Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehHandoko Tanuwidjaja Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
PENDIDIKAN YANG RAMAH UNTUK TUNANETRA
SEMINAR DISABIITAS, 13 SEPTEMBER 2018 DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA OLEH ASEP SUPENA ( ) FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2018
2
TUNANETRA TUNA artinya tanpa, rugi, kurang, hilang, tidak ada
NETRA artinya penglihatan Jadi, secara etimologis, tunanetra berarti orang yang tidak memiliki penglihatan, atau orang yang penglihatannya lemah/kurang.
3
PENGERTIAN DAN BATASAN TN
Mengalami gangguan/hambatan/kerusakan kelemahan penglihatan secara signifikan Menyeluruh atau sebagian. Bisa ringan, sedang atau berat. Mengalami hambatan/gangguan, walaupun telah dilakukan tindakan perbaikan Membutuhkan pelayanan pendidikan khusus
4
TUNANETRA (VISUAL IMPAIRMENT)
KEADAAN GANGGUAN/HAMBATAN PENGLIHATAN SECARA SIGNIFIKAN, SEHINGGA MEREKA MEMBUTUHKAN LAYANAN PENDIDIKAN YANG KHUSUS.
5
Contoh Bentuk layanan pembelajaran khusus di antaranya adalah penggunaan sistem baca tulis braille, alat pembesar bahan bacaan, media timbul dan berbagai bentuk modifikasi lainnya.
6
2 PERSPEKTIF DALAM MENDEFINISKAN TUNANETRA
Definisi Legal (legally definition) medical, clinical Definisi pendidikan (educationally definition)
7
TIGA ISTILAH UTAMA TUNANETRA (VISUAL IMPAIRMENT) BUTA (BLIND)
KURANG LIHAT (LOW VISION)
8
DEFINISI & KLASIFIKASI
TUNANETRA Legally definition Educationally definition Buta (blind) adalah mereka yang memiliki ketajaman penglihatan sentral 20/200 f atau lebih kecil (lebih buruk), setelah melalui suatu perbaikan (misalnya dengan kacamata) atau mereka yang luas pandangnya demikian sempit, sehingga tidak lebih dari 20 derajat. Kurang lihat ( LOW VISION) adalah mereka yang ketajaman penglihatan sentralnya jatuh di antara 20/70 f dan 20/200 f, setelah melalui perbaikan. Buta (blind) adalah mereka yang gangguan penglihatannya demikian parah, sehingga mereka harus membaca dengan menggunakan braille atau metode-metode oral (audio tape and recorder). Kurang lihat (partially sighted) adalah mereka yang masih dapat membaca huruf cetak, walaupun harus menggunakan kaca pembesar atau buku-buku yang berhuruf cetak besar.
9
KLASIFIKASI TUNANETRA (VISUAL IMPAIRMENT)
KURANG LIHAT (LOW VISION/ PARTIALLY SIGHTED) BUTA (BLIND)
10
-20 LUAS PANDANG/LAPANG PANDANG Luas pandang adalah luas bidang (wilayah) yang dapat dilihat oleh mata dalam keadaan diam (mata terpokus pada satu titik). Luas pandang diukur satu peratu-satu (mata kiri, mata kanan) .
11
DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Definisi secara legal (Legally Definition)" q Didasarkan pada hasil pengukuran terhadap ketajaman penglihatan yang biasa dilakukan oleh tenaga medik. Sehingga definisi ini sering disebut juga dengan istilah definsi secara medik atau klinis. q Kenapa dikatakan Legal ? karena sering dijadikan persyaratan untuk menentukan syah atau tidaknya seseorang dikatagorikan sebagai tunanetra. q Biasa dipakai oleh masyarakat awam dan profesi kedokteran. q Orang buta secara legal adalah mereka yang memiliki ketajaman penglihatan sentral 20/200 atau lebih kecil (lebih buruk), setelah melalui suatu perbaikan (misalnya dengan kacamata) atau mereka yang luas pandangnya demikian sempit, sehingga tidak lebih dari 20 derajat. (The American Medical Association, 1934; dan American Foundation for The Blind).
