Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehRidwan Pranata Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
MANAJEMEN PADANG PENGGEMBALAAN DAN PADANG RUMPUT
EPKB – 418 Ir. Bambang Irawan, M.Si. Ir. Anis Wahdi, M.Si. Ika Sumantri, S.Pt., M.Si.
2
SILABUS MANAJEMEN PADANG PENGGEMBALAAN DAN PADANG RUMPUT
■ Pembangunan padang penggembalaan dan padang rumput (pasture-establishment) ■ Konservasi hijauan ■ Uraian tentang bentuk-bentuk padang penggembalaan ■ Sistim penggembalaan ■ Hubungan antara tekanan penggembalaan dengan pertumbuhan vegetasi dan produksi ternak ■ Komposisi botani ■ Kapasitas tampung ■ Sarana dan prasarana ‘ranch’ yang berhubungan dengan aspek pengelolaan padang penggembalaan dan pastura
3
■ A. Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal, memerlukan
Pembangunan Padang Penggembalaan dan Padang Rumput (pasture-establishment) ■ A. Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal, memerlukan SID yang meliputi kegiatan : 1) Survey dan Investigasi 2) Disain
4
A. Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
1) Survey dan Investigasi ■ Survey dan investigasi bertujuan untuk melihat, memeriksa dan menyelidiki posisi lahan yang akan dibuka untuk pembangunan baru padang penggembalaan atau padang rumput maupun perluasan arealnya. ■ Kegiatannya antara lain terdiri atas : Persiapan Pengumpulan data Tabulasi dan pengolahan data Pembuatan Laporan
5
1) Survey dan Investigasi
Persiapan Suatu kegiatan yang melitputi pengadaan peta situasi dan peta rencana pengembangan, pembuatan daftar pertanyaan dan tabel, baik untuk pelaksanaan lapangan maupun tabulais dan pengolahan data b. Pengumpulan data Pengumpulan data primer dan data skunder meliputi : 1. Data primer sifat fisik dan kimia tanah, nilai ekonomi investasi alam dan tanaman di lokasi, daftar nama peternak dan kesediaan peternak, luas serta jenis vegetasi di areal itu dan pembuatan peta lokasi
6
1) Survey dan Investigasi
2. Data skunder yang dikumpulkan digunakan untuk menunjang data-data primer dan memberikan gambaran yang lebih lengkap terhadap areal lokasi. Data skunder meliputi pola usaha ternak, analisis usaha peternak, penyediaan sarana produksi ternak (sapronak) serta luas lahan. ■ Umumnya diperlukan pula data mengenai Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW) dari Badan Pertanahan (BPN) setempat atau dari instansi Badan Perencana (Bappeda) untuk mengetahui peruntukan lahan saat ini dan di masa yang akan datang.
7
1) Survey dan Investigasi
c. Tabulasi dan Pengolahan Data Dimaksudkan untuk mempermudah analisis data primer yang telah dikumpulkan melalui serangkaian metoda untuk mempermudah pemngambilan keputusan d. Pembuatan Laporan Pembuatan laporan untuk menyusun dan mengumpulkan hasil kegiatan ini dalam suatu bentuk laporan yang mudah dibaca dan diketahui oleh semua pihak yang akan memanfaatkan laporan tersebut.
