Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

(CRIMINAL ACT/STRAFBAAR FEIT)

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "(CRIMINAL ACT/STRAFBAAR FEIT)"— Transcript presentasi:

1 (CRIMINAL ACT/STRAFBAAR FEIT)
TINDAK PIDANA (CRIMINAL ACT/STRAFBAAR FEIT) Muhammad Iftar Aryaputra

2 Criminal resposibility
LATAR BELAKANG Perbuatan (Tindak Pidana) merupakan satu dari tiga masalah pokok hukum pidana MASALAH POKOK HP PERBUATAN (TINDAK PIDANA) ORANG (KESALAHAN/PJP) PIDANA (SANKSI) Strafbaar feit Criminal Act Actus Reus Schuld Criminal resposibility Mens rea Straf Punishment Poena

3 Istilah-istilah Actus Reus Tindak Pidana
Perbuatan Pidana (Moeljatno, Roeslan Saleh). Peristiwa pidana (Utrecht) Perilaku pidana (Sutan Remy) Delik (yang berasal dari delict dalam bahasa latin) Strafbaar feit (istilah dalam hukum pidana Belanda) Crime (istilah dalam hukum pidana yang berbahasa Inggris)

4 APA ITU TINDAK PIDANA? Tindak Pidana menurut Pasal 12 RKUHP:
Tidak ada definisi yuridis tentang tindak pidana dalam KUHP maupun undang-undang pidana khusus Tindak Pidana menurut Pasal 12 RKUHP: Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.

5 DEFINISI TINDAK PIDANA:
Van Hamel: kelakuan manusia yang dirumuskan undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. J. Baumann: perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan. Karni: perbuatan yang mengandung perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan patut dipertanggungjawabkan. Wirjono Prodjodikoro: perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana. GOLONGAN MONISTIS

6 DEFINISI TINDAK PIDANA:
Vos: suatu kelakuan manusia yg oleh peraturan perundang-undangan diberi pidana. Pompe: tidak lain adalah feit (perbuatan) yang diancam pidana dalam perundang-undangan. Moeljatno: perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa saja melanggar larangan tersebut. GOLONGAN DUALISTIS

7 PANDANGAN TERHADAP UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA:
MONISTIK TP : keseluruhan syarat pemidanaan; menyatukan unsur objektif (patut dipidananya perbuatan) & unsur subjektif (patut dipidananya orang); TP terdiri atas unsur lahiriah (obyektif) dan unsur batiniah (subyektif) Pidana = TP (TP terbukti, maka dijatuhkan pidana) Tokoh: Simons, Van Hamel, Mezger, J. Bauman, Karni, Wirjono Prodjodikoro DUALISTIK TP : sebagian syarat pemidanaan; Memisahkan TP & PJP (Kesalahan) TP : hanya unsur objektif/lahiriah; Pidana = TP + PJP (Kesalahan) Tokoh: Vos, Pompe, Moeljatno, Sudarto, Barda Nawawi, Muladi

8 Mampu bertanggung jawab
UNSUR TINDAK PIDANA Simons (golongan monistis) Perbuatan manusia; Diancam pidana; Melawan hukum; Ada kesalahan; dan Mampu bertanggungjawab. PIDANA TINDAK PIDANA Perbuatan Ancaman pidana Melawan hukum Kesalahan Mampu bertanggung jawab

9 UNSUR TINDAK PIDANA Moeljatno (golongan dualistis):
Perbuatan (manusia); Memenuhi rumusan UU; Melawan hukum. TINDAK PIDANA Kesalahan PIDANA Perbuatan (gedraging) Memenuhi rumusan UU Melawan hukum

10 Apa ada tindak pidana menurut Monistis? Bgmn dg dualistis?
KONSEKUENSI YURIDIS BERKAITAN DENGAN ADANYA PANDANGAN MONISTIS DAN DUALISTIS DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN? Apa ada tindak pidana menurut Monistis? Bgmn dg dualistis? TINDAK PIDANA GILA MONISTIS VS DUALISTIS

