Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Om Swastiastu. KONSEP DASAR DAN TATA CARA PERHITUNGAN PPh POTONGAN/PUNGUTAN.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Om Swastiastu. KONSEP DASAR DAN TATA CARA PERHITUNGAN PPh POTONGAN/PUNGUTAN."— Transcript presentasi:

1 Om Swastiastu

2 KONSEP DASAR DAN TATA CARA PERHITUNGAN PPh POTONGAN/PUNGUTAN

3 POKOK BAHASAN Menjelaskan pengertian dan konsep dasar PPh potongan/pungutan pasal 21, 22, 23, 24, 26, dan PPh final pasal 4 (2) Menjelaskan dasar hukum PPh potongan/pungutan Menjelaskan variabel-variabel dalam perhitungan PPh potongan/pungutan, PTKP, biaya jabatan, dll Menjelaskan tata cara dan melakukan perhitungan, penyetoran, dan pelaporan PPh potongan/pungutan

4 PPh Pasal 21 PPh Pasal 22 PPh Pasal 21adalah pajak yang dipotong dari penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yaitu penghasilan berupa gaji, upah honorarium, tunjangan,dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. PPh Pasal 22 adalah pembayaran pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh bendahara pemerintah terkait dengan pembayaran atas penyerahan barang yang berasal dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, badan-badan tertentu terkait dengan penghasilan dari kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain.

5 PPh Pasal 23 PPh Pasal 24 PPh Pasal 23 mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal (dividen, bunga, dan royalty), penyerahan jasa (sewa, imbalan jasa), atau penyelenggaraan kegiatan (hadiah, penghargaan, dan bonus). PPh Pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yangdibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilanyang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.

6 PPh Pasal 26 PPh pasal 4 ayat 2 PPh Pasal 26 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan wajib pajak Luar Negeri atas penghasilan yang tidak berasal dari menjalankan kegiatan usaha melalui BUT yang bersumber dari Indonesia. Pemotongan PPh 26 ini bersifat final (tidak dipergunakan sebagai kredit pajak) kecuali ditentukan. PPh pasal 4 ayat 2 adalah mengatur tentang pajak penghasilan dengan perlakuan tersendiri yang diatur melalui peratutan pemerintah dan bersifat final.

7 PPh pasal 4 ayat 2 Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) antara lain Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang Negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. Penghasilan berupa hadiah undian Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivative yang diperdagangkan di bursa dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. Persewaan tanah dan bangunan Pengalihan hak atas tanah dan bangunan Penghasilan usaha jasa konstruksi

8 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir denganlih Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. 3 Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintahan Nomor 71 tahun 2008. 1 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007.

9 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK- 254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan. 6 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21/26. 4 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyeroran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.

10 Variabel - Variabel dalam Perhitungan PPh Potongan/Pungutan

11 PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) Pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan Nomor: 101-PMK.010-2016 mengenai Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, yang telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Bapak Bambang P.S. Brodjonegoro pada tanggal 27 Juni 2016. Perhitungan Perubahan PTKP Terbaru Tahun 2016: UraianStatusPTKP Wajib PajakTK054.000.000,- Tanggungan 1TK158.500.000,- Tanggungan 2TK263.000.000,- Tanggungan 3TK367.500.000,- Wajib Pajak Tidak Kawin (TK) UraianStatusPTKP WP KawinK058.500.000,- Tanggungan 1K163.000.000,- Tanggungan 2K267.500.000,- Tanggungan 3K372.000.000,- Wajib Pajak Kawin UraianStatusPTKP WP KawinK/I/0112.500.000,- Tanggungan 1K/I/1117.000.000,- Tanggungan 2K/I/2121.500.000,- Tanggungan 3K/I/3126.000.000,- Wajib Pajak Kawin, penghasilan istri dan suami digabung Catatan: Tunjangan PTKP untuk anak atau tanggungan maksimal 3 orang. TK: Tidak Kawin K: Kawin K/I: Kawin dan penghasilan pasangan digabung

12 Biaya Jabatan Biaya jabatan merupakan salah satu pengurang dalam menghitung PPh pasal 21 untuk pegawai tetap sebagaimana diatur dalam pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Jadi, setiap pegawai tetap bentuk untuk mendapat pengurangan ini. Dari staf biasa sampai Direktur utama berhak mendapatkan pengurang biaya jabatan ini. Besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk perhitungan Pajak penghasilan bagi pegawai tetap, ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi- tingginya Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun.

