Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

1. 2 PENDEKATAN DAN MODEL PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MODEL RULE OF THUMB MODEL AGREGAT ATAU MODEL MAKROEKONOMETRIK MODEL OPTIMASI MODEL MULTISEKTOR.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "1. 2 PENDEKATAN DAN MODEL PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MODEL RULE OF THUMB MODEL AGREGAT ATAU MODEL MAKROEKONOMETRIK MODEL OPTIMASI MODEL MULTISEKTOR."— Transcript presentasi:

1 1

2 2 PENDEKATAN DAN MODEL PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MODEL RULE OF THUMB MODEL AGREGAT ATAU MODEL MAKROEKONOMETRIK MODEL OPTIMASI MODEL MULTISEKTOR ATAU MODEL INPUT-OUTPUT MODEL ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT TEKNIK-TEKNIK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PENDEKATAN BAWAH-ATAS (BOTTOM-UP) ATAU ATAS BAWAH (TOP- DOWN) PENDEKATAN BAWAH-ATAS (BOTTOM-UP) ATAU ATAS BAWAH (TOP- DOWN) pendekatan obyek, sektoral atau bidang pendekatan gabungan atau campuran pendekatan komprehensif pendekatan terpadu PENDEKATAN PENGKERUTAN (REDUCED) PENDEKATAN PARSIAL pendekatan proyek demi proyek PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

3 3 MetodeModel-Model AplikasiTujuan Analisis I. Matematik Location QuetientSektor Basis Koefisien SpesialisasiPemusatan Industri Shift Share AnalysisSumber-sumber Pertumbuhan COR dan ICOREfisiensi dan Inefisiensi Penanaman Modal Angka-angka penggandaDampak sektoral Programasi LinierOptimalisasi linear tujuan berdasarkan faktor-faktor kendala Goal ProgrammingOptimalisasi berdasarkan target-target tertentu Masalah TranportasiKeseimbangan transportasi asal dan tujuan GravitasiDaya Tarik Lokasi II. Ekonometrik Regresi Sederhana/BergandaKausalitas antara dependent dengan independent variable Probit dan LogitKausalitas antara dependent kategori dengan independent variable SimultanPengaruh variabel eksogen terhadap endogen secara simultan DinamikHubungan-hubungan jangka panjang MultivariatPenentuan kategori atau Kelompok variabel dependent Persamaan StrukturalAnalisis jalur pada variabel-variabel observed dan unobserved III. Keseimb Umum Analisis Input-OutputLeading sector, proyeksi, kebijakan Social Accounting MatixMultiplier, distribusi pendapatan, kemiskinan, kebijakan Computable General EquilibriumDampak kebijakan pembangunan secara makro dan mikro METODE KUANTITATIF DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH

4 4 TARGET PERTUMBUHAN EKONOMI INVESTASI EKSPOR KEMISKINAN KETIMPANGAN IMPOR SAVING PAJAK PENDAPATAN PERKAPITA Persamaan Dasar : Y = C + ( I – S ) + (T – G ) + (X – M) PENERAPAN METODE KUANTITATIF DALAM PERENCANAAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTORAL EXPENDITURE KONSUMSI

5 5 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH PERIODE 1990-2006 DAN PROYEKSI INDIKATOR-INDIKATOR MAKRO EKONOMI REGIONAL TAHUN 2007-2020 UNTUK PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

6 6 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH PERIODE 1990-2004 DAN PROYEKSI INDIKATOR-INDIKATOR MAKRO EKONOMI REGIONAL TAHUN 2006-2030 UNTUK PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

7 7 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH PERIODE 1990-2004 DAN PROYEKSI INDIKATOR-INDIKATOR MAKRO EKONOMI REGIONAL TAHUN 2006-2030 UNTUK PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

8 8 INDEKS – INDEKS PEMUSATAN REGIONAL

9 9 KOMODITI UNGGULAN NO.KOMODITIPRODUKSIKONSUMSIEKSPORIMPOR 1.PADI25002000500- 2.JAGUNG750900-150 3.AYAM PEDAGING12501000250- 4.SAPI150650-500 5.IKAN400025001500- Komoditi apa saja yang tepat dijadikan komoditi unggulan dalam rangka mengejar pertumbuhan ekonomi ? Y = C + I + G+ (X – M) = DD + X – M dimana DD = C + I + G adalah permintaan domestik Ini berarti jika DD konstan pertumbuhan Y tergantung pada perubahan X dan M, disini ada 2 keadaan : 1. Jika X > 0 dan M = 0, atau X > M maka Y akan tumbuh, karena ada surplus ekonomi 2. Jika X = 0 dan M > 0, atau X < M maka Y akan turun, karena terjadi leakage atau defisit ekonomi Suatu komoditi yang memenuhi kondisi pertama dapat dijadikan sebagai komoditi unggulan, sedangkan untuk kondisi kedua bukan merupakan komoditi unggulan. Padi, ayam dan ikan merupakan komoditi unggulan Sapi dan jagung bukan komoditi unggulan YANG MANA MERUPAKAN SEKTOR BASIS ?

