Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Wisnu Haryo Pramudya, S.E.,M.Si.,Ak., CA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Wisnu Haryo Pramudya, S.E.,M.Si.,Ak., CA"— Transcript presentasi:

1 Wisnu Haryo Pramudya, S.E.,M.Si.,Ak., CA
PERPAJAKAN I Bagian 1 Oleh Wisnu Haryo Pramudya, S.E.,M.Si.,Ak., CA

2 Sejarah Singkat Perpajakan
Sejarah Perkembangan Perpajakan di Indonesia: Masa Sukarela Masa Diwajibkan Masa Diatur

3 Sumber-Sumber Penerimaan Negara
Pajak Kekayaan Alam Bea Cukai Retribusi Iuran Sumbangan Laba BUMN Sumber-sumber lain

4 Pengertian Pajak Kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (UU No 28 Tahun 2007 Ttg KUP)

5 Ciri-ciri dari pengertian Pajak
Pajak Merupakan Kontribusi (peralihan kekayaan dari orang/badan ke Negara) Pajak Dipungut berdasarkan Undang-Undang Pelaksanaannya dapat dipaksakan Tidak ada Kontra prestasi/imbalan langsung Digunakan untuk keperluan Negara Untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

6 Penafsiran Hukum Pajak
Apakah setiap orang boleh menafsirkan atas peraturan yang tertulis? Tentu tidak, dan jika ada persengketaan berkaitan dengan penafsiran terhadap sebuah Undang-Undang atau Peraturan, yang berwenang memutuskan adalah hakim.

7 Penafsiran Hukum Pajak
Berikut ada beberapa penafsiran yang digunakan dalam hukum pajak untuk memahami undang-undang yang berlaku. Penafsiran Historis Penafsiran Sosiologis Penafsiran Sistematik Penafsiran Otentik Penafsiran Tata Bahasa Penafsiran Analogis

8 Penafsiran Hukum Pajak
Berikut ada beberapa penafsiran yang digunakan dalam hukum pajak untuk memahami undang-undang yang berlaku. Penafsiran Historis Penafsiran Sosiologis Penafsiran Sistematik Penafsiran Otentik Penafsiran Tata Bahasa Penafsiran Analogis Penafsiran historis adalah penafsiran atas suatu undang-undang dengan melihat atas sejarah dibuatnya suatu undang-undang. Misalnya dokumen rapat pembahasan antara pemerintah dan DPR yang dibuat secara resmi baik oleh pemerintah maupun pemerintah dengan DPR. Dengan penafsiran histories dapat diketahui maksud dari pembuat undang-undang atas isi dari suatu undang-undang.

9 Penafsiran Hukum Pajak
oleh karenanya perlu adanya penyesuaian antara undang-undang yang sifatnya tertulis dengan perkembangan (perubahan) kehidupan suatu masyarakat. Berikut ada beberapa penafsiran yang digunakan dalam hukum pajak untuk memahami undang-undang yang berlaku. Penafsiran Historis Penafsiran Sosiologis Penafsiran Sistematik Penafsiran Otentik Penafsiran Tata Bahasa Penafsiran Analogis Penafsiran sosiologis adalah penafsiran atas suatu ketentuan undang-undang yang disesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Seperti diketahui bahwa kehidupan suatu masyarakat selalu berkembang (dinamis) sedangkan undang-undang yang bentuknya tertulis tidak selalu bisa mengikuti kehidupan masyarakat yang lebih cepat perkembangannya.