12
ILUSTRASI TINGKATAN KETAJAMAN PENGLIHATAN
20/20 f NORMAL 20/30 f 20/40 f 20/50 f 20/70 f 20/100 f LOW VISION 20/200 f BUTA VISUAL IMPAIRMENT
13
MAKNA ANGKA VISUS 20/70 f : seseorang dapat melihat suatu objek pada jarak 20 kaki (feet), yang kalau oleh orang normal, objek tersebut dapat dilihat pada jarak 70 kaki 20/200 f : seseorang dapat melihat suatu objek pada jarak 20 kaki (feet), yang kalau oleh orang normal, objek tersebut dapat dilihat pada jarak 200 kaki
14
q Seseorang yang memiliki ketajaman penglihatan sentral 20/20, tetapi dia memiliki keterbatasan lapangan penglihatan yang parah (kurang dari 20 derajat), tetap dikatagorikan sebagai buta. q "Partially sighted atau partially blind" (kurang lihat) adalah mereka yang ketajaman penglihatan sentralnya jatuh di antara 20/70 dan 20/200 setelah melalui perbaikan. q Arti 20/200 ? q Ketajaman penglihatan normal adalah 20/20.
15
Definisi pendidikan (Educationally Definition)
q Dianut (biasa dipakai) oleh para pendidik. q Orang buta adalah mereka yang gangguan penglihatannya demikian parah, sehingga mereka harus diajari membaca dengan menggunakan braille atau metode-metode oral (audio tape and recorder). q Orang yang kurang lihat (partially sighted) adalah mereka yang masih dapat membaca huruf cetak, walaupun harus menggunakan kaca pembesar atau buku-buku yang berhuruf cetak besar.
16
KATAGORISASI KETUNANETRAAN DARI DUA PERSPEKTIF
LEGALLY/KLINIS/ MEDIK EDUCATIONALLY/ PENDIDIKAN TUNA NETRA Mereka yang memiliki ketajaman penglihatan dari mulai 20/70 f hingga buta total Mengalami gangguan penglihatan secara signifikan, shg membutuhkan layanan pendidikan yg khusus. LOW VISION Mereka yang memiliki ketajaman penglihatan 20/70 f s.d. 20/200 f Mengalami gangguan penglihatan tetapi masih bisa membaca tulisan awas yang diperbesar. BUTA (blind) Mereka yang ketajaman penglihatannya lebih kecil (KURANG DARI) 20/200 f Mengalami gangguan penglihatan sehingga harus menggunakan huruf braille.
17
Masa Bayi Masa Usia Dini Masa Kanak-kanak Masa Remaja Masa Dewasa
PRE-NATAL TUNANETRA NATAL Masa Bayi Masa Usia Dini Masa Kanak-kanak Masa Remaja Masa Dewasa Masa Usia Lanjut POST-NATAL
18
KESALAHPAHAMAN (Misconceptions) TENTANG TUNANETRA
KESALAHPAHAMAN (Misconceptions) TENTANG TUNANETRA Mereka yang buta secara legal tidak memiliki penglihatan sama sekali. Hanya sedikit mereka yang buta secara legal tidak memiliki penglihatan sama sekali. Sebagian besar dari mereka masih memiliki sejumlah fungsi penglihatan.
19
Sebagian besar orang buta secara legal menggunakan braille sebagai cara pokok mereka dalam membaca.
Sebagian besar orang buta secara legal menggunakan huruf cetak besar, sebagai cara pokok mereka dalam membaca. Bahkan, kecenderungan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa lebih banyak orang buta yang tidak dapat memanfaatkan huruf cetak, sekarang menggunakan metode oral (mendengarkan tape dan recorder) dari pada menggunakan braille.
20
Orang buta memiliki indera tambahan yang memungkinkan mereka untuk mendeteksi segala rintangan.
Orang buta tidak memiliki indera tambahan. Mereka dapat mengembangkan indera pendeteksi rintangan, apabila mereka memiliki kemampuan mendengar.
21
Orang buta dengan sendirinya akan memiliki ketajaman indera-indera yang lainnya secara lebih baik.
