Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehHengki Budiman Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN
Pangan PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Direktorat Jenderal Industri Agro Jakarta, 11 Maret 2015 Penyegar Pakan
2
I. PENDAHULUAN
3
GAMBARAN UMUM Indonesia mempunyai potensi sumber daya alam yang cukup besar yang berasal dari sektor pertanian, perikanan/kelautan, peternakan, dan perkebunan, yang dapat dimanfaatkan oleh industri dalam memproduksikan bahan makanan. Produksi sumber daya alam tahun 2014 meliputi : CPO & CPKO (30 juta ton) No.1 di Dunia Lada (88 ribu ton) No.3 Di Dunia Kakao (450 ribu ton) No.3 di Dunia Rumput Laut (273 Ribu ton) Kelapa (3,3 Juta ton) Ikan & Udang (10,5 Juta ton) No.2 di Dunia Di samping itu, industri makanan juga membutuhkan bahan baku impor, yaitu yang tidak tersedia di dalam negeri atau tersedia namun jumlah tidak memenuhi, dengan kebutuhan total tahun 2014: Jagung (16,72 Juta Ton) Impor (3,2 Juta Ton) Kedelai (2,67 juta Ton) (2,16 Juta Ton) Daging (594 ribu Ton) (69 ribu Ton) Gula (5,88 Juta Ton) (2,86 Juta Ton) Beras (30,13 juta Ton) (537 ribu Ton) Ubi Kayu (24 Juta Ton) (0)
4
Potensi yang besar didukung pula oleh bonus demografi Indonesia, dengan jumlah penduduk 253 juta orang, jumlah masyarakat kelas menengah juta orang dengan 42% hidup di perkotaan dan pendapatan per kapita + US$ 3.200, yang merupakan potensi tenaga kerja dan pasar di dalam negeri. Industri makanan, hasil laut dan perikanan merupakan industri yang mengolah bahan baku hasil pertanian/perkebunan, peternakan dan perikanan menjadi bahan setengah jadi (intermediate products) dan produk jadi yang siap dikonsumsi. Pemanfaatan SDA sebagai bahan baku industri makanan, hasil laut dan perikanan akan mempunyai efek berganda yang luas, seperti : 1). penguatan struktur industri, 2). Peningkatan nilai tambah, 3). pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya, 4). pengembangan wilayah industri, 5). proses alih teknologi, 6). perluasan lapangan kerja, 7). penghematan devisa, 8). perolehan devisa, 9). peningkatan penerimaan pajak bagi pemerintah.
5
KINERJA INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN
INDIKATOR 2011 2012 2013 2014* Pertumbuhan (%) Tahun Dasar 2010 10,98 10,33 4,07 9,54 Kontribusi Terhadap PDB industri pengolahan non-migas (%) 28,90 29,52 29,01 29,77 Nilai Ekspor (US$ Miliar) 4,51 4,65 5,38 5,51 Nilai Impor (US$ Miliar) 6,85 6,16 5,80 5,76 Nilai Investasi PMDN (IDR Triliun) PMA (US$ Miliar) 7,94 1,1 11,16 1,78 15,08 2,12 19,59 3,14 Tingkat Utilitas (%) 66 68 72 71 Ket : *) Sementara Sumber : BPS diolah Kemenperin
6
KONTRIBUSI INDUSTRI AGRO TERHADAP SEKTOR INDUSTRI
KONTRIBUSI PDB INDUSTRI MAKANAN & MINUMAN TERHADAP PDB SEKTOR INDUSTRI NON MIGAS B. KONTRIBUSI SEKTOR INDUSTRI MAKANAN, MINUMAN DAN TEMBAKAU TERHADAP PDB INDUSTRI NON MIGAS KONTRIBUSI INDUSTRI AGRO TERHADAP SEKTOR INDUSTRI Sumber : BPS diolah Kemenperin
7
II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN
8
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN
UU NO. 3/2014 Tentang Perindustrian : Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Strategi : Hilirisasi dan Diversifikasi Fokus : Kebijakan Fiskal dan Penyediaan Infrastruktur (termasuk Listrik dan Gas Bumi) Jangka Panjang : - Peningkatan R & D dan SDM - Pengembangan Mesin Pengolahan TERCAPAINYA SASARAN PERTUMBUHAN MENINGKATNYA DAYA SAING INDUSTRI MAKANAN HASIL LAUT DAN PERIKANAN 1. INDUSTRI PANGAN 2. INDUSTRI BAHAN PENYEGAR 3. INDUSTRI PAKAN INDUSTRI PRIORITAS FOKUS RENCANA AKSI (Kebijakan Industri Nasional) 3 Kelompok Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Prioritas
9
INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN PRIORITAS