11 MODEL PERUMUSAN DELIK DALAM KUHP
Ada 3 cara/metode perumusan delik dalam KUHP: Dituliskan kualifikasi dari deliknya; Dituliskan unsurnya Dituliskan unsur dan kualifikasi dari deliknya (gabungan cara 1 dan 2)

12 MODEL PERUMUSAN DELIK DALAM KUHP
Ditulis kualifikasi dari delik Pasal 297 KUHP Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun. Contoh lain: Pasal 351 KUHP, 184 KUHP CATATAN: Tidak ditulis unsurnya, hanya ditulis kualifikasi dari deliknya, yaitu delik “perdagangan wanita” dan “perdagangan anak”. Penegasan “perdagangan wanita” dan perdagangan anak menandakan bahwa Pasal 297 KUHP adalah pasal perdagangan wanita dan anak

13 MODEL PERUMUSAN DELIK DALAM KUHP
Ditulis unsurnya Pasal 304 KUHP Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Contoh lain: Pasal , 281, 332, 413 KUHP

14 MODEL PERUMUSAN DELIK DALAM KUHP
Ditulis unsur dan kualifikasi dari delik (gabungan) Pasal 338 KUHP Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Contoh lain: Pasal 362, 328, 378 KUHP

15 MODEL PERUMUSAN SANKSI DALAM KUHP
Norma dan sanksi ditempatkan dalam satu pasal sekaligus (model integral) Semua pasal dalam Buku II dan III menggunakan model integral, kecuali yang disebutkan dalam model terpisah dan “pasal blangko” Norma dan sanksi dipisah (model terpisah) Contoh: Pasal UU ITE mengatur tentang norma Pasal UU ITE mengatur tentang sanksi Sanksi dicantumkan lebih dulu, sedang normanya belum ditentukan. Diistilahkan sebagai “Pasal Blangko” (blankett strafgesetze) Contoh: Pasal 122 ke 2 KUHP dan 564 KUHP. Norma baru ada setelah terjadi perang

16 KUALIFIKASI TINDAK PIDANA

17 Kualifikasi juridis, yaitu “kualifikasi resmi/formal” yang ditetapkan oleh pembuat UU dan mempunyai “konsekuensi/akibat juridis” tertentu. Lensing menyebutnya dg istlh : “clasified by statute”. Kualifikasi non-juridis atau kualifikasi teoritik/ ilmiah/ keilmuan, yaitu kualifikasi (nama/sebutan/ jenis delik) menurut teori atau pendapat para sarjana atau menurut istilah umum. Lensing menyebutnya dg istilah : “clasified by doctrine”.

18 KUALIFIKASI DELIK Kualifikasi Delik Yuridis Non Yuridis
Kejahatan (Buku II, ) Pelanggaran (Buku III, ) Yuridis Kualifikasi Delik Delik Materiil & Delik Formil Delik Commissi, Delik Ommissi, Delik Commissionis per omissionen commissa Delik Dolus & Delik Culpa Delik Biasa & Delik Aduan Delik Tunggal & Delik berganda Delik sederhana & Delik berkualifikasi Delik propria & Delik Komuna Kejahatan ringan Non Yuridis

19 Kejahatan Pelanggaran
Definisi Kejahatan dan Pelanggaran (Kualifikasi Yuridis) Kejahatan (mala in se, misdrijf, rechtdelict) dlm. MvT : sebelum ada UU sudah dianggap tidak baik/betentangan dg rasa keadilan (recht delicten); Ada ancaman pidana mati, penjara, kurungan, dan denda; Unsur kesalahan harus dibuktikan; Akibat yuridis : a) Percobaan Kejahatan : dipidana b) Membantu mlkkn Kejahatan : dipidana c) Daluwarsa Kejahatan : lebih panjang d) Delik aduan thd Kejahatan : ada Pelanggaran (mala prohibita, overtreding/wetdelict) dlm MvT : baru dianggap tidak baik setelah ada/dirumuskan dalam UU (wet delicten); Hanya diancam dengan pidana kurungan atau denda; Tidak perlu membuktikan unsur kesalahan Akibat yuridis : a) Percobaan Pelanggaran: tidak dipidana b) Membantu mlkkn Pelanggaran : tidak dipidana c) Daluwarsa Pelanggaran : lebih pendek d) Delik aduan thd Pelanggaran : tidak ada

