Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN DI BIDANG APOTEK

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN DI BIDANG APOTEK"— Transcript presentasi:

1 PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN DI BIDANG APOTEK
NunutRubiyanto, Apoteker

2 Hirarki peraturan Perundang-undangan
PEMERINTAH PERATURAN MENTERI KEPUTUSAN MENTERI PERATURAN Kepala BPOM PERATURAN DAERAH

3 UNDANG-UNDANG TERKAIT APOTEK
1. UU Obat Keras (St. No.419 tgl 22 Desember 1949) 2. UU 3 Th 1953 tentang Pembukaan Apotek (Lembaran Negara Th 1953 No 18); UU No 7 Th 1963 tentang Farmasi (LN Th 1963 No. 81, Tambahan LN No2580) UU No. 23 Th 1992 Tentang : Kesehatan (mencabut UU No 3 th 1953 dan UU No 7 th 1963) 5. UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika 6. UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 6. UU No. 29 Tahun 2004 tentang: Praktik Kedokteran UU No. 36 Th 2009 Tentang : Kesehatan (mencabut UU 23 th 1992)

4 Peraturan Pemerintah 1. PP No. 20 Tahun 1962 tentang: Lafal Sumpah/JanjiApoteker 2. PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotik 3. PP No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotik 4. PP No. 32 Tahun 1996 tentang: Tenaga Kesehatan 5. PP No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan 6. PP No.51 tahun 2009 ttg Pekerjaan Kefarmasian

5 Peraturan Menteri Kesehatan
1. Reglement D.V.G. (St No.97, sebagaimana dirobah terakhir menurut St.1949 No.228) tentang Menjalankan Peracikan Obat 2. Permenkes No.28/Menkes/PER/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika 3. Permenkes No.26/Menkes/Per/I/1981 tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotik 4. Permenkes No.244/Menkes/Per/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik 5. Permenkes No. 918/ Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi 6. Permenkes No. 919/ Menkes/Per/X/1993 tentang Kriteria Obat Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep 7. Permenkes No. 922/ Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik 8. Permenkes No. 924/ Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar OWA No.2 9. Permenkes No. 925/ Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Perubahan Golongan Obat No. 1 10. Permenkes No. 688/Menkes/PER/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika 11. Permenkes No tahun 2007 ttg APOTEK RAKYAT 12. Permenkes No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 Ttg PEDAGANG BESAR FARMASI 13. Permenkes No 889 thn 2011 ttg Registrasi Ijin Kerja, Ijin Praktek Tenaga Kefarmasian

6 Keputusan Menteri Kesehatan
1. Kepmenkes No.278/Menkes/SK/V/1981 tentang Persyaratan Apotik 2. Kepmenkes No.279/Menkes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perizinan Apotik 3. Kepmenkes No.280/Menkes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik 4. Kepmenkes No.347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotik 5. Kepmenkes No. 1176/ Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar OWA No. 3 6. Kepmenkes No. 900/MENKES/SK/VII/2002 tttg: Registrasi dan Praktik Bidan 7. Kepmenkes No.1191/Menkes/PSK/IX/2002 ttg Perubahan atas Kepmenkes No.918/Menkes/Per/X/1993 ttg Pedagang Besar Farmasi 8. Kepmenkes No.1332/Menkes/SK/X/2002 ttg Perubahan atas Permenkes No. 922/ Menkes/Per/X/1993 ttg Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik 9. Kepmenkes No.: 679/MENKES/S/IV/2003 ttg: Registrasi dan Izin Kerja Asisten Apoteker

7 Tata Cara Perijinan dan Pengelolaan APOTEK

8 PP 25 tahun 1980 Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obatkepada masyarakat. 2. Pasal 2 Tugas dan fungsi apotik adalah : a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan ; b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bah an obat c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harusmenyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

9 PP 25 tahun 1980 Pasal 3 Setelah mendapat izin Menteri Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, apotik dapat diusahakan oleh : a. Lembaga atau instansi Pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di Pusat dan di Daerah ; b. Perusahaan milik Negara yg ditunjuk oleh pemerintah ; c. Apoteker yang telah mengucapkan sumpah dan telahmemperoleh izin kerja dari Menteri Kesehatan.

10 PERMENKES NO. 922/MENKES/PER/X/1993
a. Apotik adalah suatu tempat, tertentu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. b. Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker.

11 PP25 tahun 1980 Ttg APOTEK Menjadi dasar hukum perijinan apotek sebelum diberlakukannya PP51/2009 PP 25 tahun 1980 dicabut oleh PP51 tahun 2009 Sampai sekarang masih mnggunkanan turunan PP25/1980 karena aturan teknis PP 51 belum diterbitkan.