8
2) D i s a i n Pada dasarnya disain adalah kegiatan pengukuran, pemetaan dan pembuatan rancangan padang penggembalaan atau padang rumput. Kegiatannya disain meliputi : Pengukuran Pemetaan Pembahasan Pelaksanaan pengamatan sifat tanah Inventarisasi
9
2) D i s a i n a. Pengukuran ■ Pengukuran dilaksanakan dengan menggunakan alat ukur kawasan berupa Theodolite seperti T0 , T1 , atau T2 langsung di lapangan oleh juru ukur yang ahli di bidangnya dan akan menghasilkan ‘buku ukur’. ■ Pengukuran dilaksanakan untuk mendapatkan minimal luas lokasi pengembangan, keliling lokasi atau row-meting, ketinggian atau countur lahan, penggunaan areal dan lainnya sesuai keperluan
10
2) D i s a i n b. Pemetaan ■ Berdasarkan buku ukur dan tujuan pengukuran dilaksanakan pembuatan gambar berupa luas kawasan, keliling kawasan, kontur, dan tataguna kawasan. ■ Gambar itu mempunyai arah mata angin, skala yang pasti, gambaran letak sungai / guntung atau kawasan konservasi yang mungkin terdapat di lokasi itu
11
2) D i s a i n c. Pembahasan ■ Sebelum lokasi dinyatakan layak untuk pembangunan atau perluasan areal padang penggembalaan atau padang rumput, perlu dilakukan pembahasan dengan instansi terkait sehingga ditemukan kesepakatan lokasi pengembangan
12
2) D i s a i n d. Pengamatan Sifat Tanah
■ Sifat tanah yang diamati di lapangan antara lain jenis tanah, pH tanah, kandungan bahan organik tanah, tekstur dan strukrtur tanah
13
2) D i s a i n d. Pengamatan Sifat Tanah
■ Sifat tanah yang diamati di lapangan antara lain jenis tanah, pH tanah, kandungan bahan organik tanah, tekstur dan strukrtur tanah
17
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
■ Yang disebut dengan konstruksi pembukaan lahan adalah suatu usaha mengubah fungsi kawasan dari yang bukan kawasan peternakan menjadi kawasan peternakan. ■ Dengan kata lain pembukaan kawasan peternakan adalah usaha menciptakan peternakan dari yang tidak ada menjadi ada, atau merupakan usaha penambahan luas baku lahan.
18
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
■ Komponen kegiatan pembukaan lahan dan perluasan areal PGPR adalah : Pemilihan lokasi Penetapan luasan Pemilihan jenis HMT Pengolahan tanah Penanaman Pemupukan Pengelolaan (awal penggembalaan atau awal panen, pemeliharaan, dsb.nya.
19
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
Pemilihan lokasi ■ Berdasarkan survey dan investigasi dapat ditentukan lokasi yang tepat bagi pembangunan dan pengembangan areal PGPR di suatu daerah. ■ Setelah satu atau beberapa lokasi terpilih, diminta kepada aparat terkait (mis. Pemda atau Pemkab) untuk mengeluarkan Surat Keputusan (SK) untuk pembukaan lahan tersebut sehingga kedudukan hukumnya lebih kuat. ■ Surat Keputusan (SK) umumnya diterbitkan setelah mendapat pertimbangan Dinas-dinas terkait, misalnya, Dinas Kehutanan, Perkebunan, Bappeda, Dinas Pertanian maupun Dinas Peternakan setempat.
20
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
2. Penetapan Luasan ■ Setelah ‘buku ukur’ selesai dibuat, dapat ditetapkan luas areal pembangunan atau pembukaan lahan yang sebenarnya. ■ Luas areal dihitung dengan menggunakan : Roller Planimeter with Zero Setting Device, misalnya : merk Mizoguchi PM-1 ; Made in Japan
21
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
■ Luas areal tanam harus mempertimbangkan pengurangan akibat konservasi lahan, lembah atau guntung aliran air, jalan, maupun konservasi tumbuhan (vegetasi) yang mungkin harus dipertahankan keberadaannya. ■ Kemudian dibuat rekomendasi teknis pelaksanaan konstruksi pembukaan lahan secara umum dan khusus
22
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
■ Klasifikasi kemampuan tanah untuk PGPR didasarkan atas hambatan-hambatan yang terdapat pada lahan dan kondisi lapangan. ■ Gabungan aspek-aspek hambatan pada lahan dan lapangan menentukan kelas kemampuan wilayah yang bersangkutan untuk menampung sejumlah unit ternak.