10 Penafsiran Hukum Pajak
Penafsiran sistematik adalah penafsiran atas ketentuan undang-undang dengan mengaitkannya dengan ketentuan (pasal-pasal) lain dari undang-undang dimaksud (dalam suatu undang-undang) atau dengan mengaitkannya dengan pasal-pasal dalam undang-undang yang lain. Berikut ada beberapa penafsiran yang digunakan dalam hukum pajak untuk memahami undang-undang yang berlaku. Penafsiran Historis Penafsiran Sosiologis Penafsiran Sistematik Penafsiran Otentik Penafsiran Tata Bahasa Penafsiran Analogis

11 Penafsiran Hukum Pajak
Penafsiran otentik adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undang dengan melihat pada apa yang telah dijelaskan dalam undang-undang tersebut. Biasanya dalam suatu undang-undang terdapat sebuah pasal mengenai ketentuan umum yang isinya menjelaskan arti atau maksud dari ketentuan yang telah diatur. Berikut ada beberapa penafsiran yang digunakan dalam hukum pajak untuk memahami undang-undang yang berlaku. Penafsiran Historis Penafsiran Sosiologis Penafsiran Sistematik Penafsiran Otentik Penafsiran Tata Bahasa Penafsiran Analogis

12 Penafsiran Hukum Pajak
Penafsiran tata bahasa adalah penafsiran atas suatu undang-undang yang mendasarkan pada bunyi kata-kata secara keseluruhan dalam kalimat-kalimat yang disusun oleh pembuat undang-undang. Pebafsiran menurut tata bahasa merupakan penafsiran yang paling penting disbanding dengan penafsiran lainnya, sebab apabila kata-kata dalam kalimat suatu pasal dalam undang-undang telah jelas maksudnya, maka tidak boleh lagi dipergunakan cara-cara penafsiran lainnya. Berikut ada beberapa penafsiran yang digunakan dalam hukum pajak untuk memahami undang-undang yang berlaku. Penafsiran Historis Penafsiran Sosiologis Penafsiran Sistematik Penafsiran Otentik Penafsiran Tata Bahasa Penafsiran Analogis

13 Penafsiran Hukum Pajak
Penafsiran analogis adalah penafsiran atas suatu ketentuan undang-undang dengan cara memberi kiasan (analogi) pada kata-kata yang tercantum dalam undang-undang, sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak termasuk dalam suatu ketentuan menjadi termasuk berdasarkan analog yang dibuat. Berikut ada beberapa penafsiran yang digunakan dalam hukum pajak untuk memahami undang-undang yang berlaku. Penafsiran Historis Penafsiran Sosiologis Penafsiran Sistematik Penafsiran Otentik Penafsiran Tata Bahasa Penafsiran Analogis

14 Pendekatan Perpajakan
Pajak sebagai objek studi dapat didekati dari berbagai segi, yaitu : Segi Ekonomi Segi Pembangunan Segi Penerapan Praktis Segi Hukum

15 Pendekatan Perpajakan
Pajak sebagai objek studi dapat didekati dari berbagai segi, yaitu : Segi Ekonomi Segi Pembangunan Segi Penerapan Praktis Segi Hukum Dalam pendekatan ini, pajak-pajak akan dinilai dalam fungsinya dan dikaji dampaknya terhadap masyarakat, penghasilan seseorang, pola konsumsi, harga pokok, permintaan dan penawaran.

16 Pendekatan Perpajakan
Dalam pendekatan ini, pajak-pajak akan dinilai dalam fungsinya dan dikaji dampaknya terhadap pembangunan. Pajak baru bermanfaat terhadap pembangunan kalau jumlah pajak lebih besar dari pengeluaran rutin sehingga terdapat publik saving yang dapat digunakan untuk pembangunan Pajak sebagai objek studi dapat didekati dari berbagai segi, yaitu : Segi Ekonomi Segi Pembangunan Segi Penerapan Praktis Segi Hukum

17 Pendekatan Perpajakan
Dalam pendekatan ini yang diutamakan adalah penerapannya, siapa yang dikenakan, apa yang dikenakan, berapa besarnya, bagaimana cara menghitungnya, tanpa banyak menghiraukan sehi hukumnya, termasuk kepastian hukumnya. Pajak sebagai objek studi dapat didekati dari berbagai segi, yaitu : Segi Ekonomi Segi Pembangunan Segi Penerapan Praktis Segi Hukum