20 Kualifikasi delik ditinjau dari sudut pandang titik berat formulasi:
Delik Formil: Delik yang menitikberatkan pada perbuatannya (tidak melihat pada akibat yg ditimbulkan) Contoh: Pasal KUHP 156, 362 Delik Materiil: Delik yang menitikberatkan pada akibat yang ditimbulkan Contoh: Pasal 160 (berdasar Put MK No 7/PUU-VII/2009. Pasal 160 menjadi delik materiil), 351, 378, 338 KUHP

21 Kualifikasi delik ditinjau dari sudut pandang perbuatan:
Delik Commissi: Delik yang dilakukan dengan cara berbuat (aktif). Contoh: Pasal 362 KUHP Delik Ommissi: Delik yang dilakukan dengan cara tidak berbuat (pasif). Contoh: Pasal 522, 531 KUHP Delik Commissionis per omissionen commissa: delik yang (seharusnya) dilakukan dengan cara berbuat (commissi), tapi bisa dilakukan dengan tidak berbuat (ommissi). Contoh: seorang ibu yang tidak memberikan susu kepada anaknya

22 Kualifikasi delik ditinjau dari sudut pandang sikap batin:
Delik Dolus: Delik yang memuat unsur kesengajaan. Contoh: Pasal 187, 310, 338 Delik Culpa: Delik yang memuat unsur kelalaian/kealpaan. Contoh: Pasal 359, 360 Delik Pro Parte Dolus Pro Parte Culpa: Delik yang dalam perumusannya sekaligus mencantumkan unsur kesengajaan dan unsur kealpaan . Contoh: Ps 287, 480 KUHP

23 Delik Biasa Delik Aduan (Klacht Delict)
Proses penuntutannya tidak memerlukan pengaduan. Contoh: Pasal 338, 340 KUHP Cukup dengan laporan dari setiap orang yang melihat/ mengetahui tindak pidana yang terjadi Pada prinsipnya laporan tidak bisa ditarik/dicabut Proses penuntutannya memerlukan pengaduan. Contoh: Pasal 310, Ps 284 KUHP Harus ada pengaduan dari korban atau orang tertentu yang ditetapkan UU Aduan bisa dicabut/ditarik oleh pengadu Harus dibedakan laporan, pengaduan, dan gugatan! Laporan: pemberitahuan atas akan/sedang/telah tjdnya TP karena hak/kewajibannya kepada pejabat yang berwenang. Pengaduan: pemberitahuan karena telah terjadi TP yang disertai permintaan untuk memproses dari orang yang mengadukan. Gugatan: digunakan dalam lapangan hukum perdata. 23 23

24 Pembagian Delik Aduan (Klacht Delict)
Delik aduan absolut Delik aduan relatif Delik Aduan Absolut: Delik yang pada hakekatnya/mutlak memerlukan pengaduan untuk penuntutannya (sudah ditentukan sejak awal sebagai delik aduan); Dalam proses penuntutan tidak bisa dipecah. Contoh: Pasal 284 (perzinahan), 310 (penghinaan), 332 Delik Aduan Relatif: Delik yang pada dasarnya merupakan delik biasa (bukan delik aduan), menjadi aduan karena ada hubungan tertentu antara pelaku dan korban; Dalam proses penuntutan bisa dipecah antara pelakunya. Contoh: Pasal 367 ayat (2) (pencurian dalam keluarga)

25 DELIK TUNGGAL DAN DELIK BERGANDA
Delik yang hanya dilakukan dengan satu kali perbuatan. Contoh: Pasal 282 ayat (1), 295 ayat (1), 480 (penadahan) KUHP Delik yang dilakukan lebih dari satu kali perbuatan (dijadikan sebagai suatu kebiasaan). Contoh: Pasal 282 ayat (3), 295 ayat (2), 481 KUHP

26 Delik Propria Delik Komuna
Delik yang hanya dapat dilakukan oleh orang2 tertentu (subjeknya adalah orang-orang tertentu) Mis: Pasal 308, Pasal 346, Pasal 449 Delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang Cirinya: Subjeknya adalah “barang siapa“ Mis: Delik Pencurian (Pasal 362), Delik Pembunuhan (Pasal 338) 26 26