23
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
Hambatan-hambatan kondisi lapangan ■ (1). Kondisi topografi atau bentang wilayah. Kondisi ini merupakan faktor utama yang menentukan tekanan penggembalaan (stocking-rate). Makin curam lereng, makin banyak hambatan untuk mengelola suatu PGPR karena kemungkinan kerusakan tanah oleh erosi makin besar. Lereng yang curam juga membatasi jumlah satuan ternak (ST) yang mungkin digembalakan untuk menjaga agar kelestarian penutupan tanah oleh vegetasi dipertahankan.
24
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
■ Berdasarkan keadaan topografi dapat disusun empat kategori, yaitu : (1). Datar sampai berombak ( 0° – 5° ) Tidak merupakan hambatan untuk perbaikan padang rumput terhadap tekanan penggembalaan yang berat. (2). Bergelombang ( 5° – 12° ) Merupakan hambatan ringan pada tanah-tanah kelas 1, sehingga menurunkan tingkatnya menjadi tanah kelas 2. (3). Berbukit ( 12° – 23° ) Merupakan hambatan ringan pada tanah dengan lapisan dalam dan drainase baik, tetapi merupakan hambatan utama pada tanah-tanah dangkal dan/atau berbatu-batu (4). Curam ( > 23° ) Merupakan hambatan utama dan menurunkan klasifikasi kemampuan tanah menjadi sangat rendah.
25
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
■ (2). Hambatan yang berasal dari sifat tanah Sifat tanah dapat mempengaruhi intensitas pemanfaatan dan membatasi upaya perbaikan yang dapat dilakukan. Sifat tanah dapat berupa hambatan tidak utama sesuai dengan kondisi tanah ybs. Mis.nya sifat tanah yang berkadar unsur hara rendah pada tanah-tanah bertekstur lempung merupakan hambatan tidak utama, tetapi pada tanah bertekstur pasir atau ringan dapat merupakan hambatan utama karena tingkat pencucian pupuk atau unsur hara cukup tinggi.
26
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
■ Beberapa sifat tanah yang dipakai dalam menentukan klasifikasi lahan, antara lain adalah : (1). Kandungan unsur hara (2). Drainase (3). Sifat fisik (pH, tekstur) (4). Kepekaan terhadap erosi (5). Keadaan berbatu-batu (6). Kemungkinan adanya unsur-unsur yang dapat membahayakan ternak Besar kecilnya hambatan yang berasal dari sifat-sifat tanah tersebut merupakan kofaktor dalam klasifikasi kemampuan tanah.
27
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
■ Deskripsi kelas kemampuan tanah (Kelas-1). Lapisan tanah dalam, pada topografi datar sampai berombak (0°–5°). Faktor penghambat utama hanya kadar unsur hara yang rendah (hambatan ringan). Alternatif pengelolaan tanah lebih banyak dan pemanfaatannya mampu intensif dengan potensi 0.8 – 1.0 ST per ha. (Kelas-2). Lapisan tanah agak dalam, dengan hambatan ringan berupa drainase, unsur hara, keadaan fisik tanah, kepekaan terhadap erosi atau kombinasi faktor-faktor tersebut. Kondisi topografi berombak (0°– 5°) atau bergelombang (5°– 12°) . Pemanfaatannya semi-intensif dengan potensi 0.6 – 0.8 ST per ha.
28
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
■ Deskripsi kelas kemampuan tanah (Kelas-3). Tanah dengan hambatan utama (berat) dalam hal kandungan unsur hara atau sifat fisik serta satu atau dua hambatan ringan. Dapat terjadi di daerah bergelombang (5°– 12°) dan berbukit (12°– 23°) . Alternatif pengelolaan sangat terbatas dan pemanfaatannya ekstensif dengan potensi 0.4 – 0.6 ST per ha. (Kelas-4). Tanah-tanah dengan lebih dari satu hambatan berat, umumnya kombinasi antara keadaan lapang berbukit-bukit (> 23°) dengan kemungkinan erosi sangat besar terjadi . Pemanfaatannya sangat-eksensif dengan potensi hanya sebanyak 0.1 – 0.2 ST per ha.
