Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

KEBIJAKAN PENGENDALIAN PRODUKSI DAN PEMANFAATAN MINERBA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "KEBIJAKAN PENGENDALIAN PRODUKSI DAN PEMANFAATAN MINERBA"— Transcript presentasi:

1 KEBIJAKAN PENGENDALIAN PRODUKSI DAN PEMANFAATAN MINERBA
Bahan Presentasi Pertemuan Tahunan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara Tahun 2016 Oleh : M. Taswin Kepala Subdirektorat Perencanaan Produksi dan Pemanfaatan Mineral dan Batubara Yogyakarta, 22 Oktober 2015 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

2 DAFTAR ISI DASAR HUKUM KONDISI SAAT INI
KEBIJAKAN PENGENDALIAN PRODUKSI MINERAL DAN BATUBARA KEBIJAKAN PEMANFAATAN MINERAL DAN BATUBARA PENUTUP

3 I. DASAR HUKUM

4 DASAR HUKUM (1) Pasal 33 UUD 1945 Ayat (3): “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara : Pasal 5 ayat (1) : “Untuk kepentingan nasional, Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat menetapkan kebijakan pengutamaan mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri”. Pasal 3 huruf c : “Dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan, tujuan pengelolaan mineral dan batubara adalah: c. menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/atau sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri; kegiatan usaha pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing. Pasal 103 ayat (1) : “Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri”. Pasal 170 : “Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan”.

5 DASAR HUKUM (2) Substansi PP No. 1 Tahun 2014: Sejak tanggal 12 Januari 2014, penjualan mineral ke luar negeri bukan lagi dalam bentuk bijih (raw material/ ore). Pemegang kontrak karya wajib melakukan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Pemegang IUP Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Pemegang kontrak karya yang melakukan kegiatan penambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan permurnian, dapat melakukan penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu (bukan bijih/raw material/ore). Pemegang IUP Operasi Produksi yang melakukan kegiatan penambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan pengolahan, dapat melakukan penjualan hasil olahan ke luar negeri dalam jumlah tertentu. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengolahan dan pemurnian serta batasan minimum pengolahan dan pemurnian diatur dengan Peraturan Menteri.

6 DASAR HUKUM (3) Substansi Permen ESDM No. 1 Tahun 2014:
Hasil PENGOLAHAN komoditas mineral logam yang dapat dijual ke luar negeri yaitu: konsentrat tembaga, konsentrat besi, konsentrat pasir besi/pelet, konsentrat mangan, konsentrat timbal, dan konsentrat seng. Komoditas mineral logam timah, nikel, bauksit, emas, perak, dan kromium HANYA dapat dijual ke luar negeri setelah dilakukan PEMURNIAN. Batasan minimum pengolahan dan pemurnian diatur dalam Lampiran Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 (Lampiran 1 : Komoditas Tambang Mineral Logam, Lampiran 2 : Komoditas Tambang Mineral Bukan Logam, dan Lampiran 3 : Komoditas Tambang Batuan). Pemegang KK dan IUP OP Mineral Logam, SETELAH JANGKA WAKTU 3 (TIGA) TAHUN sejak Permen ini diundangkan, HANYA DAPAT melakukan penjualan ke luar negeri hasil produksi yang telah dilakukan pemurnian sesuai batasan minimum pemurnian.

7 DASAR HUKUM (4) 5. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 84 ayat (1): “Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi harus mengutamakan kebutuhan mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri.” 6. Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. 7. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015 – 2019. 8. Peraturan Menteri ESDM No. 34 Tahun 2009 Tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara untuk Kepentingan Dalam Negeri. 9. Peraturan Menteri ESDM No. 13 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Kementerian ESDM Tahun 2015 – 2019.

8 TUJUAN PENGENDALIAN PRODUKSI
Pengendalian produksi mineral dan batubara bertujuan untuk: a. Menjamin ketahanan energi nasional b. Memenuhi daya dukung lingkungan c. Melakukan konservasi sumber daya mineral dan batubara d. Mengendalikan harga mineral nasional Perencanaan jumlah produksi mineral dan batubara dilakukan dengan mempertimbangkan: a. Prinsip transparansi, partisipatif dan bertanggung jawab b. Pengutamaan kepentingan nasional dalam rangka menjamin pasokan kebutuhan mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/atau sumber energi dalam negeri untuk jangka waktu 50 tahun c. Sumberdaya dan cadangan mineral dan batubara d. Data rencana dan realisasi produksi mineral dan batubara dari pemegang IUP Operasi Produksi mineral dan Batubara, IUPK Operasi Produksi mineral dan batubara, Kontrak Karya, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Batubara e. Data rencana dan realisasi kebutuhan mineral dan batubara dalam negeri