Hanya karena melalui konsentrasi dan perhatian, orang-orang buta dapat melakukan diskriminasi penginderaan dengan baik. Hal inipun tidak terjadi secara otomatis, tetapi lebih merupakan akibat penggunaan indera-indera penerima secara baik.
22
Orang buta memiliki kemampuan musik yang luar biasa.
Kemampuan musik pada orang-orang buta tidak harus lebih baik daripada orang awas. Rupa-rupanya, banyak orang buta yang menekuni karir musik, karena itu merupakan salah satu bidang atau cara, dimana mereka dapat mencapai sukses secara maksimal.
23
Orang buta tidak berdaya, dan bergantung kepada orang lain.
Dengan perlakuan yang baik dan pengalaman belajar yang tepat, orang buta dapat menjadi mandiri dan memiliki kepribadian yang kokoh seperti orang awas pada umumnya.
24
Jika orang yang kurang lihat(partially sighted) memanfaatkan penglihatannya terlalu banyak, penglihatan mereka akan semakin memburuk. Hanya dalam kejadian yang jarang, pernyataan tersebut benar. Kemampuan penglihatan sebenarnya dapat ditingkatkan melalui latihan dan penggunaan. Pemakaian lensa yang kuat, membaca buku dalam jarak yang dekat, serta penggunaan mata sebanyak mungkin tidak membahayakan penglihatan.
25
Orang buta dengan sendirinya dapat mengembangkan kemampuan konsentrasi yang luar biasa, yang menyebabkan mereka menjadi pendengar yang baik. Menjadi pendengar yang baik adalah suatu keterampilan yang dipelajari. Walaupun benar banyak tunanetra yang memiliki kemampuan mendengar secara baik, akan tetapi hal tersebut merupakan sebagian dari hasil kerja keras mereka. Hal ini mereka lakukan karena itulah alat/cara yang mereka andalkan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dari lingkungan.
26
Anjing penuntun (Guide Dog) dapat membawa orang buta pergi ke berbagai tempat (kemana saja) yang diinginkan tunanetra. Anjing penuntun tidak dapat membawa orang buta kemana saja; orang buta pertama-tama harus tahu terlebih dahulu kemana dia akan pergi. Anjung terutama hanya bertindak sebagai pengaman terhadap rintangan atau daerah yang tidak aman.
27
PREVALENSI Sub committee on rehabilitation of the nation institute of neurological diseases and blindness (1971) memperkirakan bahwa 0,15% s.d. 0,56% dari keseluruhan populasi adalah buta secara legal. Departemen Pendidikan Amerika Serikat melaporkan bahwa 0,7 % dari anak-anak pra-sekolah s.d. anak kelas 12, dilayani sebagai anak yang cacat penglihatan.
28
MENGEMBANGKAN ALAT IDENTIFIKASI
DEFINISI/ BATASAN CIRI-CIRI/ KARAKTERISTIK TUNANETRA
29
INDIKASI ADANYA GANGGUAN PENGLIHATAN A. prilaku (behavior)
1. Menggosok-gosok mata secara berlebihan. 2. Menutup atau melindungi sebelah mata, memiringkan mata atau menjorongkannya ke depan. 3. Mengalami kesukaran pada saat membaca atau dalam pekerjaan-pekerjaan lain yang membutuhkan ketelitian mata. 4. Mengedipkan mata secara berlebihan atau lekas marah pada saat melakukan pekerjaan yang membutuhkan ketelitian mata. 5. Membaca buku pada jarak yang dekat. 6. Tidak dapat melihat benda-benda yang jauh secara jelas. 7. Mengedipkan kelopak mata atau mengerutkan dahi secara berlebihan.
30
B. Tampilan Fisik(Appearance)
Lanjutan….. B. Tampilan Fisik(Appearance) 1. Mata juling. 2. Merah di sekeliling mata atau kelopak mata membengkak. 3. Mata berair atau mengalami peradangan. 4. Mata bergerak terus menerus. C. Keluhan (Complaint) 1. Mata gatal, panas atau terasa kasar seperti tergores-gores. 2. Tidak dapat melihat dengan jelas. 3. Pusing, sakit kepala, atau mual pada saat melakukan pekerjaan yang membutuhkan ketelitian mata. 4. Penglihatan kabur atau penglihatan ganda (double).