27 MASALAH PELAKU (SUBYEK) TINDAK PIDANA
Asas Universitas/Societas Delinquere non Potest (korporasi tidak bisa melakukan delik) yang mempengaruhi perancang WvS. Rumusan tindak pidana dalam KUHP lazim dimulai dengan “barang siapa” (hij die), dan istilah-istilah lain seperti “setiap orang”, “warga negara Indonesia”, “pejabat atau pegawai”, “dokter”, “orang yang telah cukup umur (atau orang dewasa)”, “pengusaha (pedagang)”, “pengacara”, yang kesemuanya merujuk pada orang; Pidana pokok (kecuali denda) dalam Pasal 10 KUHP didesain untuk dikenakan kepada orang; Ajaran kesalahan yang dianut KUHP, hanya dapat dikenakan kepada orang. KUHP memandang bahwa unsur kesalahan (mens rea) melekat pada orang.

28 PERBUATAN (HANDLUNG HANDELING/GEDRAGING )
Perbuatan dalam hukum pidana meliputi berbuat (commisi) dan tidak berbuat (ommisi); Simons: perbuatan adalah sikap aktif, tiap gerak otot yang dikehendaki dan dilakukan dengan tujuan untuk menimbulkan suatu akibat. Pompe: perbuatan dapat dilihat dari luar dan diarahkan kepada suatu tujuan yang menjadi sasaran norma-norma. Van Hattum memandang bahwa perbuatan sebagai dasar fisik/jasmaniah dari tindak pidana (tiada unsur subyektif atau normatif).

29 CATATAN: Ada perbuatan yang tidak termasuk gedraging, yaitu:
Gerak badan yang tidak dikehendaki oleh yang berbuat, karena dalam keadaan daya paksa absolut. Contoh: orang yang menginjak orang lain karena terdorong ketika terjadi kerusuhan massa. Gerak refleks. Didefinisikan sebagai gerakan yang timbul oleh rangsang yang tiba-tiba dari urat syaraf. Contoh: Orang latah yang menampar seseorang karena terkejut. Semua gerakan jasmani yang dilakukan dalam keadaan tidak sadar yang bisa dikarenakan: Karena penyakit (ayan, mengingau) Berbuat pada saat tidur (somnambulisme) Pingsan Di bawah hipnosis

30 SEBAB AKIBAT (KAUSALITAS)
HUBUNGAN SEBAB AKIBAT (KAUSALITAS) DALAM HUKUM PIDANA

31 Dalam delik materiil, terjadinya suatu akibat merupakan hal yang penting (esensial). Hal ini berbeda dengan delik formil, dimana akibat bukan merupakan suatu syarat. Pada prinsipnya, suatu akibat dikarenakan ada sebab/syarat/faktor-faktor penyebab terjadinya akibat. Untuk menentukan sebab/syarat/faktor penyebab terjadinya akibat, terkadang bukan merupakan hal yang mudah. Oleh karena itu, dalam hal ini muncul masalah kausalitas/sebab akibat. Dalam hal kausalitas, muncul ajaran/teori kausalitas. Teori kausalitas berusaha menetapkan hubungan obyektif dari perbuatan seseorang dengan akibat yang terjadi.

32 + PIDANA = DOR Nembak (perbuatan) B mati (akibat) A (Orang)
Hub. Objektif (KAUSALITAS) Hub. Subjektif (KESALAHAN) PIDANA + = PJP TP

33 CONTOH KASUS: A dicakar oleh B. Akibatnya, A melakukan visum di sebuah RS. Dalam perjalanan, kendaraan A mengalami kecelakaan, A terpelanting ke rel kereta, dan A tewas karena tersambar kereta. Pertanyaan: Apa/siapa yang menjadi penyebab matinya A? Sebab: ……? Akibat: A mati Untuk menemukan penyebab dari kasus di atas, bukan hal yang mudah. Dengan demikian digunakan teori kausalitas. Teori ekivalensi/conditio sine qua non; Teori individualisasi; Teori generalisasi/adequat.