Industri Pengolahan Ikan dan Hasil Laut INDUSTRI PANGAN Industri Pengolahan Minyak Nabati Industri Oleofood Industri Tepung Industri Gula Berbasis Tebu INDUSTRI BAHAN PENYEGAR Industri Pengolahan Kakao INDUSTRI PAKAN Ransum Pakan Ternak/Ikan
10
III. ISU-ISU STRATEGIS
11
ISU-ISU STRATEGIS Belum terintegrasinya suplay chain terhadap bahan baku, industri dan pasar. Dampak resesi global yang masih berlanjut (masalah restrukturisasi utang dan krisis perbankan Eropa), berakibat melambatnya daya beli konsumen dan penurunan permintaan produk makanan di luar negeri. Adanya hambatan tarif (diskriminasi bea masuk) dan non-tarif barrier di beberapa negara tujuan ekspor. Penerapan UU No.18 Tahun 2012 tentang Pangan : Pangan harus senantiasa tersedia secara cukup, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat. Konsumen berpendidikan dan berwawasan lebih tinggi sehingga lebih menuntut akan produk-produk makanan yang berkualitas tinggi, sehat/aman dan halal dikonsumsi. Terganggunya pasar industri makanan akibat isu negatif penggunaan bahan tambahan pangan yang mengganggu kesehatan, pencantuman label peringatan kandungan kholesterol, gula dan isu lainnya.
12
ISU-ISU STRATEGIS Terganggunya pemasaran produk industri makanan dalam negeri oleh produk ilegal dan produk impor kualitas rendah dengan harga murah. Persaingan Global : Indonesia saat ini berpartisipasi aktif di dalam forum Codex Allimentarius Commission (CAC) yang bertujuan untuk membahas standar mutu dan keamanan pangan dunia yang terkait dengan kepentingan industri. Proses integrasi ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015, dimana sektor pangan merupakan salah satu sektor yang akan dipercepat pelaksanaannya. Pembahasan dilakukan melalui Prepared Foodstuff Product-Working Group (PFPWG) yang merupakan bagian dari forum ASEAN Consultative Committee on Standards and Quality (ACCSQ). Proses perintisan integrasi ekonomi ASEAN, melalui harmonisasi standar dan perintisan saling pengakuan (MRA) untuk sektor pangan olahan (HS 16-21).
13
IV. KEGIATAN PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN TAHUN 2015
14
PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN TAHUN 2015
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan tahun 2015 dalam rangka mendukung pengembangan industri makanan, hasil laut dan perikanan, adalah sebagai berikut : A. Revitalisasi Industri Gula Bantuan mesin dan/atau peralatan dalam rangka peningkatan kapasitas pada industri gula Fasilitasi dan Koordinasi Pelaksanaan Revitalisasi Permesinan Industri Gula B. Pengembangan Komoditi Fasilitasi dan koordinasi dalam rangka pengembangan industri makanan, hasil laut dan perikanan (kakao, kelapa, gula, ikan dan hasil laut, pakan ternak, tepung non gandum dan industri makanan berbasis CPO). Fasilitasi dalam rangka rapat koordinasi peningkatan iklim usaha dibidang industri makanan, hasil laut dan perikanan (bahan baku, tarif, insentif dan kebijakan lainnya). Penerapan dan Pembinaan Keamanan Pangan Melalui Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) Pada Industri Makanan Hasil Laut dan Perikanan
15
PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN TAHUN 2015
C. Standardisasi Perumusan, Revisi dan Penyusunan Peraturan Penerapan SNI wajib produk industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Sosialisasi dan penerapan SNI wajib produk industri makanan, hasil laut dan perikanan, Pelaksanaan Pengawasan Penerapan SNI Wajib Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan D. Pengembangan SDM Peningkatan kemampuan SDM industri makanan, hasil laut dan perikanan melalui pelatihan. Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang produksi pengolahan kakao dan daging. E. Promosi Produk Partisipasi dan fasilitasi promosi produk industri makanan, hasil laut dan perikanan pada pameran dalam negeri dan luar negeri.