9 II. KONDISI SAAT INI

10 SUMBERDAYA DAN CADANGAN MINERAL INDONESIA
NO KOMODI-TAS SUMBERDAYA (JUTA TON) CADANGAN BIJIH LOGAM 1 Emas Primer 7.670 0,007 3.225 0,003 2 Bauksit 1.348 529,3 586 238 3 Nikel 3.712 52,2 1.155 22 4 Tembaga 18.285 106,2 2.720 28 5 Besi 712 401,8 66 40 6 Pasir Besi 2.121 425,4 174 25 7 Mangan 16 6,3 8 Zinc 625 7,3 0,8 9 Timah 449 2,3 801 0,3 10 Perak 13.755 3.253 0,0 Ferro and Associates : Fe, Nickel, Cobalt, Chromit , Mangan, Molibdenum, Titanium Precious Metal : Gold, Silver, Platinum Base Metal : Zinc, Cupper, Tin, Lead, Mercury Light and Rare metal : Bauxite, Monasit Sumber: Badan Geologi, KESDM, Desember 2014

11 KONDISI UMUM CADANGAN MINERAL DI INDONESIA
No. Komoditas Jumlah Luas Wilayah (Ha) Sumberdaya Bijih KK dan IUP (Ton) Total Sumberdaya Bijih KK dan IUP (Ton) Cadangan Total Cadangan IUP KK 1 Tembaga 4 3 2.760,20 ,14 KK = KK = IUP = IUP = 2 Nikel 133 ,98 ,04 KK = KK = IUP = IUP = Bauksit 56 - ,16 IUP = Bijih Besi / Pasir Besi 103 ,68 3.045,96 KK = KK = IUP = IUP = 5 Mangan 24 26.617,80 IUP = IUP = Keterangan: Sumber Data : Subdit PWI (Update Juni 2015) dan Nota Dinas No. 887/30/DBM/2015 Tanggal 5 Mei 2015 perihal rekapitulasi sumberdaya dan cadangan mineral KK dan IUP tersebut di atas merupakan KK tahap OP dan IUP Tahap OP sertifikat CNC yang tercatat di Subdit PWI serta sumberdaya dan cadangannya tercatat di Subdit Eksplorasi.

12 KONDISI UMUM SMELTER DI INDONESIA
No. Komoditas Smelter Telah Beroperasi (Unit) Kapasitas Input Bijih (TPY) Sedang dan Akan dibangun (Unit) Total Kapasitas Input Bijih (TPY) Kebutuhan Energi Listrik (MW) 1 Tembaga 2 620 Nikel 6 32 933,5 3 Bauksit 492 4 Bijih Besi / Pasir Besi 10 1.122 5 Mangan 105 Keterangan: Kapasitas input smelter diasumsikan berupa bijih; Total kapasitas smelter dihitung dari smelter yang telah beroperasi dan akan dibangun; Data kebutuhan energi listrik smelter belum lengkap; Smelter yang telah beroperasi berdasarkan Ijin IUP OP yaitu PT. Batutua Tembaga Raya dan Ijin Usaha Industri (IUI) antara lain PT. Smelting Gresik, PT. Vale Indonesia, PT. Cahaya Modern Metal Industri, PT. Antam, PT. Indoferro, PT. Indonesia Chemical Alumina, PT. Inalum, PT. Krakatau Steel, PT. Krakatau Posco, PT. Delta Prima Steel, PT. Meratus Jaya Iron Steel, PT. Indotama Ferro Alloys dan PT. Century Metalindo.

