Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehPramana Dafrillian T Sutrisno Telah diubah "5 tahun yang lalu
1
ASPEK SOCIAL CAPITAL TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM DESA SIAGA AKTIF DI KABUPATEN LUMAJANG SITI A’ISYAH 101211131007 Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Universitas Airlangga Surabaya
2
BAB I – PENDAHULUAN Latar Belakang UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan – Kesehatan adalah hak setiap orang. Beberapa masalah kesehatan masyarakat -> AKI dan AKB Peran Pemerintah – Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat - Desa Siaga (Depkes RI, 2007) Target Desa Siaga 80% (Kemenkes RI, 2011)
3
Data Desa Siaga Dinkes Provinsi dan Dinkes Kab. Lumajang Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (2014) capaian desa siaga aktif di Jawa Timur berjumlah 36 (94,74%) dari total 38 kota dan kabupaten di Jawa Timur yang memiliki desa siaga aktif. Target untuk mendominasi desa siaga aktif di Provinsi Jawa Timur adalah purnama dan mandiri, dalam pencapaian desa siaga aktif tahun 2014 capaian strata purnama sebesar 7,5% dan strata mandiri sebesar 1,25% dari total desa siaga aktif di Provinsi Jawa Timur. Stratatifikasi di Kabupaten Lumajang pada tahun 2014 diperoleh hasil desa yang belum aktif sebesar 3,41% (7 desa), strata pratama 41,46% (85 desa), strata aktif madya 28,29 (58 desa), strata aktif purnama 19,02% (39 desa), strata aktif mandiri 7,8% (16 desa) dan tahun 2015 mengalami kenaikan.
4
BAB I – PENDAHULUAN Identifikasi Masalah Di Provinsi Jawa Timur yang mendapatkan penghargaan tertinggi terkait desa siaga aktif -Kabupaten Lumajang, tepatnya di Desa Kenongo, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang. Jumlah stratifikasi desa siaga aktif di Kabupaten Lumajang semakin meningkat. Adanya suatu budaya gotong royong, saling percaya satu sama lain, jiwa sosial yang tinggi, kegiatan kelompok agama seperti pengajian, rukeman dll. - bentuk aspek social capital.
5
BAB I – PENDAHULUAN Batasan Masalah dan Rumusan Masalah Batasan Masalah hanya meneliti pada ruang lingkup social capital. Rumusan Masalah Bagaimana aspek social capital terhadap pelaksanaan program desa siaga aktif di Kabupaten Lumajang ?
6
BAB I – PENDAHULUAN Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Umum mengetahui aspek social capital terhadap pelaksanaan program desa siaga aktif di Kabupaten Lumajang. Tujuan Khusus 1. Mendiskripsikan proses pelaksanaan program desa siaga aktif di Kabupaten Lumajang 2. Mendiskripsikan faktor norm terhadap pelaksanaan program desa siaga aktif di Kabupaten Lumajang 3. Mendiskripsikan faktor trust terhadap pelaksanaan program desa siaga aktif di Kabupaten Lumajang 4. Mendiskripsikan faktor network terhadap pelaksanaan program desa siaga aktif di Kabupaten Lumajang.
7
BAB I – PENDAHULUAN Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Memberikan pengetahuan, pengalaman belajar, dan sebagai sarana pengaplikasian ilmu yang telah didapat selama perkuliahan 2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang Memberikan gambaran mengenai aspek social capital terhadap pelaksanaan program desa siaga aktif di Kabupaten Lumajang, sehingga dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas desa siaga aktif dari yang masih berstrata belum aktif sampai menjadi desa siaga yang berstrata mandiri. 3. Bagi Peneliti lain Memberikan masukan bagi pengembangan penelitian serupa dan dapat memberikan manfaat bagi peneliti selanjutnya sebagai bahan acuan untuk meneliti tentang permasalahan yang sama yaitu tentang keterkaitan social capital terhadap pelaksanaan program desa siaga.