29
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
■ (4). Kapasitas penampungan ternak Untuk menilai kapasitas tampung ternak, dilakukan inventarisasi keadaan fisik lahan meliputi : keadaan topografi, drainase, tekstur tanah, kepekaan atau tingkat erosi, kedaan berbatu-batu, dan analisis kandungan hara tanah. ■ Hasil analisis kandungan hara dijadikan patokan untuk rekomendasi pengelolaan dan menentukan klasifikasi kelas kemampuan tanah untuk menampung sejumlah ternak. Lihat Tabel 1. berikut :
30
Jumlah Penampungan Ternak (ST)
Tabel 1. Taksiran Daya Tampung Ternak di kabupaten Simalungun (Sumut) Kecamatan P o t e n s i Lereng (°) Kondisi 1) Tanah Kelas kemampuan tanah Perkiraan Luas (ha) Daya Tampung (ST/ha) Jumlah Penampungan Ternak (ST) Simalungun 0 – 13,5 B1aT 2 23,93 0,6-0,8 D1aR 4 8,28 0,2-0,25 Dolok Pardansar 13,5 – 36,0 B1aR 2,25 3 4,45 0,4-0,6 > 36,0 398 C3aR 1986 D3aR **) - 2491 J u m l a h : 43780 Rata – rata : 21823 Keterangan : Kedalaman efektif : Tekstur tanah : Drainase : A = > 90 cm 1 = sedang (lempung) a = tidak pernah tergenang B = cm 2 = halus (liat) b = kadang-kadang tergenang C = cm 3 = kasar (pasir) c = tergenang sepanjang tahun D = < 30 cm Erosi : **) Tidak dianjurkan untuk peternakan R = ada erosi T = tidak ada erosi
31
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
3. Pemilihan jenis HMT ■ Jenis HMT yang dipilih disesuaikan dengan alam setempat misalnya: faktor iklim spt. Curah hujan, jenis tanah dan ketinggian dari permukaan laut. ■ Pertimbangan lain adalah kontur, ketersediaan bibit, sifat fisik dan kimia lahan, meski juga dengan memperhatikan pola usaha yang dikehendaki peternak.
32
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
4. Pengolahan Tanah ■ Tujuannya adalah untuk mempersiapkan media tumbuh yang optimum bagi HMT ■ Pengolahan tanah menyangkut pengertian: membersihkan tanah dari tumbuhan pengganggu (weeds) b. menjamin perkembangan sistim perakaran tanaman yang sempurna c. memperhatikan kelestarian kesuburan tanah dan persediaan air.
33
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
■ Tahapan pengolahan tanah : Pembersihan (land-clearing) Yaitu pembersihan areal dari pepohonan, semak belukar atau alang-alang. Pohon-pohon di sekitar sungai dan sumber air dan tempat-tempat kritis sebaiknya tidak diganggu (usaha konservasi) Cara termudah untuk land-clearing adalah dengan melakukan pembakaran yang terkontrol.
34
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
■ Tahapan pengolahan tanah : b. Pembajakan (ploughing) Bertujuan untuk memecahkan lapisan tanah menjadi bongkah-bongkah untuk mempermudah penggemburan selanjutnya. Pembajakan ini juga akan memutus perakaran weeds seperti akar alang-alang yang umumnya kusut di dalam tanah, kemudian membalik vegetasi itu (akar ke atas)
35
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
■ Tahapan pengolahan tanah : c. Penggaruan (harrowing) Penggaruan adalah penggemburan tanah yang dilakukan melalui penghancuran bongkahan-bongkahan besar tanah menjadi struktur yang lemah dan sekaligus membebaskan tanah dari sisa-sisa perakartan tumbuh-tumbuhan liar.