10 10 DASAR TEORI BASIS Inti teori : Arah dan pertumbuhan suatu wilayah sangat ditentukan oleh perkembangan ekspor wilayah. Ekspor tersebut bukan hanya berupa barang, jasa, dan tenaga kerja saja, tetapi juga termasuk pengeluaran oleh orang asing yang berada di wilayah tersebut terhadap barang dan jasa domestik, seperti wisatawan nusantara dan mancanegara. Suatu sektor ekonomi atau industri yang memiliki ciri semacam ini di sebut SEKTOR BASIS Tenaga kerja dan pendapatan pada sektor basis merupakan fungsi permintaan dari luar (eksogen), yaitu permintaan dari luar yang menyebabkan terjadinya ekspor dari wilayah tersebut. Disamping kegiatan SEKTOR BASIS ada juga kegiatan-kegiatan SEKTOR NONBASIS yang dicirikan dengan : 1. Sebagai pendukung kegiatan sektor basis (perdagangan, angkutan, komunikasi, dan lain-lain) 2. Tidak mampu memenuhi permintaan domestik, sehingga harus diimpor dari luar.

11 11 HUBUNGAN DAN METODE PENGUKURAN SEKTOR BASIS SEKTOR NONBASIS PERMINTAAN LUAR CARA MENENTUKAN METODE LANGSUNG :METODE TIDAK LANGSUNG : 1. ASUMSI 2. LOCATION QUOTIENT 3. KOMBINASI [1] DAN [2] 4. KEBUTUHAN MINIMUM SURVEY LAPANGAN

12 12 Menurut McCann (2001), Location Quotient merupakan suatu usaha mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan ekonomi/ industri dalam suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah itu dengan peranan kegiatan sejenis dalam perekonomian nasional Metode LQ merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan/tenaga kerja wilayah dengan pangsa relatif pendapatan/tenaga kerja sektor i pada tingkat nasional. Atau secara umum merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan/ tenaga kerja pada wilayah j yang lebih rendah, dengan pangsa relatif pendapatan/tenaga kerja sektor i pada wilayah j yang lebih di atas. KONSEP LOCATION QUOTIENT

13 13 METODE LOCATION QUOTIENT dimana v i ( l i ) adalah jumlah PDRB (tenaga kerja) sektor i pada wilayah j, v t ( l t ) adalah total PDRB (tenaga kerja) pada wilayah j, V i ( L i ) adalah jumlah PDRB (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional (wilayah yang lebih atas), V t ( L t ) adalah total PDRB (tenaga kerja) pada tingkat nasional (wilayah yang lebih atas) Ketentuan yang digunakan : 1.LQ  1, sektor tersebut merupakan sektor basis bagi wilayahnya. Sektor tersebut selain memenuhi permintaan dari wilayah juga memenuhi permintaan dari luar wilayah (mengekspor). 2.LQ < 1, sektor tersebut merupakan sektor nonbasis bagi wilayahnya. Sektor tersebut hanya dapat melayani permintaan dari dalam wilayah saja. Perhitungan LQ menggunakan tenaga kerja kurang berfluktuatif dan tidak peka terhadap kemajuan ekonomi karena tenaga kerja biasanya berubah dalam waktu yang cukup lama (diskontinu). Berbeda bila menggunakan pendapatan (PDRB), lebih dinamis dan menggambarakan kondisi perekonomian yang riil. Selain itu kita dapat mengukur LQ yang menyertakan tingkat inflasi (harga berlaku) atau tidak (harga Konstan)

14 14 TEKNIK PENGUKURAN LOCATION QUOTIENT CONTOH PDRB DAN PDB (DATA FIKTIF) CONTOH PERHITUNGAN LQ JAWA BARAT (DATA FIKTIF) Mudahnya, LQ i itu sama dengan share sektor i di Jawa Barat (suatu wilayah) dibagi dengan share sektor i di Indonesia (wilayah di atasnya) S i = Y i / Y t dimana S i adalah share sektor i, Y i adalah PDB atau PDRB sektor i, dan Y t adalah PDB atau PDRB total suatu wilayah