8
BAB II -Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan Definisi social capitalTujuan desa siaga aktifPentahapan desa/kelurahan siaga aktif Teori social capitalSasaran desa siaga aktifPemantauan desa/kelurahan siaga aktif Social capital sebagai perekat kehidupan masyarakat Dasar hukum desa siaga aktif Evaluasi desa/kelurahan siaga aktif Parameter social capitalKriteria desa siaga aktifIndikator keberhasilan desa/kelurahan siaga aktif Definisi desa dan kelurahan desa siaga aktif Pengembangan desa/kelurahan siaga aktif
9
BAB III – KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN Pelaksanaan program Desa Siaga Aktif Social capital Kepercayaan Jaringan Norma Faktor lain yang mendukung: 1.Dukungan emosional 2.Dukungan penghargaan 3.Dukungan instrumental 4.Dukungan informatif
10
BAB IV - Metode Penelitian Jenis dan Rancang Bangun Penelitian Jenis penelitian deskriptif – pendekatan kualitatif. Rancang bangun studi kasus (case study). Informan Penelitian Meliputi kader kesehatan dan bidan di desa. Informan kunci: 1 orang kepala seksi PSM, 1 orang pengelola program desa siaga aktif dari Dinkes Kab. Lumajang, 3 orang petugas promkes puskesmas di wilayah kecamatan terpilih, 6 orang pemegang program desa siaga aktif dan 6 kepala desa di wilayah desa terpilih. Lokasi dan Waktu Penelitian Desa strata Mandiri : Desa Kenongo, Desa Kalibendo, dan Desa Yosowilangun Lor. Desa strata Pratama : Desa Wonokerto, Desa Bades, dan Desa Wotaglih Waktu Pengambilan data : April – Mei 2016
11
BAB IV - Metode Penelitian Variabel Penelitian Norma (norm) Kepercayaan (trust) Jaringan (network) Pelaksanaan program desa siaga aktif Teknik Pengumpulan Data Wawancara mendalam – panduan wawancara Observasi – panduan observasi Dokumentasi – lembar dokumentasi Validasi data – triangulasi metode dan sumber Teknik Analisis Data Reduksi data Penyajian data Penarikan kesimpulan
12
BAB V & VI Hasil dan Pembahasan Penelitian Gambaran Karakteristik Informan Informan kunci pertama sebagian besar merupakan orang Dinas Kabupaten Lumajang dan petugas promkes di Puskesmas masing-masing desa terpilih. Informan kunci saat dilapangan, yaitu seseorang yang benar-benar mengetahui informasi ttg desa siaga aktif: kepala desa dan pemegang program desa siaga aktif. Informan pendukung, yaitu masyarakat yang aktif dalam pelaksanaan program desa siaga: bidan desa dan kader.
13
BAB V & VI Hasil dan Pembahasan Penelitian Proses Pelaksanaan Program Desa Siaga Aktif di Kabupaten Lumajang Program desa siaga 2006 – wakil presiden – desa kenongo. Desa siaga awalnya adl program GSI (program kesehatan ibu dan anak) – tahun 2006 kegiatan desa siaga dikembangkan. Awal mula desa siaga di desa kenongo terjadi karena adanya suatu masalah kesehatatan (KLB diare, AKI dan AKB) – bagaimana orang hamil dapat ditolong langsung oleh petugas kesehatan, mendapatkan biaya yang tidak terlalu tinggi – sebagai acuan oleh dinkes Kab. Lumajang. Pengembangan program desa siaga aktif : progam sebagai kebutuhan masyarakat dan lebih berpihak pada kearifan lokal – lebih kepada buttom up dari pada top down. Budaya gotong royong, jiwa sosial tinggi, saling percaya, rutinnya kegiatan keagamaan – memperkuat masyarakat dalam melaksanakan program desa siaga aktif.
14
BAB V & VI Hasil dan Pembahasan Penelitian Pembahasan Adanya kekhususan dalam pengembangan desa siaga aktif, maka ide lokalistik dan sesuai dengan kebutuhan lokal akan lebih diakomodasikan, sehingga desa siaga aktif tidak hanya sebuah program yang sifatnya sentralistik dan seragam. Cara pengembangan nantinya dapat disesuaikan dengan kekhasan budaya setempat, sehingga masyarakat merasa bahwa keberadaan desa siaga aktif merupakan bagian dari budaya mereka/masyarakat desa (Qomaruddin, 2013). Social capital menjadi perekat bagi setiap individu dalam bentuk norma, kepercayaan, dan jaringan kerja, sehingga terjadi kerjasama yang saling menguntungkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (Putnam, 1995). Oleh sebab itu, pemanfaatan aspek social capital salah satu kunci yang dapat memperkuat masyarakat dalam pelaksanaan program Desa Siaga Aktif di Kabupaten Lumajang.
