Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehHadian Lesmono Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
KEBIJAKAN KEMENTERIAN AGAMA TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 MADRASAH
2
A. CAKUPAN Pengertian implementasi Kurikulum 2013 (K-13) dalam konteks madrasah memiliki dua makna, yaitu: Implementasi K-13 secara utuh (mencakup seluruh mata pelajaran: Umum, Keagamaan/PAI, dan Bahasa Arab); Implementasi K-13 secara terbatas, hanya pada mata pelajaran keagamaan/PAI dan Bahasa Arab.
3
B. KEBIJAKAN IMPLEMENTASI
Implementasi K-13 secara utuh diberlakukan secara bertahap sejak 2014/2015 sampai dengan 2018/2019; Implementasi K-13 secara terbatas (hanya pada mata pelajaran keagamaan dan Bahasa Arab) diberlakukan secara serempak pada semua madrasah (MI s.d MA) baik negeri maupun swasta sejak tahun pelajaran 2014/2015. Tahun ini memasuki tahun kedua;
4
Madrasah negeri di Papua
Tahun 2016/2017 Madrasah negeri di Papua Madrasah swasta terakreditasi B dan C (sebagian) Tahun 2014/2015 Piloting sebanyak (SK Dirjen Pendis No.481/2015 Tahun 2018/2019 Seluruh madrasah tersisa Tahun 2015/2016 dengan kriteria semua madrasah negeri (Kec. di Papua) Madrasah swasta yang memenuhi syarat Madrasah yg ditetapkan oleh Pemda atau Kanwilnya sbg pengimplementasi K-13 Tahun 2017/2018 Madrasah swasta terakreditasi C (yg belum ditepkan pd tahun sebelumnya) dan yg belum terakreditasi (sebagian)
5
Perubahan-perubahan sistem penilaian pada kurikulum 2013
Permendikbud nomor 81A tahun 2013 Disempurkan dengan Permendikbud nomor 104 tahun 2014 Disempurkan dengan Permendikbud nomor 53 tahun 2015
6
Permendikbud nomor 81A tahun 2013
nilai pada rapor harus dinyatakan dalam bentuk 1 – 4 dengan kelipatan 0,33. “Pemaksaan” “Misal siswa dapat nilai 78 dari rentang nilai 0-100, maka dalam skala 1 – 4 maka nilainya menjadi 78/100 X 4 = 3,12”. Nilai akhir ini bukan kelipatan 0,33 apakah nilai dijadikan 3 atau 3,33 ????
7
Permendikbud nomor 81A tahun 2013
Penilaian setiap mata pelajaran meliputi kompetensi pengetahuan, kompetensi keterampilan, dan kompetensi sikap. Kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan menggunakan skala 1–4 (kelipatan 0.33), sedangkan kompetensi sikap menggunakan skala Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K), yang dapat dikonversi ke dalam Predikat A - D seperti pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5: Konversi Kompetensi Pengetahuan, Keterampilan, dan Sikap
8
Permendikbud nomor 81A tahun 2013
Ketuntasan minimal untuk seluruh kompetensi dasar pada kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan yaitu 2.66 (B-) Pencapaian minimal untuk kompetensi sikap adalah B. Untuk kompetensi yang belum tuntas, kompetensi tersebutdituntaskan melalui pembelajaran remedial sebelum melanjutkan pada kompetensi berikutnya.Untuk mata pelajaran yang belum tuntas pada semester berjalan, dituntaskan melalui pembelajaran remedial sebelum memasuki semester berikutnya.
9
Ketentuan-Ketentuan Penilaian Menurut Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014
Penilaian merupakan masalah yang paling krusial di kurikulum Salah ide penilaian pada kurikulum 2013 adalah penilaian autentik. Namun perkembangan selanjutnya ditegaskan di permendikbud 104/2014 penilaian terdiri dari penilaian autentik dan non-autentik (Pasal 2 ayat 1 Permendikbud 104/2014). Selain itu ada beberapa hal penting yang perlu dipahami mengenai ketentuan-ketentuan penilaian menurut permendikbud 104 tahun 2014 sebagai berikut: Pengambilan nilai sikap menggunakan tehnik MODUS. nilai pengetahuan dengan tehnik RERATA dan nilai keterampilan dengan tehnik RERATA OPTIMUM (Pasal 6) Untuk setiap kegiatan penilaian, yaitu ulangan harian, ulangan tengah semester, penugasan dan lain-lain menggunakan skor 1 – 4. Tidak lagi menggunakan skor 0 – 100.(lampiran halaman 22) Ketuntasan untuk nilai pengetahuan dan keterampilan adalah 2,67, sedangkan untuk nilai sikap adalah B (lampiran halaman 12). Nilai dalam rapor SMP dan SMA untuk pengetahuan dan keterampilan dinyatakan dalam bentuk angka real (bukan kelipatan 0,33) dan dalam bentuk predikat (huruf A – D), Sedangkan nilai sikap dinyatakan dalam bentuk SB, B, C dan K dan dilengkapi dengan deskripsi (lampiran halaman 25).