34 TEORI EKIVALENSI/ TEORI CONDITIO SINE QUA NON
Menurut teori ini, semua syarat/faktor adalah penyebab terjadinya akibat. Setiap syarat/faktor memiliki nilai sama. Keunggulan: mudah diterapkan. Kelemahan: hubungan kausalitas (sebab akibat) membentang kebelakang tanpa akhir. Contoh: orang dibunuh dengan pisau. Apabila menggunakan teori ini, maka penjual pisau, pembuat pisau, penambang biji besi, dll bisa dipidana.

35 TEORI INDIVIDUALISASI
Dipilih faktor yang paling menentukan yang menjadi penyebab suatu akibat. Post factum (in concreto) = setelah peristiwa konkrit terjadi; Dalam teori individualisasi, diambil faktor yang paling dekat dengan terjadinya akibat.

36 TEORI GENERALISASI/ADEKUAT
Ante factum (abstracto) = sebelum peristiwa konkrit terjadi; Dipilih faktor/sebab yang paling menentukan yang menjadi penyebab suatu akibat; Menurut teori ini, faktor/sebab yang paling menentukan didasarkan pada pandangan pada umumnya/pengalaman hidup/perhitungan yang layak, mempunyai potensi untuk menimbulkan suatu akbat. Contoh: A memukul B di hidung. Menurut pandangan umumnya, dapat mengakibatkan pendarahan dihidung (mimisan). Tetapi, apabila akibatnya adalah kebutaan, maka ini adalah suatu yang tidak wajar. Sehingga tidak ada hubungan adekuat antara pemukulan dihidung dengan kebutaan.

37 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN:
PEMBAHASAN TEORI/AJARAN KAUSALITAS: A MENABRAK B. B MATI. Siapa yang dipertanggungjawabkan atas matinya B? FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN: f.3 f.1 A TIDUR LARUT BERKENDARA CEPAT BANGUN KESIANGAN NABRAK f.4 f.2 B MATI

38 PEMBAHASAN TEORI/AJARAN KAUSALITAS:
A MENABRAK B. B MATI. Siapa yang dipertanggungjawabkan atas matinya B? TEORI EKIVALENSI Tiap faktor/syarat adalah “sebab” & nilainya sama. f.1 f.2 f.3 f.4 TEORI INDIVIDUALISASI “sebab”  faktor yg paling menentukan (paling kuat) f.4 TEORI GENERALISASI/ ADEKUAT “sebab” : faktor yg pada umumnya dapat menimbulkan akibat. f.3

39 PEMBAHASAN TEORI/AJARAN KAUSALITAS:
A dan B bertengkar. Karena hilang kontrol, A memukul B. B pergi ke RS naik motor. Kendaraan B ditabrak mobil C. B terpelanting ke rel KA. B terlindas kereta api yang dikemudikan D. B meninggal seketika. SIAPA YANG DIPERTANGGUNGJAWABKAN? Tentukan dulu pihak-pihak yang terlibat, yaitu A (kawan B), C (sopir mobil), dan D (masinis); Tentukan SEMUA faktor-faktor penyebab matinya B, yaitu bertengkar, ditabrak, tersambar KA. TEORI EKIVALENSI? TEORI INDIVIDUALISASI? TEORI ADEKUAT/GENERALISASI? A C D D C

40 CONTOH LAIN: A dan B bertengkar. A mendapat luka-luka dari B. A mencuci luka di air kotor. Terjadi infeksi, A meninggal SIAPA YANG DIPERTANGGUNGJAWABKAN? TEORI EKIVALENSI? TEORI INDIVIDUALISASI? TEORI ADEKUAT/GENERALISASI?

41 CONTOH LAIN: A membuang puntung rokok yang masih menyala. Pada waktu itu, berhembus angin yang kencang dan mendorong rokok ke benda yang mudah terbakar. Terjadi kebakaran. SIAPA YANG DIPERTANGGUNGJAWABKAN? TEORI EKIVALENSI? TEORI INDIVIDUALISASI? TEORI ADEKUAT/GENERALISASI?