12 PERMENKES NO. 922/MENKES/PER/X/1993 Ketentuan dan Tata cara Pemberian Ijin Apotek
Sekarang masih berlaku dan jadi dasar pemberian ijin apotek, sepanjang tidak diubah oleh Kepmenkes 1332/2002 ttg Perubahan atas Permenkes 922/1993

13 Izin Apotik diberikan oleh Menteri.
PERMENKES NO. 922/MENKES/PER/X/1993TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK PASAL 4 Izin Apotik diberikan oleh Menteri. (2) Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin Apotik kepada Dirjend. (3) Dirjend melimpahkan wewenang pemberian izin Apotik kepada Kepala Kantor Wilayah. (4) Kepala Kantor Wilayah wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin dan pencabutan Izin Apotik sekali setahun kepada Dirjend. (5) Dalam melaksanakan pelimpahan wewenang tersebut dalam ayat (3), Kepala Kantor Wilayah tidak diizinkan mengadakan pengaturan yang membatasi pemberian izin.

14 PERSYARATAN APOTEKER PENGELOLA APOTIK
PERMENKES NO. 922/1993 PERSYARATAN APOTEKER PENGELOLA APOTIK Pasal 5 Untuk menjadi APA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Ijazahnya telah terdaftar pada Depkes. b. Telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apt. c. Memiliki Surat izin Kerja dari Menteri. d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk meiaksanakan tugasnya, sebagai Apt. e. Tidak bekerja di suatu Perusahaan farmasi dan tidak menjadi APA di Apotik iain

15 PERSYARATAN APOTIK (Pasal 6)
PERMENKES NO. 922/1993 PERSYARATAN APOTIK (Pasal 6) (1) Untuk mendapatkan izin Apotik, Apt atau Apt yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yg merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. (2) Sarana Apotik dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. (3) Apotik dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.

16 Pengelolaan (Pasal 10 Permenkes 922/Menkes/Per/X/1993)
Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat; Pengadaan penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya; Pelayanan Informasi mengenai perbekalan farmasi.

17 Perizinan Apotik (Kepmenkes 1332/Menkes/SK/X/2002)
Diberikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Persyaratan : Bangunan Sarana Ruangan Kelengkapan bangunan Perlengkapan Tenaga Kesehatan APA Apt. Pendamping AA

18 6 hari kerja 6 hari kerja 12 hari kerja
APOTEKER Tidak dilakukan pemeriksaan KADINKES KAB/KOTA KABALAIPOM/TIM DINKES KAB-KOTA Apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan KADINKES KAB/KOTA Memenuhi Syarat Belum Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Surat Penundaan Surat Penolakan (disertai alasan) Surat IJIN APOTEK

19 Pengelolaan Pemusnahan Perbekalan Farmasi (Kepmenkes 1332/Menkes/SK/X/2002) Kriteria Obat yg dapat diserahkan tanpa resep (Permenkes 919/MenkesPer/X/1993) Obat Wajib Apotik No. 1, Obat Keras yg dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotik (Kepmenkes 347/Menkes/SK/VII/1990) Obat Wajib Apotik No. 2, Obat Keras yg dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotik (Kepmenkes 924/Menkes/Per/X/1993) Obat Wajib Apotik No. 3, Obat Keras yg dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotik (Kepmenkes 1176/Menkes/SK/X/1999)

20 Pengelolaan Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. (Kepmenkes 1332/Menkes/SK/X/2002) Pabrik Farmasi dapat menyalurkan hasil produksinya langsung ke PBF, Apotik, Toko Obat dan sarana pelayanan kesehatan lainnya. (Permenkes 918/Menkes/Per/X/1993) Apotik dilarang membeli atau menerima bahan baku obat selain dari PBF Penyalur Bahan Baku Obat PT. Kimia Farma dan PBF yang akan ditetapkan kemudian. (Permenkes 287/Menkes/SK/XI/76 ttg Pengimporan, penyimpanan dan penyaluran bahan baku obat)

21 Permenkes 922/1993 Pasal 8 (1) Dalam hal Apt menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara Apt dan pemilik sarana. (2) Pemilik sarana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan.

22 Pasal 10 Permenkes 922/1993 Pengelolaan Apotik meliputi:
a Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat. b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.

23 Permenkes 922/1993 Pasal11 (1) Pelayanan informasi yang dimaksud dalam Pasal 10 huruf (c) meliputi: a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan Iainnya maupun kepada masyarakat. b. Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat keamanan, bahaya dan atau mutu obat dan perbekaian farmasi Iainnya. (2) Pelayanan informasi yang dimaksud dalam ayat (1) wajib didasarkan pada kepentingan masyarakat.

24 Pasal 12 Kepmenkes 1332/2002 (1). Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan danmenyerahkan Sediaan Farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin; (2). Sediaan Farmasi yang karena sesuatu hal tidak dapat diigunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan den gan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri

25 (1) Apotik wajib melayani resep dr, drg dan drh.
PELAYANAN Pasal 14 Permenkes 922/1993 (1) Apotik wajib melayani resep dr, drg dan drh. (2) Pelayanan resep dimaksud dalam ayat (1) sepenuhnya atas tanggung jawab APA.