31
PENGUKURAN KEMAMPUAN PENGLIHATAN
Ketajaman penglihatan sentral (visus centralis): Jarak jauh: -Kartu snellen (snellen chart). Jarak dekat: -Kartu snellen (snellen chart) jarak dekat. -Jeager Chart, yang tersusun dari garis garis dalam ukuran dan jenis yang berbeda. Luas pandang (visus ferifir): Kemampuan penglihatan fungsional: Diagnostic Assessment Procedure (DAP) (barraga, 1983; Barraga dan Collins,1979; Barraga, Collins dan Hollis, 1977).
32
MENGUKUR KETAJAMAN PENGLIHATAN
Ketajaman penglihatan sentral (visus centralis): Untuk mengukur penglihatan jarak jauh: - Kartu snellen (snellen chart). Untuk mengukur penglihatan Jarak dekat: - Kartu snellen (snellen chart) jarak dekat. - Jeager Chart, yang tersusun dari garis-garis dalam ukuran dan jenis yang berbeda.
33
KARTU SNELLEN CHART 20/200 f 20/100 f 20/70 f 20/50 f 20/40 f 20/30 f
34
KARAKTERISTIK PSIKOLOGIS
TUNANETRA Perkembangan Bahasa: Secara umum, ketunanetrtaan tidak mengganggu perkembangan bahasa. Tidak ada perbedaan antara tunanetra dan anak-anak awas, dalam sebagian besar aspek bahasa. Beberapa keterbatasan (kekurangan) terkait dengan perkembangan bahasa pada tunanetra adalah: 'gesture'(mimik muka), bahasa tubuh, kecenderungan verbalism.
35
Kemampuan intelektual:
Samual P. Hayes sebagai pelopor di bidang tes inteligensi standar untuk anak-anak tunanetra, tes "Hayes-Binet“ Constributions to Psychology of Blindness (Hayes, 1941) melaporkan bahwa skor IQ anak tunanetra pada umunya sesuai dengan keadaan umurnya. Dia menyimpulkan bahwa kebutaan tidak secara otomatis menyebabkan rendahnya taraf inteligensi seseorang. Beberapa anak yang semula menunjukkan skor IQ rendah berubah secara dramatis pada saat mendapat kesempatan pelayanan pendidikan yang tepat (Hayes, 1940).
36
lanjutan……. Dia tidak menemukan adanya kekurangan pada anak tunanetra terutama pada hasil tes verbal dan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur terjadinya kebutaan dengan skor IQ. Hasil tes inteligensi tunanetra harus dilihat/ditafsirkan secara hati-hati, karena bagaimanapun juga, tes inteligensi untuk anak-anak tunanetra pada umumnya kurang valid dibanding dengan tes inteligensi untuk anak-anak awas. Hal ini disebabkan karena adanya proses modifikasi pada prosedur tes tersebut. Alat tes intelegensi lain: The Blind Learning Aptitude Test (BLAT) (Newland,1964), dan Ohwaki-Kohs (Ohwaki, Tanno, Ohwaki, Hariu, Hayasaka, dan Miyake, 1960).
37
Keterbatasan perkembangan kognitif pada tunanetra (lowenfeld, 1973):
Rentang dan veriasi pengalaman. - objek yg tdk terjangkau - objek yang terlalu besar - objek yg terlalu kecil. - objek yang berbahaya Kemampuan untuk bergerak (mobilitas). keterbatasan/kesulitan untuk bergerak dan berpindah tempat. Interaksi dengan lingkungan. memahami, mengontrol, berinteraksi dg berbagai objek yg ada di lingkungan.
38
Kemampuan Konseptual:
c Perkembangan kemampuan konseptual atau kognitif anak tunanetra tertinggal di belakang anak-anak awas. c Anak tunanetra akan cenderung lebih miskin dalam mengerjakan tugas-tugas yang memerlukan pemikiran abstrak. Mereka sangat memungkinkan sekali untuk hidup dalam lingkungan yang serba konkrit. c Kekurangan-kekurangan tersebut bukan disebabkan karena sifat pembawaannya, tetapi karena kurangnya mendapatkan pengalaman-pengalaman pendidikan yang memadai.