16
PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN TAHUN 2015
F. Kerjasama Internasional Partisipasi Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Dalam Rangka Fora Kerjasama Internasional dan Organisasi Internasional Lainnya Partisipasi Dit. Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan pada Sidang Standarisasi Internasional, Sidang ICCO, ACC serta Peningkatan Konsumsi Cokelat G. Kegiatan pendukung lainnya Penyusunan program pengembangan dan evaluasi kinerja industri makanan, hasil alut dan perikanan. Pemetaan Potensi bahan baku Industri Tepung Non Gandum Verifikasi Kontrak Penjualan dan Penyaluran GKR Evaluasi Persediaan Raw Sugar dan Gula Kristal Rafinasi Survey dan verifikasi kebutuhan daging untuk industri pengolahan daging dalam negeri Survey dan verifikasi kinerja industri berbasis bahan baku beras pecah 100% dan beras ketan 100%.
17
V. KEGIATAN PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN DI DAERAH TAHUN 2015
18
Hasil Laut/Pakan Ternak
PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN DI DAERAH TAHUN 2015 Untuk mendukung pengembangan industri makanan, hasil laut dan perikanan di daerah, telah dialokasikan anggaran dana dekonsentrasi yang ditujukan dalam rangka fasilitasi dan koordinasi pengembangan industri unggulan sesuai dengan kompetensi masing-masing daerah, yaitu : No. Provinsi Komoditi 1 Jawa Timur Gula 2 Sumatera Barat Kakao 3 Sulawesi Utara Kelapa 4 Sulawesi Tengah 5 Sulawesi Selatan 6 Sulawesi Tenggara 7 Maluku Hasil Laut 8 Papua Barat Hasil Laut/Pakan Ternak
19
PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN DI DAERAH TAHUN 2015
Pengembangan industri makanan, hasil laut dan perikanan melalui bantuan mesin dan peralatan di beberapa daerah, seperti : No. Kegiatan Provinsi 1 Revitalisasi industri gula Jawa Timur 2 Bantuan mesin dan peralatan pengolahan kakao Sulawesi Tengah 3 Sulawesi Tenggara 4 Bantuan mesin dan peralatan pengolahan rumput laut Sulawesi Selatan Pelatihan SDM industri makanan, hasil laut dan perikanan di beberapa daerah, yaitu : No. Kegiatan Provinsi 1 Pelatihan SDM industri pengolahan ikan Kalimantan Barat 2 Pelatihan SDM industri pengolahan rumput laut Sulawesi Selatan 3 Pelatihan SDM industri pengolahan pakan ternak dan kelapa Jawa Timur 4 Pelatihan SDM industri pengolahan cokelat DKI Jakarta
20
PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN DI DAERAH TAHUN 2015
Peningkatan standardisasi di bidang industri makanan, hasil laut dan perikanan, melalui : No. Kegiatan Provinsi 1 Sosialisasi SNI produk makanan Yogyakarta 2 Sosialisasi pengawasan SNI wajib produk makanan Sulawesi Selatan 3 Sosialisasi penerapan SNI wajib produk makanan Bali
21
VI. HILIRISASI INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN
22
HILIRISASI KAKAO A. Gambaran Umum
Indonesia merupakan negara produsen kakao nomor 3 di dunia dengan total produksi pada tahun mencapai 425 ribu ton (berdasarkan data International Cocoa Organization) atau + 10% dari produksi kakao dunia (4,35 juta ton) pada tahun di prediksi produksi kakao akan mencapai 1,2 juta ton. Industri kakao Indonesia kedepan memiliki peranan penting khususnya dalam perolehan devisa Negara dan penyerapan tenaga kerja karena memiliki keterkaitan yang luas baik ke hulu maupun hilirnya. Pada tahun 2014, devisa yang disumbangkan dari komoditi kakao mencapai USD 1,04 milyar. Produk turunan kakao yang potensial untuk dikembangkan di masa mendatang adalah: cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter, cocoa powder, makanan dan minuman olahan dari cokelat. Beberapa kebijakan telah dikeluarkan untuk mendorong kemajuan perkakaoan nasional baik di sektor on-farm maupun off-farm diantaranya pembebasan bea masuk atas impor mesin dalam rangka investasi, penerapan bea keluar biji kakao, tax allowance dan penerapan SNI wajib kakao bubuk.
