Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
PENDAHULUAN PENGERTIAN
MEMBERIKAN PENGERTIAN KEPADA SUATU GEJALA / ISTILAH ATAU PREDIKAT/ATRIBUT, LAZIM DAPAT DILAKUKAN MELALUI DUA CARA YAITU : CARA CONVERGENT : CARA YANG MENGARAH KEPADA SUATU TITIK PANDANG YANG MENYATU ; CARA DIVERGENT (KEMUDIAN MENGARAH KE CONVERGENT) : CARA YANG MENYEBAR / TERURAI / TERPISAH (KEMUDIAN MENGARAH KEPADA SUATU TITIK PANDANG YANG MENYATU) ; PENGERTIAN SECARA “DIVERGENT” KE “CONVERGENT” . PENGERTIAN SECARA DIVERGENT DARI PENGANTAR ILMU POLITIK DAPAT DIPERINCI MENJADI TIGA BAGIAN YAITU : PENGANTAR , ILMU , DAN POLITIK ; PENGANTAR : PENGANTAR ADALAH “PANDANGAN UMUM SECARA RINGKAS SEBAGAI PENDAHULUAN”. SERING JUGA ISTILAH PENGANTAR DISEBUT SEBAGAI AZAS-AZAS, DASAR-DASAR, INTRODUKSI ( PENGENALAN) YANG MAKSUDNYA SAMA (KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA DISUSUN OLEH PUSAT PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA) ;
2
PENDAHULUAN (1) ILMU : DARI BERBAGAI SUMBER, PENGERTIAN ILMU (SCIENCE) SECARA RINGKAS DAPAT DIARTIKAN SEBAGAI BERIKUT : SCIENCE IS KNOWLEDGE (ILMU ADALAH PENGETAHUAN) ; SCIENCE IS SUM OF COORDINATED KNOWLEDGE RELATED TO A DETERMINED SUBJECT (ILMU ADALAH SEPERANGKAT PENGETAHUAN YANG TERKORDINASI YANG BERKAITAN DENGAN SUATU SUBYEK TERTENTU) – UNESCO ; ILMU ADALAH SUATU CABANG PENGETAHUAN TENTANG FAKTA -FAKTA YANG DIATUR SECARA SISTEMATIS DAN MEMPERLIHATKAN SUATU HUKUM YANG UMUM ;
3
PENDAHULUAN (2) ILMU HARUS MEMPUNYAI OBYEK ATAU SASARAN SESUATU PENGETAHUAN TERTENTU DAN DALAM MEMPEROLEH PENGETAHUAN ITU DENGAN MEMPERGUNAKAN METODE TERTENTU. JADI AGAR SETIAP PENGETAHUAN DISEBUT SEBAGAI ILMU, HARUS TERPENUHI BEBERAPA PERSYARATAN, YAITU : ADA OBYEK YANG DIBAHAS ; MENGGUNAKAN METODE : MEMILIH MASALAH ; MEMBUAT HIPOTESIS ; MENGUMPULKAN, MENGOLAH DAN MENGANALISIS DATA ; MENGGUNAKAN HASIL ; MENGGUNAKAN STANDAR ATAU PEDOMAN TERTENTU YAITU OBYEKTIVITAS (KEBENARAN DAN SISTEMATIS) ;
4
PENDAHULUAN (3) POLITIK :