42 SIFAT MELAWAN HUKUM (WEDERRECHTELIJK)

43 POSISI SMH DALAM HP PERBUATAN KESALAHAN Pidana
memenuhi rumusan undang-undang; bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar) mampu bertanggung jawab; dolus atau culpa (tidak ada alasan pemaaf) DALAM SMH, TERKANDUNG MASALAH: Apa yang dimaksud dengan sifat melawan hukum? Kapan suatu perbuatan dikatakan bersifat melawan hukum

44 CONTOH KASUS Perbuatan memenuhi Pasal 340 KUHP; Tidak di pidana;
POLISI MENEMBAK MATI TERPIDANA MATI (REGU EKSEKUTOR) Perbuatan memenuhi Pasal 340 KUHP; Tidak di pidana; Dasar: Pasal 51 ayat (1) KUHP; Pasal 51 ayat (1) sbg al. pembenar; Al. pembenar menghapus SMH Perbuatan memenuhi Pasal 333 KUHP; Tidak di pidana; Dasar: Pasal 50 KUHP; Pasal 50 sbg al. pembenar; Al. pembenar menghapus SMH POLISI MENAHAN TERSANGKA TINDAK PIDANA

45 CONTOH KASUS KASUS I : Seorang ayah memukul laki-laki yang menghamili anak wanitanya Seorang mengambil semangka sisa hasil panen di sebuah perkebunan semangka Seorang pejabat PU yang ditugasi membangun sebuah gedung, tapi anggaran untuk membuat gedung digunakan untuk membangun jembatan di kotanya yang ambrol karena banjir. Pejabat tidak menikmati uang dari negara sama sekali.

46 4. Kasus di kota Huizen Belanda
Seorang dokter hewan memasukkan sapi-sapi yang keadaanya sehat, kedalam kelompok saki yang menderita penyakit kuku dan mulut. Di Belanda, perbuatan dokter tersebut melanggar Pasal 82 UU Ternak (Vet Wet). Alasan : apabila sapi-sapi itu tidak dikumpulkan segera denga sapi-sapi yang sakit, maka dikemudian hari sapi-sapi tersebut tetap akan terjangkit penyakit itu. Apabila hal ini terjadi (terjangkit penyakit dikemudian hari) hanya akan menambah penderitaan sapi-sapi tersebut. Terlebih sapi-sapi tersebut belum mengeluarkan susu, yang menurut dokter apabila telah mengeluarkan susu, maka sapi-sapi itu akan lebih menderita dan juga berpotensi untuk menyebarkan penyakit melalui susunya.

47 PEMBAGIAN SMH SIFAT MELAWAN HUKUM
SMH FORMIL= MELAWAN UU (HUKUM TERTULIS) Perbuatan itu diancam pidana dan dirumuskan dalam UU pidana FORMIL SIFAT MELAWAN HUKUM SMH bisa hapus hanya berdasar ketentuan UU MATERIIL Tidak hanya berpatokan pada UU tapi juga asas2 hukum tidak tertulis SMH bisa hapus berdasar ketentuan UU dan aturan tidak tertulis SMH MATERIIL= MELAWAN UU (HUKUM TERTULIS) DAN HUKUM TDK TERTULIS

48 SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIIL
SMH Materiil dibagi menjadi 2 (dua): SMH Materiil dalam fungsinya yang positif Menganggap hukum di luar KUHP sebagai sumber hukum dalam menetapkan suatu perbuatan sebagai delik, walaupun perbuatan tersebut tidak dirumuskan dalam UU. SMH Materiil dalam fungsinya yang negatif Mengakui alasan penghapus pidana di luar UU sebagai penghapus sifat melawan hukumnya.