26 Pasal 15Permenkes 922/1993 (1) Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dankeahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. (2) Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis didalam resep dengan obat paten. (3) Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis di dalam resep Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat. (4) Apoteker wajib memberikan informasi: a. Yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien. b. Penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.

27 Pasal 16 Permenkes 922/1993 (1) Apabila Apt menganggap bahwa dlm R/ terdapat kekeliruan atau penulisan R/ yang tdk tepat, Apt harus memberitahukan kepada dr penulis R/. (2) Apabila dlm hal dimaksud ayat (1) karena pertimbangan tertentu dr penulis R/ tetap pada pendiriannya, dr wajib menyatakannya secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas R/.

28 Pasal 17 Permenkes 922/1993 (1) Salinan R/ harus ditandatangani oleh Apt. (2) R/ harus dirahasiakan dan disimpan di Apotik dengan baik dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun. (3) R/ atau salinan R/ hanya boleh diperlihatkan kpd dr penulis R/ atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan.petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perUU yang berlaku

29 Pasai 18 Permenkes 922/1993 (1) Apoteker Pengelola Apotik, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti diizinkan untuk menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotik tanpa resep. (2) Dattar Obat wajib apotik dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oieh Menteri

30 Pasal 19 Kepmenkes 1332/2002 (1). Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, APA harus menunjuk APING pendamping; (2). Apabila APA dan APING karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti (3). Penunjukan dimaksud dalam ayat (1) dan (2) harus dilaporkan Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota dengan tembusan Kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-9;

31 Pasal 22 (1) Dalam pelaksanaan pengelolaan Apotik, Apoteker Pengelola Apotik dapat dibantu oleh Asisten Apoteker. (2) Asisten Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotik di bawah pengawasan Apoteker.

32 Pasal 25 Kepmenkes 1332/2002 4). APING dan Apoteker Pengganti wajib memenuhi persyaratan dimaksud dalam Pasal 5; (5). Apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, Surat Izin Apotik atas nama Apoteker bersangkutan dicabut.

33 Pasal 24 Kepmenkes 1332/2002 (1). Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota; (2). Apabila pada Apotik tersebut tidak terdapat APING, pada pelaporan dimaksud ayat (1) wajib disertai penyerahan R/, narkotik, psikotropik, obat keras dan kunci tempat penyimpanan narkotik dan psikotropik; (3). Pada penyerahan dimaksud ayat (1) dan (2), dibuat Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (2)dengan Kepala Dinkes Kabupaten/Kota setempat dengan menggunakan contoh formulir Model APT. 11, dengan tembusan Kepala Balai POM setempat.

34 Pasal 25 Kepmenkes 1332/2002 (1). Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut surat izin apotik apabila a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan yang dimaksud pasal 5 dan atau; b. Apt tidak memenuhi kewajiban dimaksud dalamPasal 12 dan Pasal 15 ayat (2) dan atau; c. APA terkena ketentuan dimaksud dalam pasal 19 ayat (5) dan atau; d. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturanperundang- undangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan atau;

35 Pasal 25 Kepmenkes 1332/2002 e. Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotik dicabut dan atau; f. Pemilik Sarana Apotik terbukti terlibat dalam pe langgaran Perundang-undangan di bidang obat, dan atau; g. Apotik tidak lagi memenuhi persyaratan dimaksud dalam Pasal 6. (2). Kepala Dinkes Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan sebagaimana dimaksud ayat (1) berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat.

36 Pasal 26 Kepmenkes 1332/2002 (1). Pelaksanaan Pencabutan Izin Apotik sebagaimanadimaksud, dalam Pasal 25 huruf (g) dilakukan setelah dikeluarkan : a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2(dua) bulan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-12. b. Pembekuan Izin Apotik untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotik dengan menggunakan contoh Formulir Model APT- 13.

37 Pasal 26 Kepmenkes 1332/2002 (2). Pembekuan Izin Apotik sebagaimana dimaksud daiam ayat (1) huru'f (b), dapat dicairkan kembali apabiia Apotik telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan ini dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-14 ; (3). Pencairan Izin Apotik dimaksud dalam ayat (2) dilakukan sotelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinkes Kabupaten/Kota setempat. Pasal 27 Keputusan Pencabutan Surat Izin Apotik oleh Kepala Dinkes Kab/Kota disampaikan langsung kepada yang bersangkutan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-15, dan tembusan disampaikan kepada Menteri dan Kepala Dinkes Propinsi setempat serta Kepala Balai POM setempat.

38 Pasal 26 Kepmenkes 1332/2002 Pengamanan dimaksud Pasal 28 wajib mengikuti tata cara sebagai berikut: a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, Psikotropika, obat keras tertentu dan obat lainnyas erta seluruh R/ yang tersedia di apotik; b. Narkotika, Psikotropika dan R/ harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci; APA wajib melaporkan secara tertulis kpd Kepala Dinkes Kab/Kota, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a).