SECARA ETIMOLOGIS (SEJARAH ASAL KATA), POLITIK BERASAL DARI KATA “POLIS” (BAHASA YUNANI) YANG BERARTI “KOTA” ATAU “NEGARA KOTA” ; DARI KATA POLIS INI KEMUDIAN DITURUNKAN KATA-KATA “POLITES” (WARGA NEGARA), “POLITIKOS” (KEWARGANEGARAAN), “POLITIKE TECKNE” (KEMAHIRAN BERPOLITIK) ; DENGAN BERPINDAHNYA SUMBER PENGETAHUAN DARI YUNANI KE ROMAWI, MUNCUL ISTILAH “ARS POLITICA” (KEMAHIRAN MASALAH - MASALAH KENEGARAAN) ; SEMUA INI TERJADI PADA ZAMAN YUNANI KUNO ABAD KE-4 S.M. ; NEGARA KOTA ATAU “CITY STATE” ATAU “POLIS” ADALAH ORGANISASI YANG BERWENANG MENGATUR KEHIDUPAN BERSAMA ANGGOTA MASYARAKAT DI YUNANI, DIMANA TERDAPAT BANYAK CITY STATES ATAU POLIS DAN SERINGKALI CITY STATE YANG SATU DENGAN LAINNYA SALING BERSAING BAHKAN SALING BERMUSUHAN (ATHENA VS SPARTA) ; SELANJUTNYA KEHIDUPAN NEGARA KOTA BERKEMBANG SESUAI PERKEMBANGAN ZAMAN DAN KEMUDIAN MENDEKATI BENTUK-BENTUK DAN SIFAT NEGARA DALAM PENGERTIAN MODERN SEPERTI SEKARANG YANG JAUH BERBEDA DENGAN MASA ITU ;
5
PENDAHULUAN (4) PERSOALAN DALAM ILMU POLITIK:
APAKAH ILMU POLITIK ITU SUATU ILMU (SCIENCE) ATAU BUKAN? ANDAIKATA SUATU ILMU, APAKAH ILMU POLITIK MERUPAKAN SUATU ILMU YANG BERDIRI SENDIRI ATAU CABANG DARI ILMU LAIN? HAL INI KITA PERSOALKAN, KARENA DI KALANGAN PAKAR ILMU POLITIK BELUM TERDAPAT KESESUAIAN PAHAM TENTANG PENGERTIAN, SIFAT DAN POSISI ILMU POLITIK ITU SENDIRI ; UNTUK MASALAH INI TERDAPAT DUA GOLONGAN PENDAPAT YANG BERBEDA BAHKAN BERTENTANGAN, YAITU : PENDAPAT GOLONGAN PERTAMA : GOLONGAN INI TERDIRI DARI MEREKA YANG BERANGGAPAN BAHWA ILMU POLITIK “TIDAK MEMPUNYAI SIFAT SEBAGAI ILMU”; PENDAPAT INI DIAJUKAN OLEH PARA SARJANA EKSAKTA YANG BERPENDIRIAN BAHWA SUATU PENGETAHUAN DAPAT DIKATAKAN MEMPUNYAI SIFAT ILMU APABILA TERHADAPNYA DAPAT DITERAPKAN METODE-METODE ILMU EKSAKTA YANG DAPAT MEMBERIKAN KEBENARAN YANG OBYEKTIF; ILMU POLITIK TIDAK MEMBERIKAN KEBENARAN YANG OBYEKTIF, SEHINGGA ILMU POLITIK TIDAK MEMPUNYAI SIFAT SEBAGAI ILMU, SEHINGGA TIDAK PERLU DIPELAJARI APALAGI ILMU POLITIK ITU “KOTOR” ; PROF SOLTAU MENYATAKAN : ILMU POLITIK LEBIH TEPAT DISEBUT SEBAGAI POLICY ATAU GOVERNMENT ; PROF MAC IVER : BELIAU MENYANGSIKAN ILMU POLITIK SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN YANG BIDANG PENYELIDIKANNYA MELIPUTI NEGARA, KEKUASAAN, PEMERINTAHAN, FAKTA POLITIK, KEGIATAN POLITIK DAN ORGANISASI MASYARAKAT ;