15 15 INDEKS SPESIALISASI KONSEP DASAR 1.Hitung persentase jumlah tenaga kerja atau PDRB dari suatu sektor terhadap totalnya untuk suatu wilayah. 2.Hitung juga persentase jumlah tenaga kerja atau PDRB dari suatu sektor terhadap totalnya untuk wilayah yang lebih atas atau wilayah refersensi. 3.Hitung selisih antara persentase yang diperoleh pada tahap ke-1 dengan ke- 2, kemudian jumlahkan nilai-nilai selisih yang bertanda positip saja, yang selanjutnya total nilai tersebut dan dibagi dengan 100 untuk mendapatkan nilai IS. Analisis Indeks Spesialisasi (IS) ini merupakan salah satu cara untuk mengukur perilaku kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Misalnya bagaimana tenaga kerja atau pendapatan regional (PDRB) di suatu wilayah tersebut tersebar.

16 16 SektorZ%Indonesia%Selisih (a)(b)(c)(d)(e)(f) = (c) – (e) Tanaman Bahan Makanan2675.690.26476221009.15-8.89 Tanaman Perkebunan7.220.00141478002.72-2.72 Peternakan dan Hasil-hasilnya1405.890.1393471001.80-1.66 Kehutanan0.00 78830001.51-1.51 Perikanan1208.780.1290408001.74-1.62 Pertambangan dan Penggalian0.00 459157008.82-8.82 Industri Pengolahan225657.4421.5914977520028.77-7.19 Listrik, Gas dan Air Bersih45789.304.3865937001.273.11 Bangunan132838.5612.71420248008.074.63 Perdagangan Besar dan Eceran174779.2516.727078680013.603.12 Hotel dan Restoran69672.946.67180910003.483.19 Pengangkutan dan Komunikasi123987.2011.86349263006.715.15 Bank, Non Bank, Sewa190969.7618.27180910003.4814.79 Jasa-Jasa Lainnya76337.387.30462994008.89-1.59 Total1045329.41100.00520544700100.0034.00 TEKNIK PENGUKURAN INDEKS SPESIALISASI

17 17 Analisis : IS sebesar 0.34 menandakan tingkat spesialisasi sektoral di Kabupaten Z sangat rendah, ini berarti konsentrasi sektor ekonomi tersebar cukup merata dalam perekonomian wilayah, dimana ada 6 sektor produksi yang menjadi konsentrasi pertumbuhan yakni (1) listrik, gas dan air bersih, (2) bangunan, (3) perdagangan besar dan eceran, (4) hotel dan restoran, (5) pengangkutan dan komunikasi, dan (6) bank, non bank, sewa. Sedangkan sektor ekonomi lain merupakan sektor-sektor under konsentrasi seperti pertanian dan industri. TEKNIK PENGUKURAN INDEKS SPESIALISASI

18 18 Pada prinsipnya SSA itu berusaha untuk memecah atau mendekomposisi besaran deviasi (selisih) antara nilai tambah (menggunakan pendekatan nilai tambah) pada tahun ke-t dengan nilai tambah pada tahun dasar, dan biasanya dinotasikan  Yi. Terdapat tiga variabel dekomposisi yang menjadi komponen dari deviasi  Yi, yaitu komponen pertumbuhan regional (PR), komponen pertumbuhan proporsional (PP), dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). SHIFT SHARE ANALYSIS KONSEP DASAR

19 19 1.Pertumbuhan Regional (PRij) yang bernilai positip mengandung makna bahwa bahwa wilayah tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan nasional rata-rata. Sedangkan yang bertanda negatif memberi suatu indikasi bahwa pertumbuhan regional suatu wilayah lebih lambat dibandingkan pertumbuhan nasional rata-rata. 2.Pertumbuhan Proporsional (PP) yang bernilai positif memberi suatu indikasi bahwa sektor ke-i (regional) merupakan sektor yang maju, sektor tersebut tumbuh lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. PP bernilai negatif mengindikasikan bahwa sektor tersebut merupakan sektor yang lamban. 3.Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) menunjukkan daya saing yang dimiliki suatu sektor ke-i di suatu wilayah dibandingkan dengan sektor yang sama pada wilayah pembanding (wilayah satu atau dua tingkat di atas, bisa juga menggunakan cakupan nasional).  Yi = PRij + PPij + PPWij SHIFT SHARE ANALYSIS KONSEP DASAR