15
BAB V & VI Hasil dan Pembahasan Penelitian Norma (norm) NoDesa Siaga Aktif Norma (norm)Keterangan 1Strata Mandiri dan strata pratama 1.Norma kejujuran dan keadilan dalam memimpin 2.Norma saling menghargai dan menghormati 3.Budaya gotong royong dan musyawarah Norma antara desa strata mandiri dan pratama sebagian besar sama. Perbedaannya bahwa di desa strata pratama norma saling menghargai dan menghormati mulai menurun.
16
BAB V & VI Hasil dan Pembahasan Penelitian Pembahasan Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi seseorang dalam kelompok untuk pencapaian sebuah tujuan (Robbins, 2005). Bentuk pengaruh tersebut dapat secara formal maupun informal atau tidak formal - Kehadiran seorang pemimpin sebagai pemandu perkembangan masyarakat sangat menentukan. Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo yang menyampaikan bahwa apabila seseorang dipercaya, maka apa yang dikatakan atau diperbuat seseorang tersebut cenderung akan ditiru atau dicontoh (Notoatmodjo, 2012). Sesuai dengan pernyataan (Putnam, 2002) bahwa social capital bersifat kumulatif dan akan bertambah dengan sendirinya. Oleh sebab itu, hilangnya norma saling menghargai dan menghormati di suatu desa sangat mempengaruhi masyarakat desa dalam melaksanakan suatu kegiatan yang bersifat kelompok.
17
BAB V & VI Hasil dan Pembahasan Penelitian Kepercayaan (trust) NoDesa Siaga AktifKepercayaan (trust) terhadap Keterangan 1Strata mandiri dan strata pratama 1.Kader dan bidan 2.Tokoh masyarakat (perangkat desa, pemegang program desa siaga aktif, dll) 3.Tokoh agama (kyai) Strata mandiri Kepercaaan masyarakat lebih dominan pada kader, selanjutnya pada tokoh masyarakat dan agama. Starata pratama Kepercayaan masyarakat lebih dominan pada tokoh agama, selanjutnya tokoh masyarakat dan kader.
18
BAB V & VI Hasil dan Pembahasan Penelitian Pembahasan Teori (Fukumaya, 1995) bahwa adanya kepercayaan yang tinggi (high-trust) akan menumbuhkan rasa solidaritas kuat yang mampu membuat masing-masing individu bersedia untuk mengikuti aturan, sehingga ikut memperkuat rasa kebersamaan dan kerjasama. Sedangkan bagi masyarakat yang kepercayaan rendah (low-trust) sulit untuk membuat masing-masing individu bersedia untuk mengikuti suatu aturan yang ada, sehingga desa siaga aktif sulit untuk bergerak. Soetomo (2009) bahwa kepercayaan (trust) dapat mendorong munculnya aktivitas atau tindakan bersama yang produktif dan menguntungkan. Kepercayaan adalah bagaimana jika seseorang dapat saling mempercayai dan dipercayai. Kegiatan tersebut nantinya akan membangun tindakan bersama yang saling menguntungkan. Perlu dilakukan pelatihan maupun pendekatan pada kader, tokoh agama maupun tokoh masyarakat agar pemahaman tentang desa siaga aktif menjadi baik dan masyarakat mau untuk mempercayainya. Sesuai dengan pernyataan (Qomaruddin, 2013) bahwa agar upaya pembangunan kapasitas dapat menyentuh pada ke level tokoh masyarakat, maka perlu dilakukan pelatihan pada tokoh masyarakat agar pemahaman tentang desa siaga menjadi baik dan tokoh masyarakat mampu untuk menjadi agen perubahan di dalam desa.
