 Grafik hubungan antara kondisi dengan massa fraksi ukuran -60#
HASIL DAN PEMBAHASAN ROD MILL Grafik hubungan antara kondisi dengan massa fraksi ukuran -60# Dari gambar terlihat jelas bahwa pada kondisi atau sampel I memiliki jumlah massa fraksi ukuran -60# yang lebih besar dibanding kan dengan kondisi II dan III. Hal ini terjadi kerena terjadi penghalusan yang lebih besar dibandingkan yang lainnya yang disebabkan oleh jumlah media penggerus yang lebih banyak dibandingkan dengan kondisi lain. Media penggerus berpengaruh terhadap hasil dari penggerusan yang akan dihasilkan.

6 KESIMPULAN ROD MILL Rod mill adalah suatu alat proses penggerusan dengan menggunakan media penggerus batang – batang baja. Pada fraksi screen +40# untuk percobaan kesatu, kedua dan ketiga didapatkan masing – masing sebesar 75,665 gram, 88,583 gram dan 79,920 gram. Pada fraksi screen -40# +60# didapat masing–masing sebesar 9,245 gram, 3,955 gram dan 6,631 gram. Pada fraksi screen -60# didapat masing–masing sebesar 19,209 gram, 7,440 gram dan 13,746 gram. Dari perbandingan antara sampel I dengan sampel II yang berpengaruh terhadap hasil adalah banyaknya media penggerus, sedangkan pada perbandingan sampel II dengan sampel III yang berpengaruh adalah lamanya waktu milling, dan pada perbandingan sampel I dengan sampel III yang lebih berpengaruh terhadap proses milling adalah media penggerus. Faktor yang mempengarui dalam percobaan ini adalah lamanya waktu penggerusan serta banyaknya media penggerus yang digunakan.

7 TUJUAN PERCOBAAN MAGNETIC SEPARATION Tujuan dari percobaan ini adalah melakukan pemisahan mineral berdasarkan sifat kemagnetannya dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan magnetic separator.

8 Laju Pengumpanan (gram/menit)
HASIL DAN PEMBAHASAN MAGNETIC SEPARATION Percobaan Feed (gram) Tegangan Rotor (volt) Tegangan Umpan (volt) Waktu (detik) Laju Pengumpanan (gram/menit) 1 50 9 171 0,29 2 10 120 0,42 3 11 134 0,37 Percobaan Konsentrat (gram) Tailing (gram) % t % k % R Fe SiO2 1 8 0,1 2,9 27,4 9,57 98,765 53,3 2 4,6 0,8 7 30,6 18,6 3 2,097 0,420 7,24 25,54 13,98 22,081

9 Grafik Tegangan Rotor terhadap Recovery
HASIL DAN PEMBAHASAN MAGNETIC SEPARATION Dapat terlihat pengaruh tegangan rotor terhadap recovery. Pada percobaan pertama digunakan tegangan rotor sebesar 9 volt dan didapat recovery sebesar 53,3%. Pada percobaan kedua digunakan tegangan rotor sebesar 10 volt dan didapat recovery sebesar 30,6%. Pada percobaan ketiga digunakan tegangan rotor sebesar 11 volt dan didapat recovery sebesar 13,98%. Menurut literatur yang ada yaitu besar tegangan rotor yang diberikan maka kadar recovery semakin kecil. [Kelly, 1982]. Tegangan rotor berpengaruh terhadap nilai recovery, hal ini berkaitan dengan laju pengumpanan. Dari laju pengumpanan ini akan berkaitan langsung dengan nilai konsentrat dan nilai tailing yang akan diperoleh. Grafik Tegangan Rotor terhadap Recovery

10 Grafik Hubungan antar Tegangan Rotor Terhadap Konsentrat
HASIL DAN PEMBAHASAN MAGNETIC SEPARATION Tegangan rotor berpengaruh terhadapat jumlah konsentrat yang diperoleh. Pada tegangan rotor 9 volt diperoleh 8 gram pasir besi dan 0,1 gram pasir kuarsa. Kemudian pada tegangan 10 volt diperoleh 4,6 gram pasir besi dan 0,8 gram pasir kuarsa dan terakhir pada tegangan 11 volt diperoleh 2,097 gram pasir besi dan 0,42 gram pasir kuarsa. Hasil percobaan ini sesuai dengan literatur yang telah dibahas sebelumnya. Karena jika semakin besar tegangan rotor maka kecepatan rotor akan semakin besar. Menurut teori yang ada bahwa semakin besar laju pengumpanan maka tailing yang dihasilkan akan semakin besar dan berbanding terbalik dengan konsentrat [Mankosa, 2005]. Grafik Hubungan antar Tegangan Rotor Terhadap Konsentrat