20 20 Sektor EkonomiPRijPPijPPWij Tanaman Bahan Makanan3239.41-2744.524324.20 Tanaman Perkebunan10.01-7.786.71 Peternakan dan Hasil-hasilnya1452.30-313.771035.71 Kehutanan0.00 Perikanan1457.09-639.36-15.15 Pertambangan dan Penggalian0.00 Industri Pengolahan394545.0040909.77223450.64 Listrik, Gas dan Air Bersih68329.71-88611.3476676.65 Bangunan133107.48-43495.4370739.07 Perdagangan Besar dan Eceran360150.09-29932.73231615.70 Hotel dan Restoran88900.8319096.3539242.91 Pengangkutan dan Komunikasi165157.1713976.5425749.11 Bank, Non Bank, Sewa167395.29510541.40-355654.31 Jasa-Jasa Lainnya142688.05-8582.6519884.57 Total1526432.420.00747252.28 HASIL PERHITUNGAN SHIFT SHARE ANALYSIS

21 21 Komponen Pertumbuhan Regional (PR) : berdasarkan komponen PR ternyata sektor yang memiliki pertumbuhan paling cepat di Kabupaten Z bila dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata nasional adalah sektor industri pengolahan yang memiliki angka komponen PR paling tinggi dari seluruh sektor yakni sebesar 394.545.00, menyusul kemudian sektor perdagangan sebesar 360.150.09, sektor pengangkutan sebesar 165.157.17, dan sektor perbankan sebesar 167.395.29. Sementara sektor yang pertumbuhan regionalnya paling lambat namun masih lebih cepat dibandingkan pertumbuhan rata- rata nasional adalah sektor perkebunan yang memiliki angka PR hanya sebesar 10.01. Pertumbuhan Proporsional (PP) : meskipun ada kesan sementara ini sektor tanaman bahan makanan merupakan sektor yang tumbuh dengan cepat, namun berdasarkan hasil SSA mengindikasikan bahwa sektor tersebut di Kabupaten Z selama ini bukan merupakan sektor yang maju. Keadaan ini tercermin dari nilai komponen PP yang bertanda negatif sebesar -2.744.52, dan sepertinya untuk seluruh sektor pertanian di Kabupaten Z masih merupakan sektor-sektor yang belum maju, karena semuanya memiliki nilai PP yang negatif. Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) : hampir semua sektor ekonomi di Kabupaten Z memiliki daya saing yang tinggi dalam wilayahnya sendiri. Situasi ini tercermin dari nilai komponen PPW untuk sebagian sektor yang bertanda positip, kecuali untuk sektor perikanan dan perbankan saja yang tidak memiliki daya saing, oleh karena mempunyai nilai komponen PPW yang negatif yaitu sebesar -15.15 untuk sektor perikanan dan -355.654.31 untuk sektor perbankan. Kedua sektor ini dianggap kalah bersaing dengan produk-produk yang dihasilkan dari luar yang masuk ke Kabupaten Z. Tidak sepenuhnya pangsa pasar wilayah dapat dikuasai oleh kedua sektor domestik tersebut. Untuk sektor-sektor ekonomi yang memiliki daya saing, kelihatan jelas bahwa yang paling tinggi daya saingnya dalam pangsa pasar wilayah adalah sektor industri dan perdagangan, masing- masing dengan nilai komponen PPW sebesar 223.450.64 dan 231.615.70. Sementara dalam kelompok sektor pertanian yang memiliki daya saing tinggi adalah sektor tanaman bahan makanan yang memiliki nilai komponen PPW sebesar 4.324.20, menyusul kemudian sektor peternakan sebesar 1.035.71, dan terakhir sektor perkebunan sebesar 6.71. PEMBAHASAN SHIFT SHARE ANALYSIS