13 SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA INDONESIA
Berdasarkan BP Statistical Review of World Energy 2014 : Cadangan Batubara Indonesia Sebesar 3,1% Dari Total Cadangan Batubara Indonesia SUMBERDAYA BATUBARA 124,796 Milyar Ton CADANGAN 32,38 Milyar Cadangan dunia (%) Sangat Tinggi ( > kal/gr ) Source : Geology Agency, 2014 Tinggi ( – kal/gr ) Medium ( – kal/gr) Rendah ( < kal/gr ) Sumber : BP Statistical Review of World Energy, June 2015

14 REALISASI PRODUKSI DAN PEMASARAN MINERAL NASIONAL TAHUN 1997-2015
*) Update per- Juni 2015 Sumber: Subdit Pengawasan Usaha Operasi Produksi Mineral, DJMB, 2015

15 REALISASI PRODUKSI DAN PEMASARAN BATUBARA NASIONAL TAHUN 1997-2015
Produksi Batubara tumbuh 14% per tahun Konsumsi domestik hanya sekitar 16-23% dari kapasitas produksi nasional, tumbuh hanya 4% per tahun Kedepan pemanfaatan domestik porsinya akan semakin besar

16 III. KEBIJAKAN PENGENDALIAN PRODUKSI MINERAL DAN BATUBARA

17 KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA
Kondisi yang Diharapkan (Tantangan) Kaitan industri hulu dan hillir mineral nasional yang terjalin dengan kokoh Industri nilai tambah produk pertambangan nasional berkontribusi pada perekonomian nasional Kemampuan teknologi industri nilai tambah sudah kuat dan kokoh Kemampuan SDM sudah berkembang dan menguasai teknologi (kemandirian teknologi). Kondisi saat ini Tercapainya pelaksanaan good mining practice Tercapainya peningkatan produksi, penjualan investasi dan penerimaan negara Terlaksananya peningkatan nilai tambah mineral dan batubara Sumber daya dan cadangan tersebar dan jumlahnya terbatas Kebutuhan domestik meningkat Pengolahan dan Pemurnian terbatas Infrastruktur terbatas Investasi belum memadai Keahlian SDM masih terbatas Kemampuan teknologi terbatas FOKUS SAAT INI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2011 KEBIJAKAN: Melaksanakan prioritas pemenuhan batubara untuk kebutuhan dalam negeri Memberikan kepastian dan transparansi didalam kegiatan pertambangan (regulasi pendukung UU Minerba, sanksi pelanggaran ketentuan, dll) Melaksanakan peningkatan pengawasan dan pembinaan Mendorong peningkatan investasi dan penerimaan negara Mendorong pengembangan nilai tambah produk komoditi hasil tambang (a.l. pengolahan, pemurnian, local content, local expenditure, tenaga kerja dan CSR) Mempertahankan kelestarian lingkungan melalui pengelolaan lingkungan, reklamasi dan pascatambang UU No.4/2009 dan Peraturan Pendukungnya

18 ARAH KEBIJAKAN MINERBA KEDEPAN
Melaksanakan prioritas pemenuhan mineral dan batubara untuk kebutuhan dalam negeri 1 2 Memberikan kepastian dan transparansi didalam kegiatan pertambangan (regulasi pendukung UU Minerba, sanksi pelanggaran ketentuan, dll) 3 Melaksanakan peningkatan pengawasan dan pembinaan ARAH KEBIJAKAN 4 Mendorong peningkatan investasi dan penerimaan negara 5 Mendorong pengembangan nilai tambah produk komoditi hasil tambang (a.l. pengolahan, pemurnian, local content, local expenditure, tenaga kerja dan CSR) 6 Mempertahankan kelestarian lingkungan melalui pengelolaan dan pemantauan lingkungan, termasuk reklamasi dan pascatambang)

19 PROSEDUR PENETAPAN JUMLAH PRODUKSI MINERBA NASIONAL
MENTERI PENETAPAN PRODUKSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 8 7 Menteri menetapkan jumlah produksi mineral dan batubara nasional setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Setelah jumlah produksi mineral dan batubara nasional ditetapkan oleh Menteri, Gubernur harus menetapkan rencana produksi untuk IUP yang menjadi kewenangannya. 1 6 Menteri merencanakan & menyiapkan penetapan jumlah produksi batubara dan mineral nasional berupa bijih, konsentrat, produk antara, dan/atau logam. Pelaksanaan dilakukan oleh Direktur Jenderal, Membentuk tim penetapan produksi & penjualan nasional, TIM melakukan evaluasi terhadap jumlah produksi mineral dan batubara nasional. Hasil evaluasi tim disampaikan kepada Direktur Jenderal Direktur Jenderal berkoordinasi dengan Gubernur berkaitan dengan rencana penetapan jumlah produksi mineral dan batubara. Gubernur memberikan tanggapan atas rencana penetapan jumlah produksi mineral dan batubara. DIREKTUR JENDERAL 5 GUBERNUR 4 2 3 9 TIM BADAN USAHA PERTAMBANGAN Direktur Jenderal mengusulkan kepada Menteri mengenai rencana penetapan jumlah produksi mineral dan batubara nasional untuk masa 1 (satu) tahun ke depan setelah berkoordinasi dengan Gubernur. Menteri berkonsultasi dengan DPR RI terkait usulan Direktur Jenderal mengenai jumlah produksi mineral dan batubara nasional. Tim yang beranggotakan wakil dari: a. Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara; b. Badan Geologi; c. Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM d. Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan; dan e. Dewan Energi Nasional