39
Prestasi Akademik c Membandingkan kedua kelompok tersebut secara langsung adalah meragukan. Hal ini terutama disebabkan karena kedua kelompok itu harus dites dalam kondisi yang berbeda. c Hanya ada sedikit bukti yang menyatakan bahwa anak kurang lihat maupun anak buta tertinggal oleh teman-teman awasnya yang sebaya, ketika dibandingkan usia mentalnya (Bateman, 1963; Bateman and Wetherell, 1967; Lowenfeld, 1945; Nolan and Ashcroft, 1969; Oseroff and Birch, 1971; Suppes, 1974). c Kesimpulan umum: prestasi akademik anak tunanetra tidak terpengaruh sebesar apa yang terjadi pada anak yang mengalami gangguan pendengaran. Telah terbukti bahwa pendengaran lebih penting daripada mata di dalam proses belajar. c Lowenfeld (1977), beranggapan bahwa peningkatan kemampuan pendengaran telah mengakibatkan berkurangnya kelemahan akademis pada tunanetra.
40
Antara Indera Perabaan dan Penglihatan:
Konsep Ruang: Tunanetra mengalami kesulitan/kelambatan dalam konsep ruang (Hartlage,1967; Swallow and Poulsen,1973) penelitian menunjukkan bahwa konsep ruang bukanlah sesuatu yang tidak mungkin bagi anak tunanetra (Birns,1986; Hartlage,1973). Cara tunanetra memepelajari konsep ruang: pencatatan waktu, indera perabaan dan kinestetik. Antara Indera Perabaan dan Penglihatan: Perabaan merupakan alat penting dalam membentuk berbagai konsep. Ada dua macam perabaan (tactual): Synthetic touch Analytic touch Keterbatasan perabaan: kesulitan penyatuan konsep, perlu perhatian dan kesadaran yang tinggi, perlu kontak langsung dengan objek.
41
Penyesuaian Sosial § Pada dasarnya, reaksi masyarakat terhadap anak tunanetra itulah yang menentukan kemampuan atau kekurangmampuan anak tunanetra di dalam menyesuaikan diri.Kekurangmampuan penyesuaian diri pada anak tunanetra, lebih mungkin disebabkan karena perlakuan-perlakuan yang diberikan oleh masyarakat kepada anak tunanetra. § Mengajarkan keterampilan bersosial kepada anak tunanetra merupakan suatu tugas yang tidak mudah karena katerampilan-keterampilan tersebut secara tradisional, membutuhkan modal dan latar belakang penggunaan penglihatan (Farkas, Sherick, Matson and Loebig, 1981; Stewart, Van Hasselt, Simon and Thomson, 1985; Van Hasselt, 1983). § Tunanetra sering tertinggal dari rekan-rekannya yang awas dalam memperoleh informasi secara tepat tentang sex (Welbourne, Lifschiitz, Selvin and Green, 1983). Berbagai usulan telah dilontarkan, mulai dari penggunaan boneka sampai dengan penggunaan model manusia hidup.
42
Pengaruh Usia Saat Terjadinya Kebutaan dan Derajat Kerusakan Terhadap Perkembangan Konsep.
q Anak kurang lihat pada umumnya mencapai perkembangan konsep yang lebih baik dibanding buta total. q Ketunanetraan setelah kelahiran memungkinkan pengembangan konsep yang lebih baik disbanding yang buta sebelum kelahiran. q Sisa penglihatan, masa kebutaan, kepercayaan diri dan motivasi sangat menentukan keberhasilan perkembangan konsep tunanetra.
43
Kemampuan Konseptual:
c Perkembangan kemampuan konseptual atau kognitif anak tunanetra tertinggal di belakang anak-anak awas (Gottesman, 1973,1976; Stephens and Grube,1982; Stephens and Simpkins,1974; Witkin, Birnbaum, Lomonaco, Lehr and Herman,1968). c Anak tunanetra akan cenderung lebih miskin dalam mengerjakan tugas-tugas yang memerlukan pemikiran abstrak. Mereka sangat memungkinkan sekali untuk hidup dalam lingkungan yang serba konkrit (Higins,1973; Nolan and Aschroft,1969; Singer and Strainer, 1966; Suppes,1974; Tilman,1967a,b; Zwebelson and Barg,1967). c Kekurangan-kekurangan tersebut bukan disebabkan karena sifat pembawaannya, tetapi karena kurangnya mendapatkan pengalaman-pengalaman pendidikan yang memadai.