39 Pasal 30 Kepmenkes 1332/2002 (1). Pembinaan terhadap apotik dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat Pusat sampai dengan Daerah, atas petunjuk teknis Menteri. (2). Dalam pelaksanaan pem binaan dan pengawasan Apotik sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan oleh Depkes, Dinkes dan Badan POM; (3). Tata cara pemeriksaan menggunakan contoh Formulir Model APT-

40 (5) Apabila APA, berhalangan melakukan tugasnya
Pasal 19 Permenkes 922/1993 (1) Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, APA dapat menunjuk Apoteker Pendamping. (2) Apabila APA dan APING karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. (3) Penunjukan dimaksud, dalam ayat (1) dan (2) harus dilaporkan kepada KaKanWil dg tembusan kpd DirJend dan Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat, dgn menggunakan contoh Form Model AP-9. (4) Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti wajib memenuhi persyaratan dimaksud dalam Pasal 5. (5) Apabila APA, berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus-menerus, Surat Izin Apotik atasnama Apoteker bersangkutan dicabut.

41 Penyimpanan Resep SK Menkes No. 704/Ph/63/b Tgl. 14/2/63
Disimpan selama 3 tahun berdasarkan nomor urut dan tanggal pembuatan Pemusnahan resep hanya boleh dengan jalan pembakaran Pemusnahan dengan membuat BAP

42 Pengelolaan Khusus Narkotika
Resep, Salinan Resep Narkotika (SE Dirjen POM 336/E/SE/1977) Tempat Penyimpanan Narkotika (Permenkes 28/Menkes/Per/I/1978) Pemusnahan Narkotika (Permenkes 28/Menkes/Per/I/1978) Pelaporan (UU 22/1997) Psikotropika Pelaporan (UU 5/1997 jo. Permenkes 688/Menkes/Per/VII/1997 jo. Permenkes 912/Menkes/Per/VIII/1997) Jarum Suntik Semprit Suntik (Permenkes 229/Menkes/Per/VII/1978)

43 SE DIRJEN POM NO.336/E/SE/1977 Salinan Resep Narkotika
1. Apotek dilarang melayani salinan resep Narkotika walaupun resep itu baru dilayani sebagian atau belum dilayani samasekali 2. Resep Narkotika yg baru dilayani sebagian atau belum dilayani samasekali, apotek boleh membuat salinan resep, tetapi salinan resep tsb hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep aslinya

44 # SE Dirjen POM Nomor.011/EE/SE/X/1988#
3 Salinan resep narkotika ITER tidak boleh dilayani sama sekali # SE Dirjen POM Nomor.011/EE/SE/X/1988# Apotek melanggar peraturan salinan resep Narkotika sesuai SE Dirjen POM No.336/E/SE/77 Diberikan PERINGATAN KERAS, Jika masih melanggar lagi dihentikan kegiatannya sementara waktu

45 PERMENKES No.28/Men.Kes/Per/I/1978 Tentang penyimpanan Narkotika
Tempat penyimpanan Narkotika di Apotek & RS harus di tempat khusus dan memenuhi syarat sbb 1. Dibuat dari kayu atau bahan lain yg kuat 2. Harus mempunyai kunci yang kuat

46 3. Almari dibagi dua pintu dg kunci yg berlainan:
- Bagian 1 utk Morphin, phetidin dan garam – garamnya, persediaan narkotik - Bagian ke 2 utk Narkotika lainnya yg dipakai sehari-hari 4. Apabila ukuran Almari kurang dari 40x80x100 cm, Almari tsb harus di baut / di paku pada tembok atau lantai 5. Almari tdk boleh utk menyimpan barang lain, kecuali ditentukan oleh Menteri

47 Pembinaan dan Pengawasan (Kepmenkes 1332/Menkes/SK/X/2002)
Pembinaan terhadap apotik dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat Pusat sampai dengan Daerah, atas petunjuk teknis Menteri. Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan apotik dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan Badan POM.

48 Sanksi Administratif (Kepmenkes 1332/Menkes/SK/X/2002)
Pencabutan izin apotik (Pasal 26) Peringatan secara tertulis Pembekuan izin apotik Alasan (Pasal 25) Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sesuai dengan Pasal 5; dan atau Apoteker tidak memenuhi kewajiban dimaksud Pasal 12 dan Pasal 15 ayat (2); dan atau APA terkena ketentuan dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2); dan atau Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan Perundangan-undangan dimaksud dalam Pasal 31; dan atau SIK APA dicabut; dan atau PSA terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang obat; dan atau Apotik tidak lagi memenuhi persyaratan dimaksud dalam Pasal 6.

