Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Ruang - bahasa Identitas

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Ruang - bahasa Identitas"— Transcript presentasi:

1 Ruang - bahasa Identitas

2 Sesuatu dan Ruang Batas ruang fungsional kognitif: batas “aman” [place] Ruang fisik diisi oleh penyu (volume tubuh penyu) [space]

3 Manusia dan Ruang Ruang = tempat berlindung  Fungsional [place]
Prasejarah: Goa/Leang/Guah

4 Rumah di Pantai dan laut Rumah di Rawa dan Tepi Sungai
Rumah Pohon Rumah di Sungai Rumah di Pantai dan laut Rumah di Rawa dan Tepi Sungai Rumah di ruang geografi lain: di hutan, di tebing, di lereng gunung, di lembah, di salju, di dataran rendah, Perkotaan, di ruang angkasa, di dalam laut dll . Palmerston’s Follies

5 Ruang: fisik dan fungsional
Ruang fisik [space] Unlimited or generalized physical extent A bounded or specific physical extent Rongga baik yang tak terbatas maupun yang terbatas [KBBI] Ruang fungsional [place] Ruang fisik yang diberi fungsi atau diberi makna oleh manusia [cf. Danesi dan Perron 1999]. Semua benda dan makhluk mengisi ruang fisik [space]  Eksistensi kita sejak menjadi janin sampai lahir, hidup, dan meninggal mengisi ruang fisik [Cf. Hoed 2014] Dalam kehidupannya, manusia menggunakan ruang untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya [place] Ruang juga terdapat dalam pikiran manusia dan kita sebut “ruang kognitif” [place]

6 Ruang, Kebudayaan, dan Bahasa
 in-group; out-group Perlindungan budaya [cultural shelter] Faktor utk bertahan hidup [survival] [...]human language manifest itself primarily in speech as distinct languages, each of which is geographically determined as factor of place, language can sharply distinguish between insider and outsider [...](Roberts 2008)

7 Linguistik “Makro” dan “Mikro”
“Makro: bahasa dan kebudayaan”* Kajian teks, kajian wacana, semiotik teks, pragmatik, sosiolinguistik, linguistik antropologi, linguistik kognitif, psikolinguistik Linguistik terapan: Teori penerjemahan, Pengajaran Bahasa, Fonetik medikal, Fonetik Forensik, dll Objek kajian [bahasa] Fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis simantik “Mikro: Bahasa” *Critical Discourse Analisis (Fairclough) *Language as Social Semiotics (Halliday)

8 Bahasa dan Ruang Fungsional Kognitif
Bahasa membentuk ruang fungsional kognitif. Bahasa berfungsi sebagai: pemersatu/pengikat pembeda/pembatas  ruang perlindungan budaya Pembentuk identitas Kognitif

9 Identitas: Definisi KBBI: ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang; jatidiri. Kata kunci: - difference ‘perbedaan’ dan sameness ‘kesamaan’ ’keserupaan’  De Saussure: différence  makna pembeda pada fonem Identitas terbentuk dalam oposisi biner Identitas terbentuk dalam jejaring oposisi The difference or character that marks off an individual from the rest of the kind, selfhood The sameness some individuals share to make up the same kind or universal.

10 Identitas: Dua Konsep Apakah bangsa Indonesia terancam atau sudah kehilangan identitasnya? [jatidiri]. Di tengah dialog antara “kebudayaan nasional”, “nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat plural” serta “peradaban dunia”, identitas seakan tidak lagi jelas. Identitas: “esensialis” vs. “interaksional”. Esensialis: identitas mengacu pada tradisi, sejarah masa lampau Interaksional: identitas terbentuk saat terjadi interaksi sosial Identitas tidak statis, tetapi dinamis.  Konsep “interaksional” melihat identitas sbg “proses sosial” yang dapat diperinci menjadi empat pendekatan.

11 Empat Pendekatan Interaksional ttg Identitas
Ada empat pandangan tentang identitas (de Fina et al. 2006: 2-5). identitas bukan sebagai produk, tetapi sebagai proses sosial. “konstruksionisme sosial” [identitas terbentuk saat terjadi interaksi]. identitas merupakan sbg proses penetapan suatu kaum sebagai anggota golongan tertentu [“in-group” vs. “out-group”]. pribumi-non pribumi, Islam-Kristen, Suni-Syiah dilihat sebagai sesuatu yang “plural” [identitas ditentukan oleh konteks sosial] Pandangan “indeksikal” [ungkapan tempat, waktu, dll sebagai label identitas]