19
BAB V & VI Hasil dan Pembahasan Penelitian Jaringan (norm ) NoDesa Siaga Aktif Jaringan (norm) Pemerintah desaKelembagaan agama 1Strata mandiri 1.Pertemuan musyawarah masyarakat desa (MMD) 2.Anjangsana 3.Pertemuan paguyuban kader 4.Pertemuan paguyuban ketua RT/RW 5.Kelembagaan LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) 6.Musrembangdes (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa) 7.Pertemuan sedekah desa 8.Pertemuan donasi kesehatan (dapur duafa) untuk lansia dan masyarakat kurang mampu 9.Kegiatan posyandu 1.Pengajian 2.Arisan rukem (rukun kematian) 3.Muslimatan (fatayat) 4.Majelis (agama hindu)
20
BAB V & VI Hasil dan Pembahasan Penelitian NoDesa Siaga AktifJaringan (norm) Pemerintah desaKelembagaan agama 2Strata pratama 1.Pertemuan musyawarah masyarakat desa (MMD) 2.Anjangsana 3.Pertemuan paguyuban ketua RT/RW 4.Musrembangdes (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa) 5.Pertemuan paguyuban kader 6.Kegiatan posyandu 1.Pengajian 2.Arisan rukem (rukun kematian) 3.Muslimatan (fatayat)
21
BAB V & VI Hasil dan Pembahasan Penelitian Pembahasan Putnam (2002) bahwa jaringan itu seperti alat kerja yang mampu meningkatkan produktivitas atau tindakan bersama dalam upaya mencapai sebuah tujuan. Jumlah jaringan yang kurang luas dan kepasifan suatu jaringan yang menyebabkan desa siaga aktif strata pratama sulit untuk bergerak. Soetomo (2009) bahwa melalui jaringan yang lebih luas dapat meningkatkan lingkup kerja dan meningkatkan wawasan maupun pengetahuan masyarakat. Lumajang sebagai daerah yang relatif religius, sehingga masih banyak desa yang memanfaatkan jaringan dengan lembaga keagamaan sebagai salah satu ajang untuk menggerakan program Desa Siaga Aktif. Oleh sebab itu, penguatan kegiatan keagamaan melalui beberapa kelompok pengajian dan lainnya perlu untuk terus diperkuat karena melalui kelompok tersebut pengorganisasian masyarakat dapat terus dilakukan dengan baik, sehingga dengan berjalannya waktu dapat membentuk kesadaran masyarakat secara kolektif mengenai akan pentingnya suatu program Desa Siaga Aktif (Qomaruddin, 2013).
22
BAB VII - PENUTUP Kesimpulan Proses pengembangan program desa siaga aktif dimulai dengan menjadikan program sebagai kebutuhan masyarakat dan lebih berpihak pada kearifan lokal. Serta adanya pemanfaatan aspek social capital dapat memperkuat masyarakat dalam melaksanaan program Desa Siaga Aktif di Kabupaten Lumajang. Aspek social capital tersebut meliputi norma (norm), kepercayaan (trust), dan jaringan (network). Ada beberapa norma (norm) yang dimiliki dan diyakini oleh masyarakat desa strata mandiri dan desa strata pratama yang dapat mendukung dalam pelaksanaan program Desa Siaga Aktif di Kabupaten Lumajang. Norma yang dimiliki antara kedua desa tersebut yaitu meliputi norma kejujuran dan keadilan dalam memimpin, norma saling menghargai dan menghormati serta budaya tolong menolong dan musyawarah. Adanya beberapa norma yang dianut maka menimbulkan rasa saling percaya.
23
BAB VII - PENUTUP Kepercayaan (trust) yang dimiliki masyarakat desa strata mandiri maupun desa strata pratama meliputi kepercayaan pada kader, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Perbedaan kepercayaan yang dimiliki antara desa strata mandiri dan pratama terletak tingkat dominan tidaknya masyarakat percaya pada kader ataupun tokoh masyarakat lainnya. Jaringan (network) yang dimiliki masyarakat desa strata mandiri dan desa strata pratama dalam mendukung pelaksanaan program Desa Siaga Aktif di Kabupaten Lumajang terdiri dari jaringan dengan pemerintah desa dan jaringan dengan lembaga keagamaan. Jaringan dengan pemerintah desa meliputi kegiatan kelompok dalam desa, seperti pertemuan paguyuban kader, pertemuan paguyuban ketua RT/RW, pertemuan musyawarah masyarakat desa (MMD), dan anjangsana. Sedang jaringan dengan lembaga keagamaan meliputi pengajian, arisan rukem (rukun kematian), dan perkumpulan muslimatan (fatayat). Namun, dalam pelaksanaannya ada perbedaan antara desa strata mandiri dengan desa strata pratama yaitu terlatak pada tingkat keaktifan jaringan sosial tersebut.
24
TERIMA KASIH
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.