Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
KEBIJAKAN FISKAL BAB - 4
2
Kebijakan Penunjang Sektor Riil
Kebijakan Sistemik: Mekanisme Zakat Pelarangan Riba Kebijakan Pemerintah: Minimalisasi Pajak (Supply-Side Policy) Optimalisasi Sektor Sosial (Demand-Side Policy) Pengembangan Tekhnologi-Informasi Optimalisasi Institusi Penunjang Pasar
3
ZISWA SBG KOMPONEN KEBIJAKAN FISKAL
ZISWA merupakan salah satu sendi utama dari Sistem Ekonomi Islam yg kalau mampu dilaksanakan dg baik akan memberikan dampak ekonomi yang luar biasa. Menurut Konsep Ekonomi Islam, kebijakan fiskal bertujuan untuk mengembangkan suatu masy yg didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dg menempatkan nilai-nilai material dan spritual pd tingkat yg sama (Abdul Manan, M., 1993).
4
KEBIJAKAN PENDAPATAN EKONOMI ISLAM
Pendapatan dalam sistem ekonomi islam dapat di bagi menjadi dua bagian yaitu : Bersifat Rutin seperti : Zakat, Jizyah, Kharaj, Ushr, Infaq dan Shadaqah serta Pajak lain jika diperlukan. Bersifat Temporer seperti : ghanimah, fa’y dan harta yang tidak ada pewarisnya. Menurut Khaf (1999) berpendapat sedikitnya ada tiga prosedur yang harus dilakukan pemerintah Islam Modern dg asumsi bahwa pemerintah tsb sepakat dg adanya kebijakan pungutan pajak (terlepas dari ikhtilaf ulama mengenai pajak) :
5
1. Kaidah Syar’iah yg berkaitan dg kebijakan pungutan zakat Islam dg rinci telah menentukan syarat, kategori harta yg harus dikeluarkan zakatnya, lengkap dg besaran (tarifnya). Maka tidak ada hal bagi pemerintah untuk mengubah tarif yg telah ditentukan. Namun pemerintah hanya dapat melakukan perubahan dlm struktur harta yg wajib dg berpegang pada nash-nash umum yg ada & pemahaman thd realita modern.
6
2. Kaidah Syar’iah yg berkaitan dg hasil pendapatan yg berasal dari Aset Pemerintah
Pendapatan dari aset pemerintah di bagi menjadi kelompok : Pendapatan dari aset pemerintah yg umum yaitu berupa investasi aset pemerintah yg dikelola baik oleh pemerintah sendiri/masyarakat. Pendapatan dari aset yg masy ikut memanfaatkannya seperti sarana-sarana umum yg sangat dibutuhkan masyrakat.
7
3. Kaidah Syar’iah yg berkaitan dg Kebijakan PAjak Dalam ajaran Islam tidak memberikan arahan dibolehkannya pemerintah mengambil sebagian harta milik orang kaya secara paksa. Namun pungutan pajak dibolehkan berdasarkan Kaidah a’dalah dan kaidah dharurah yaitu pungutan tsb hanya bagi orang yg mampu/kaya & utk pembiayaan yg betul-betul sangat diperlukan & pemerintah tidak memiliki sektor pemasukan lainnya.
8
KEBIJAKAN BELANJA EKONOMI ISLAM
Tujuan belanja pemerintah : Pengeluaran demi memnuhi kebutuhan hajt masyrakat. Pengeluaran sbg alat redistribusi kekayaan. Pengeluaran yg mengarah pd semakin bertambhanya permintaan efektif Pengeluaran yg berkaitan dg investasi dan produksi. Pengeluaran yg bertujuan menekan tingkat inflasi dg kebijakan intervensi pasar.
9
Kebijakan belanja umum pemerintah :
Belanja kebutuhan operasional pemerintah yg rutin. Belanja umum yg dapat dilakukan pemerintah apabila sumber dananya tersedia. Belanja umum yg berkaitan dg proyek yg disepakati oleh masy Berikut sistem pendanaannya.
10
Kaidah Sya’iyah yg berkaitan dg belanja kebutuhan operasional pemerintah :
Kebijkan belanja rutin harus sesuai dg azas maslahat umum, tidak boleh dikaitkan dg kemashalatan seseorang/kelompok masy tertentu. Mendapatkan sebanyak mungkin manfaat dg biaya yg semurah-murahnya. Kaidah ini membawa suatu pemerintahan jauh dari sifat mubazir & kikir disamping alokasinya pd sektor2 yg tidak bertentangan dg syariah. Tidak berpihak pd kelompok kaya dlm pembelanjaan, walaupun dibolehkan berpihak pada kelompok miskin. Prinsip komitmen dg aturan syariah, maka alokasi belanja negara hanya boleh pd hal-hal yg mubah, & menjauhi yg haram Prinsip komitmen dg skala prioritas syariah, dimulai dari yg wajib, sunnah, mubah/dharruroh, hajjiyat dan kamaliyah.
11
INSTITUSI PENGAMBIL KEBIJAKAN FISKAL
Baitul Mal Baitul Mal merupakan institusi negara yang bertujuan mewujudkan misi negara dalam mensejahterakan warga melalui kebijakan sektor riil dan moneter menggunakan instrumen-instrumen publik yang menjadi wewenangnya, seperti zakat, kharaj-jizyah (pajak), investasi negara (al mustaglat), uang beredar, infak-shadaqah, wakaf, dll.
12
Yusuf Qardhawy (1988) membagi baitul mal menjadi empat bagian (divisi) kerja berdasarkan pos penerimaannya Departemen khusus untuk sedekah (zakat). Departemen khusus untuk menyimpan pajak dan upeti. Departemen khusus untuk ghanimah dan rikaz. Departemen khusus untuk harta yang tidak diketahui warisnya atau yang terputus hak warisnya (misalnya karena pembunuhan).
13
Baitul Mal (Ibnu Taimiyah)
Diwan al Rawatib yang berfungsi mengadministrasikan gaji dan honor bagi pegawai negeri dan tentara. Diwan al Jawali wal Mawarits al Hasyriyah yang berfungsi mengelola poll taxes (jizyah) dan harta tanpa ahli waris. Diwan al Kharaj yang berfungsi untuk memungut kharaj. Diwan al Hilali yang berfungsi mengkoleksi pajak bulanan[1]. [1] Perlu dipahami bahwa penggunaan kata pajak terkadang misleading karena literature ekonomi Islam atau sejarah Islam banyak menyebutkan pungutan yang dibenarkan atau dianjurkan oleh syariat seperti zakat, kharaj, ushr dan jizyah seringkali diwakili dengan istilah pajak. Padahal dalam Islam juga diketahui bahwa dalam keadaan normal pajak yang biasa dikenal dalam dunia konvensional tidak dianjurkan untuk diberlakukan. Untuk itu diperlukan ketelitian dari setiap pembaca ekonomi dan sejarah Islam dalam memahami konteks pembahasan pajak dalam berbagai jenis literature.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.