20 RENCANA PRODUKSI MINERAL NASIONAL BERDASARKAN RPJMN 2015-2019
(PERPRES NO. 2 TAHUN 2015)

21 RENCANA PRODUKSI BATUBARA NASIONAL BERDASARKAN RPJMN 2015-2019
(PERPRES NO. 2 TAHUN 2015) Rencana Produksi Batubara Nasional Berdasarkan RPJMN Tahun (Perpres No. 2 Tahun 2015): Rencana Produksi di Tahun 2015 sebesar 425 Juta Ton dan menurun menjadi 400 Juta Ton di Tahun 2019 Persentase Domestik terhadap Produksi Batubara Nasional Tahun 2015 sebesar 24% dan meningkat menjadi 60% di Tahun 2019

22 KETERSEDIAAN CADANGAN TERHADAP PRODUKSI BATUBARA NASIONAL
Asumsi : 1 Rencana produksi di tahun 2015 sebesar 425 juta ton dan Tahun 2019 sebesar 400 juta ton 2 Rencana domestik tahun 2015 sebesar 102 juta ton dan tahun 2019 sebesar 240 juta ton 3 Setelah Tahun 2019 produksi batubara diasumsikan tetap sebesar 400 juta ton 4 Cadangan berasal dari Badan geologi, update data per-desember 2014 5 Cadangan sebesar 32,38 milyar ton 6 Tidak ada penambahan cadangan baru 7 Cadangan habis di tahun 2096 (81 tahun)

23 IV. KEBIJAKAN PEMANFAATAN MINERAL DAN BATUBARA

24 ARAH KEBIJAKAN PEMANFAATAN MINERAL
Untuk menindaklanjuti PP No. 1 Tahun 2014  tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara, telah ditetapkan Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri, yang pada intinya mengatur batasan minimum pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Batasan minimum pengolahan dan pemurnian telah dikonsultasikan dengan perguruan tinggi, lembaga penelitian, asosiasi pengusaha, dan kementerian serta lembaga terkait. Komoditas mineral utama seperti nikel, bauksit, timah, emas, perak, dan kromium didorong untuk dilakukan pemurnian karena sudah dilakukan pengolahan jauh sebelum UU No. 4 Tahun 2009 diterbitkan, untuk mendorong industri berbasis mineral dalam negeri dan tidak ada produk intermediate. Hasil pengolahan dalam bentuk konsentrat tembaga, pasir besi, bijih besi, seng, timbal, dan mangan diperbolehkan dijual ke luar negeri sampai fasilitas pemurnian selesai paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 diundangkan.

25 KEGIATAN PENINGKATAN NILAI TAMBAH MINERAL
Manfaat Kebijakan: Tanpa kegiatan Hilirisasi Minerba, Indonesia akan kehilangan kesempatan untuk meningkatkan lapangan kerja dan margin keuntungan karena tidak adanya industri pengolahan hilir. Mining Smelting Refining End-User Concentrate Anodes Cathodes Various tembaga Mining Smelting (upstream) Refining (downstream) Nickel ore Nickel matte , Ferronickel High grade nickel products Nikel Year 2014 Mining Iron ore Ore dressing Agglomeration Iron making Steelmaking casting Hot forming Cold forming Finished product Applications Besi & Baja Smelting Downstream non-existing industry Due date for adjustment to minimum beneficiation requirement

26 ARAH KEBIJAKAN PEMANFAATAN BATUBARA
Prioritas batubara sebagai sumber energi Konservasi dan pertambangan sesuai kaidah yang baik dengan memperhatikan lingkungan hidup Peningkatan kegiatan eksplorasi batubara untuk tambang terbuka dan tambang bawah tanah. Peningkatan peran batubara dalam bauran energi nasional Jaminan pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri Pembuatan cadangan penyangga batubara dalam bentuk pencadangan negara maupun dalam stockpile. Pembangunan infrastruktur batubara mendukung jaminan pasokan dan cadangan penyangga batubara Peningkatan nilai tambah batubara untuk gasifikasi dan liquifaction. Penetapan Harga Patokan Batubara terutama untuk penggunaan batubara di dalam negeri. Peningkatan kemampuan teknologi penambangan dan pemanfaatan batubara. Alokasi penggunaan batubara yang optimal disesuaikan dengan kualitas dan lokasi sumber daya batubara.