36
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
d. Penanaman ■ Penanaman dapat dimulai setelah jatuh hujan pertama apabila telah tersedia bibit jenis HMT yang akan ditanam. ■ Cara penanaman yang paling praktis untuk tanah yang luas adalah dengan penyebaran biji. Atau dengan stek, sobekan rumpun (pols), atau potongan-potongan stolon dan rhizoma. ■ Untuk daerah berlereng/miring, dilakukan dengan penanaman jalur sepanjang (sesuai kontur lahan)
37
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
e. Pemupukan ■ Pemberian pupuk kandang atau kompos akan sangat bermanfaat bagi kondisi fisik tanah melalui perbaikan struktur tanah. ■ Pemupukan dapat dilakukan setelah selesai penanaman dengan cara : (a). Disebar di atas permukaan tanah (b). Di tanam dalam baris-baris selokan (larikan) lalu ditimbun tanah, atau (c). Ditanam dalam lubang di sekitar rumpun tanaman rumput atau legum
38
B. Konstruksi Pembukaan Lahan atau Perluasan Areal
f. Jadual panen atau penggembalaan ■ Penggembalaan dapat mulai dilakukan pada saat tanaman telah menutup tanah dengan baik dan cukup tahan terhadap injakan dan renggutan. ■ Lamanya tergantung dari jenis HMT yang ditanam, namun umumnya ± 5-6 bulan. ■ ± 1 bulan sebelum penggembalaan, dilakukan pemangkasan terhadap HMT agar ternak yang digembalakan mendapat HMT dari pertumbuhan baru yang masih muda dan bergizi tinggi, selain perlunya dilakukan pendangiran untuk membasmi tumbuhan pengganggu (weeds).
39
C. Sarana Pendukung Padang Penggembalaan
1. Pagar ■ Pagar berfungsi sebagai alat pengaman yang membatasi ruang gerak ternak agar tidak keluar dari areal penggembalaan. ■ Dapat berupa pagar keliling atau pagar sekat ‘paddock’ di dalam areal penggembalaan ■ Konstruksi pagar harus kuat dab tahan terhadap gangguan gerakan ternak. Pada umumnya bagian pagar terdiri atas kaitan kawat berduri dengan tonggak-tonggak kayu gergaji atau tonggak dari pohon hidup seperti Gamal.
40
C. Sarana Pendukung Padang Penggembalaan
■ Jarak antara tiang pagar satu dengan yang lainnya tergantung pada keadaan medan areal, untuk kawasan yang relatif rata diperlukan 5 batang per 100 m panjang pagar. ■ Supaya pagar dapat tegang, perlu tiang semu dari kayu atau kawat. ■ Tinggi pagar 1.35 – 1.5 m dengan jumlah kawat 4 -5 susun. ■ Pada daerah yang sering dilalui ternak secara bergerombol atau berdesakan, misalnya pada belokan yang tajam, pintu pagar, pintu menuju ke sungai dsb.nya, sebaiknya dibuat dengan konstruksi yang lebih kuat dan dihindarkan pakai kawat berduri.
41
C. Sarana Pendukung Padang Penggembalaan
2. Sumber Air ■ Sumber air merupakan kebutuhan utama dalam pembuatan padang penggembalaan atau padang rumput. ■ Ada bermacam sumber air, antara lain sungai yang mengalir, sumur biasa, sumur bor atau waduk. ■ Agar lahan kering mampu menahan air (mengurangi aliran permukaan = run off), umumnya dibuat lubang-lubang kecil di dalam tanah dengan menggunakan bor penggali tanah ‘eccentric disk’ (cakram khusus) kemudian ditutup dengan dedaunan kering atau pupuk kompos.