11 KESIMPULAN MAGNETIC SEPARATION
Pasir besi dan pasir kuarsa dapat dipisahkan dengan magnetic separator karena adanya perbedaan sifat kemagnetan. Dimana pasir besi merupakan konsentrat dan pasir kwarsa merupakan tailing. Nilai recovery paling besar terdapat pada percobaan pertama yaitu sebesar 53.3% sedangkan pada percobaan kedua sebesar 30,6% dan pada percobaan ketiga sebesar 13,98%. Semakin besar tegangan yang diberikan, maka semakin cepat waktu yang diperlukan. Percobaan yang paling efektif adalah percobaan I karena memiliki nilai k yang besar yaitu sebesar 98,765 % serta nilai t yang kecil yaitu sebesar 9,57%.

12 TUJUAN PERCOBAAN SLUICE BOX Tujuan dari praktikum sluice box yaitu melakukan klasifikasi mineral dengan metode fluid film concentration (lapisan air yang tipis).

13 HASIL DAN PEMBAHASAN SLUICE BOX Berat tertampung (gram)
Riffle Berat tertampung (gram) % Berat terampung Komulatif % berat tertampung Komulatif % berat lolos Fe Kuarsa 1 4,180 11,570 19,9 22 80,1 78 2 2,772 10,508 13,2 20 33,1 42 66,9 58 3 1,872 5,617 8,9 10,7 52,7 47,3 4 3,720 6,649 15,6 12,6 57,6 65,3 42,4 34,7 5 2,474 4,501 11,8 8,6 69,4 73,9 30,6 26,1 6 2,037 3,115 9,7 5,9 79,1 79,8 20,9 20,2 7 2,496 4,437 11,9 8,4 91 88,2 9 8 1,082 3,135 5,2 96,2 94,2 3,8 5,8 0,642 2,420 3,1 4,6 99,3 98,8 0,7 1,2 10 0,180 0,650 100 Total 21,005 52,602 - SLUICE BOX

14 Grafik antara Massa Terhadap Riflle
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari gambar grafik antara massa tertampung pasir besi dan pasir kuarsa dengan riffle digunakan 10 riffle untuk sebagai penahan material atau sebagai batasan banyaknya riffle sebagai daerah pengamatan dapat terlihat bahwa dari riffle 1 sampai 10 data bergerak secara fluktuatif. Riffle pertama tertampung pasir besi sebesar 4,18 gram dan pasir kuarsa sebesar 11,57 gram sedangakan riffle ke sepuluh hanya menangkap pasir besi sebesar 0,18 gram dan pasir kuarsa sebesar 0,65 gram, hal ini dapat dipahami dengan sifat aliran fluida yang terjadi selama proses sluice box berlangsung dimana aliran yang terjadi tidak konstan laminar tetapi juga terjadi aliran turbulen yang menyebabkan pasir besi dan pasir kuarsa yang telah terperangkap di riffle ikut terbawa oleh arus fluida dan ditangkap kembali oleh riffle dibawahnya. SLUICE BOX Grafik antara Massa Terhadap Riflle Perbedaan yang terjadi pada setiap riffle ini dikarenakan aliran turbulen, sehingga pasir besi terangkat dan menuju riffle selanjutnya dan membuat banyaknya pasir besi yang menuju riffle dibawahnya. Untuk pasir kuarsa, kemungkinan mineral tersebut tertindih oleh mineral berat yaitu pasir besi sehingga banyak yang terjebak di riffle pertama dan membuat riffle yang berada dibawahnya mengadung pasir kuarsa yang sedikit sehingga membuat riffle kesepuluh yang seharusnya banyak menjadi sedikit.