18 Pendekatan Perpajakan
Dalam pendekatan ini menitikberatkan pada perikatan, hak dan kewajiban WP, Subjek Pajak dalam hubungannya dengan subjek hukum. Hak penguasa untuk mengenakan pajak. Timbulnya utang pajak, hapusnya utang pajak, penagihan pajak dengan paksa, sanksi administrasi maupun sanksi pidana, penyidikan, pembukuan, soal keberatan, soal minta banding, ordonansi kepatutan, hingga daluarsa. Pajak sebagai objek studi dapat didekati dari berbagai segi, yaitu : Segi Ekonomi Segi Pembangunan Segi Penerapan Praktis Segi Hukum

19 Teori dan Azas Perpajakan
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan Perpajakan: Teori Asuransi Teori Kepentingan Teori Daya/Gaya Pikul

20 Teori dan Azas Perpajakan
Negara dalam melaksanakan tugasnya, mencakup pula tugas melindungi jiwa raga dan harta benda perseorangan. Oleh karena itu, negara disamakan dengan perusahaan asuransi, untuk mendapat perlindungan, warga negara membayar pajak sebagai premi. Ada beberapa teori yang berkaitan dengan Perpajakan: Teori Asuransi Teori Kepentingan Teori Daya/Gaya Pikul

21 Teori dan Azas Perpajakan
Menurut teori ini pembayaran pajak mempunyai hubungan dengan kepentingan individu yang diperoleh dari pekerjaan negara. Makin banyak individu mengenyam atau menikmati jasa dari pekerjaan pemerintah, makin besar juga pajaknya. Ada beberapa teori yang berkaitan dengan Perpajakan: Teori Asuransi Teori Kepentingan Teori Daya/Gaya Pikul

22 Teori dan Azas Perpajakan
Teori ini meskipun masih berlaku pada retribusi sukar pula dipertahankan, sebab seorang miskin dan penganggur yang memperoleh bantuan dari pemerintah menikmati banyak sekali jasa dari pekerjaan negara, tetapi mereka justru tidak membayar pajak. Ada beberapa teori yang berkaitan dengan Perpajakan: Teori Asuransi Teori Kepentingan Teori Daya/Gaya Pikul

23 Teori dan Azas Perpajakan
Teori ini mengemukakan bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan kekuatan membayar dari WP. Jadi tekanan semua pajak-pajak harus sesuai dengan daya pikul WP dengan memperhatikan pada besarnya penghasilan dan kekayaan, juga pengeluaran belanja WP tersebut. Kelemahan dari teori ini adalah sulitnya menentukan secara tepat daya pikul seseorang, karena akan berbeda dan selalu berubah-ubah. Ada beberapa teori yang berkaitan dengan Perpajakan: Teori Asuransi Teori Kepentingan Teori Daya/Gaya Pikul

24 Teori dan Azas Perpajakan
Dalam buku An Inguiry The Nature and Causes of The Wealth of Nations yang ditulis oleh Adam Smith pada abad ke-18 mengajarkan tentang asas-asas pemungutan pajak yang dikenal dengan nama the Four Cannons atau The Four Maxims dengan uraian sebagai berikut : Equality Certainty Convenience of Payment Economic of Collections

25 Teori dan Azas Perpajakan
Pembebanan pajak di antara subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di bawah perlindungan pemerintah. Dalam hal equality ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi di antara sesama WP. Dalam buku An Inguiry The Nature and Causes of The Wealth of Nations yang ditulis oleh Adam Smith pada abad ke-18 mengajarkan tentang asas-asas pemungutan pajak yang dikenal dengan nama the Four Cannons atau The Four Maxims dengan uraian sebagai berikut : Equality Certainty Convenience of Payment Economic of Collections

26 Teori dan Azas Perpajakan
Pajak yang dibayar oleh WP harus jelas dan tidak mengenal kompromi (not arbitrary). Dalam asas ini kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tariff pajak, dan ketentuan mengenai pembayaran. Dalam buku An Inguiry The Nature and Causes of The Wealth of Nations yang ditulis oleh Adam Smith pada abad ke-18 mengajarkan tentang asas-asas pemungutan pajak yang dikenal dengan nama the Four Cannons atau The Four Maxims dengan uraian sebagai berikut : Equality Certainty Convenience of Payment Economic of Collections