6
PENDAHULUAN (5) JIKA ILMU POLITIK BUKAN SUATU ILMU PENGETAHUAN, MAKA APAKAH SESUNGGUHNYA ILMU POLITIK ITU? ADA YANG MENYATAKAN ILMU POLITIK ITU ADALAH SUATU KEMAHIRAN ATAU SUATU “ART” ; KITA HARUS MEMBEDAKAN ANTARA “ILMU POLITIK” DENGAN “POLITIK” ; POLITIK ADALAH KEMAHIRAN YAITU KEMAHIRAN TENTANG PENGGUNAAN HAL-HAL YANG MUNGKIN DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MENCAPAI SUATU CITA-CITA /TUJUAN TERTENTU ; POLITIK MENERAPKAN KE DALAM KEADAAN YANG ADA DALAM KEHIDUPAN YANG NYATA ; SEDANGKAN ISTILAH “POLITIKE TECKNE” YAITU KEMAHIRAN DALAM BIDANG KENEGARAAN DAN ISTILAH “POLITIKE EPISTEME” ADALAH ILMU YANG MENYEDIAKAN AZAS-AZAS MENGENAI HUBUNGAN KENEGARAAN ; ISTILAH POLITIK PERTAMA KALI DIGUNAKAN OLEH JEAN BODIN, ILMUWAN PERANCIS DALAM BUKUNYA “LES SIX LIVRES DE LA REPUBLIQUE” (1576) DENGAN ISTILAH “SCIENCE POLITIQUE” ; MELANJUTKAN BUKU JEAN BODIN “SIX BOOKS CONCERNING THE STATE” TAHUN 1960, THOMAS FITZHERBERT , JEREMY BENTHAM DAN WILLIAM GODWIN, JUGA MENGGUNAKAN ISTILAH TERSEBUT ;
7
PENDAHULUAN (6) PENDAPAT GOLONGAN KEDUA
MENURUT GOLONGAN INI, ILMU POLITIK BENAR - BENAR SUATU ILMU PENGETAHUAN ; GOLONGAN INI MENYANGGAH PENDAPAT GOLONGAN PERTAMA DENGAN MENYATAKAN BAHWA ILMU POLITIK DAPAT MEMPEROLEH KEBENARAN YANG OBYEKTIF DAN DALAM PEMBAHASANNYA BERUSAHA SEJAUH MUNGKIN UNTUK BERPEGANG PADA OBYEKTIVITAS. APABILA TIDAK MAKA KEBENARAN TIDAK AKAN DIPEROLEH ; SIFAT OBYEKTIVITASNYA MEMANG TIDAK SEMPURNA SEPENUHNYA, KARENA PARA PAKAR POLITIK YANG MEMPELAJARI DAN MEMBAHAS ILMU POLITIK TIDAK DAPAT BERADA DI LUAR GEJALA-GEJALA POLITIK YANG DIBAHASNYA. KEADAAN SEPERTI INI JUGA BERLAKU BAGI SEMUA CABANG ILMU YANG MEMBAHAS GEJALA-GEJALA SOSIAL, KARENA MEREKA YANG MEMBAHAS DAN MEMPELAJARI GEJALA-GEJALA SOSIAL TIDAK DAPAT BERADA DI LUAR MASYARAKAT DI LUAR GEJALA-GEJALA YANG DIBAHASNYA ; KONSEKUENSI LOGISNYA, APABILA GOLONGAN PERTAMA MENYATAKAN ILMU POLITIK BUKAN SUATU ILMU PENGETAHUAN KARENA TIDAK DAPAT MENCAPAI KEBENARAN OBYEKTIF, MAKA ILMU-ILMU SOSIAL LAINNYA ITUPUN TIDAK DAPAT MERUPAKAN ILMU PULA. APAKAH BENAR DEMIKIAN?