12 Konstruksionisme Sosial
Pandangan “konstruksionisme sosial”  proses interaksi sosial nyata dan spesifik interaksi kewacanaan. Contoh 1: klaim lagu Rasa Sayange sebagai milik Malaysia, kita protes  masyarakat menyatakan identitasnya dalam suatu proses interaksi budaya dan politik antara Indonesia dan Malaysia. Padahal, ketika tidak terjadi klaim, kita diam saja, identitas tidak dipersoalkan. Contoh 2: dalam interaksi kebahasaan perbedaan bahasa atau dialek membangun perbedaan identitas pada penutur [Indonesia-Malaysia; dialek Jawa Solo-Banyumas; Dialek bhs Indonesia Jawa-Medan]

13 Identitas Berdasarkan Penetapan In- atau Out-Group
identitas merupakan suatu proses penetapan suatu kaum sebagai anggota golongan tertentu dan berbeda. Pembedaan antara “pri” dan “non-pri” (baca Tionghoa) pernah menonjol pada suatu saat, bahkan masih terasa saat ini, sebagai gejala penetapan keanggotaan pada golongan tertentu; tahun 50-an : “non-co”- “co”; “Islam-Kristen”; “Syiah-Suni”; “Merah Putih”-“Indonesia Hebat”; “Indonesia-asing”.

14 Identitas Plural Saat seorang aktivis perempuan berdialog tentang emansipasi perempuan, ia menggolongkan dirinya sebagai “perempuan” yang berdikotomi dengan “laki-laki”. Ketika ia harus berbicara di DPR, sebagai anggota fraksi suatu partai, dapat saja ia melupakan “perempuannya” dan mengidentifikasikan dirinya sebagai “anggota fraksi” yang bersangkutan.

15 Ungkapan Indeksikal Berkaitan kata atau ungkapan indeksikal, yakni kata atau ungkapan yang merujuk pada benda, waktu, tindakan, atau tempat (ruang) tertentu, misal: “Bakar PKI” [“Bakar” memberikan identitas buruk kepada PKI yang pada awal Orde Baru sangat dimusuhi]; ungkapan “orang desa” atau “ndeso” [Jw] atau “dusun” [Sd] merujuk pada kelompok orang yang direndahkan dibedakan dengan orang kota; ungkapan “orang gedongan” merujuk pada orang kaya dilihat dari kacamata kelas bawah; “orang dulu” merujuk pada generasi tua; “anak kemarin” merujuk pada generasi muda yang belum berpengalaman. “Wong sabrang” (orang seberang)  orang Jawa melihat suku yang datang dari luar Jawa.

16 Kompleksitas Kaitan Bahasa dengan Identitas
Namun, siapa kita tidak semata-mata ditentukan oleh dengan siapa kita berinteraksi, tetapi oleh topik pembicaraan kita dalam interaksi tersebut. Sebagai contoh: Saya, anggota suku bangsa Jawa, merasa beridentitas “Indonesia” saat berbicara dalam bahasa Indonesia dengan seorang dari suku Papua tentang topik “pembangunan ekonomi Papua” [identitas Indonesia] Namun, pada saat yang sama, lawan bicara saya dari suku Papua, merasa beridentitas “Papua” ketika membicarakan topik tersebut karena merasa daerahnya kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan Pulau Jawa. Ketika kawan dari Papua itu mengemukakan topik “ketimpangan antara Jawa dan Papua”, saya dapat saja masih merasa beridentitas “Indonesia” (karena setuju) atau merasa beridentitas Jawa (karena tersinggung). Saat muncul seorang Australia yang membela pandangan kawan dari Papua itu, saya berubah menjadi beridentitas “Indonesia” karena saya berinteraksi dengan orang asing.

17 Bahasa dan Ruang Konsep demografi bahasa bertolak dari pengertian bhw bahasa menempati ruang. Ruang demografis: bahasa dan masyarakatnya menempati kawasan tertentu [bahasa Jawa di Jawa Tengah dan di Jawa Timur, dialek Banyumas di Kabupaten Banayumas; bahasa Minang di Sumatera Barat; dst.] Ruang kognitif [?]: sekelompok penutur bahasa Jawa berbicara di antara mereka di tengah masyarakat berbahasa Minang; ruang kognitif sering menjadi “perlindungan budaya” atau “perlindungan identitas”

18 Ruang Bahasa dan Identitas dalam Ekologi Bahasa: Diglossia Tipe A
Situasi multibahasa [Diglossia] Tipe A Ruang Demografis Bhs B Bhs A Identitas > dlm ruang kognitif Bhs C Bhs C