44
Antara Indera Perabaan dan Penglihatan:
Konsep Ruang: Tunanetra mengalami kesulitan/kelambatan dalam konsep ruang (Hartlage,1967; Swallow and Poulsen,1973) penelitian menunjukkan bahwa konsep ruang bukanlah sesuatu yang tidak mungkin bagi anak tunanetra (Birns,1986; Hartlage,1973). Cara tunanetra memepelajari konsep ruang: pencatatan waktu, indera perabaan dan kinestetik. Antara Indera Perabaan dan Penglihatan: Perabaan merupakan alat penting dalam membentuk berbagai konsep. Ada dua macam perabaan (tactual): Synthetic touch Analytic touch Keterbatasan perabaan: kesulitan penyatuan konsep, perlu perhatian dan kesadaran yang tinggi, perlu kontak langsung dengan objek.
45
Pengaruh Usia Saat Terjadinya Kebutaan dan Derajat Kerusakan Terhadap Perkembangan Konsep.
q Anak kurang lihat pada umumnya mencapai perkembangan konsep yang lebih baik dibanding buta total. q Ketunanetraan setelah kelahiran memungkinkan pengembangan konsep yang lebih baik disbanding yang buta sebelum kelahiran. q Sisa penglihatan, masa kebutaan, kepercayaan diri dan motivasi sangat menentukan keberhasilan perkembangan konsep tunanetra.
46
Kelebihan Anak Tunanetra § Tunaneta adalah kelompok yang hetorogen.
§ Anak-anak tunanetra mengembangkan kemampuan dalam hal perhatian (Witkin dkk.,1968). § Anak tunanetra menunjukkan kemampuan yang cukup baik dalam tugas-tugas pendengaran. § Mereka juga mendapat skor yang tinggi pada pengukuran kreativitas (Halpin, Halpin and Torrance, ; Halpin, Halpin and Tilman, 1973; Tisdal, Blackhurst and Marsk, 1971). § Hal-hal tersebut disebabkan karena mereka harus mengandalkan indera-indera yang lain dalam menyerap berbagai informasi, dan seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan indera-indera tersebut membutuhkan perhatian (konsentrasi) yang lebih banyak.
47
Orientasi dan Mobilitas (OM)
q Orientasi adalah proses pemanfaatan indera yang masih ada, untuk memahami posisi diri dalam lingkungan serta hubungannya dengan objek-objek lain yang ada di sekitarnya. q Mobilitas adalah kemampuan bergerak dari satu posisi/tempat ke posisi/tempat yang lain. q Ada dua cara yang biasa digunakan oleh anak tunanetra dalam memproses informasi ruang, yaitu (1) membuat rute secara berurutan (2) membuat gambar peta tentang hubungan umum di antara berbagai tempat/objek di suatu lingkungan (peta kognitif) (Doods, Howarth and Carter, 1982; Fletcher, 1981; Herman, Chatman and Roth, 1983; Rieser, Gurth and Hill, 1982). q Factor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan mobilitas tunanetra: 1. Sisa penglihatan. 2. Masa terjadinya kecacatan. 3. Motivasi.
48
Obstacle Sense (OS) q OS adalah kemampuan untuk mendeteksi rintangan yang ada di lingkungan. q Menyebabkan seolah-oleh TN memiliki indera tambahan. q OS berkaitan dengan penerapan 'Dappler Effect', yaitu suatu prinsif fisika yang mengatakan bahwa pola nada dari suatu bunyi muncul selama (pada saat) seseorang bergerak menuju sumbernya.
49
Anggapan Tentang Ketajaman Penginderaan Tunanetra.
q Mitos: “tunanetra dengan sendirinya akan memiliki ketajaman indera- indera yang lain (selain mata) secara lebih baik. q Dengan konsentrasi, perhatian, belajar, pemakaian yang terus menerus, serta motivasi yang tinggi, TN dapat mengembangkan ketjaman indera yang lain secara lebih baik.