22 22 1.ICOR merupakan konsep paling penting dan sangat berguna bagi perencanaan pembangunan ekonomi di suatu wilayah. Terutama dirasakan pada waktu memeriksa konsistensi antara sasaran pertumbuhan pendapatan regional dengan modal tambahan yang mungkin akan terkumpul dari tabungan domestik yang sedang berjalan. 2.Besar kecilnya perkiraan investasi di masa mendatang sangat ditentukan oleh nilai ICOR, karena itu ketepatan dalam mengukur ICOR menjadi salah satu syarat utama yang harus dipenuhi sewaktu perencana pembangunan ingin memperkirakan kebutuhan investasi. 3.Kesalahan dalam menghitung ICOR akan menyebabkan perencanaan investasi menjadi tidak benar, yang akhirnya mengurangi ketepatan dalam memprediksi pertumbuhan ekonomi wilayah. 4.Untuk itu diperlukan suatu analisis ICOR yang lebih mendalam dan dapat memenuhi kriteria-kriteria CAP (comprehensive, accurate dan predictbale) yang mengandung makna : (1) komprehensif atau terinci secara sektoral, wilayah dan bidang pembangunan, (2) akurat dan teliti sesuai dengan masing-masing karakteristik waktu pengembalian investasi, dan (3) predictable yang bisa meramalkan investasi dan pertumbuhan ekonomi wilayah dengan tingkat akurasi tinggi. COR DAN ICOR : KONSEP DASAR

23 23 Subtansi ICOR adalah nisbah inefisiensi pembangunan. Domar sendiri tidak menggunakan istilah Capital Output Ratio (COR), melainkan Capital Coefficient dalam kode huruf k. Baru ketika Harrord dan Domar bergabung menjadi satu model teori Harrord–Domar, istilah Capital Coefficient berubah menjadi Capital Output Ratio (COR). Dengan demikian, COR merujuk parameter efisiensi, sedangkan Incremental (penaikan) COR parameter inefisiensi. Angka ICOR awal 1997 versi Prof. Sumitro Djojohadikusumo sebesar 3.0, terutama akibat distorsi ekonomi berupa: inefisiensi struktur oligopoli pasar, dan korupsi Dari propernas ICOR memproyeksikan 4,4 inefisiensi pembangunan tahun 2000. Artinya, perencana memproyeksikan distorsi ekonomis atau loses 44 persen dari jumlah modal investasi pembangunan tahun 2000. Dibandingkan sebelum krismon (1997) lebih besar 1.4, tapi pemerintah yakin angka itu akan turun hingga 2.0 pada akhir tahun 2004. Sebaliknya, karena angka ICOR tadi menurun hingga 2.0, maka tingkat produktivitas ekonomi nasional (TFP – total factor productivity) otomatis menaik 1,6 persen per tahun. Jika kita mampu meperjuangkan ICOR masuk menjadi parameter kinerja eksekutif yang sah secara legal formal, akan ditemukan instrumen kontrol terukur untuk menajamkan fokus kinerja parlemen yang diamanatkan konstitusi dalam mengawasi kinerja penguasa. Sederet pertanyaan muncul, pertama: apa mungkin? Pertanyaan kedua, kongkritnya apa? Pertanyaan ketiga: instrumen apa ? WACANA ICOR

24 24 ICOR TANPA TENGGANG WAKTU ICOR TENGGANG WAKTU SATU TAHUN ICOR TENGGANG WAKTU DUA TAHUN ICOR TENGGANG WAKTU TIGA TAHUN RATA-RATA ICOR COR DAN ICOR : TEKNIK PERHITUNGAN

25 25 Sektor INVESTASIPDRB CORg ICOR (t) ICOR (t-1) ICOR (t-2) 200020012002200020012002 Tanaman Bahan Makanan35085012502308.443239.413803.330.32917.412.217 Tanaman Perkebunan670750103010031054.4316170.63753.35 1.33 Peternakan dan Hasil-hasilnya850120021301034.931452.32373.090.89863.42.313 Kehutanan1200132014001038.341457.091856.070.75427.383.509 Perikanan350460750146187.53149889181157.540.00420.860.024 Pertambangan dan Penggalian808097501085048692.58394545400612.30.0271.54 1.33 Industri Pengolahan2200050000460009485468329.7188010.950.52328.8 2.54 Listrik, Gas dan Air Bersih456050006250133107.48184466.05256647.310.02439.13 0.07 Bangunan123021003050603351.81360150.09586864.670.00562.950.013 Perdagangan Besar dan Eceran55507120842011769388900.8395348.990.0887.251.306 Hotel dan Restoran102013002000119287.91165157.17296826.710.00779.72 0.01 Pengangkutan dan Komunikasi350045607400101681.23167395.29197224.60.03817.82 0.15 Jasa-Jasa Lainnya2304006403566457262040.10335.70.392 Total4969085110917202461560.461733296.422354333.180.03935.830.1480.140.08 ICOR(t) tanpa tenggang waktu : ICOR TBM = ICOR(t-1) tenggang waktu 1 tahun : ICOR KBN = ICOR(t-1) tenggang waktu 2 tahun : ICOR TAM = MENGHITUNG ICOR