15 HASIL DAN PEMBAHASAN SLUICE BOX
Grafik antara riffle terhadap komulatif % massa tertampung Dapat dilihat nilai kumulatif % berat tertampung pasir besi dan pasir kuarsa pada tiap-tiap riffle-nya cendrung naik. Hal ini sesusai dengan teori yang ada bahwa nilai kumulatif % massa tertampung cenderung naik pada tiap-tiap riffle (riffle teratas hingga riffle terbawah). Berdasarkan teorinya pada metode fluid film concentration mineral yang lebih berat akan tertahan pada riffle sedangkan mineral yang lebih ringan akan terbawa aliran air. Berat jenis dari pasir kuarsa lebih kecil dibandingkan dengan berat jenis pasir besi. Dari percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa percobaan tidak efektif karena masih terdapat pasir besi yang terbuang dan banyaknya pasir kuarsa pada riffle pertama, sehingga percobaan yang dilakukan tidak optimal.

16 KESIMPULAN SLUICE BOX Massa tertampung (gram) yang paling banyak terdapat pada riffle ke 1 sebesar 4,18 gram untuk pasir besi, sedangkan untuk massa tertampung yang paling sedikit pada riffle ke 10 sebesar 0,18 gram. Massa tertampung (gram) yang paling banyak untuk pasir kuarsa terdapat pada riffle ke 1 sebesar 11,57 gram, sedangkan untuk massa tertampung yang paling sedikit terdapat pada riffle ke 10 sebesar 0,650 gram.

17 TUJUAN PERCOBAAN Meningkatkan kadar bijih besi (Fe) pada bijih besi melalui proses pemisahan yang berdasarkan pada perbedaan berat jenis atau density dari mineral yang akan dipisahkan. JIGGING CONCENTRATOR

18 Grafik Pengaruh Stroke Per Minute (spm) terhadap Recovery
HASIL DAN PEMBAHASAN JIGGING CONCENTRATOR Grafik Pengaruh Stroke Per Minute (spm) terhadap Recovery

19 Grafik antara Nisbah Konsentrasi dengan Voltase
HASIL DAN PEMBAHASAN JIGGING CONCENTRATOR Grafik antara Nisbah Konsentrasi dengan Voltase Grafik antara Jumlah Pasir Besi Dalam Concentrat Terhadap Jumlah Pasir Besi Dalam Tailing

20 KESIMPULAN Pada pemisahan dengan alat jigging concentrator diperoleh recovery dan nisbah konsentrasi sebagai berikut Pada percobaan I diperoleh 66,95% dan 0,0149. Pada percobaan II diperoleh 89,37% dan 0,0112. Pada percobaan III diperoleh 95,18% dan 0,0105. Hal yang dapat mempengaruhi percobaan ini yakni debit air, kecepatan dari stroke per minute dan tegangan yang digunakan dalam proses kerja alat. JIGGING CONCENTRATOR

21 TUJUAN PERCOBAAN Tujuan di lakukannya percobaan ini adalah mempelajari teknik mineral sampling dalam proses pengolahan mineral. MINERAL SAMPLING

22 HASIL DAN PEMBAHASAN MINERAL SAMPLING Mineral Berat Jenis
-40/+60# berat = gram -60# berat = gram Jumlah Total Butiran Jumlah Butir x B.J % Berat I II Pasir Besi 4,2 18 19 155,4 2.153 157 175 1394,4 65,31 67,463 Pasir Kwarsa 2,6 23 33 145,6 2,017 146 96 629,2 29,49 31,507 Jumlah 41 52 301 4.17 203 271 2023,6 94,83 98,97 MINERAL SAMPLING

23 Diagram batang ukurun screen terhadap jumlah butiran dalam sampel
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah butiran pada +60# untuk pasir besi didapat sebesar 37 butiran dan untuk jumlah butiran +60# untuk pasir kuarsa didapat sebesar 56 butiran sehingga hal ini dapat dilihat bahwa jumlah pasir kuarsa lebih banyak dari pasir besi pada ukuran +60#. Ukuran butiran dari pasir besi lebih dominan di undersize atau apada ukuran – 60# pada sampel hal ini ditunjukan dalam jumlah butiran yang lebih banyak sebesar 332 butiran dibandingkan dengan jumlah butiran pasir kuarsa sebesar 242 butiran. MINERAL SAMPLING Diagram batang ukurun screen terhadap jumlah butiran dalam sampel