42
Manajemen Padang Gembala dan Padang Rumput
■ Pengelolaan Padang Penggembalaan dan Padang Rumput umumnya membahas hubungan segitiga antara tanah, hijauan pakan dan ternak. ■ Tanah merupakan modal utama untuk berusaha : sebagai sumber hara bagi hijauan dan sebagai gudang makanan bagi ternak ruminansia selama hidupnya. ■ Tanah harus dijaga agar tetap lestari, subur, terhindar dari erosi maupun kerusakan lain agar kemampuannya untuk menyangga hidupnya hijauan tetap terjamin.
43
Manajemen Padang Gembala dan Padang Rumput
■ Hijauan (forages) merupakan makanan utama bagi ruminansia dan berfungsi tidak saja sebagai “bulk” tetapi juga sebagai sumber gizi yaitu protein, energi, vitamin dan mineral. ■ Sebagai “bulk” kedudukan hijauan makanan ternak untuk ruminansia amat besar peranannya. Lihatlah Tabel 1. di bawah ini. Makanan Babi Unggas Sapi Perah Sapi Potong Kambing-Domba Penguat 97.4 95.3 26.2 18.4 6.0 Hijauan 2.6 4.7 73.8 81.6 94.0
44
Manajemen Padang Gembala dan Padang Rumput
■ Dua puluh persen permukaan bumi ditumbuhi hijauan makanan ternak, baik berupa padang penggembalaan atau kebun hijauan. ■ Setengah padang penggembalaan dunia berada di daerah tropik (23º lintang utara dan lintang selatan) yang mendapat curah hujan 250 – 2000 mm setiap tahun. ■ Faktor-faktor ekologi yang mempengaruhi produksi hijauan makanan ternak dan ternak terlihat pada Gambar 1.
45
Hijauan Makanan Ternak
Hujan Sungai dan sebagainya Tanah Air Air Tanah Air hujan atau irigasi Hara tanah Hijauan Makanan Ternak Zat makanan tanaman Energi matahari Pengelolaan ternak Ternak Feces dan urine Pupuk Gambar 1. Faktor-faktor ekologi yang mempengaruhi produksi hijauan makanan ternak dan ternak
46
Definisi - definisi ■ Range :
Suatu wilayah atau dataran yang luas, ditumbuhi oleh vegetasi asli umumnya berproduksi rendah, tidak berpagar dan digembalai oleh ternak atau satwa liar/binatang buruan. Umumnya kesuburan tanah rendah, curah hujan rendah, drainase jelek, permukaan tanah kasar, terletak di ketinggian sehingga sulit diberi pengairan atau tidak cocok untuk tanaman pangan. Sering disebut padang rumput atau padang penggembalaan alam. ■ Pasture : Umumnya merupakan suatu wilayah yang telah dipagari dan ditanami hijauan unggul dan dikelola untuk tujuan peternakan. » Kebun rumput.
47
Definisi - definisi ■ Ranch :
Suatu bentuk usaha yang diarahkan untuk budidaya ternak, keadaan padang rumput alami dan menekankan sumber HMT tersebut sebagai makanan utama. Sering disebut sebagai ladang ternak, sedangkan ‘ranching’ diartikan sebagai perladangan ternak. Range Management : Ialah ilmu dan seni dalam memproduksi hijauan ‘range’ secara maksimal dan berkesinambungan tanpa merusak sumberdaya alam dan manfaat lahan.
48
Definisi - definisi ■ Pasture Management :
Ialah ilmu dan seni dalam memproduksi hijauan ‘pasture’ secara maksimal dan berkesinambungan tanpa merusak sumberdaya alam dan manfaat lahan. ■ Grazing : Dapat berarti suatu cara penyajian makanan dengan cara digembalakan atau aktivitas ternak memakan rumput.
49
Tipe Pastura dan Karakteristiknya
■ 1. Permanen (Permanent Pasture) Pastura permanen adalah sebidang lahan yang dibudidayakan untuk padang penggembalaan dalam jangka waktu yang sangat lama (tidak diremajakan lagi). ■ Peremajaan terhadap vegetasi HMT biasanya setelah 10 tahun bilamana diperlukan. Pastura ini dalam banyak hal akan mengalami kemunduran berupa pemadatan lapisan atas tanah (penyerapan hara terganggu karena padatnya tanah), aerasi tanah menurun, timbul jenis tumbuhan yang tidak dikehendaki (gulma) yang dapat merusak pastura itu sehingga memerlukan peremajaan.