50
Prestasi Akademik c Membandingkan kedua kelompok tersebut secara langsung adalah meragukan. Hal ini terutama disebabkan karena kedua kelompok itu harus dites dalam kondisi yang berbeda. c Hanya ada sedikit bukti yang menyatakan bahwa anak kurang lihat maupun anak buta tertinggal oleh teman-teman awasnya yang sebaya, ketika dibandingkan usia mentalnya (Bateman, 1963; Bateman and Wetherell, 1967; Lowenfeld, 1945; Nolan and Ashcroft, 1969; Oseroff and Birch, 1971; Suppes, 1974). c Kesimpulan umum: prestasi akademik anak tunanetra tidak terpengaruh sebesar apa yang terjadi pada anak yang mengalami gangguan pendengaran. Telah terbukti bahwa pendengaran lebih penting daripada mata di dalam proses belajar. c Lowenfeld (1977), beranggapan bahwa peningkatan kemampuan pendengaran telah mengakibatkan berkurangnya kelemahan akademis pada tunanetra.
51
Penyesuaian Sosial § Pada dasarnya, reaksi masyarakat terhadap anak tunanetra itulah yang menentukan kemampuan atau kekurangmampuan anak tunanetra di dalam menyesuaikan diri.Kekurangmampuan penyesuaian diri pada anak tunanetra, lebih mungkin disebabkan karena perlakuan-perlakuan yang diberikan oleh masyarakat kepada anak tunanetra. § Mengajarkan keterampilan bersosial kepada anak tunanetra merupakan suatu tugas yang tidak mudah karena katerampilan-keterampilan tersebut secara tradisional, membutuhkan modal dan latar belakang penggunaan penglihatan (Farkas, Sherick, Matson and Loebig, 1981; Stewart, Van Hasselt, Simon and Thomson, 1985; Van Hasselt, 1983). § Tunanetra sering tertinggal dari rekan-rekannya yang awas dalam memperoleh informasi secara tepat tentang sex (Welbourne, Lifschiitz, Selvin and Green, 1983). Berbagai usulan telah dilontarkan, mulai dari penggunaan boneka sampai dengan penggunaan model manusia hidup.
52
Pengulangan Prilaku (Stereotypic Behaviors)
c Salah satu hambatan yang dialami oleh sebagian kecil anak tunanetra dalam melakukan penyesuaian sosial adalah adanya prilaku stereotip", c Stereotip", adalah pengulangan-pengulangan gerakan seperti gerakan menggoyang atau menggosok-gosok mata. Sering disebut dengan istilah blindism. c Ada tiga teori umum tentang penyebab terjadinya prilaku stereotip: 1. Hilang (berkuranya) rangsang penginderaan. 2. Hilangnya kesempatan sosialisasi.isolasi sosial dapat menyebabkan seseorang mencoba mencari tambahan stimulus melalui prilaku stereotip (Warren, 1977,1981). 3. Terjebak ke dalam pola prilaku rutin (kebiasaan). c 'Modifikasi tingkah laku' sering digunakan untuk menghilangkan prilaku menstimulasi dirinya sendiri pada anak yang mangalami gangguan prilaku ataupun kepada anak yang terbelakang mental (Foxx and Azrin, 1973)
53
Orientasi dan Mobilitas (OM)
q Orientasi adalah proses pemanfaatan indera yang masih ada, untuk memahami posisi diri dalam lingkungan serta hubungannya dengan objek-objek lain yang ada di sekitarnya. q Mobilitas adalah kemampuan bergerak dari satu posisi/tempat ke posisi/tempat yang lain. q Factor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan mobilitas tunanetra: 1. Sisa penglihatan. 2. Masa terjadinya kecacatan. 3. Motivasi.