49 APOTEK DAN PRAKTEK APOTEKER MENURUT UNDANG UNDANG NO
APOTEK DAN PRAKTEK APOTEKER MENURUT UNDANG UNDANG NO. 36 TAHUN 2009 DAN PERATURAN PEMERINTAH NO 51 TAHUN 2009

50 DEFINISI APOTEK PP25/80 :Tugas dan fungsi apotik adalah : a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan ; b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan Pasal 2 obat atau bah an obat ; ARTINYA : APOTEK = TEMPAT JUAL BELI = TOKO YANG MENJUAL OBAT, SEDIAN FARMASI DLL APOTEKER = PRAMUNIAGA/ PENJAGA TOKO, PELAYAN TOKO AKTIFITAS APOTEK = JUAL BELI BARANG/KOMODITAS PP25/80 : apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. PP51/09 Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan PRAKTEK KEFARMASIAN oleh Apoteker. Apotik adalah suatu tempat, tertentu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran Sediaan farmasi, Perbekalan Kesehatan lainnya kepada masyarakat. Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.

51 Praktik Kefarmasian ( Pasal 108 dari UU 36 tahun 2009 ttg Kesehatan )
Praktik kefarmasian yang meliputi Pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi , Pengamanan , pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, Pelayanan obat atas resep dokter, Pelayanan informasi obat Serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional HARUS (?) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

52 Pelanggaran atas pasal 108 UU 36/09
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp ,00 (seratus juta rupiah).

53 Amar Putusan MK Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) sepanjang kalimat, “... harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan” bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa tenaga kesehatan tersebut adalah tenaga kefarmasian, dan dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian secara terbatas, antara lain, dokter dan/atau dokter gigi, bidan, dan perawat yang melakukan tugasnya dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa dan diperlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan pasien; (Dibacakan dalam Sidang MK tanggal 27 Juni 2011)

54 AMAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Pemahaman pasal: Keputusan MK ini memperkuat pasal 108 dari UU 36/09 (dan juga keberadaan PP 51/2009) bahwa Praktik Kefarmasian diakui dan Dilaksanakan oleh Tenaga Kefarmasian Dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa, dokter, dokter gigi dan perawat dapat melakukan secara terbatas

55 Hanya tenaga kefarmasian sebagai tenaga kesehatan yang memiliki kekuatan
hukum mengikat dalam menjalankan praktik kefarmasian dan Tenaga kesehatan dokter, dokter gigi, perawat secara terbatas yang melakukan tugasnya dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa

56 PP 51 tahun 2009 Pasal 1 Poin 1 Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pasal 1 Poin 4 Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

57 Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk:
PP51/2009 Pasal 4 Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk: a. memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian; b. mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-undangan; dan c. memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.

58 PP51/2009 Standar Profesi adalah pedoman untuk menjalankan praktik profesi kefarmasian secara baik. Standar Prosedur Operasional adalah prosedur tertulis berupa petunjuk operasional tentang Pekerjaan Kefarmasian. Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan kefarmasian.

59 PP51/2009 Pasal 20 Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian.

60 PP 51 TAHUN 2009 Pasal 21 (1) Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian. (2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker. (3) Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menurut jenis Fasilitas Pelayanan Kefarmasian ditetapkan oleh Menteri. (5) Tata cara penempatan dan kewenangan Tenaga Teknis Kefarmasian di daerah terpencil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

61 Pasal 22 Dalam hal di daerah terpencil yang tidak ada apotek, dokter atau dokter gigi yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi mempunyai wewenang meracik dan menyerahkan obat kepada pasien yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

62 PP51/2009 Pasal 23 (1) Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 harus menetapkan Standar Prosedur Operasional. (2) Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

63 Pasal 24 Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat: a. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA; b. mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien; dan c. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 25 (1) Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. (2) Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerja sama dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan. (3) Ketentuan mengenai kepemilikan Apotek sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (

64 Pasal 26 1) Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e dilaksanakan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki STRTTK sesuai dengan tugas dan fungsinya. (2) Dalam menjalankan praktek kefarmasian di Toko Obat, Tenaga Teknis Kefarmasian harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian di Toko Obat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas Pelayanan Kefarmasian di Toko Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan standar pelayanan kefarmasian di toko obat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri. Pasal 29 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diatur dengan Peraturan Menteri.

65 PP51/2009 Pasal 27 Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan pelayanan farmasi pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya Pasal 28 Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib mengikuti paradigma pelayanan kefarmasian dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi

66 PP51/2009 Pasal 30 (1) Setiap Tenaga Kefarmasian dalam menjalankan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyimpan Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian. (2) Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian hanya dapat dibuka untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan hakim dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

67 PP51/2009 Pasal 31 (1) Setiap Tenaga Kefarmasian dalam melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya. (2) Pelaksanaan kegiatan kendali mutu dan kendali biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui audit kefarmasian. Pasal 32 Pembinaan dan pengawasan terhadap audit kefarmasian dan upaya lain dalam pengendalian mutu dan pengendalian biaya dilaksanakan oleh Menteri.