24 KESIMPULAN Mineral sampling adalah salah satu teknik analisa yang mewakili secaara keseluruhan dari suatu sampel yang dapat digunakan untuk menentukan kadar umpan dari suatu bijih. Berdasarkan percobaan, jumlah %berat total pasir besi sebesar 67, 463 % dan jumlah %berat total pasir besi sebesar 31, 507 %. Galat yang terjadi pada saat percobaan sebesar 1,19%, dimana bahwa nilai galat yang baik adalah <5%. MINERAL SAMPLING

25 TUJUAN PERCOBAAN Mengetahui nilai potensial masing-masing logam yang berbeda dalam media korosif dan untuk mengetahui korosi galvanik pada logam tersebut. KOROSI GALVANIK

26 HASIL DAN PEMBAHASAN KOROSI GALVANIK

27 Grafik Hubungan antara Variasi Material dengan Laju Korosi
HASIL DAN PEMBAHASAN KOROSI GALVANIK Grafik Hubungan antara Variasi Material dengan Laju Korosi

28 KESIMPULAN KOROSI GALVANIK
Nilai potensial Ekorosi dari masing-masing percobaan didapat yaitu : Untuk potensial Ekorosi dan laju korosi Cu/Zn didapat yaitu 0,8153 Volt dan 0,07905 Volt/Menit Untuk potensial Ekorosi dan laju korosi Cu/Pb didapat yaitu 0,2839 Volt dan 0,04892 Volt/Menit Untuk potensial Ekorosi dan laju korosi Pb/Zn didapat yaitu 0,539 Volt dan 0,08342Volt/Menit Laju rata-rata korosi tertinggi yakni pada material Pb/Zn, dimana laju korosi yang didapat sebesar 0,08342 Volt/Menit. Hal ini berbanding terbalik dari teori dimana semakin besar nilai beda potensial, maka nilai laju korosi galvanik yang terjadi pada logam tersebut juga akan semakin besar. Faktor yang mempengaruhi laju korosi yaitu : Luas penampang Jarak antar kedua logam Ketidak konsisten praktikan dalam memegang alat KOROSI GALVANIK

29 TUJUAN PERCOBAAN Tujuan yang ingin dicapai dari percobaan mengenai korosi merata ini adalah untuk mempelajari pengaruh lingkungan sekitar dalam proses korosi. KOROSI LINGKUNGAN

30 HASIL DAN PEMBAHASAN KOROSI LINGKUNGAN

31 HASIL DAN PEMBAHASAN KOROSI LINGKUNGAN Media Lingkungan Sampel I = Air
Berat awal (W0) (gram) Berat akhir (W1) Selisih berat Jumlah hari Laju korosi (gr/hari) I 6,181 6,172 0,009 6 0,0015 II 6,095 6,088 0,007 0,00116 III 7,189 7,174 0,015 0,0025 IV 6,607 6,604 0,003 0,0005 KOROSI LINGKUNGAN Media Lingkungan Sampel I = Air Sampel II = Air Sabun Sampel III = Air Garam Sampel IV = Udara

32 HASIL DAN PEMBAHASAN KOROSI LINGKUNGAN
Diagram Antara Media dengan Selisih Massa Media yang paling korosif adalah air garam, hal ini dikarenakan selisih massa maku awal dengan massa paku akhir dimana setalah 6 hari sebesar 0,015 gram, hal ini merupakan selisih massa terbesar dari pada media lain yang digunakan dalam percobaan. Dari gambar 4.5 dapat dilihat bahwa laju korosi yang lebih besar dimiliki air garam, selnjutnya air, kemudian air sabun dan terakhir udara. Air garam memiliki laju korosi yang paling besar kerena air garam murapakan elektrolit yang baik. Garam itu sendiri berasal dari pencampuran zat asam dan zat basa sehingga disebut reaksi penetralan, tetapi hasil reaksi (garam) tidak selalu bersifat netral. Sifat asam atau basa dari larutan garam bergantung pada kekuatan asam dan basa penyusunnya.