8
PENDAHULUAN (7) ELABORASINYA SEBAGAI BERIKUT :
UNTUK ITU KINI KITA LIHAT KEMBALI BATASAN TENTANG ILMU DAN CIRI - CIRI UTAMANYA SUATU ILMU PADA UMUMNYA. DINYATAKAN ILMU ADALAH SUATU CABANG PENGETAHUAN TENTANG FAKTA - FAKTA YANG DIATUR SECARA SISTEMATIS DAN MEMPERLIHATKAN SUATU HUKUM YANG UMUM ; ELABORASINYA SEBAGAI BERIKUT : ADA FAKTA / OBYEK / TUJUAN TERTENTU ; MENGGUNAKAN METODE / CARA DALAM ARTI : MENENTUKAN MASALAH ; MEMBUAT HIPOTESIS ; MENGUMPULKAN, MENGOLAH, DAN MENGANALISIS DATA SECARA KAUSALITAS; MENGGUNAKAN HASIL ; MENGGUNAKAN STANDAR ATAU PEDOMAN TERTENTU BERDASARKAN : KEBENARAN YANG OBYEKTIF ; SISTEMATIKA ;
9
PENDAHULUAN (8) DARI KETIGA PATOKAN KITA AKAN MELIHAT APAKAH ILMU POLITIK MEMENUHI KETIGA UNSUR TERSEBUT UNTUK DISEBUT SEBAGAI SUATU ILMU. AD. A. ADA FAKTA / OBYEK / TUJUAN TERTENTU SETIAP ILMU PENGETAHUAN HARUS MEMPUNYAI OBYEK / TUJUAN TERTENTU. SEGALA SESUATU DI DUNIA INI YANG ADA DALAM COSMOS BERSIFAT UNIVERSAL, TERMASUK SEGALA YANG HIDUP DAN YANG MATI. KEBERADAANNYA TERATUR DAN TIDAK BERSIFAT “CHAOS” (KACAU ATAU TAK TERATUR). HAL INI MENUNJUKKAN SUATU DASAR UMUM DAN KARENANYA ATAS DASAR KETERATURAN INI DAPAT DIBUAT HUKUM-HUKUM UMUMNYA. PERILAKU MANUSIA SEBENARNYA JUGA BISA KITA AMBIL POLA-POLANYA YAITU REGULARITYNYA (KETERATURAN DAN KEAJEGANNYA) DENGAN CARA MELIHAT HAL-HAL YANG SAMA DALAM PERILAKU MANUSIA YANG KEMUDIAN DAPAT DIJADIKAN POLA. PERILAKU MANUSIA YANG DAPAT DIPOLAKAN INI DAPAT DIJADIKAN OBYEK PENYELIDIKAN ATAU TUJUAN PENYELIDIKAN. TUJUAN ILMU PENGETAHUAN YAITU MENCARI GENERALISASI YANG UMUM.
10
PENDAHULUAN (9) AD. B. MENGGUNAKAN METODE / CARA METODE DISINI DIMAKSUDKAN MENGGUNAKAN CARA MENDAPATKAN HUKUM-HUKUM UMUM. CARA INI HARUS MELALUI BEBERAPA TAHAP ATAU TINGKATAN DAN UNTUK MENDAPATKAN HUKUM UMUM, KITA HARUS MELAKUKAN TAHAP-TAHAP : MEMILIH PERSOALANNYA : KITA TIDAK BISA MEMPEROLEH HUKUM UMUM DENGAN MENELITI SEMUA GEJALA UNIVERSE. KITA HARUS MEMILIH SALAH SATU GEJALA DARI UNIVERSE ITU DAN KITA SELIDIKI TENTANG SEGALA SESUATUNYA. MISALNYA TENTANG PENYAKIT, TENTANG ATURAN-ATURAN TERTENTU, TENTANG GEJALA-GEJALA ALAM, TENTANG GEJALA-GEJALA SOSIAL , POLITIK, HUKUM , DSB. ; MENGAJUKAN HIPOTESIS : HIPOTESIS YAITU ANGGAPAN SEMENTARA YANG KITA RASAKAN KEBENARANNYA, TETAPI HARUS DIBUKTIKAN KEBENARAN ANGGAPAN TERSEBUT. UNTUK PEMBUKTIANNYA, KITA MENGUMPULKAN BAHAN-BAHAN/DATA TENTANG HAL-HAL YANG KITA SELIDIKI, KEMUDIAN DATA TERSEBUT KITA OLAH, KEMUDIAN KITA HARUS MENTEST HIPOTESIS TERSEBUT APAKAH HIPOTESIS TERSEBUT BENAR/TERBUKTI ATAU TIDAK TERBUKTI KEBENARANNYA. SETELAH ITU BARULAH KITA MENARIK KESIMPULAN. MISALNYA TENTANG HUKUM PERMINTAAN DAN PENAWARAN, MENGENAI SUATU KERUSUHAN SOSIAL, TENTANG MENURUNNYA NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAN AS, DSB ;