27 Teori dan Azas Perpajakan
Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi WP, yaitu saat sedekat dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang dikenai pajak. Dalam buku An Inguiry The Nature and Causes of The Wealth of Nations yang ditulis oleh Adam Smith pada abad ke-18 mengajarkan tentang asas-asas pemungutan pajak yang dikenal dengan nama the Four Cannons atau The Four Maxims dengan uraian sebagai berikut : Equality Certainty Convenience of Payment Economic of Collections

28 Teori dan Azas Perpajakan
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat dan seefisien mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri. Karena tidak ada artinya pemungutan pajak kalau biaya yang dikeluarkan lebih besar dari penerimaan pajak yang akan diperoleh. Dalam buku An Inguiry The Nature and Causes of The Wealth of Nations yang ditulis oleh Adam Smith pada abad ke-18 mengajarkan tentang asas-asas pemungutan pajak yang dikenal dengan nama the Four Cannons atau The Four Maxims dengan uraian sebagai berikut : Equality Certainty Convenience of Payment Economic of Collections

29 Fungsi Pajak Fungsi Pajak ada dua: Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. 2. Fungsi Regulerend / mengatur Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi.

30 Tarif Pajak Salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak bagi WP adalah tarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam undang-undang pajak. Ada beberapa Tarif Pajak: Tarif Progresif Tarif Degresif Tarif Proporsional Tarif Tetap

31 Tarif Pajak Tarif Pajak OP: Sampai dengan Rp 50 Juta 5%
Diatas Rp 50 Juta – Rp 250 Juta 15% Diatas Rp 250 Juta – Rp 500 Juta 25% Diatas Rp 500 Juta % Tarif Pajak Salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak bagi WP adalah tarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam undang-undang pajak. Ada beberapa Tarif Pajak: Tarif Progresif Tarif Degresif Tarif Proporsional Tarif Tetap Tarif progresif adalah tarif pemungutan pajak yang prosentasenya semakin besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar. Contoh tarif progresif adalah seperti yang diatur dalam UU PPh Pasal 17.

32 Tarif Pajak Tarif Degresif adalah tarif pemungutan pajak yang prosentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar. Salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak bagi WP adalah tarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam undang-undang pajak. Ada beberapa Tarif Pajak: Tarif Progresif Tarif Degresif Tarif Proporsional Tarif Tetap

33 Tarif Pajak Tarif proporsional adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan prosentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian semakin besar jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah pajak terutang. Tarif ini ditetapkan dalam UU No 18 Tahun 2000 untuk PPN, yang menggunakan tarif 10 %. Dan tarif PBB Salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak bagi WP adalah tarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam undang-undang pajak. Ada beberapa Tarif Pajak: Tarif Progresif Tarif Degresif Tarif Proporsional Tarif Tetap

34 Tarif Pajak Tarif Tetap adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan pengenaan pajak. Tarif ini ditetapkan dalam UU No 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM) dan diubah terakhir PP 24 Tahun 2000. Salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak bagi WP adalah tarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam undang-undang pajak. Ada beberapa Tarif Pajak: Tarif Progresif Tarif Degresif Tarif Proporsional Tarif Tetap

35 Pembagian dan Penggolongan Pajak
Pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut, maupun sifatnya, untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut : Berdasarkan Golongan Berdasarkan Wewenang Berdasarkan Sifat

36 Pembagian dan Penggolongan Pajak
Bila didasarkan pada Golongannya, terdapat dua Pajak: Pajak Langsung Pajak Tidak Langsung Pembagian dan Penggolongan Pajak Pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut, maupun sifatnya, untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut : Berdasarkan Golongan Berdasarkan Wewenang Berdasarkan Sifat

37 Pembagian dan Penggolongan Pajak
Bila didasarkan pada Golongannya, terdapat dua Pajak: Pajak Langsung Pajak Tidak Langsung Pembagian dan Penggolongan Pajak Pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut, maupun sifatnya, untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut : Berdasarkan Golongan Berdasarkan Wewenang Berdasarkan Sifat Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh WP yang bersangkutan dan tidak dialihkan kepada pihak lain. Ex. Pajak Penghasilan