27 KEGIATAN PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA
Gas Chemical Feedstock DIRECT USE Power Plant Industry CONVERSION LIQUEFACTION GASIFICATION Liquid Clean Coal Technology UPGRADING High Rank Coal LOW RANK COAL COKES ACTIVE CARBON COAL SLURRY COAL

28 TANTANGAN KEGIATAN PENINGKATAN NILAI TAMBAH
Keuangan Sumber Energi dan Air Infrastruktur Penyediaan Material Resiko Tinggi Modal Intensif Pembangkit Listrik Air Pelabuhan Jalan Lahan Security of supply

29 STRATEGI HILIRISASI PENINGKATAN NILAI TAMBAH MINERAL DAN BATUBARA
Mendekatkan lokasi pabrik pengolahan dan pemurnian mineral ke sumber bahan baku (resources base industry/approach). Hal ini juga mendukung program MP3EI, berupa pengembangan Indonesia Timur. Bauksit Batubara Nikel Tembaga Timah Bijih Besi Batubara Pasir Besi

30 STRATEGI HILIRISASI PENINGKATAN NILAI TAMBAH MINERAL DAN BATUBARA
Fasilitasi kerjasama pengolahan antara IUP OP Mineral dengan IUP OPK pengolahan dan pemurnian. Dengan syarat IUP pemasok berstatus CnC. Pemberian insentif fiskal : Pihak pembangun smelter (dalam hal kerjasama) tidak dikenakan royalti bijih (royalti dikenakan kepada Pemegang IUP OP) Dalam hal kegiatan terintegrasi (hulu s.d hilir/pemurnian) : Royalti dikenakan untuk produk akhir PMA divestasi sebesar 40% (lebih kecil dibanding apabila kegiatannya di hulu saja, sebesar 51%) Melibatkan seluruh Kementerian/Lembaga terkait (termasuk lembaga keuangan/pembiayaan) untuk mensukseskan kebijakan nasional (negara). Selama ini PNT sepertinya hanya tugas KESDM dan Kemenperin saja. Infrastruktur Energi : Dibangun oleh PLN Dibangun sendiri, dengan kelebihan listrik dijial ke PLN dengan mekanisme Business to Business Dibangun oleh Independent Power Producers (beli listrik) Tahun 2017, tidak ada lagi produk hasil pengolahan yang diekspor.

31 V. PENUTUP

32 PENUTUP Indonesia memiliki sumberdaya dan cadangan mineral dan batubara yang masih memadai dan dapat mendukung industri hulu dan hilir logam di Indonesia. Perencanaan produksi mineral dan batubara dilakukan untuk tujuan konservasi sumberdaya mineral dan meningkatkan pemanfaatan mineral dan batubara untuk kebutuhan dalam negeri. Diperlukan kegiatan eksplorasi yang terus berlanjut untuk kepentingan konservasi mineral dan batubara. Pembangunan industri berbasis mineral tidak hanya terhenti di industri dasar pertambangan (ekstraksi) harus dilanjutkan dan difokuskan pada industri hilirnya yang memanfaatkan logam sebagai bahan bakunya. Sinergi Pertambangan dan perindustrian sangat esensial. Perlu dukungan semua pihak terutama pemerintah daerah, instansi terkait dan stakeholder untuk mempercepat pelaksanaan kebijakan peningkatan nilai tambah mineral dan batubara melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Pemerintah perlu secara serius memberikan fasilitasi dan mempercepat pembangunan infrastruktur. Kemudahan diberikan manakala pelaku usaha yang membangun pembangkit listrik, pelabuhan dan prasarana transportasi lainnya.

33 Terima Kasih


Download ppt "KEBIJAKAN PENGENDALIAN PRODUKSI DAN PEMANFAATAN MINERBA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google