13 Biaya Pensiun Berdasarkan Pasal 21 ayat (3) Undang-undang Pajak Penghasilan, PPh Pasal 21 yang dipotong bagi pensiunan adalah jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan Pengahsilan Tidak Kena Pajak. Besarnya biaya pensiun juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK 03/2008 tentang besarnya Biaya Jabatan Atau Biaya Pensiunan Yang dapat dikurangkan penghasilan Bruto atau Pensiunan. Besarnya biaya pensiunan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk perhitungan pemotongan PPh, Pasal 21 bagi penerima uang pensiun yang dibayarkan secara berkala ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp2.400.000,00 setahun.

14 Penghasilan Bruto Penghasilan kotor (BRUTO) jenis penghasilan yang dikenakan pemotongan pajak sebagaimana diatur sesuai/PPh pasal 26 dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1.Penghasilan Bruto (Berkala), yaitu penghasilan yang diterima pegawai secara teratur setiap bulan berupa gaji, tunjangan- tunjagan, lembur, uang makan, uang transport dan sejenisnya 2.Pengahasilan tidak rutin (Tahunan), yaitu penghasilan yang diterima pegawai dalam waktu tidak tentu dan umumnya sekali atau lebih dalam setahun, berupa tunjangan hari raya (THR), bonus, tantiem insentif tahunan dan sejenisnya 3.Penerimaan Natura, yaitu jenis penghasilan lain yang diterima pegawai dalam bentuk fisik benda/barang berupa pemberian sembako, bantuan lauk-pauk, nutrisi tambahan, fasislitas catering dan sejenisnya. Dalam perhitungan pajak penghasilan, penerimaan aturan harus di konvesikan dalam satuan nilai/harga tertentu 4.Premi Asuransi, yaitu premi asuransi atas nama pegawai yang dibayarkan oleh pemberi kera kepada instansi terkait, berupa:premis amsostek, ptemi AKHDK, premi asuransi kesehatan dan sejenisnya.Wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp.50.000.000.000 mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat 1 huruf b dan ayat 2a yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000.

15 Penghasilan Bruto Perhitungan PPH terutang berdasarkan pasal 31E dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : 1.Jika peredaran bruto sampai dengan RP. 4.800.000.00, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut: PPH terutang = 50% × 28% × seluruh pehasilan kena pajak 2.Jika peredaran bruto lebih dari Rp. 4.800.000.000 sampai dengan Rp. 50.000.000.000, perhitungan PPH terutang yaitu sebgai berikut: PPH terutang = (50% × 28%) × penghasilan kena pajak dari peredaran bruto yang memperoleh fasilitas + 28% × penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas.

16 PPh Pasal 21 Pemotongan PPh Pasal 21 antara lain dilakukan oleh: 1.Pemberi kerja, termasuk cabang, perwakilan, atau unit yang melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran penghasilan, 2.Bendahara pemerintah, 3.Dana pensiun yang membayarkan uang pensiun, dan 4.Penyelenggara kegiatan. Pengurang penghasilan bruto bagi Pegawai Tetap terdiri dari: 1.Biaya jabatan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp500.000,00 sebulan atau Rp 6.000.000,00 setahun; 2.Iuran dana pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua kepada dana pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan.

17 PPh Pasal 21 Pegawai tetap Dalam menghitung PPh pasal 21 bagi pegawai tetap perlu diperhatikan rumus perhitungannya, yitu sebagai berikut: Penghasilan bruto setahunRp xxx Pengurang penghasilan bruto(Rp xxx) Penghasilan neto setahunRp xxx Penghasilan tidak kena pajak(Rp xxx) Penghasilan kena pajakRp xxx PPh Pasal 21 yang dipotong: PKP x tarif pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh = PPh pasal 2 setahun PPh pasal 21 setahun : 12 bulan = PPh pasal 21 sebulan PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap yang upahnya dibayarkan secara harian atau mingguan atau borongan atau satuan. Penghasilan bruto setahun PTKP = Penghasilan Kena Pajak Penghasilan kena pajak x tarif pajak = PPh pasal 21 setahun PPh pasal 21 setahun : 12 = PPh pasal 21 sebulan

