Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Aspek Klinis dan Terapi miRNAs

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Aspek Klinis dan Terapi miRNAs"— Transcript presentasi:

1 Aspek Klinis dan Terapi miRNAs
Adya Pramusita

2 Latar Belakang MicroRNAs yang pertama  1993 oleh Victor Ambros dan kolega, Rosalind Lee dan Rhonda Feinbaum  lin-4, tidak mengkode protein tetapi merupakan RNA pendek yang terdiri dari 22 nukleotida. Tujuh tahun kemudian, Reinhart et al.  let-7 Kedua RNA pendek ini kemudian menjadi hal yang menarik untuk diteliti  terdapat gen yang serupa dengan let-7 pada hewan lain, manusia. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, >100 gen yang mirip dengan let-7 dan lin-4 telah ditemukan pada cacing, Drosophila, dan pada manusia yang kemudian dikenal dengan nama miRNAs

3 MicroRNAs  molekul RNA yang pendek, tidak mengkode protein, dan dapat memodulasi proses transkripsi dari gen lain. miRNAs meregulasi 30% gen dari genome manusia. miRNAs sangat spesifik miRNAs mengkontrol fungsi biologis dasar, seperti apoptosis, organogenesis, proliferasi, embriogenesis, respon antiviral, dan stres. Abnormalitas dari level miRNAs berhubungan dengan kanker pada manusia, hematopoesis, metabolisme, dan hipertrofi jantung. miRNAs juga ditemukan dapat memodulasi sensitivitas dari reseptor sel T, yang berhubungan dengan penyakit autoimun

4 MicroRNAs  cairan biologis
miRNAs dapat juga ditemukan pada plasma dan terlindungi dari aktivitas RNAse endogen serta cukup stabil  tidak terdegradasi pada temperatur ruangan selama 24 jam dan dapat disimpan pada suhu -20◦C selama >7 hari  biomarker (Kanwal et al., 2012). Oleh karena telah ditemukan berbagai macam peran dari miRNA pada berbagai penyakit  regulasi miRNA saat ini merupakan target terapi dan diagnostik dari berbagai penyakit  Salah satunya dengan penggunaan anti-miR dan miRNA mimics sebagai target terapi.

5 Peran MikroRNAs pada Fibrosis
Fibrosis  penyebab timbulnya disfungsi dari berbagai organ  hasil dari reaksi terhadap tissue injury kronis yang tidak terkontrol maupun merupakan penyakit primer itu sendiri. Ditandai dengan adanya deposisi berlebih dari komponen matriks ekstraseluler (ECM) Akumulasi dari matriks ekstraseluler menggantikan jaringan fungsional dan merusak arsitektur organ normal.

6 Tabel 1. Fibrosis primer dan sekunder dari berbagai organ (Vettori et al., 2012)

7 Tabel 2. Mediator molekuler utama yang meningkat pada fibrosis (Vettori et al., 2012).
Sitokin Transforming Growth Factor-β (TGF-β) IL-4 IL-13 IL-17 Kemokin CCL2 CXCL8 CXCL12 Faktor Pertumbuhan Connective tissue growth factor (CTGF) Platelet derived growth factor (PDGF) Vascular endothelial growth factor (VEGF) Fibroblast growth factor (FGF) Insulin-like growth factor-1 (IGF-1) Small secreted signaling protein Wnt protein Endothelin-1 (ET-1)

8 SSc  fibrosis sitemik yang tidak diketahui penyebabnya  tiga jalur patofisiologi yaitu vascular injury, aktivasi sistem imun, dan fibrosis interstisial. Fibrosis pada SSc secara klinis umumnya menyerang beberapa daerah tertentu (kulit, paru-paru, jantung, ginjal, dan otot). Terjadi aktivasi dari beberapa jalur profibrosis pada SSc yaitu jalur TGF-β, jalur PDGF, dan jalur Wnt-βcatenin, serta jalur serotonin (Vettori et al., 2012).