49 8 Jan. 1966; Tdkw: Machroes Effendi
SKEMA SIFAT MELAWAN HUKUM FORMIL MATERIIL + - + - Put. MA 29 Des. 1983 Tdkwa: Natalegawa Put. MA 8 Jan. 1966; Tdkw: Machroes Effendi UU Alasan Pembenar Fungsi Positif: Menjadikan suatu perbuatan memiliki sifat melawan hukum Fungsi Negatif: Menjadikan suatu perbuatan tidak lagi melawan hukum

50 Putusan MA Nomor 275/K/Pid/1983 tanggal 29 Desember 1983 dg terdakwa Drs. R. S. Natalegawa
“... Menimbang, bahwa menurut kepatutan dalam masya­rakat khususnya dalam perkara-perkara tindak pidana korupsi, apabila seorang pegawai negeri menerima fasilitas yang berlebihan serta keuntungan lainnya dari seorang lain dengan maksud agar pegawai negeri itu menggunakan kekuasaannya atau wewenangnya yang melekat pada jabatannya secara menyimpang, hal itu sudah merupakan “perbuatan melawan hukum”, karena menurut kepatutan perbuatan itu merupakan perbuatan yang tercela atau perbuatan yang menusuk perasaan hati masyarakat banyak...”  SMH Materiil dalam fungsinya yg positif dijadikan sebagai bagian dari pertimbangan hakim

51 Putusan MA Nomor: 42 K/Kr/1966 tanggal 8 Januari 1966 atas nama terdakwa Machroes Effendi :
Korupsi tidak merugikan keuangan negara, kepentingan publik terlayani, pelaku tidak mengambil untung. SMH Materiil dalam fungsinya yang negatif

52 PENEGASAN SMH DI INDONESIA
SEMINAR HUKUM NASIONAL TAHUN 1963 Yang dipandang sebagai perbuatan jahat, adalah perbuatan2 yang dirumuskan unsur2nya dalam KUHP dan peraturan per-UU-an lain. Hal ini tidak menutup pintu bagi larangan menurut hukum adat yang hidup. RKUHP MENGANUT ASAS LEGALITAS MATERIIL Asasnya adalah AVAW (Afwezigheid van Alle Materielle Wederrechtelijkheid) (Pasal 11 ayat (2) Jo Pasal 35 RKUHP)

53 PENDAPAT PROF MOELJATNO:
Revolusi dalam bidang tata hukum menghendaki penghapusan dari segala hal yang sifatnya lapuk dan usang untuk diganti dgn yang segar bermanfaat dan progresif, maka jalan pikiran yg yuridis formal tadi hendaknya diganti dengan yg yuridis materiil dalam arti bahwa kata-kata yang dipakai dalam peraturan, hendaknya ditafsirkan sehingga makna peraturan menjadi sesuai sekali dan seirama dengan dinamika dan progresivitas masyarakat dimana peraturan tadi diharapkan memberi manfaatnya.

54 PERUMUSAN SMH DALAM KUHP
Dicantumkan secara tegas “melawan hukum” contoh Pasal 167, 168, 335 ayat (1), 362, 378, “tanpa mempunyai hak untuk itu” contoh Pasal 303, 548, 549 “tanpa izin” contoh Pasal 496, 510 “dengan melampaui kewenangannya” contoh Pasal 430 Tidak dicantumkan Contoh Pasal 338, 340 KUHP Bertentangan dengan hukum (Simon) Bertentangan dengan hak orang lain (Noyon) Melawan Hukum Tanpa kewenangan atau tanpa hak (HR)

55 Prof. Moeljatno ttg Penegakan Hk berkepribadian Indonesia
Hukum di negara kita hendaknya dikembangkan, ditetapkan dan dilaksanakan khusus sesuai dengan kepribadian Indonesia dan perkembangan revolusi dewasa ini. Janganlah para petugas yang pekerjaannya dalam atau bersangkutan dengan bidang hukum tadi, sadar atau tidak sadar, meneruskan begitu saja teori-teori dan praktek-praktek Hukum yang dahulu pernah diajarkan dan dipraktekkan di zaman Hindia Belanda sejak berpuluh-puluh tahun. Seakan-akan dalam bidang hukum jalannya sejarah bangsa Indonesia sejak berkuasanya pemerintah Hindia Belanda hingga sekarang berlangsung terus secara tenang dan tenteram; seakan-akan teori dan praktek hukum dari zaman yang silam itu merupakan naluri atau harta pusaka bagi kita, yang sedapat mungkin harus dipelihara sebaik-baiknya, tanpa perubahan dan penggantian.

56 Terima kasih SELESAI WASSALAM Semoga Bermanfaat


Download ppt "(CRIMINAL ACT/STRAFBAAR FEIT)"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google