33 KESIMPULAN KOROSI LINGKUNGAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju korosi antara lain air dan kelembapan udara, elektrolit, oksigen, permukaan logam, temperatur, keberadaan zat pengotor dan mikroba. Selisih massa pada setiap sampel yang direndam pada media yang berbeda adalah sebagai berikut: Air : 0,009 gram Air Sabun : 0,007 gram Air Garam : 0,015 gram Udara : 0,003 gram Laju korosi terbesar terdapat pada sampel yang direndam didalam air garam hal ini di lihat dari selisih massa paku yang lebih besar di bandingkan dengan media lain yang diguanakan. KOROSI LINGKUNGAN

34 TUJUAN PERCOBAAN Mempelajari proses pelapisan menggunakan pelapis tembaga dan mengetahui pengaruh variasi voltage, konsentrasi larutan elektrolit, potensial elektroda masing-masing plat logam yang digunakan dan waktu terhadap massa dan tebal lapisan yang dihasilkan PELAPISAN TEMBAGA

35 HASIL DAN PEMBAHASAN PELAPISAN TEMBAGA

36 HASIL DAN PEMBAHASAN PELAPISAN TEMBAGA
Hubungan Antara Voltase Dengan Selisih Massa Pelat Besi

37 KESIMPULAN Pelapisan dengan menggunakan listrik (electroplating) adalah suatu proses terjadinya pengendapan berupa zat ion-ion logam pada elektroda yakni pada katoda dengan cara elektrolisis Dimana nilai selisih massa Fe yang paling tingi yakni pada sampel 1 dengan massa 0,012 gram, sementara data terendah yakni pada sampel 2 dengan selisih massa Fe yakni 0,001 gram. Faktor yang mempengaruhi percobaan ini yakni tegangan yang digunakan, waktu proses pencelupan, dan jarak antara kedua pelat. PELAPISAN TEMBAGA

38 TUJUAN PERCOBAAN Tujuan dari percobaan ini adalah mengetahui jenis- jenis nyala api dan pengaruh deposit material las pada pengelasan oksiasetilen terhadap kecepatan ketika pengelasan. PENGELASAN OKSIASETILEN

39 HASIL DAN PEMBAHASAN PENGELASAN OKSIASETILEN No. Jenis Nyala Api
Hasil Pengamatan 1 Nyala Karburasi Perbandingan gas asetilen yang digunakan lebih banyak dari gas oksigen. Terbentuk tiga buah kerucut. Kerucut bagian dalam berwana putih menyala. Kerucut bagian luar berwana biru. Kerucut baru berwarna biru terbentuk di antara kerucut dalam dan kerucut luar 2 Nyala Netral Perbandingan antara gas oksigen dan gas asetilen yang digunakan yaitu satu. Terbentuk dua buah kerucut. Kerucut bagian dalam berwarna putih bersinar. Kerucut bagian luar berwarna biru bening. 3 Nyala oksidasi Perbandingan gas oksigen yang digunakan lebih banyak dari gas asetilen. Kerucut dalam berwarna ungu bercahaya. Kerucut luar berwarna biru. Nyala api pendek. PENGELASAN OKSIASETILEN

40 HASIL DAN PEMBAHASAN PENGELASAN OKSIASETILEN Pelat G0 (g) G1 Gr x (cm)
(cm/s) F0 F1 Fr V (g/s) 1 395,7 397,2 1,5 9,4 190 0,049 7,5 6 7,9X10-3 2 399 1,8 2,5 69 0,036 7,2 5,6 1,6 0,023 3 399,8 0,8 5 67 0,074 7,4 6,4 0,015 PENGELASAN OKSIASETILEN

41 Grafik Kecepatan Pengelasan terhadap Deposit Metal Las
HASIL DAN PEMBAHASAN PENGELASAN OKSIASETILEN Grafik Kecepatan Pengelasan terhadap Deposit Metal Las

42 KESIMPULAN PERCOBAAN PENGELASAN OKSIASETILEN
Pengelasan oksiasetilen adalah proses penyambungan logam atau paduan logam dengan cara melelehkannya pada temperatur yang sesuai menggunakan nyala api dari hasil pembakaran gas asetilen dengan oksigen. Semakin panjang weld metal maka waktu pengelasan yang dibutuhkan akan semakin lama. Untuk panjang weld metal yang sama, kecepatan pengelasan yang tinggi menyebabkan waktu pengelasan yang dibutuhkan akan semakin cepat. Semakin tinggi kecepatan pengelasan maka deposit metal las akan semakin rendah. Data kuantitatif yang mendukung pernyataan tersebut yaitu: Pelat 1, nilai S sebesar 0,0411 cm/s dan nilai v sebesar 0,011 gram/s. Pelat 2, nilai S sebesar 0,0442 cm/s dan nilai v sebesar 0,003 gram/s. Pelat 3, nilai S sebesar 0,0514 cm/s dan nilai v sebesar 0,002 gram/s. PENGELASAN OKSIASETILEN