23
B. Profil Industri No. Uraian Satuan Tahun 2009 2010 2011 2012 2013
2014 1 Jumlah Perusahaan Unit Usaha 15 16 18 19 2 Jumlah Tenaga Kerja Orang 4.000 4.300 5.300 5.800 3 Jumlah Investasi Juta Rupiah 4 Kapasitas Terpasang Ton 5 Kapasitas Produksi 6 Utilisasi % 36,23% 43,48% 44,64% 52,76% 55,51% 59,38% 23
24
Kurangnya pasokan listrik dari PLN dan Gas;
C. Permasalahan Kurangnya pasokan listrik dari PLN dan Gas; Terbatasnya infrastruktur seperti akses jalan di sentra produksi kakao; Terbatasnya R & D untuk diversifikasi produk olahan; Mutu biji kakao masih rendah (ada kadar kotoran, jamur dan masih banyak yang belum difermentasi); Produktifitas di tingkat on farm masih rendah; Utilisasi kapasitas industri olahan kakao masih rendah (66 %); Adanya perbedaan Bea Masuk kakao olahan di negara-negara tujuan ekspor, antara lain: Afrika dikenakan bea masuk 0%, sementara dari Indonesia sebesar 7,7%-9,6% untuk ekspor ke UE; 24
25
D. Hasil Yang Dicapai Ekspor Kakao 2009 - 2014
Uraian Nilai ( US $) 2009 2010 2011 2012 2013 Jan-Oktober 2014 Pertumbuhan % ( ) Biji Kakao -25,26 Kakao Olahan 22,07 Volume (Ton) 57.347 -23,40 82.539 26,85 Volume ekspor biji kakao sejak tahun 2009 s/d 2013 mengalami penurunan rata-rata 23,4%, sedangkan ekspor kakao olahan mengalami peningkatan dari tahun 2009 s/d 2013 sebesar 26,86%.
26
Impor Uraian Nilai (US $) Pertumbuhan % ( ) 2009 2010 2011 2012 2013 Jan-Okt 2014 Biji Kakao -3,17 Kakao Olahan 29,31 Volume (Ton) 27.230 24.831 19.100 23.943 30.766 80.546 2,10 11.767 13.852 15.400 13.338 18.480 12.775 9,04 Volume impor biji kakao sejak tahun 2009 s/d 2013 mengalami peningkatan rata-rata 2,10%, disamping itu impor kakao olahan juga mengalami peningkatan dari tahun 2009 s/d 2013 sebesar 9,04%.
27
Nilai Investasi (US$ Juta)
3. Adanya beberapa investor asing yang membangun industri pengolahan kakao di Indonesia. 4. Berkembangnya industri pengolahan kakao turut mendorong berkembangnya industri hilir cokelat seperti Nestle, Indolakto, Mayora, Unilever dan Garuda Food Putra Putri Jaya dengan investasi mencapai Rp. 4,57 Triliun. Perusahaan Lokasi Kapasitas (MT) Nilai Investasi (US$ Juta) 1 PT. Asia Cocoa Indonesia, Malaysia Batam 50 2 Jebe Koko, Malaysia Gresik 20.000 21,5 3 Barry-Comextra, Swiss Makassar 25.550 41,6 4 PT. Cargill Cocoa, USA 67.000 124,25 No. Perusahaan Lokasi Nilai Investasi (Rp Triliun) 1 Nestle Indonesia Karawang 1,90 2 Indolakto Pasuruan 1,24 3 Mayora Indah Tangerang 0,75 4 Unilever Bekasi 0,30 5 Garuda Food Putra Putri Jaya Rancaekek 0,38 27
28
Tumbuhnya beberapa industri cokelat skala kecil dibeberapa daerah antara lain di Garut, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, Sumbar dan Bali. Tingkat konsumsi Kakao perkapita di Indonesia mengalami peningkatan dari 0,2 menjadi 0,5 kg/kapita/tahun.