54
Program Latihan Orientasi dan Mobilitas
c Orientasi menunjuk kepada kemampuan seorang tunanetra untuk mengetahui dan menyadari keadaan atau posisi dirinya dalam suatu lingkungan serta hubungannya dengan objek-objek lain yang ada pada lingkungan tersebut. c Program latihan orientasi pada dasarnya adalah latihan penggunaan atau pemanfaatan fungsi-fungsi indera yang masih ada pada tunanetra, untuk dapat mengenali keadaan lingkungannya secara baik atau tepat. c Latihan pendengaran, penciuman, perabaan, pengecapan, kinestetik dan lain-lain,yang secara langsung dihubungkan dengan upaya pengenalan lingkungan. c Mobilitas pada dasarnya adalah kemampuan seorang tunanetra untuk bergerak atau berpindah tempat dari satu posisi ke posisi lain, secara cepat, tepat dan selamat. c Untuk dapat melakukan mobilitas secara baik seseorang harus terlebih dahulu memiliki orientasi yang benar atau tepat mengenai lingkungannya.
55
Metode dan teknik program latihan mobilitas:
1. Latihan bergerak/berjalan dengan pendamping awas: a. Dasar-dasar untuk pendamping awas. b. Melewati jalan sempit. c. Melewati pintu. d. Pindah pegangan. c. Berbalik arah. d. Duduk di kursi (dengan atau tanpa meja). e. Naik dan turun tangga. f. Memasuki kendaraan. g.Menerima dan menolak ajakan, dll.
56
2. Latihan bergerak/berjalan sendiri tanpa bantuan tongkat.Meliputi:
a. Trailling (menyusuri). b. Squaring off. c. Upper hand and fore arm (tangan menyilang di atas tubuh) d. Lower hand and fore arm (tangan menyilang di bawah tubuh) e. Direction taking (menemukan/memanfaatkan garis pengarah). f. Dropped objects (mencari benda jatuh). g. Search Pattern (mengenali/menjelajah ruangan). h. Shaking hand (berjabat tangan).
57
3. Latihan bergerak/berjalan dengan menggunakan tongkat. Meliputi:
a. Cara memegang tongkat. b. Cara mengayunkan atau menggerakan tongkat. c. Melangkah dengan tongkat. d. Naik dan turun tangga dan lain sebagainya. 4. Mobilitas dengan bantuan anjing penuntun (guide dog). 5. Mobilitas dengan bantuan alat-alat elektronis
58
KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN
1. materi, alat, atau mungkin cara yang diberikan kepada ATN sama seperti apa yang diberikan kepada anak-anak awas. Pelajaran agama, budi pekerti, seni suara dll. 2. Pola pembelajaran yang membutuhkan perubahan untuk penyesuaian (modifikasi, baik berkenaan dengan bahan, alat atau cara). Penggunaan peta atau penggaris timbul, metode demonstrasi disertai perabaan pada waktu mengajarakan senam, bola sepak yang berbunyi, tali pengarah pada waktu lomba lari, adalah beberapa diantara bentuk-bentuk modifikasi.
59
Pola pembelajaran, yang menuntut adanya penggantian
Pola pembelajaran, yang menuntut adanya penggantian. Pembelajaran seni lukis diganti dengan pembelajaran lain sepadan, misalnya seni membentuk. Untuk hal-hal tertentu, materi pelajaran tidak mungkin sama sekali dilakukan oleh ATN dan materi pengganti yang sepadan sulit ditemukan, untuk itu maka boleh jadi materi tersebut tidak diberikan (dihilangkan) sama sekali. Kegiatan-kegiatan laboratorik.
60
AZAS-AZAS DALAM PEMBELAJARAN TUNANETRA 1. Azas Individu Anak dilayanai secara individu. Individualized Education Program = IEP. 2. Azas Kekonkritan Perlu ada pengalaman penginderaan langsung, atau pengalaman secara nyata dari apa yang dipelajari. (Bower: 1986)
61
Azas Kesatuan (unified instruction)
Melibatkan semua pengalaman penginderaannya secara terpadu. gagasan ini disebut sebagai “multy sensory approach”, (Bower: 1986) Azas kemandirian (selfactivity) Mendorong siswa untuk belajar secara aktif dan mandiri. Anak belajar mencari dan menemukan. Guru sebagai fasilitator yang membantu memudahkan siswa belajar, dan motivator yang membangkitkan motivasi belajar anak.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.