11
PENDAHULUAN (10) MENCARI HUKUM KAUSALITAS (SEBAB AKIBAT) : TUJUAN ILMU PENGETAHUAN MEMANG MENCARI KAUSALITAS YAITU RANGKAIAN SEBAB AKIBATNYA. HAL INI DILAKUKAN DALAM RANGKA PENGUMPULAN DATA, ANALISIS DATA DAN AKHIRNYA DALAM RANGKA PENARIKAN KESIMPULAN ; PENGGUNAAN HASIL : DALAM ILMU PENGETAHUAN ORANG MEMBEDAKAN ANTARA : PURE SCIENCE YAITU ILMU MURNI YANG MENGEMUKAKAN HUKUM-HUKUM UMUM ; MISALNYA : SUDUT BERTOLAK BELAKANG SAMA BESAR, SEGITIGA SAMA SISI KETIGA SISINYA SAMA PANJANG, DSB. ; APPLIED SCIENCE YAITU ILMU TERAPAN YANG DITERAPKAN UNTUK MEMECAHKAN SOAL-SOAL PRAKTIS (ILMU TERAPAN ATAU ILMU PRAKTIS) ; CATATAN : MASALAH PENGGUNAAN HASIL INI, ADA SEBAGIAN ORANG YANG MENYATAKAN BAHWA KITA CUKUP MEMPELAJARI APPLIED SCIENCE SAJA. ANGGAPAN SEMACAM INI KELIRU. DALAM MENGHADAPI KENYATAAN KONDISI EKONOMI BAGI PENGUSAHA YANG MENGHADAPI PENURUNAN HARGA KOMODITINYA, MAKA TINDAKAN NYATA YANG HARUS DILAKUKAN OLEH PENGUSAHA YAITU MEMBATASI/MENGURANGI SUPPLY (PENAWARAN).
12
PENDAHULUAN (11) TINDAKAN INI DILAKUKANNYA KARENA BERDASARKAN TEORI MURNI DARI EKONOMI YAITU TEORI EKONOMI PASAR BEBAS, DIMANA HARGA BARANG DITENTUKAN OLEH RASIO PERBANDINGAN SUPPLY AND DEMAND (PERMINTAAN DAN PENAWARAN). MEMANG BENAR EKONOMI NEGARA YAITU SISTEM EKONOMI YANG TERRENCANA DAN TERPUSAT SEPERTI MISALNYA DI BEKAS UNI SOVIET, UNTUK MENGATASI NAIK TURUNNYA HARGA LAIN LAGI CARANYA, KARENA BANYAK FAKTOR LAIN YANG MENENTUKAN. WALAUPUN DEMIKIAN KITA HARUS TETAP MENGETAHUI DAN MEMPELAJARI SECARA JELAS TEORI EKONOMI MURNINYA DARI ILMU EKONOMI YAITU TENTANG HUKUM PERMINTAAN DAN PENAWARAN. ILMU FISIKA ATAU ILMU ALAM SAJA SEBAGAI PURE SCIENCE TAK DAPAT UNTUK MEMBUAT PESAWAT TERBANG TANPA ILMU MESIN (MECHANICAL ENGINEERING). ILMU MESIN INILAH APPLIED SCIENCE DARI ILMU ALAM. UNTUK MENERAPKAN ILMU PRAKTIS / ILMU TERAPAN, KITA HARUS MEMPELAJARI ILMU MURNINYA.
13
PENDAHULUAN (12) BILA ADA YANG MENYATAKAN “ILMU UNTUK ILMU” DALAM ARTI ILMU TAK PERLU DIAMALKAN, HAL INI SAMA SEKALI TAK BENAR. SESUAI DENGAN AJARAN PANCASILA, ILMU ITU HARUS DIAMALKAN. MISALNYA DALAM SUATU NEGARA YANG EKONOMI DAN ADMINISTRASINYA KACAU DAN KITA TAHU ATAU MAMPU UNTUK BAGAIMANA CARA MEMPERBAIKINYA, TETAPI KITA TIDAK BERBUAT SESUATUPUN, MAKA INILAH YANG DIMAKSUDKAN “ILMU UNTUK ILMU”, KARENA ILMU YANG DIMILIKI SAMA SEKALI TIDAK DIAMALKAN. KARENANYA JANGAN MENYAMAKAN MEMPELAJARI “PURE SCIENCE” DENGAN SEMBOYAN “ILMU UNTUK ILMU” DALAM ARTI TERSEBUT.