10
Permendikbud nomor 104 tahun 2014
penilaian harus dinyatakan dalam bentuk 1 – 4 kontinyu, artinya tidak lagi kelipatan 0,33 “tidak menyelesaikan masalah” Masalah pertama munculnya gagasan rumus untuk membuat nilai 1 – 4. Misalnya dalam pedoman penskoran, nilai maksimal 45. Salah seorang siswa mendapat skor 30. Rumus pertama, untuk mendapatkan nilai 1 – 4 diperoleh dengan rumus N = 30/45 X 4 = 2,67. Beberapa orang tidak setuju dengan rumus itu, dengan alasan rumus itu dapat digunakan bila rentangan nilainya 0 – 4 (panjang rentangan 4). Namun Nilai yang digunakan adalah 1 – 4 (rentangan 3), dengan nilai terendah 1, bukan 0, sehingga muncul rumus N = /45 X 3 = 3. Rumus kedua ini alasannya dapat dipertanggungjawabkan. Bisa menggunakan pendekatan konversi suhu dalam fisika atau pendekatan persamaan garis lurus dalam matematika.
11
Tabel konversi skor dan predikat hasil belajar untuk setiap ranah adalah sebagai berikut:
Penilaian diri dilakukan sekali di akhir semester
12
Permendikbud nomor 104 tahun 2014
Masalah kedua, muncul ide nilai 1 – 4 dalam ulangan harian harus dalam bentuk diskrit, artinya nilai yang ada hanya 1, 2, 3 atau 4, tidak ada nilai 2,75 (misalnya) dalam ulangan harian
13
Permendikbud nomor 53 tahun 2015.
Nilai kembali seperti dahulu yaitu dinyatakan dalam bentuk 0 – 100 Namun dengan keluarnya permendikbud 53 tahun 2015 bukan berarti masalah penilaian sudah selesai, masih menyisakan masalah. Sehubungan dengan Ujian Sekolah (US) dan PDSS (Pangkalan Data Sekolah dan Siswa) mungkin tidak ada masalah. Ketentuan kelulusan ujian sekolah hanya ditentukan dari nilai ujian sekolah, bukan gabungan nilai ujian sekolah dan nilai rapor dengan proporsi tertentu seperti tahun lalu (baca permendikbud nomor 57 tahun 2015 pasal 26 ayat 1). Untuk PDSS, kabarnya sistem mengakomodasi nilai 1 – 4.
14
Lalu beberapa perguruan tinggi yang menerima mahasiswa menggunakan jalur rapor masih ada yang mensyaratkan nilai minimal dalam bentuk nilai 0 – 10 atau 0 – 100, seperti UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), yang mensyaratkan nilai minimal 7,0.
15
Nah sekarang bagaimana mengkonversikan nilai 1 - 4 menjadi 0 - 100
Nah sekarang bagaimana mengkonversikan nilai menjadi ?? Di sinilah penilaian kurikulum 2013 menyisakan masalah. Untuk mengkonversi muncul berbagai macam rumus. Ket : N = Nilai 0 – 100 dan A nilai 1 – 4 N = (A – 1) X 33,33 N = A x 25 N = 19 X A + 24
16
N = (A – 1) X 33,33 Misal siswa mendapatkan nilai 2,67 dan 4 dalam skala 1 – 4 bila dikonversi menjadi 0 – 100, N = (2,67 – 1) X 33,33 = 55,6 (Mengambil nilai 2,67 karena asumsi Nilai KKM Skala 1 – 4 adalah 2,67) N = (4 – 1) x 33,33 = 99,99 Kesimpulan nya apabila menggunakan rumus ini nilai akan menjadi rendah Bukan 100
17
N = A x 25 Rumus kedua sederhana didapat dari N = A : 4 X 100 disederhanakan menjadi N = 25 X A. Bila rumus ini kita terapkan maka 2,67 menjadi 67, yang didapat dari 2,67 X 25 = 66,75. Lumayan bagus, namun bila dibandingkan dengan pengguna kurikulum 2006 nilai 67 itu masih rendah, karena umumnya pengguna kurikulum 2006 memakai KKM 75. Sehingga masih “kalah bersaing” dengan pengguna kurikulum 2006.
18
N = 19 X A + 24 Misal siswa mendapatkan nilai 2,67 dan 4 dalam skala 1 – 4 bila dikonversi menjadi 0 – 100, N= 19 x 2, = 74,73 N = 19 x = 100
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.