68 Penjelasan Pasal 31PP51/2009 Pasal 31 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kendali mutu” dalam ayat ini adalah suatu sistem pemberian Pelayanan Kefarmasian yang efektif, efisien, dan berkualitas dalam memenuhi kebutuhan Pelayanan Kefarmasian. Yang dimaksud dengan “kendali biaya” adalah Pelayanan Kefarmasian yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan didasarkan pada harga yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “audit kefarmasian” adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu Pelayanan Kefarmasian yang diberikan kepada masyarakat yang dibuat oleh Organisasi Profesi atau Asosiasi Institusi Pendidikan Farmas

69 PP51/2009 Pasal 35 (1) Tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian. (2) Keahlian dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan dengan menerapkan Standar Profesi. (3) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus didasarkan pada Standar Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional yang berlaku sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan Kefarmasian dilakukan. (4) Standar Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

70 Penjelasan pasal 35 PP51/2009 Ayat (3) Standar kefarmasian pada sarana produksi adalah cara pembuatan yang baik (Good Manufacturing Practices), pada sarana distribusi adalah cara distribusi yang baik (Good Distribution Practices), dan pada sarana pelayanan adalah cara pelayanan yang baik (Good Pharmacy Practices).

71 DISIPLIN TENAGA KEFARMASIAN
PP51/2009 BAB IV DISIPLIN TENAGA KEFARMASIAN Pasal 56 Penegakkan disiplin Tenaga Kefarmasian dalam menyelenggarakan Pekerjaan Kefarmasian dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 57 Pelaksanaan penegakan disiplin Tenaga Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

72 PP51/2009 BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 58 Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya serta Organisasi Profesi membina dan mengawasi pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian. Pasal 59 (1) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 diarahkan untuk: a. melindungi pasien dan masyarakat dalam hal pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian yang dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian; b. mempertahankan dan meningkatkan mutu Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan c. memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat, dan Tenaga Kefarmasian. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

73 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
TUJUAN DAN MANFAAT TUJUAN Merupakan bukti yang dapat dipercaya terhadap pemenuhan GPP Sebagai dokumentasi catatan mutu terhadap semua aspek pelayanan, pengawasan mutu dan jaminan mutu. Dokumentasi tertulis yang jelas mencegah terjadinya kesalahan Menyediakan jaminan bahwa aktivitas yang berhubungan dengan mutu telah dilaksanakan secara tepat sesuai dengan prosedur yang telah direncanakan dan disetujui. Karyawan mengetahui apa yang harus dilakukan Tanggung jawab dan wewenang diidentifikasi Format untuk dasar perbaikan

74 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
MANFAAT Administrasi Legalitas dari sisi hokum Berkaitan dengan keuangan/ finance Research/ survey/ penelitian Edukasi/ pendidikan Dokumen penting Apoteker harus menyediakan dokumen yang dibutuhkan, antara lain : Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik, Sumber informasi yang ditetapkan oleh peraturan perundangan yang berlaku, Patient Medication Record (PMR), Manajemen Efek Samping Obat (MESO). Standar Prosedur Operasional (SPO),

75 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
Dalam rangka memudahkan pemahaman dan pelaksanaannya, maka Standar Prosedur Operasional (SPO) dibagi menjadi 4 (empat) kelompok yaitu : SPO Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan SPO Higiene dan Sanitasi SPO Tata Kelola Administrasi SPO lainnya

76 Beberapa contoh SPO yang dapat digunakan sebagai acuan antara lain :
SPO Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Perencanaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Pengadaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Pengadaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan antar Apotek Penerimaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Pemindahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Pelayanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Tanpa Resep Pelayanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Dengan Resep Penyiapan dan Penyerahan Resep Racikan Penyiapan dan Penyerahan Sirup Kering

77 Beberapa contoh SPO yang dapat digunakan sebagai acuan antara lain :
12. Penyiapan dan Penyerahan Tablet dan Kapsul 13. Penyiapan dan Penyerahan Sediaan Farmasi/ Alat Kesehatan tertentu 14. Pelayanan Resep Narkotika 15. Pelayanan Informasi Obat 16. Konseling 17. Pelayanan Home Care 18. Pemeriksaan Tanggal Kadaluwarsa 19. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan yang telah Kadaluwarsa 20. Pelayanan Obat Permintaan Bidan 21. Penanganan Obat Kembalian dari Pasien 22. Pelayanan Obat Permintaan Bidan

78 Beberapa contoh SPO yang dapat digunakan sebagai acuan antara lain :
SPO Higiene dan Sanitasi Pembersihan Ruangan Pembersihan Lemari Es Pembersihan Alat Higiene Perorangan

79 Beberapa contoh SPO yang dapat digunakan sebagai acuan antara lain :
SPO Tata Kelola Administrasi Pengelolaan Resep Pembuatan Patient Medication Record (PMR)