14
PENDAHULUAN (13) AD.C. MENGGUNAKAN STANDAR / PEDOMAN UNTUK MENENTUKAN SESUATU ITU TERMASUK ILMU ATAU BERSIFAT ILMIAH, HARUSLAH DIGUNAKAN STANDAR / PEDOMAN TERTENTU, YAITU : KEBENARAN / KETEPATAN (VERIFIABILITY / ACCURACY) : VERIFIABILITY BERASAL DARI KATA “TO VERIFY” ARTINYA MENTEST ATAU MENGUJI BAHWA SESUATU ITU BENAR ATAU TIDAK. SEDANGKAN ACCURACY BERASAL DARI KATA “ACCURATE” YAITU AKURAT ATAU TEPAT YANG BERARTI BAHWA SESUATU ITU DAPAT DIUKUR ATAU DAPAT DIHITUNG, SEHINGGA TAHU KETEPATANNYA ATAU KEBENARANNYA. GENERALISASI : HARUS MENUNJUKKAN HUKUM YANG UMUM ; b. MENUNJUKKAN SESUATU YANG UNIVERSAL. UNTUK GENERALISASI INI DAVID EASTON MEMBEDAKAN KE DALAM TIGA TINGKATAN, YAITU : GENERALISASI TINGKAT TINGGI (SYSTEMATIC GENERALIZATION) GENERALISASI TINGKAT INI BENAR-BENAR ABSTRAK UNIVERSAL SEPERTI MISALNYA HUKUM GRAVITASI BUMI DARI NEWTON YAITU DAYA TARIK BUMI. HUKUM INI TIDAK BERGANTUNG KEPADA KEADAAN, TEMPAT DAN WAKTU ; YANG DIRANGKAIKAN DISINI CUKUP BANYAK FAKTA, BAHKAN SEMUA FAKTA YANG MENJADI OBYEK PENELITIAN DALAM ILMU PENGETAHUAN. ROBERT MORTON MENYEBUTNYA SEBAGAI “COMPREHENSIVE GENERALIZATION” ;
15
PENDAHULUAN (14) GENERALISASI TINGKAT MENENGAH (SYNTHETIC GENERALIZATION) GENERALISASI INI SATU TINGKAT DI BAWAH GENERALISASI YANG TINGGI,NAMUN BERADA DI ATAS TINGKAT SINGULAR GENERALIZATION, KARENA TIDAK MENCAKUP SEMUA FAKTA YANG ADA. GENERALISASI INI TIDAK BERGANTUNG KEPADA KEADAAN, TEMPAT DAN WAKTU, TETAPI HANYA MENCAKUP SEBAGIAN BESAR SAJA ; ADA PULA YANG MENYEBUTNYA SEBAGAI “MIDDLE RANGE” ; GENERALISASI TERBATAS (SINGULAR GENERALIZATION) GENERALISASI INI MERUPAKAN TINGKAT YANG PALING RENDAH KARENA SANGAT BERGANTUNG KEPADA WAKTU, KEADAAN DAN TEMPAT. DIKATAKAN SINGULAR GENERALIZATION KARENA HANYA DUA FAKTA, SEHINGGA ADA YANG MENYEBUT SEBAGAI “NARROW GAUGE”. DISINILAH LETAK TINGKAT GENERALISASI ILMU POLITIK BERADA. DARI KETIGA KRITERIA DAN ELABORASI YANG ADA DI ATAS TERSEBUT, ILMU POLITIK MEMENUHI KETIGA KRITERIA DI ATAS WALAUPUN OBYEKTIVITAS ILMU POLITIK TIDAK SESEMPURNA ILMU – ILMU EKSAKTA ;
16