19 Ruang Bahasa dan Identitas dalam Ekologi Bahasa: Diglossia Tipe B
Situasi multibahasa [Diglossia] Tipe B Ruang demografis Bhs A Bhs C Bhs B Identitas > dlm ruang kognitif

20 Ruang Bahasa dan Identitas dalam Ekologi Bahasa: Diglossia Tipe C
Bhs A Bhs B Situasi multibahasa [Diglossia] Tipe C [disertai situasi dwibahasa/bilingualism] Ruang demografis Identitas > dlm ruang kognitif Dwibahasa

21 Ruang Bahasa = Ruang Budaya
Ruang bahasa kognitif merupakan ruang perlindungan budaya seseorang. Ketika ia berinteraksi dengan bahasanya, ia menentukan identitasnya dan sekaligus budayanya

22 Kesimpulan 1 Bahasa tidak hidup sendirian. Hidup bersama bahasa (-bahasa) lain  ekologi bahasa Bahasa membentuk ruang bagi penuturnya: demografis/geografis dan kognitif. Bahasa dan ruang membentuk identitas penuturnya. Bahasa merupakan wahana bagi kebudayaan yang melatarinya dan mendukung identitas penuturnya.

23 Kesimpulan 2 Bahasa tidak lagi memiliki fungsi komunikasi saat penuturnya habis [vernakular]  “punah”(Crystal 2000). Bahasa masih bertahan dalam fungsi : referensi kultural dan religius [mitis]. Kebertahanan fungsi referensi kultural dan religius [mitis] dapat mempertahankan vitalitas kebudayaannya. Kebertahanan itu juga masih dapat mempertahankan identitasnya. Namun, fungsi vernakular memang merupakan faktor penting dalam memperkuat identitas  kreol Kebertahanan bahasa dan kebudayaan tergantung pada: kebanggaan dan kesetiaan bahasa. Kebanggaan dan kesetiaan bahasa dipengaruhi oleh faktor luar bahasa (bahasa saingan, ekonomi, politik, emansipasi sosial….)

24 Bahasa dan Identitas

25 Kasus Bahasa Oirata di P. Kisar
Bahasa Oirata [Woirata] masuk rumpun non-Austronesia [SOV]. Bahasa ini digunakan di dua desa yang berbeda: Woirata Timur dan Woirata Barat di P. Kisar. Ditengarai sebagai bahasa yang terancam punah. Akan tetapi, penduduknya masih berusaha untuk mempertahankan bahasa Oirata sebagai identitas etnisnya [jadi, merasa berbeda dengan penutur bahasa lain. Ada upaya pengaksaraan dan penerjemahan di bidang agama (Kristen).

26 Dalam ekologi bahasa: Konsep Geolinguistik
Konsep geolinguistik menengarai adanya 3 faktor yang menentukan nasib suatu bahasa: Language power Language attraction Language pressure

27 Ruang Bahasa [Demografis/Geografis dan Kognitif]
Ruang bahasa  ruang fisik/demografis/Geografis yang diisi oleh pemakai bahasa tertentu Ruang bahasa kognitif ruang bahasa yang terdapat dalam pikiran seseorang saat dlm ruang demografis atau geografis bhs lain Bhs A Bhs B Ruang demografis/geografis Bhs C

28 Kreol sbg Bahasa dan Identitas
Jamaika  I am a creol Haiti  Je suis créole Singapura  Singlish Dialek Roberts: Bahasa membentuk ruang budaya  Bahasa merupakan ruang perlindungan budaya [kasus resepsi, Vlaams dan Wallon, Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah].

29 Siapa Saya: Pandangan Kebahasaan
“Siapa saya?” adalah pertanyaan kunci untuk penelitian tentang identitas. Ketika “saya”bercakap-cakap dengan “dia”, terdengar perbedaan variasi dialektal. Perbedaan “variasi dialektal” menempatkan “saya”dan “dia” pada “ruang identitas” masing-masing [ruang bahasa kognitif]. Ketika “saya” [Indonesia] bercakap-cakap dengan “dia” [Malaysia], masing-masing merasakan identitasnya sendiri melalui perbedaan bahasa [“ruang identitas” dalam kognisi masing-masing]

30 “Tinggi”- “Rendah” dan Identitas
Interaksi kebahasaan adalah interaksi sosial. Peserta interaksi tidak jarang menempatkan dirinya sebagai “lebih rendah” atau “” lebih tinggi” dari lawan bicaranya. Faktor luar bahasa, seperti ekonomi dan khususnya emansipasi sosial mempengaruhi “rendah”dan “tinggi”.