18 PPh Pasal 21 Cara menghitung PPh Pasal 21 bagi uang pensiun yang dibayarkan secara berkala adalah: 1.Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai dengan bulan Desember; 2.Penghasilan neto pensiun sebagaimana tersebut pada angka 1 ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan pph Pasal 21 sebelum pensiun; 3.Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan pada angka 2 tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak tersebut; 4.PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 dalam huruf c dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun; 5.PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21 seperti tersebut dalam huruf d dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud dalam angka 1. PPh Pasal 21 bagi peserta kegiatan = Penghasilan bruto x tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.

19 PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 Bagi Bukan Pegawai Penghitungan PPh Pasal 21 bagi penerima kategori bukan pegawai dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: 1.Menerima atau memperoleh penghasilan yang tidak bersifat berkesinambungan; 2.Menerima atau memperoleh penghasilan semata-mata dari satu pemberi penghasilan yang bersifat berkesinambungan; 3.Menerima atau memperoleh penghasilan yang bersifat berkesinambungan dan mempunyai penghasilan lain. Yang termasuk Wajib Pajak orang pribadi kategori Bukan Pegawai antara lain pengacara, arsitek, dokter, notaris, akuntan, aktuaris, konsultan, olahragawan, pengajar, peneliti, penceramah, penyanyi, bintang film, petugas dinas luar asuransi, dan lain-lain.

20 PPh Pasal 21 Lapisan penghasilanTarif s.d Rp 50.000.000,000% Diatas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 100.000.000,005% Diatas Rp 100.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,0015% Diatas Rp 500.000.000,0025% Lapisan penghasilanTarif S.d Rp 50.000.000,000% Di atas Rp 50.000.000,005% Uang Pesangon Berikut Tarif PPh Pasal 21 atas uang pesangon yang diterima secara sekaligus Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus: Berikut Tarif PPh Pasal 21 atas Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus:

21 PPh Pasal 22 Perhitungan PPh Pasal 22 atas impor barang: 1.Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. 2.Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan dan tidak termasuk dalam pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean atas impor. 3.Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh: a.Importir yang bersangkutan; atau b.Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 4.Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importir, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak dilakukan dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak. 5.Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 dan pelaporan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, dilakukan sesuai jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran dan pelaporan pemungutan pajak.

22 PPh Pasal 22 Tatacara Pemungutan dan Pelunasan PPh Pasal 22 atas atas pembelian barang: 1.Atas pembelian barang oleh bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), terutang dan dipungut pada saat pembayaran. 2.Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak. 3.Pemungut pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 dan pelaporan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, dilakukan sesuai jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran dan pelaporan pemungutan pajak.

23 PPh Pasal 22 Tatacara Pemungutan dan Pelunasan PPh Pasal 22 atas atas pembelian barang untuk keperluan usahanya oleh BUMN yang ditunjuk dan Bank Milik Negara. 1.Atas pembelian barang oleh Badan Usaha Milik Negara dan Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya, PPh Pasal 22 terutang dan dipungut saat pembayaran. 2.Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh pemungut pajak, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. 3.Pemungut pajak, wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu: a.lembar kesatu untuk Wajib Pajak yang dipungut; b.lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22); dan c.lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan 4.Pemungut pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 dan pelaporan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, dilakukan sesuai jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran dan pelaporan pemungutan pajak.

24 PPh Pasal 22 Tatacara Pemungutan dan Pelunasan PPh Pasal 22 atas penjualan barang: 1.Atas penjualan hasil produksi dari Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri, terutang dan dipungut pada saat penjualan. 2.Atas penjualan kendaraan bermotor didalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, terutang dan dipungut pada saat penjualan. 3.Atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, terutang dan dipungut pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang (delivery order). 4.Atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul, terutang dan dipungut pada saat pembelian.

25 PPh Pasal 22 Tatacara Pemungutan dan Pelunasan PPh Pasal 22 atas penjualan barang: 5.Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh pemungut pajak, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. 6.Pemungut pajak, wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu: a.lembar kesatu untuk Wajib Pajak yang dipungut; b.lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22); dan c.lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan 7.Pemungut pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 dan pelaporan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, dilakukan sesuai jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran dan pelaporan pemungutan pajak.

