Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

SURVEILANS KESEHATAN MASYARAKAT

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "SURVEILANS KESEHATAN MASYARAKAT"— Transcript presentasi:

1 SURVEILANS KESEHATAN MASYARAKAT
OLEH: KELOMPOK 8 ZAINAL ABIDIN NI LUH PUTU DINA KRISNA EVA KRISTINA IBNU SYAHRIL SURVEILANS

2 Definisi Surveilans: Menurut WHO : Suatu proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data kesehatan secara sistematis, terus menerus dan penyebarluasan informasi kepada pihak terkait untuk melakukan tindakan Surveilans Kesehatan Masyarakat: Adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terus- menerus dan sistematis yang kemudian disebarluaskan kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah lainnya.

3 Tujuan Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waitu tentang masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor resiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respon pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Tujuan Khusus Memonitor kecenderungan (trends) penyakit Mendeteksi perubahan mendadak insiden penyakit untuk mendeteksi dini outbreak Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit pada populasi Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan Mengidentifikasi kebutuhan riset

4 SISTEM SURVEILANS

5 Jenis Surveilans Surveilans Individu (individual surveillance)
Mendeteksi dan memonitor individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya : Pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis. Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit menular selama periode menular. 2. Surveilans Penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu.

6 3. Surveilans Sindromik (multiple disease surveillance) Melakukan pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit, bukan masing-masing penyakit. Surveilans sindromik mengandalkan deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati sebelum konfirmasi diagnosis. Surveilans sindromik mengamati indikator-indikator individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit. 4. Surveilans Berbasis Laboratorium digunakan untuk mendeteksi dan menonitor penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan sindroma dari klinik-klinik 5. Surveilans Terpadu (integrated surveillance) Menata dan memadukan semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan data khusus penyakitpenyakit tertentu

7 6. Surveilans Kesehatan Masyarakat Global Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut.

8 Pendekatan Surveilans
1. Surveilans Pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan : relatif murah dan mudah untuk dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan analisis perbandingan penyakit internasional. Kekurangan : adalah kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan cenderung under-reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing

9 2. Surveilans Aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks. Kelebihan : lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal. Kekurangan : lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada surveilans pasif.

10 Surveilans Efektif Karakteristik surveilans yang efektif: cepat, akurat, reliabel, representatif, sederhana, fleksibel, akseptabel, Kecepatan. Informasi yang diperoleh dengan cepat (rapid) dan tepat waktu (timely) memungkinkan tindakan segera untuk mengatasi masalah yang diidentifikasi. Akurasi. Surveilans yang efektif memiliki sensitivitas tinggi, yakni sekecil mungkin terjadi hasil negatif palsu. Aspek akurasi lainnya adalah spesifisitas, yakni sejauh mana terjadi hasil positif palsu. Standar, seragam, reliabel, kontinu. Definisi kasus, alat ukur, maupun prosedur yang standar penting dalam sistem surveilans agar diperoleh informasi yang konsisten. Representatif dan lengkap. Sistem surveilans diharapkan memonitor situasi yang sesungguhnya terjadi pada populasi. Konsekuensinya, data yang dikumpulkan perlu representatif dan lengkap. Sederhana, fleksibel, dan akseptabel. Sistem surveilans yang efektif perlu sederhana dan praktis, baik dalam organisasi, struktur, maupun operasi. Data yang dikumpulkan harus relevan dan terfokus.

11 ANALISIS SISTEM SURVEILANS DIARE PUSKESMAS TAMBAKREJO KOTA SURABAYA
Hasil survei Subdit diare, angka kesakitan diare semua umur tahun 2000 adalah 301/ penduduk, tahun 2003 adalah 374/1000 penduduk, tahun 2006 adalah 423/1000 penduduk. Kematian diare pada balita 75,3 per balita dan semua umur 23,2 per penduduk semua umur (SKRT 2001). Prevalensi diare pada anak-anak dengan usia kurang dari 5 tahun di Indonesia adalah laki- laki 10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi pada usia 6–11 bulan (19,4%), 12–23 bulan (14,8%), dan 24–35 bulan (12%) (Depkes RI, 2003). Diare merupakan penyebab kematian nomor 4 (13,2%) pada semua umur dalam kelompok penyakit menular. Proporsi diare sebagai penyebab kematian nomor satu pada bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%) (Riskesdas, 2007). Proporsi diare sebagai penyebab kematian nomor satu pada bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%) (Riskesdas, 2007).

12 Puskesmas Tambakrejo Surabaya Dinas Kesehatan Kota Surabaya (2010)
Pelaporan Puskesmas Tambakrejo Surabaya Dinas Kesehatan Kota Surabaya (2010) Kasus diare pada balita yang ditemukan cukup tinggi, pada tahun 2009 yaitu sebesar kasus Berdasarkan profil kesehatan tahun 2008 di Jawa Timur terdapat kasus diare dengan proporsi balita sebesar 39,49% ( kasus). Ada 13 kabupaten/kota yang melaporkan kasus KLB diare dengan jumlah penderita 699 dan kematian 14 orang yang terjadi di 28 kecamatan dan 35 desa. Kota Surabaya merupakan kota di Jawa Timur dengan kasus diare yaitu sebesar kasus Pengetahuan masyarakat meningkat sehingga lebih waspada akan bahaya diare PHBS berjalan sesuai dan maksimal Kasus diare dan angka kesakitan menurun Hasil analisis & interpretasi data Perubahan yang diharapkan Meningkatkan sistem kewaspadaan dini diare (upaya promotif & preventif) Meningkatkan kerja sama lintas program / sektor (kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan) Kunjungan, pengamatan prilaku masyarakat & inspeksi lingkungan secara berkala Belum adanya waspada dini diare PHBS yang belum maksimal Perubahan cuaca dan iklim Umpan Balik