31 Bahasa sebagai Ruang Fungsional [Cultural Shelter]
Roberts (2008: 1) penelitian di Karibia :“Language is in part a universal human factor and in part a factor of place: human language manifests itself primarily in speech as distinct languages, each of which is geographically determined as factor of place, language can sharply distinguish between insider and outsider through difference in accent, idiom, structure and word. Language therefore establishes bonds between all communities of human being but at the same time sets up barriers between communities”. [garis bawah dari saya BHH]

32 Language Power [William F. Mackey 1973: 5—16]
Language Power:”the sum total investment in time, money and energy that is made for the learning or preserving a particular language”  Indikator: Demografis (penutur) Sebaran (di mana saja penutur berada?) Mobilitas (pergerakan penutur) Ekonomi (sumbangan pada penghasilan) Ideologi (nasionalisme atau kepentingan agama) Kultural (referensi kultural)

33 Language Attraction [William F. Mackey 1973:16—24 ]
Language attraction: “The attraction of one language for another depends […] on the differences in status, territorial distance, and interlingual distance”.  Indikator: Status (status sebagai bahasa adat, agama, pemerintahan) Teritorial (apakah bahasa tertentu menarik perhatian penutur bahasa lain) Interlingual (kedekatan dengan bahasa lain)

34 Language Pressure [William F. Mackey 1973: 25—28 ]
Language pressure: “.. Language attraction becomes language pressure…” Perilaku (perilaku yang disebabkan oleh kesadaran adanya language pressure) Akulturasi (secara tidak sadar penutur melihat bahasa lain sebagai lebih secara kultural dan menyesuaikan diri pada bahasa tersebut)

35 Kasus Suku Hamap Penelitian tentang suku Hamap di Alor (LIPI ) Kaum muda mulai tidak menggunakan bahasa Hamappotensi kepunahanidentitas hilang? * Berdampingan dengan dua suku lain (beda adat dan bahasa) Vitalitas bahasa: kalah dalam keterbukaan (karena ekonomi subsisten) Identitas: Masih tetap merasa beridentitas Hamap (mitologi dan adat) Bahasa Hamap punah? Atau berubah? Kebudayaan?

36 Kasus: Vitalitas Bahasa Kao Sangat Rendah Bahasa Pagu Rendah [LIPI 2004-2008]
Regenerasi terhambat? Keluarga berbahasa non-Kao? Tidak demikian halnya bhs Pagu. Jumlah penutur Kao <100 (1.455 jiwa)  usia 40th ke atas Jumlah penutur Pagu 3000 [64% dari 6.147]? usia 20 ke atas Kawin antaretnis Saingan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia Bhs Kao sdh tersulih oleh bahasa Melayu, Indonesia, bhs Pagu belum, tetapi ada potensi tersulih EKSTERNAL Ekologi Bahasa INTERNAL Persaingan bahasa dalam bidang ekonomi, sosial, religius Kodifikasi: aksara, tata bahasa Indonesia Emansipasi sosial ekonomi(generasi muda) Melayu Kao, Pagu Kawin antaretnis (bhs Kao kalah bersaing dlm keluarga. Mengapa? Pilih bahasa Melayu, Indonesia Bahasa Asing [Inggris] : pesaing berat

37 Ekologi Bahasa Language ecology  the study of interactions
between any given language and its environment . . . The true environment of a language the society that uses it as one of its codes. Language exists only in the minds of its users, and it only functions in relating these users to one another and to nature, i.e. their social and natural environment. Part of its ecology  psychological: its interaction with other languages in the minds of bi- and multilingual speakers. Another part  sociological: its interaction with the society in which it functions as a medium of communication. The ecology of a language  determined primarily by the people who learn it, use it,and transmit it to others. (Haugen The Ecology of Language. Stanford: Stanford University Press. p. 325)  ekologi bahasa berorientasi pada ruang  identitas

38 Diglosia, Bilingualisme, Multilingualisme
1. Diglossia is when two languages or language varieties exist side by side in a community”. e.g. High variety which is used in government, the media and education. The other Low variety used with family, friends etc. (Indonesia is a good example) 2. Bilingualism is the use of two languages either by an individual or by a group of speakers. The difference between 1 and 2 would be how the languages are used in society i.e. Diglossia - clear usage differences - High vs Low. (bi)lingualism - only relates to two. 3. Multilingualism is the use of three or more languages either by an individual or a group of speaker. Bacaan: Benny H. Hoed, 2014, Ruang, Bahasa dan Identitas, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia

39 Terima Kasih


Download ppt "Ruang - bahasa Identitas"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google