26 PPh Pasal 22 Tatacara Pemungutan dan Pelunasan PPh Pasal 22 atas atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. 1.Pemungut Pajak wajib memungut Pajak Penghasilan pada saat melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. 2.Pajak Penghasilan Pasal 22 yang dipungut dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang melakukan pembelian barang yang tergolong sangat mewah. 3.Pemungut Pajak wajib memberikan tanda bukti pemungutan kepada orang pribadi atau badan yang dipungut setiap melakukan pemungutan. 4.Pemungut Pajak wajib menyetorkan Pajak Penghasilan yang dipungut ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dengan menggunakan Surat Setoran Pajak, dan Pemungut Pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan mengunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

27 PPh Pasal 23 Cara menghitung PPh pasal 23 = 15% x Bruto untuk pengenaan atas deviden, bunga, royalti, hadiah dll. Cara menghitung PPh pasal 23 = 2% x Bruto untuk pengenaan atas sewa dan penghasilan lain sehubungan penggunaan harta imbalan sehubungan dengan jasa-jasa. Pemotong PPh Pasal 23 wajib memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 23 kepada orang pribadi atau badan yang dipotong setiap melakukan pemotongan atau pemungutan. Bagi penerima penghasilan, bukti pemotongan PPh Pasal 23 ini adalah bukti pelunasan PPh terutang dalam tahun tersebut yang nantinya akan dikreditkan dalam SPT Tahunannya. Apabila masa pajak telah berakhir, pemotong PPh Pasal 23 wajib melaporkan pemotongan yang telah dilakukan dalam masa pajak tersebut. Pelaporan ini dilakukan dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23/26 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak pemotong PPh Pasal 23 terdaftar. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23/26 harus disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Contoh, untuk pemotongan PPh Pasal 23 bulan Oktober 2010, SPT Masa PPh Pasal 23 harus disampaikan paling lambat tanggal 20 Nopember 2010.

28 PPh Pasal 24 Penggabungan penghasilan yang bersasal dari luar negeri dilakukan sebagi berikut: 1.Penggabungan dilakukan saat diperolehnya penghasilan tahun pajaknya, 2.Penggabungan dilakukan saat diterimanya penghasilan tahun pajaknya, 3.Penggabungan berupa deviden dilakukan saat tahun pajak perolehan deviden. Untuk melaksankan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri, wajib pajak menyampaikan permohonan kepada Dirjen pajak dengan dilampiri: 1.Laporan keuangan dari penghasilan luar negeri, 2.Fotokopi surat pemberitahuan pajak yang disampaikan diluar negeri, 3.Dokumen pembayaran pajak di luar negeri. Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT tahun PPh.

29 PPh Pasal 26 a.Tarif 20% untuk dasar pengenaan bruto dengan jenis penghasilan Dividen; Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; Hadiah dan penghargaan; Pensiun dan pembayaran berkala lainnya; premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atauKeuntungan karena pembebasan utang, yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri selain bentuk usaha tetap. b.Tarif 20% untuk dasar pengenaan perkiraan penghasilan neto dengan jenis penghasilan Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia; Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri; Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham. Pada prinsipnya pemotongan PPh Pasal 26 bersifat final, kecuali : a.Pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap di Indonesia; b.Pemotongan atas penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara Bentuk Usaha Tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud. c.Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap.

30 PPh Pasal 4 ayat 2 Pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan yang bersifat final. Dalam ketentuan mengenai Pajak Penghasilan yang berlaku saat ini, ada beberapa jenis penghasilan (objek pajak) yang dikenakan pemungutan atau pemotongan PPh yang bersifat final tetap dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) hanya saja jumlahya tidak dijumlahkan dengan penghasilan lainnya. Pajak yang sudah dipotong tidak diperhitungkan sebagai kredit pajak PPh (Final) = 20% x bruto

31 Sesi Diskusi

32 Om Shanti Shanti Shanti Om


Download ppt "Om Swastiastu. KONSEP DASAR DAN TATA CARA PERHITUNGAN PPh POTONGAN/PUNGUTAN."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google