KESIMPULAN ADA SEGOLONGAN ORANG YANG MENGANGGAP TIDAK ADA GUNANYA MEMPELAJARI POLITIK, KARENA POLITIK ITU KOTOR. MAKA ANDAIKATA HAL ITU KITA TERIMA, SEBENARNYA ADA ILMU YANG LEBIH KOTOR YANG DIPELAJARI HINGGA SAAT INI YAITU “KRIMINOLOGI” ATAU “ILMU TENTANG KEJAHATAN SOSIAL”. TETAPI MENGAPA ILMU INI DIPELAJARI JUGA DI PERGURUAN TINGGI? MAKA SEBENARNYA BUKAN MASALAH KOTOR ATAU TIDAK KOTOR SUATU ILMU PENGETAHUAN ITU DIPELAJARI, TETAPI DARI SEGI MANA KITA MELIHATNYA DAN APA MANFAAT YANG KITA HARAPKAN DAN KITA PEROLEH SECARA ILMIAH DAN DARI SEGI KEMANUSIAAN DENGAN MEMPELAJARI ILMU TERSEBUT? POLITIK YANG DALAM BAHASA INGGRISNYA SERING DISEBUT DENGAN ISTILAH : “POLITICS, POLITIC, POLICY, POLITY,” DSB , BERASAL DARI KATA “POLITICA” DAN KATA POLITICA BERASAL DARI KATA “POLIS” YAITU MASYARAKAT KOTA ATAU NEGARA KOTA PADA ZAMAN YUNANI KUNO. PADA WAKTU ITU HAL-HAL APA SAJA YANG BERHUBUNGAN DENGAN POLIS, ORANG MENYEBUTNYA DENGAN POLITIK ;
17
KESIMPULAN (1) “POLITIKE TECKNE” ADALAH HAL KEMAHIRAN MENGATUR POLIS, SEDANGKAN ILMUNYA DISEBUT “POLITIKE EPISTEME” (ILMU IPOLITIK). BAPAK DARI ILMU POLITIK ADALAH ARITOTELES ; DARI YUNANI KUNO KEKUASAAN PINDAH KE ROMAWI DAN PENGERTIAN POLITIKE TECKNE OLEH ORANG ROMAWI DISEBUT “ARS POLITICA” ; PADA MASA SEKARANG PENGERTIAN - PENGERTIAN YANG DEMIKIAN ITU (YANG ASLI) SUDAH BERUBAH DAN TIMBUL PENGERTIAN - PENGERTIAN BARU TENTANG ILMU POLITIK DAN BELUM ADA KESATUAN PENDAPAT TENTANG PENGERTIAN ATAU DEFINISI TENTANG ILMU POLITIK ; DARI DUA GOLONGAN PENDAPAT YANG PRO KONTRA TENTANG STATUS ILMU POLITIK SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN ATAU BUKAN DENGAN PERSYARATAN ADANYA FAKTA ATAU OBYEK YANG DIPELAJARI, MENGGUNAKAN METODE ATAU CARA TERTENTU DAN MENGGUNAKAN STANDAR ATAU PEDOMAN TERTENTU PULA, SIFAT ILMIAH DARI ILMU POLITIK TIDAK DAPAT DIUKUR DARI STANDAR METODE ILMU EKSAKTA, TETAPI DENGAN OBYEKTIVITAS YAITU KEBENARAN YANG DIPEROLEH DENGAN METODE TERTENTU LAINNYA WALAUPUN KEBENARAN ATAU OBYEKTIVITAS TERSEBUT TIDAK DAPAT SEMPURNA SEPENUHNYA SEPERTI HALNYA DALAM ILMU EKSAKTA ; MELIHAT DARI TINGKAT GENERALISASI YANG ADA, ILMU POLITIK MENEMPATI GENERALISASI TINGKAT TERRENDAH YAITU “GENERALISASI TERBATAS” DAN BELUM MEMILIKI HUKUM SEPERTI ILMU - ILMU EKSAKTA ATAU BELUM MEMILIKI DALIL - DALIL SEPERTI DALAM ILMU - ILMU EKSAKTA PADA UMUMNYA ;
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.