13 Sistem pelaporan dari Suku Dinas Kab./Kota Ke Dinas Kesehatan Provinsi
Provinsi DKI Jakarta Pelaporan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Ditemukan kejadian kasus diare pada semua golongan umur di Kep. Seribu sebanyak 866 kasus, di Jakarta Timur sebanyak kasus, Jakarta Selatan sebanyak kasus, Jakarta Barat sebanyak kasus, Jakarta Utara sebanyak kasus serta Jakarta Pusat sebanyak kasus. Pada tahun 2012, ditemukan dari sekitar 9,6 juta total penduduk DKI Jakarta, diperkirakan 390 ribu diantaranya menderita diare, perkiraan ini dihitung dengan berdasarkan angka morbiditas diare nasional, yaitu 411 per jumlah penduduk. Kasus diare tertinggi ditemukan pada daerah Jakarta Timur dengan kasus terendah pada Kep. Seribu. Kejadian diare dan angka kesakitan menurun Masyarakat beralih menggunakan jamban sehat Ketersediaan air bersih yang memadai Hasil analisis & interpretasi data Perubahan yang diharapkan Pembangunan jamban sehat berswadaya masyarakat Menerapkan upaya promotif & preventif serta melakukan pengamatan prilaku masyarakat secara berkala Pembangunan saluran air bersih dengan memanfaatkan bahan yang ada di masyarakat Belum memaksimalkan penggunaaan jamban sehat PHBS yang belum maksimal Minimnya ketersediaan air bersih Umpan Balik

14 Data Jamban Sehat DirJen PP&PL Direktorat Penyehatan Lingkungan. Sekretariat STBM Nasional Meskipun laporan akses jamban sehat menembus angka 80% hampir dari total keseluruhan, namun penggunaan jamban sehat belum maksimal pada kenyataannya. Data menunjukkan bahwa kota Jakarta Barat memiliki presentase terendah dalam pengaksesan jamban sehat, yaitu sebesar 46%.

15 Data PHBS Jumlah rumah tangga ber-PHBS tertinggi yaitu Jakarta Pusat dengan 82,5 persen dan Jakarta Selatan 67,9 persen. Kebupaten Kepulauan seribu memiliki cakupan rumah ber-PHBS terendah tidak sampai setengah dari jumlah rumah yang dipantau, yaitu sebesar 37,6 persen.

16 Data Cakupan Air Bersih
Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Indonesia Penduduk Indonesia yang bisa mengakses air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, baru mencapai 20 persen dari total penduduk Indonesia. Itupun yang dominan adalah akses untuk perkotaaan. Artinya masih ada 82 persen rakyat Indonesia terpaksa mempergunakan air yang tak layak secara kesehatan. Di daerah perkotaan seperti Jakarta saja, masih banyak warga yang belum mendapatkan fasilitas air bersih. Pertengahan Februari 2007, warga di kawasan Jakarta Utara mengeluhkan kenaikan harga air yang gila-gilaan. Jakarta dialiri 13 sungai, terletak di dataran rendah dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Seiring dengan pertumbuhan penduduk Jakarta yang sangat pesat, berkisar hampir 9 juta jiwa, maka penyediaan air bersih menjadi permasalahan yang rumit. Dengan asumsi tingkat konsumsi maksimal 175 liter per orang, dibutuhkan 1,5 juta meter kubik air dalam satu hari. Neraca Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2003 menunjukkan, PDAM diperkirakan baru mampu menyuplai sekitar 52,13 persen kebutuhan air bersih untuk warga Jakarta. Sekitar 60 rumah di Jakarta memiliki sumur yang berjarak kurang dari 10 meter dari septic tank. Jumlah septic tank di Jakarta lebih dari satu juta. Melimpahnya jumlah septic tank yang terus bertambah tanpa ada regulasi yang baik mengakibatkan pencemaran air tanah dan membahayakan jutaan penduduk. Dari hasil penelitian oleh Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta pada 2006, 13 sungai yang mengalir melewati ibukota sudah tercemar bakteri Escherchia coli (E-coli). Salah satu sungai yang tingkat pencemarannya paling parah adalah Sungai Ciliwung. Kadar bakteri E-coli pada sungai itu mencapai 1,6-3 juta individu per 100cc, jauh di atas baku mutu individu per 100cc. Padahal sungai ini menjadi bahan baku air minum di Jakarta.

17 Skema sistem pelaporan surveilans diare

18 KASUS DIARE YANG DITANGANI MENURUT JENIS KELAMIN, KAB/KOTA, DAN PUSKESMAS
PROVINSI DKI JAKARTA TH 2012

19 SEMOGA BERMANFAAT  TERIMAKASIH BY: KELOMPOK 8


Download ppt "SURVEILANS KESEHATAN MASYARAKAT"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google