26 26 SektorI 2002 ICORg^ 2007  I^ 2007 I^ 2007 (a)(b)(c)(d)(e) = (c)x(d)(f) = (e)x(b)+(b) Tanaman Bahan Makanan12502.21661.53.32495406.18 Tanaman Perkebunan10301.33322.83.73294874.88 Peternakan dan Hasil-hasilnya21302.31331.22.77598042.67 Kehutanan14003.50901.86.316210242.65 Perikanan7500.02403.50.0840812.96 Pertambangan dan Penggalian108501.33171.21.598128189.09 Industri Pengolahan460002.54051.74.3188244666.32 Listrik, Gas dan Air Bersih62500.06932.50.17327332.34 Bangunan30500.01354.10.05523218.23 Perdagangan Besar dan Eceran84201.30581.51.958724912.25 Hotel dan Restoran20000.00995.50.05432108.61 Pengangkutan dan Komunikasi74000.15294.30.657312264.32 Bank, Non Bank, Sewa5500.00595.60.0331568.20 Jasa-Jasa Lainnya6400.39222.20.86271192.16 Total917200.14773.20.4726135067.17 MEMPERKIRAKAN INVESTASI Perkiraan investasi untuk sektor tanaman bahan makanan : I^2007 = ( ICOR x g^2007 + 1) x I2002 = (2.2166 x 1.5 + 1 ) x 1250 = 5406.18 Artinya jika diperkirakan pertumbuhan pendapatan sektor tanaman bahan makanan pada tahun 2007 adalah sebesar 1.5% dan ICOR sebesar 2.2166 maka untuk mencapai pertumbuhan pendapatan tersebut dibutuhkan pertambahan investasi sebesar 3.3249% atau dalam nilai rupiah dibutuhkan investasi sebanyak 5406.18 rupiah. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa untuk mengejar pertumbuhan ekonomi wilayah pada tahun 2007 sebesar 3.2% (lihat baris total) maka dibutuhkan pertumbuhan investasi dari tahun 2002 ke tahun 2007 sebesar 0.4726% atau dinyatakan dalam rupiah dibutuhkan pertambahan investasi regional sebanyak 135067.17 rupiah.

27 27 APLIKASI REGRESI DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH............................................. Y X Y X 00 Y X Y X 0 0 Y X 0................................................................. Pengaruh X positip terhadap Y Pengaruh X negatif terhadap Y Tidak ada pengaruh X terhadap Y 1.Fenomena 2.Teori 3.Studi empirik

28 28 Perencanaan Kesempatan Kerja Rumus Proyeksi Kesempatan Kerja :  E in = EK S. PDRB in Elastisitas Rata-rata : Ln E it = Ln a + b Ln Y it Seandainya dapat ditentukan nilai PDRB sektor i pada tahun proyeksi ke-n, dan diasumsikan elastisitas kesempatan kerja konstan maka perubahan jumlah kesempatan kerja pada tahun proyeksi ke-n adalah :  E in = b. PDRB in

29 29 Pengukuran ICOR dan Proyeksi Investasi Perkiraan ICOR rata-rata sebagaimana yang disajikan pada persamaan sebelumnya dikategorikan sebagai perkiraan ICOR discrete yang menganggap bahwa perubahan hasil yang diperoleh diukur dengan unit perubahan yang cukup besar. Akibatnya ICOR yang diperoleh banyak melompat- lompat setiap waktu tertentu. Guna mengatasi kondisi ini telah disediakan perhitungan ICOR yang bersifat continous yang bisa mengukur perubahan secara berkesinambungan dan stabil. Dalam pengertian continous ini ICOR biasa disebut dengan istilah MCOR (marginal capital output ratio) yang dibangun melalui persamaan Y it = a + b I it-n + e it MCOR : Angka k = 0.9204 menandakan bahwa untuk meningkatkan output regional atau mendorong pertumbuhan ekonomi regional setiap 1% maka dibutuhkan investasi sebesar 0.9204 rupiah. Dengan diketemukan ICOR atau MCOR maka analisis-analisis berikutnya dapat dilakukan seperti memperkirakan jumlah investasi dan menghitung pertumbuhan ekonomi. Misalkan kita ingin menaikkan pertumbuhan ekonomi wilayah pada tahun 2007 sebesar 5% maka tambahan investasi baru yang dibutuhkan adalah sebesar 0.9204 x 0.05 = 0.04602 atau 4.6020% Misalkan k = 0.9204