50
Tipe Pastura dan Karakteristiknya
■ Pastura yang mempunyai kesuburan dan dikelola dengan baik pada daerah beriklim baik (jarang kemarau panjang), mungkin tidak diperlukan peremajaan dan cukup hanya dilakukan pemeliharaan saja. ■ Cara peremajaan dapat dilakukan dengan 2 jalan, yaitu menanam HMT setelah pengolahan tanah, atau diselingi dengan penanaman tanaman pangan dalam beberapa musim (jagung, kacang tanah, dsb.nya) untuk mengembalikan kualitas lahan dan biaya peremajaan.
51
Tipe Pastura dan Karakteristiknya
■ Di Bali sejak tahun 1970-an dikembangkan STS (Sistim Tiga Strata) yaitu pastura permanen bertumpang sari pepohonan, tanaman pangan atau industri yang mampu menjamin ketersediaan hijauan ternak secara berkesinambungan sepanjang tahun tanpa mengurangi aktivitas utama pertanian tanaman pangan. Pastura seperti ini dapat dikategorikan sebagai pastura permanen.
52
Tipe Pastura dan Karakteristiknya
■ 2. Rotasi Jangka Panjang Padang penggembalaan umumnya dipertahankan penggunaannya selama tahun kemudian diganti dan diselingi dengan tanaman pangan. Dengan demikian terjadi rotasi terhadap tanamannya sampai beberapa musim (misalnya 2 tahun). Pastura yang terdapat di negara Inggris misalnya, selalu diseling dengan tanaman gandum dan anggur.
53
Tipe Pastura dan Karakteristiknya
■ 3. Rotasi Jangka Pendek Waktu peremajaan pastura ini sekitar 2 – 5 tahun setelah digunakan dan diseling dengan tanaman pangan. Biasanya dilakukan pada kualitas tanah yang cepat mengalami kemunduran atau dilakukan ‘rancher’ yang suka berspekulasi menghadapi harga ternak yang turun secara cepat. ■ Dapat dilakukan pada tanah-tanah pertanian tanaman pangan yang perlu perbaikan secara biologis dengan cara penggembalaan ternak untuk menyebarkan feces dan urinnya.
54
Tipe Pastura dan Karakteristiknya
■ 4. Temporer (Temporary Pasture) Pastura dibuat untuk tujuan tertentu dan bersifat khusus, misalnya untuk menyediakan HMT secara cepat pada masa-masa kritis dengan lama waktu semusim atau setahun. ■ Hal ini sering dilakukan oleh mix-farming tanaman pangan dengan ternak, misalnya dengan sapi perah.
55
Produksi dan Pemeliharaan Padang Penggembalaan
■ Tujuan pemeliharaan padang penggembalaan adalah untuk menjamin tersedianya pakan ternak bernutrisi tinggi dan mudah dicerna dalam jumlah maksimum, tersebar merata sepanjang musim serta menjamin penggunaannya secara efisien untuk produksi ternak. ■ Hal ini dapat ditempuh dengan cara mengawetkan makanan yang berlimpah pada musim hujan untuk menutupi kekurangan pakan di musim kemarau. ■ Padang penggembalaan dapat diklasifikasikan atas dua jenis, yaitu padang rumput alam dan padang rumput buatan (pastura).
56
b. pengendalian terhadap ternak c. pengendalian terhadap vegetasi HMT.
1. Padang rumput alam ■ Faktor-faktor tatalaksana pengelolaan padang rumput alam yang dapat dikendalikan adalah : kesuburan tanah, b. pengendalian terhadap ternak c. pengendalian terhadap vegetasi HMT.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.