80 Beberapa contoh SPO yang dapat digunakan sebagai acuan antara lain :
SPO Lain-lain Pemusnahan Resep Pemusnahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Penimbangan Bahan Baku Produksi Skala Kecil Pencatatan Kesalahan Peracikan Pengaturan Suhu Ruangan Penggunaan Baju Kerja

81 Posisi apoteker SAYA APOTEKER PEMILIK OTORITAS PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK, BUKAN PEMODAL (PSA ATAU INVESTOR), BUKAN PULA ASISTEN APOTEKER DAN UNTUK ITU, SAYA TELAH DISUMPAH ATAS NAMA ALLAH SWT

82 Pasal 3. UU Obat Keras (St. No
Pasal 3. UU Obat Keras (St. No.419 tgl 22 Desember 1949) (1) Penyerahan persediaan untuk penyerahan dan penawaran nntuk penjualan dari bahan-bahan G, demikian pula memiliki bahan-bahan ini dalam jumlah sedeniikian rupa seliingga secara normal tidak dapat diterima bahwa bahan-bahan ini hanya diperuntukkan pemakaian pribadi, adalah dilarang. Larangan ini tidak berlaku untuk pedagang- pedagang besar yang diakui, Apoteker-apoteker yang memimpin Apotek dan Dokter Hewan.

83 Ikatan Apoteker Indonesia
Apoteker Industri (Hisfarin) Apoteker Distribusi (Hisfardis) Apoteker Rumah Sakit (Hisfarsi) PP.51/2009 Apoteker Komunitas (Hisfarma) Primary Health Care Services Public Health Innitiative Apotek PuskesmasHealth Center Klinic Praktik Bersama

84 Ikatan Apoteker Indonesia
Standar Kompetensi Kode Etik Standar Praktik Good Pharmacy Practices Apoteker Komunitas (HISFARMA) Model of Practice Standard of Community Pharmacy Practice Good Community Pharmacy Practice Policy of Organization Guidelines of Practice Statements of Practice Standard of Procedures Rencana Strategis

85 LEBIH DARI KEASLIAN OBAT
Brand apotek bukan TOKO OBAT tetapi tempat praktek apoteker yang memberikan manfaat kepada masyarakat LEBIH DARI KEASLIAN OBAT PASTIKAN BERTEMU APOTEKER KETIKA ANDA KE APOTEK

86

87 ASPEK HUKUM TENAGA KESEHATAN
Ps.23 UU 36/2009 Tenaga kesehatan berwenang menyelenggarakan yan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian Ps.21 (1) PP 32/1996 dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan Ps.24 (1) UU 36/2009 hrs penuhi ketentuan kode etik, standar profesi Hak pengguna Standar pelayanan StandarProsedur Operasional perlindungan hukum Ps.27(1) UU 36/2009 .... melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya

88 Liabiliti Profesi ,Menurut UU No. 36/09 (pasal 58 ayat 1,2)
(1)Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. (2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

89 STR, SERTIFIKAT KOMPETENSI,SIPA-SIKA, GPP-SPO
SINERGI STAKE HOLDER PENDIDIKAN TINGGI FARMASI INDONESIA STR, SERTIFIKAT KOMPETENSI,SIPA-SIKA, GPP-SPO IKATAN APOTEKER INDONESIA DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA KOMITE FARMASI NASIONAL DEPKES RI

90 RePOSISI APOTEKER (PP51/09)
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker Pasal 20 Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian. Pasal 21 (1) Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian. (2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker.

91 RePOSISI APOTEKER (PP51/09)
Pasal 24 Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat: a. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA; b. mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien; dan c. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 25 (1) Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. (2) Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerja sama dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan. (3) Ketentuan mengenai kepemilikan Apotek sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

92 Apoteker melakukan pekerjaan profesi kepada pasien
Apoteker tidak “menjual obat” melainkan berpraktik farmakoterapi farmasi untuk optimalisasi “adherence” atau kepatuhan, sekaligus monitoring farmakoterapi medik melalui pilihan TX dokter

93 UU No.36/2009 Pasal 27 (1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. (2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. (3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

94 Aturan Pelaksana PP No 51 tahun 2009
Permenkes No 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang INDUSTRI FARMASI (Tertanggal 16 Desember 2010 diundangkan tanggal 31 Desember 2010) Permenkes No. 028/MENKES/PER/I/2011 tentang KLINIK (Tertanggal 4 Januari 2011 diundangkan tanggal 10 Januari 2011) Permenkes No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PEDAGANG BESAR FARMASI (Tertanggal 13 Juni 2011 diundangkan tanggal 2011) Permenkes No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang REGISTRASI, IJIN PRAKTEK DAN IJIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN (Tertanggal 3 Mei 2011 dan diundangkan tanggal 1 Juni 2011)

95 Permenkes No 1799/2010 tentang INDUSTRI FARMASI
Izin Industri dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Paling sedikit memiliki 3 Apoteker WNI PJ Pemastian mutu PJ Produksi PJ Pengawasan Mutu Pasal 13…… asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu; fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan;

96 Permenkes No. 028/2011 tentang KLINIK
Pasal 24 Klinik menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan kefarmasian melalui ruang farmasi yang dilaksanakan oleh apoteker yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk itu. Apabila klinik berada di daerah yang tidak terdapat apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelayanan kefarmasian dapat dilaksanakan oleh tenaga teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ruang farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat melayani resep dari tenaga medis yang bekerja di klinik yang bersangkutan.