30 30 Perilaku Konsumsi Masyarakat dan Tingkat Kemiskinan Salah satu teori konsumsi yang paling dikenal dalam ilmu ekonomi makro adalah fungsi konsumsi Keynes, dalam persamaan regresi linier menjadi C = C 0 + c Y d dimana C adalah konsumsi, C0 adalah konsumsi autonomus, c adalah marginal propensity to consume (MPC) atau hasrat untuk mengkonsumsi, Yd adalah disposable income yaitu pendapatan (Y) di kurangi pajak (Tx) Garis kemiskinan menggunakan metode BEP atau Titik Padan

31 31 Pertumbuhan Eksponensial yang dibangun melalui persamaan : Y t = Y 0 (1 + r) t e ut atau dalam bentuk linier menjadi : Ln Y t = Ln Y 0 + t Ln (1 + r) + u t Ln Yt =  0 +  1t + ut laju pertumbuhan r sama dengan : r = ( e  1 – 1 ) Proyeksi Pertumbuhan

32 32 RESPEK PENDAPATAN KONSUMSI KEMISKINAN Analisis Jalur Dampak RESPEK Terhadap Pengentasan Kemiskinan R Y C P P = a 0 + a 1 R + a 2 C + a 3 Y + e

33 33 RESPEK KONSUMSI KEMISKINAN R Y CP P = a 0 + a 1 R + a 2 C + a 3 Y + e 1 Y = b 0 + b 1 R + e 2 C = c 0 + c 1 R + c 2 Y + e 3 PENDAPATAN Analisis Jalur Dampak RESPEK Terhadap Pengentasan Kemiskinan

34 34 No.Variabel Pengaruh Langsung Pengaruh Tidak Langsung Melalui Total RESPEKPendapatanKonsumsi 1. RESPEK0.0861-0.06390.03920.1892 2. Pendapatan0.1272--0.08360.2108 3. Konsumsi0.1427--- 4.Pengaruh serentak RESPEK, pendapatan dan konsumsi 0.5427 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Dana RESPEK, Pendapatan, dan Konsumsi Terhadap Tingkat Kemiskinan Analisis Jalur Dampak RESPEK Terhadap Pengentasan Kemiskinan

35 35 LINEAR PROGRAMMING

36 36 MODELINPUT-OUTPUT

37 37 PROSES PRODUKSI INPUTOUTPUT Input primer (primary input) Input antara (intermediate input) Pemakai akhir (final demand user) Pemakai antara (intermediate user) PABRIK

38 38 CONTOH : INDUSTRI TAHU TEMPE INPUTOUTPUT Input primer : tenaga kerja Input antara : kedelai Pemakai akhir : Rumahtangga Pemakai antara : industri keripik INDUSTRI TAHU TEMPE

39 39 KETERKAITAN DALAM TABEL INPUT-OUTPUT FOKUS ANALISIS TABEL INPUT-OUTPUT FOKUS ANALISIS TABEL SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INPUTOUTPUT Input primer : tenaga kerja Input antara : kedelai Pemakai akhir : Rumahtangga Pemakai antara : industri keripik Dalam analisis SNSE semua keterkaitan ekonomi dianalisis dalam neraca endogen yang meliputi keterkaitan antarfaktor produksi, antarinstitusi, dan antarsektor produksi, atau antara institusi dengan faktor produksi, antara institusi dengan sektor produksi, antara faktor produksi dengan sektor produksi INDUSTRI TAHU TEMPE

40 40 KETERKAITAN INPUT-OUTPUT ANTARA CONTOH SEDERHANA KETERKAITAN LEBIH KOMPLEKS DISAMPAIKAN DALAM TABEL INPUT-OUTPUT IkanIndustriDagang Ikanz ii z in z id Industriz ni z nn z nd Dagangz di z dn z dd output input Input : pembelian tepung ikan industri tepung ikan Input : ikan Output : tepung ikan Ikan tambak perdagangan Output: penjualan tepung ikan Input : makanan ikan Output : ikan Untuk setiap aktifitas sektor produksi dapat dibaca secara vertikal dan horisontal. Secara horisontal : a ii banyaknya nilai output antara yang didistribusikan oleh usaha tambak ikan untuk memenuhi kebutuhan input antara pada usaha tambak ikan itu sendiri, contoh benih ikan a in banyaknya nilai output antara yang didistribusikan oleh usaha tambak ikan untuk memenuhi kebutuhan input antara industri, contoh tepung ikan a id banyaknya nilai output antara yang didistribusikan oleh usaha tambak ikan untuk memenuhi kebutuhan input antara jasa dagang, contoh pasar ikan Secara vertikal : a ii banyaknya nilai input antara yang digunakan oleh usaha tambak ikan yang berasal dari output antara tambak ikan itu sendiri, contoh benih ikan a in banyaknya nilai input antara yang digunakan oleh industri yang berasal dari output antara tambak ikan, contoh tepung ikan a id banyaknya nilai input antara yang digunakan oleh jasa dagang yang berasal dari output antara tambak ikan, contoh pasar ikan Hasil produksi tambak ikan didistribusikan sebagian ke industri untuk di jadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung ikan, yang kemudian output dari industri tepung ikan didistribusikan ke sektor perdagangan untuk dijual ke tambak ikan sebagai makanan ikan