9 Terdapat ± 40 miRNAs yang berhubungan dengan fibrosis pada berbagai organ.
Kebanyakan dari miRNAs secara langsung menginduksi fibrosis  aktivasi jalur TGF-β, CTGF, protein struktural maupun enzim yang mengatur remodeling matriks ekstraseluler. Sebagian kecil secara tidak langsung mengatur fibrogenesis melalui pengaruhnya terhadap EMT atau dengan menginduksi proliferasi maupun ketahanan terhadap apoptosis pada myofibroblas (Vettori et al., 2012).

10 Regulasi MicroRNAs pada sinyal TGF-β/CTGF
TGF-β  mediator sentral dari fibrosis  menginduksi ekspresi dari CTGF dan sebaliknya. Bersamaan dengan itu, berbagai faktor profibrosis (VEGF, ET, IGF-1, integrin dan Wnts) juga dapat terinduksi. Terdapat ± 10 miRNAs yang merupakan regulator dari sinyal TGF-β miR-133 dan miR-30 merupakan miRNA utama yang meregulasi ekspresi CTGF pada fibrosis jantung. miR-133 spesifik pada sel jantung yaitu cardiomyocites. Penelitian menyebutkan miR-133 dan miR-30 dapat merepresi CTGF secara in vivo, yaitu regulasi positif dari miR-133 dan miR-30 dapat menurunkan ekspresi CTGF. Selain itu miR-133 juga dapat menurunkan aktivasi dari sinyal TGF-β1 miR-200 merupakan family dari EMT, yang mempunyai peran secara tidak langsung pada proses fibrogenesis. Penelitian menunjukkan miR-200  meregulasi proses fibrogenesis secara langsung melalui regulasi sinyal TGF-β. Regulasi positif dari miR-200 dapat menurunkan TGF-β2, aktivitas Smad3, dan protein ECM

11 Regulasi MicroRNAs pada Protein ECM
miR-29  regulator fibrogenesis secara langsung  regulasi negatif ekspresi gen COL1A1, COL1A2, COL3A1, FBN1, dan ELN1  pengaturan sintesis protein ECM. Level dari miR-29 berbanding terbalik dengan keparahan fibrosis. Overekspresi dari miR-29b pada tikus menghasilkan penurunan fibrosis pada ginjal setelah pemberian diet tinggi garam. Silencing dari miR-29b pada ginjal tikus menyebakan peningkatan pembentukan protein ECM (Zhu et al., 2013). Fibrosis mempengaruhi prognosa dan angka mortalitas dari SSc  saat ini belum ditemukan biomarker yang akurat dan terpercaya untuk mengetahui proses fibrosis pada SSc  Level serum dari miRNAs dapat digunakan sebagai biomarker yang akurat baik untuk diagnosa, prognosis, dan evaluasi perawatan dari SSc (Zhu et al., 2013). Level serum miR-150 ditemukan menurun pada pasien SSc, dan pasien SSc dengan level serum miR-150 yang lebih rendah mempunyai manifestasi klinis yang lebih parah. Level serum dari miR-142-3p secara signifikan ditemukan lebih tinggi pada pasien SSc dibandingkan dengan pasien SLE, scleroderma spectrum disorder (SSD) dan dermatomiositis.

12 Tabel 3. MikroRNAs yang terkait fibrosis (Vettori et al., 2012).

13 Tabel 4. miRNAs sebagai biomarker pada SSc (Zhu et al., 2013).

14 Peran MikroRNAs pada Penyakit Autoimun
Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan kerusakan pada tulang dan sendi. miRNA-155 dan miRNA-146a mengalami disregulasi pada jaringan sinovial (fibroblas) pada pasien RA  peningkatan sitokin proinflamasi seperti IL-1β miRNA-155 dikode pada gen B-cell integration (Bic) pada krmosom 21. Ekspresinya ditemukan pada berbagai penyakit autoimun seperti multipel sklerosis, SLE, dan RA. miRNA-155 secara individual mengkontrol proses destruksi yang diakibatkan oleh RA melalui 2 cara, yaitu dengan menghambat respon dari sel B dan sel T serta mengkontrol kerusakan tulang lokal. miRNA-155 juga diketahui berperan dalam regulasi sel Th-1 dan TNFα mRNA. miRNA-155 juga diketahui sebagai regulator dari maturasi sel B dengan cara mengkontrol proses translokasi myc-IgH terkait AID (Kanwal et al., 2012).