29
Harmonisasi tarif bea keluar biji kakao dan turunannya.
E. Kebijakan 5 Tahun Kedepan Koordinasi antar instansi dan dunia usaha dalam rangka pembahasan jaminan pasokan biji kakao Harmonisasi tarif bea keluar biji kakao dan turunannya. Promosi peningkatan konsumsi cokelat di dalam negeri dari 0,25 kg/kapita/tahun sampai dengan 0,6 kg/kapita/tahun. Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, Lembaga Sertifikasi Profesi dan Tempat Uji Kompetensi industri pengolahan kakao. Promosi investasi industri hilir kakao dan terbangunnya 1 industri hilir kakao baik berupa investasi baru atau perluasan. Peningkatan ekspor produk kakao olahan. Meningkatnya kapasitas produksi industri pengolahan kakao dan meningkatnya utilisasi industri kakao olahan di dalam negeri dari 50% menjadi 70%. 29
30
HILIRISASI RUMPUT LAUT
A. Latar Belakang Indonesia sebagai penghasil rumput laut mentah/kering terbesar di dunia dengan produksi sebesar ton atau 60% dari total produksi dunia ( ton), yang terdiri dari: Euchema Sp. dengan produksi sebesar ton Gracillaria Sp. dengan produksi sebesar ton Sargassum Sp. dengan produksi sebesar ton Masih terbuka peluang yang besar untuk peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi rumput laut (lebih dari 500 jenis produk turunan). Saat ini sebagian besar hasil produksi rumput laut nasional masih diekspor dalam bentuk rumput laut kering, yaitu sebesar ton (65,8%), sedangkan yang disuplai untuk industri baru sebesar ton (34,2%). Pengembangan industri pengolahan rumput laut sejalan dengan kebijakan pemerintah : Mendorong kesempatan kerja (pro-job), Pertumbuhan ekonomi (pro-growth), Kesejahteraan masyarakat (pro- poor).
31
B. Potensi Area Budidaya Rumput Laut
32
C. Data Produksi Rumput Laut Dalam Negeri Tahun 2014
(Satuan dalam Ton) No Uraian Jenis Rumput Laut Total Euchema sp Gracillaria sp 1 Total produksi rumput laut kering dunia 91.125 2 Total produksi rumput laut kering Indonesia *) 59.374 a) Ekspor 28.694 b) Suplai untuk industri saat ini 50.714 30.680 81.394 3 Total kebutuhan bahan baku bagi industri dalam negeri 77.500 51.133 (Full Capacity) 4 Kekurangan pasokan bahan baku industri dalam negeri 26.786 20.453 47.239 * Keterangan : * tanpa Sargassum sp ton
33
D. Data Industri Pengolahan Rumput Laut Dalam Negeri Tahun 2014
No Uraian Karaginan Agar Total 1 Kapasitas terpasang industri dalam negeri (Ton) 18.000 6.000 24.000 2 Produksi saat ini (Ton) 12.000 3.000 15.000 3 Utilisasi Kapasitas Terpasang (%) 67 50 63 4 Jumlah Perusahaan 25 5 Ekspor rumput laut olahan (Jan-Okt) Nilai (USD) Berat (Ton) 3.884 774 4.659 6 Impor rumput laut olahan (Jan-Okt) 352 133 486 7 Total investasi (juta USD) 130 8 Jumlah tenaga kerja (orang) 3100
34
TECHNOLOGY PRODUCT MARKET
E. Klasifikasi Produk Rumput Laut Beserta Turunannya berdasarkan Teknologi Budidaya/Pengolahan Agarophyte: Gracilaria sp Alginophyte: Sargassum sp & Turbinaria sp Gelidium sp Pterocladia sp Gelidiela sp Carrageenophyte: Eucheuma sp food/dairy, pharmacy, cosmetics, tissue culture, others. food/dairy, dressing, meat products, sauce, feed, pharmacy, others food/dairy, bread, sauce, textile, cosmetics, pharmacy, others Agar Karaginan Alginat Agronomic characterize, cultivation technique Gen manipulation, tissue culture Processing technique, standardize Formulating technique, standardize Raw matterial Base Product (hydrocolloid) PRODUCT TECHNOLOGY End Products Local Industries & Exports MARKET
35
F. Permasalahan Utilisasi kapasitas terpasang masih belum optimal, disebabkan kurangnya suplai bahan baku bagi industri pengolahan rumput laut dalam negeri. Kekurangan suplai bahan baku ini disebabkan oleh: pengenaan PPN 10% untuk rumput laut yang dijual di dalam negeri, sedangkan jika diekspor dibebaskan dari PPN, sehingga rumput laut kering cenderung diekspor ke luar negeri. masih belum berkembangnya teknologi budidaya (secara kuantitas produksi rumput laut masih kurang). 2. Kualitas bahan baku rumput laut masih rendah, yang disebabkan oleh: masih terbatasnya ketersediaan bibit rumput laut dengan rendemen (gel strength) yang tinggi. penerapan teknik budidaya belum maksimal masih kurangnya kesadaran pembudidaya rumput laut yang melakukan panen sebelum waktunya. Dukungan kebijakan fiskal dari Pemerintah masih kurang menyebabkan produk olahan produksi dalam negeri sulit bersaing di pasar internasional. Masih mahalnya biaya logistik baik untuk bahan baku maupun produk olahannya Masih terbatasnya jumlah infrastruktur pendukung seperti jalan dan pelabuhan.