97 Permenkes No. 1148/2011 tentang PBF
Pasal 14 Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang. Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja.

98 SIPA PENDAMPING : 3 TEMPAT
SIK DAN SIP APOTEKER SIK : DI FASILITAS PRODUKSI (PABRIK UTK QC, QA DAN PRODUKSI) ATAU DISTRIBUSI (PBF MAUPUN IF KAB/KOTA) SIPA : PENANGGUNGJAWAB DI FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN (APOTEK, RS, KLINIK, PUSKESMAS) SIPA : PENDAMPING (SEBAGAI PENDAMPING DI FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN SIK : HANYA SATU TEMPAT SIPA PENANGGUNGJAWAB : HANYA SATU TEMPAT KECUALI PUSKESMAS DAN DILUAR JAM KERJA DAPAT SEBAGAI APOTEKER PENDAMPING SIPA PENDAMPING : 3 TEMPAT APOTEKER PEMILIK SIK TIDAK BOLEH SEKALIGUS MEMILIKI SIPA (BAIK PENANGGUNGJAWAB MAUPUN PENDAMPING), DEMIKIAN PULA MEMILIKI SIPA BAIK PENANGGUNGJAWAB MAUPUN PENDAMPING TIDAK BOLEH MEMILIKI SIK

99 SERTIFIKASI KOMPETENSI PROFESI APOTEKER (SKPA)
Dasar Hukum :PP51/2009 ; Pasal 37 (1) Apoteker yang mnjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi profesi. (2) Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi, dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung stelah meakukan registrasi. (3) Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 (lima) thn dan dpt diperpanjang utk setiap 5 (lima) thn melalui uji kompetensi profesi apabila Apoteker tetap akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian. (4) Ketentuan lebih lanjut mngenai tata cara mmperoleh setifikat kompetensi sbgimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara registrasi profesi sebgmna dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

100 PP51/2009 Pasal 40 (1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan: a. memiliki ijazah Apoteker; b. memiliki sertifikat kompetensi profesi; c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker; d. mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

101 Permenkes 889/2011 Bagian Kedua Persyaratan Registrasi
Pasal 7 (1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan: a. memiliki ijazah Apoteker; b. memiliki sertifikat kompetensi profesi; c. memiliki surat pernyataan tlh mengucapkan sumpah/janji Apt; d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yg memiliki surat izin praktik; dan e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. (2) Selain memenuhi pesyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Apoteker lulusan luar negeri harus memenuhi: a. memiliki surat keterangan telah melakukan adaptasi pendidikan Apoteker dari institusi pendidikan yang terakreditasi; dan b. memiliki surat izin tinggal tetap untuk bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian bagi Apoteker warga negara asing.

102 Permenkes 889/2011 Bagian Ketiga Sertifikat Kompetensi Profesi
Pasal 9 (1) Sertifikat kompetensi profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b dikeluarkan oleh organisasi profesi setelah lulus uji kompetensi. (2) Sertifikat kompetensi profesi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapa dilakukan uji kompetensi kembali setelah habis masa berlakunya. Pasal 10 (1) Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi dianggap telah lulus uji kompetensi dan. dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung (2) Permohonan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh perguruan tinggi secara kolektif 1 (satu) bulan sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker baru.

103 Pasal 11 (1) Uji kompetensi dilakukan oleh organisasi profesi melalui pembobotan Satuan Kredit Profesi (SKP). (2) Pedoman penyelenggaraan uji kompetensi ditetapkan oleh KFN.

104 Segera Terbit Permenkes Tentang APOTEK

105 ASURANSI KESEHATAN/BPJS OBAT + PEMAHAMAN TENTANG dan Penggunaannya
APOTEK VISI 2016 e-Prescribing ASURANSI KESEHATAN/BPJS e-Prescribing RAK ELEKTRONIK NO KODE:.. OBAT + ETIKET DOKTER DIAGNOSE RESEP APOTEKER APOTEK KLINIK/ dr Praktek swasta OBAT + PEMAHAMAN TENTANG dan Penggunaannya 105

106 R/Levocin 500mg R/ Salofalk R/ Tripanzym R/ Sanmag syr R/ Vometa R/ Counterpain R/ Laz R/ Dexametason Kalnex Brainact Tebokan Merislon Tradosik 9/17/2018

107 Mana lebih Parah? 9/17/2018

108 Terima Kasih Professional and Care


Download ppt "PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN DI BIDANG APOTEK"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google