15 Peningkatan ekspresi dari miRNA-155 pada sel fibroblas sinovial menurunkan ekspresi dari MMP-3 dan MMP-1.  kerusakan jaringan dapat ditekan. Peningkatan ekspresi dari miRNA-203 pada RASFs (rheumatoid arthritis synovial fibroblas) meningkatkan sekresi dari IL-6 dan MMP-1 Overekspresi dari miRNA-124 pada fibroblas dapat menurunkan level dari cyclin dependent kinase-2 dan monocyte chemoattractan protein-1  penurunan dari proliferasi sinovial, angiogenesis, dan kemotaksis.

16 SS Sjogren sindrom (SS)  penyakit autoimun kronis yang menyerang kelenjar eksokren Disregulasi dari miR-17-92, miR-155, dan miR-147 telah diamati pada kelenjar saliva  peningkatan ekspresi miR-146a secara signifikan Ekspresi miRNA juga dipelajari pada saliva yang diisolasi pada pasien SS  metode diagnosis yang tidak invasif yang dapat  marker diagnosis maupun keparahan (Hu dan O’Connel, 2013). Berbagai tes digunakan untuk mendiagnosa penyakit autoimun, seperti CT-scan, X-ray, ESR, hitung jumlah sel darah putih, CRP, antinuclear antibodies (ANA), serta serum faktor RA  miRNA dapat juga digunakan sebagai biomarker karena stabilitasnya dan ekspresinya pada berbagai jaringan, baik digunakan untuk diagnosis maupun penentu keparahan penyakit (Kanwal et al., 2012).

17 Peran MikroRNAs pada Penyakit Kardiovaskuler
Adanya suatu jejas ataupun stres  jantung mengalami hipertrofi  untuk mengkompensasi adanya kerusakan pada fungsi jantung dan perubahan kardiak output.  adanya pembesaran ukuran sel tanpa penambahan jumlah sel miosit Terdapat lebih dari 50 mRNAs yang mengalami disregulasi ekspresi pada tikus dengan hipertrofi jantung, dengan miR-1 teridentifikasi pertama kali yang mengalami penurunan ekspresi diikuti dengan miR-30, miR-182, dan miR-526. Sedangkan yang mengalami peningkatan ekspresi adalah miR-21, miR-29b, miR-129, miR-210, miR-211, miR212, miR423 (Wang et al., 2009).

18 miR-21  mengatur pertumbuhan sel tumor dan apoptosis, dimana peningkatan ekspresi dari miR-21 dapat menginduksi hipertrofi jantung pada sel kultur dan in vivo. Penghambatan ekspresi dari miR-21 dapat menurunkan hipertrofi miosit. miR-1 dan miR-133 terekspresi rendah pada tikus dan manusia yang mengalami hipertrofi. Penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa infusi dari antimiRNA-133 dapat menyebabkan hipertrofi jantung. miR-1 terekspresi secara spesifik pada sel prekursor jantung dan gen miR-1 merupakan gen transkripsi target yang berperan dalam pengaturan diferensiasi dari otot jantung, termasuk SRF (Serum response factors), MyoD (myogenic differentiation factor D), dan Mef2 (myocyte-enhancing factor 2).

19 Peran MikroRNAs pada Penyakit Metabolik
Peran miRNAs dalam meregulasi metabolisme diperankan oleh miR-33 dan miR-122. miR-33 mengkontrol eksport dari kolesterol seluler dan degradasi dari asam lemak. Penelitian menunjukkan pemberian anti-miR33 dapat meregresi aterosklerosis dan dapat menurunkan level HDL miR-122 berperan dalam meregulasi homeostasis lipid dengan mengontrol serum kolesterol dan level TG dengan merugulasi sintesis kolesterol dan sekresi lipoprotein (VLDL) di hepar. Penurunan ekspresi dari miR-122 dapat meningkatkan level lemak di hepar. Selain itu pada penelitian menunjukkan penurunan ekspresi dari miR-122 tidak hanya menurunkan level dari LDL tetapi juga meningkatkan level HDL dan penurunan ekspresi dari miR-122 juga dapat meningkatkan resiko munculnya hepatoseluler karsinoma

20 Terimakasih


Download ppt "Aspek Klinis dan Terapi miRNAs"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google