36
G. Kebijakan Pengembangan
Meningkatkan kemitraan dan integrasi antara sisi hulu dan sisi hilir dalam rangka meningkatkan jaminan pasokan bahan baku dengan instansi terkait dan dunia usaha. Peningkatan utilisasi dan pengembangan investasi industri pengolahan rumput laut yang berbasis industri hijau Harmonisasi dan penyesuaian pos tarif komoditi rumput laut beserta olahannya, seperti penurunan bea masuk untuk komponen pendukung, pemisahan kode HS untuk produk olahan rumput laut Pemberian insentif seperti tax allowance, tax holiday, pembebasan PPN, dan lain-lain. Penyusunan SNI sebagai jaminan kualitas produk olahan rumput laut Penyusunan SKKNI dalam rangka memberikan jaminan penyediaan SDM yang kompeten Meningkatkan dukungan R&D dalam rangka mengembangkan inovasi produk hilir rumput laut
37
H. Target Pertumbuhan Industri Pengolahan Rumput Laut
No URAIAN SATUAN TAHUN 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 1 Jumlah Investasi Juta USD 130 133 135 138 141 144 146 2 Kapasitas Terpasang Ton 24.000 24.480 24.970 25.469 25.978 26.498 27.028 3 Produksi 15.000 15.690 16.414 17.172 17.966 18.798 19.671 Karaginan 12.000 12.498 13.017 13.557 14.119 14.705 15.316 -ATC 2.011 2.094 2.181 2.272 2.366 2.464 2.567 -SRC 8.269 8.612 8.970 9.342 9.729 10.133 10.554 -RC 1.720 1.791 1.866 1.943 2.024 2.108 2.195 Agar 3.000 3.192 3.397 3.615 3.846 4.093 4.355 4 Utilitas Produksi % 63% 64% 66% 67% 69% 71% 73% 5 Tenaga Kerja orang 3.100 3.264 3.436 3.617 3.808 4.010 4.221 6 Ekspor - Volume 3.884 4.999 5.207 5.423 5.648 5.882 6.126 - Nilai USD 774 1.124 1.196 1.272 1.354 1.441 1.533 7 Impor 352 300 287 275 264 253 243 234 219 205 192 179 168 Keterangan : Data Ekspor-Impor Tahun 2014 bulan Januari-Oktober
38
VII. PENUTUP
39
PENUTUP Pengembangan industri makanan, hasil laut dan perikanan memerlukan komitmen dan dukungan dari seluruh pihak (stake holder) yang terlibat, baik dari instansi Pemerintah Pusat, Daerah dan Dunia Usaha. Pengembangan industri hilir makanan, hasil laut dan perikanan akan meningkatkan nilai tambah dan mempunyai multiplier effect yang berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Beberapa hal yang masih perlu mendapat perhatian khusus, antara lain : Peningkatan infrastruktur Peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan Pengembangan teknologi di bidang proses dan mesin peralatan pabrik Peningkatan SDM Pemberian insentif terhadap pengembangan industri makanan dan minuman. 39
40
TERIMA KASIH
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.