43 TUJUAN Mengetahui koefisien pencairan elektroda dan koefisien penambahan metal las pada prosuk lasan setelah dilakukan pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding), kecepatan pengelasan, laju lelehan elektroda serta pengaruh parameter- parameter las terutama arus dan tegangan listrik (voltase) terhadap heat input (panas yang dipakai) dan produk lasan yang dihasilkan. PENGELASAN SMAW

44 HASIL DAN PEMBAHASAN PENGELASAN SMAW

45 HASIL DAN PEMBAHASAN PENGELASAN SMAW

46 HASIL DAN PEMBAHASAN PENGELASAN SMAW

47 HASIL DAN PEMBAHASAN PENGELASAN SMAW

48 KESIMPULAN PENGELASAN SMAW
Koefisien pencairan elektroda dan penambahan metal las yang diperoleh pada praktikum ini, yaitu: Plat I = 0,00324 g/A.det dan 0,00089 g/A.det Plat II = 0,0067 g/A.det dan Plat II = 0,0058 g/A.det Plat III = 0,0043 g/A.det dan 0,0029 g/A.det Dalam percobaan ini sampel 1 dan sampel 2, dengan menggunakan arus yang sama, namun memiliki nilai besarnya heat input yang diterima masing-masing benda kerja berbeda. Nilai heat input yang didapat dari masing-masing sampel selama proses pengelasan yakni pada plat I yakni sebesar 9506,17 J/cm, pada plat II sebesar 7897,44 J/cm pada plat III sebesar 13435,12 J/cm Arus listrik sangat berpengaruh terhadap heat input, semakin besar arus listrik maka heat input yang dihasilkan juga semakin besar. Faktor kecepatan pengelasan dimana semakin cepat laju pengelasan maka heat input yang diterima semakin kecil dimana skill dari welder sangat mempengaruhi hasil pengelasan. PENGELASAN SMAW

49 TUJUAN PERCOBAAN Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mempelajari pengaruh variasi bentuk geometri pada reaksi kalsinasi. KALSINASI BATU KAPUR

50 HASIL DAN PEMBAHASAN KALSINASI BATU KAPUR No. Sampel Temperatur (0C)
Massa (gram) PCO2 Volume (mm3) Sebelum pemanasan Setelah pemanasan 1 900 22,451 20,948 1,04 9629,19 2 25,715 24,896 14297,5 3 31,840 30,827 12155,8 KALSINASI BATU KAPUR

51 Hubungan Antara Bentuk Geometri Dengan Selisih Massa
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan gambar dapat dilihat selisih massa dari masing – masing bentuk. Bentuk bola didapat selisih massa sebesar 1,503 gram, bentuk balok didapat selisih massa sebesar 0,818 gram dan terakhir bentuk prisma segitiga didapat sebesar 1,013 gram. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa selisih massa terbesar adalah batu kapur yang berbentuk bola dan selisih massa yang paling kecil berbentuk balok. Hubungan Antara Bentuk Geometri Dengan Selisih Massa Faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya fraksi bereaksi antara lain ukuran batu kapur, bentuk batu kapur, waktu pemanasan dan juga temperatur pemanasan. KALSINASI BATU KAPUR

52 KESIMPULAN Kalsinasi adalah proses penghilangan air, gas karbon dioksida, atau gas lain yang mempunyai ikatan kimia dengan bijih dengan pemanasan pada temperatur tinggi tanpa terjadi pelelehan dan tanpa penambahan reagen. Dimana pada hasil percobaan diperoleh sampel batu kapur yang memiliki selisih massa terbesar adalah sampel batu kapur dengan geometri bola sebesar 1,503 gram. Faktor–faktor yang mempengaruhi proses kalsinasi batu kapur yaitu ukuran batu kapur, bentuk butiran batu kapur, waktu pemanasan dan juga temperatur pemanasan. KALSINASI BATU KAPUR

53


Download ppt "LAB METALURGI 1 KELOMPOK 3 ACTUR SAKTIANTO N"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google