38 Pembagian dan Penggolongan Pajak
Bila didasarkan pada Golongannya, terdapat dua Pajak: Pajak Langsung Pajak Tidak Langsung Pembagian dan Penggolongan Pajak Pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut, maupun sifatnya, untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut : Berdasarkan Golongan Berdasarkan Wewenang Berdasarkan Sifat Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan kepada pihak lain. Ex. PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPn BM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) 38

39 Pembagian dan Penggolongan Pajak
Pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut, maupun sifatnya, untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut : Berdasarkan Golongan Berdasarkan Wewenang Berdasarkan Sifat

40 Pembagian dan Penggolongan Pajak
Bila didasarkan pada Kewenangannya, terdapat dua Pajak: Pajak Pusat Pajak Daerah Pembagian dan Penggolongan Pajak Pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut, maupun sifatnya, untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut : Berdasarkan Golongan Berdasarkan Wewenang Berdasarkan Sifat

41 Pembagian dan Penggolongan Pajak
Bila didasarkan pada Kewenangannya, terdapat dua Pajak: Pajak Pusat Pajak Daerah Pembagian dan Penggolongan Pajak Pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut, maupun sifatnya, untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut : Berdasarkan Golongan Berdasarkan Wewenang Berdasarkan Sifat Pajak Pusat atau Pajak Negara adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Pajak pusat diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan masuk ke Kas Negara untuk APBN.ex. PPh, PPN, BM

42 Pembagian dan Penggolongan Pajak
Bila didasarkan pada Kewenangannya, terdapat dua Pajak: Pajak Pusat Pajak Daerah Pembagian dan Penggolongan Pajak Pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut, maupun sifatnya, untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut : Berdasarkan Golongan Berdasarkan Wewenang Berdasarkan Sifat Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Pajak Daerah diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan masuk ke Kas Daerah untuk APBD. Eks. PKB, Pj Hotel, Pj Penerangan Dll

43 Pembagian dan Penggolongan Pajak
Pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut, maupun sifatnya, untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut : Berdasarkan Golongan Berdasarkan Wewenang Berdasarkan Sifat

44 Pembagian dan Penggolongan Pajak
Bila didasarkan pada Sifatnya terdapat dua Pajak: Pajak Obyektif Pajak Subyektif Pembagian dan Penggolongan Pajak Pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut, maupun sifatnya, untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut : Berdasarkan Golongan Berdasarkan Wewenang Berdasarkan Sifat

45 Pembagian dan Penggolongan Pajak
Bila didasarkan pada Sifatnya terdapat dua Pajak: Pajak Obyektif Pajak Subyektif Pembagian dan Penggolongan Pajak Pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut, maupun sifatnya, untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut : Berdasarkan Golongan Berdasarkan Wewenang Berdasarkan Sifat Pajak objektif adalah pajak yang pada awalnya memerhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban pajak, kemudian baru dicari subjeknya baik orang pribadi maupun badan. Ex. PPN

46 Pembagian dan Penggolongan Pajak
Bila didasarkan pada Sifatnya terdapat dua Pajak: Pajak Obyektif Pajak Subyektif Pembagian dan Penggolongan Pajak Pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut, maupun sifatnya, untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut : Berdasarkan Golongan Berdasarkan Wewenang Berdasarkan Sifat Pajak subjektif adalah Pajak yang memperhatikan kondiri/keadaan WP. Dalam menentukan pajaknya harus ada alasan objektif yang berhubungan dengan keadaan materialnya (gaya pikul). Ex. PPh

47 Timbulnya Utang Pajak Pertanyaan yang sangat mendasar adalah kapan timbulnya utang pajak seseorang terhadap negara, padahal tidak pernah ada suatu perikatan antara negara dengan seseorang dalam konteks membayar pajak. Dalam hukum pajak, timbulnya utang pajak didasarkan pada dua pendapat yang berbeda. Saat Diundangkannya Undang-Undang Perpajakan Saat dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak

48 Hapusnya Utang Pajak Ada 4 (empat) hal yang mengakibatkan hapusnya (berakhirnya) utang pajak, yaitu : Pembayaran; Kompensasi; Daluarsa; dan Penghapusan

49 Azaz Pengenaan Pajak Dalam pengenaan Pajak Penghasilan ada tiga asas yang biasa dilakukan : Azas Domisili Azas Sumber Azas Kebangsaan

50 Dalam asas ini Pengenaan pajak berdasarkan pada domisili atau tempat tinggal WP dalam suatu negara. Negara dimana WP bertempat tinggal berhak memungut pajak terhadap WP tanpa melihat dari mana pendapatan atau penghasilan tersebut diperoleh, baik dari DN maupun LN dan tanpa melihat kebangsaan/kewarganegaraan WP tersebut. Azaz Pemungutan Pajak Dalam pemungutan Pajak Penghasilan ada tiga asas yang biasa dilakukan : Azas Domisili Azas Sumber Azas Kebangsaan

51 Dalam asas ini Pengenaan pajak didasarkan pada sumber pendapatan/penghasilan dalam suatu negara. Menurut asas ini, negara yang menjadi sumber pendapatan/penghasilan tersebut berhak memungut pajak tanpa memperhatikan domisili dan kewarganegaraan WP Azaz Pemungutan Pajak Dalam pemungutan Pajak Penghasilan ada tiga asas yang biasa dilakukan : Azas Domisili Azas Sumber Azas Kebangsaan

52 Dalam asas ini, Pengenaan pajak didasarkan pada kebangsaan atau kewarganegaraan dari WP, tanpa melihat dari mana sumber pendapatan/penghasilan tersebut maupun dinegara mana tempat tinggal (domisili) dari WP yang bersankutan. Azaz Pemungutan Pajak Dalam pemungutan Pajak Penghasilan ada tiga asas yang biasa dilakukan : Azas Domisili Azas Sumber Azas Kebangsaan

53 Tata Cata Pemungutan Pajak
Pemungutan Pajak dapat dilakukan berdasarkan: Stelsel Nyata Stelsel Anggapan Stelsel Campuran

54 Tata Cata Pemungutan Pajak
Pengenaan pajak didasarkan pada obyek yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Tata Cata Pemungutan Pajak Pemungutan Pajak dapat dilakukan berdasarkan: Stelsel Nyata Stelsel Anggapan Stelsel Campuran

55 Tata Cata Pemungutan Pajak
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya penghasilan satu tahun dianggap sama dengan penghasilan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan. Pemungutan Pajak dapat dilakukan berdasarkan: Stelsel Nyata Stelsel Anggapan Stelsel Campuran

56 Tata Cata Pemungutan Pajak
Stelsel ini merupakan kombinasi stelses nyata dan anggapan, jadi pada awal tahun ditentukan besarnya pajak berdasarkan pendapatan tahun sebelumnya, dan pada akhir tahun disesuaikan dengan pendapatan tahun berjalan. Pemungutan Pajak dapat dilakukan berdasarkan: Stelsel Nyata Stelsel Anggapan Stelsel Campuran

57 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem Pemungutan Pajak dapat dilakukan: Official Assesment System Self Assesment System With Holding System

58 Sistem Pemungutan Pajak
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Sistem Pemungutan Pajak Sistem Pemungutan Pajak dapat dilakukan: Official Assesment System Self Assesment System With Holding System 58

59 Sistem Pemungutan Pajak
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Caranya adalah: Menghitung Memperhitungkan Membayar Melaporkan Sistem Pemungutan Pajak dapat dilakukan: Official Assesment System Self Assesment System With Holding System 59

60 Sistem Pemungutan Pajak
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak Sistem Pemungutan Pajak dapat dilakukan: Official Assesment System Self Assesment System With Holding System 60


Download ppt "Wisnu Haryo Pramudya, S.E.,M.Si.,Ak., CA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google