41 41 KETERKAITAN KE BELAKANG DAN KE DEPAN ANTARSEKTOR

42 42 TABEL INPUT-OUTPUT SEDERHANA Dalam prakteknya : 1.Notasi sub-skrip menggunakan angka 1, 2, 3,…,n 2.Output yang dihasilkan dari kegiatan produksi didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan input antara dan permintaan akhir yang terdiri atas konsumsi rumahtangga (C), pengeluaran pemerintah (G), investasi (I), perubahan stok modal (  K), dan export atau rest of world (R). Pemberlakukan impor akan menghasilkan bentuk-bentuk tabel I-O. 3.Input yang digunakan dalam proses produksi terdiri atas input antara dan input primer dimana dalam bentuk nilai terdiri atas upah dan gaji (W), surplus usaha (S), penyusutan (D), pajak tidak langsung (T) PERTINDSJASA Total output antara CGI KK ROW Total Final Demand Total Output PERTz 11 z 12 z 13 OA 1 C1C1 G1G1 I1I1 K1K1 R1R1 Y1Y1 X1X1 INDSz 21 z 22 z 23 OA 1 C2C2 G2G2 I2I2 K2K2 R2R2 Y2Y2 X2X2 JASAz 31 z 32 z 33 OA 1 C3C3 G3G3 I3I3 K3K3 R3R3 Y3Y3 X3X3 Total input antara IA 1 IA 2 IA 3 WW1W1 W2W2 W3W3 SS1S1 S2S2 S3S3 DD1D1 D2D2 D3D3 TT1T1 T2T2 T3T3 Total input primer Y’ 1 Y’ 2 Y’ 3 Total InputX’ 1 X’ 2 X’ 3 TABEL INPUT-OUTPUT SEDERHANA TIGA SEKTOR NILAI TAMBAH PERMINTAAN AKHIR

43 43 STRUKTUR LENGKAP TABEL INPUT-OUTPUT TUNGGAL

44 44 INPUT-OUTPUT 3 SEKTOR INTERREGION

45 45 ANATOMI INPUT-OUTPUT INTERCOUNTRY INDONESIA - JEPANG INTRA COUNTRY : II dan JJ INTER COUNTRY : IJ dan JI

46 46 LAYOUT OF THE ASIAN INTERNATIONAL INPUT-OUTPUT TABLE

47 47 OUTPUT INPUT SEKTOR PRODUKSI PERMINT. AKHIR TOTAL OUTPUT PENCE MARAN 123FXP SEKTOR PRODUKSI 1Z 11 Z 12 Z 13 F1F1 X1X1 P1P1 2Z 21 Z 22 Z 23 F2F2 X2X2 P2P2 3Z 31 Z 32 Z 33 F3F3 X3X3 P3P3 INPUT PRIMER VV1V1 V2V2 V3V3 TOTAL INPUT XX1X1 X2X2 X3X3 AIR BERSIHWW1W1 W2W2 W3W3 TENAGA KERJA LL1L1 L2L2 L3L3 TABEL INPUT – OUTPUT DAN LINGKUNGAN HIDUP

48 48 MATRIX DASAR INPUT-OUTPUT 3 SEKTOR z 11 z 12 z 13 C1C1 G1G1 I1I1 K1K1 R1R1 z 21 z 22 z 23 C2C2 G2G2 I2I2 K2K2 R2R2 z 31 z 32 z 33 C3C3 G3G3 I3I3 K3K3 R3R3 W1W1 W2W2 W3W3 S1S1 S2S2 S3S3 D1D1 D2D2 D3D3 T1T1 T2T2 T3T3 MATRIKS NILAI TAMBAH MATRIKS TRANSAKSIMATRIKS FINAL DEMAND Karena Y = C + G + I +  K + R, dan O = X maka dalam transaksi output persamaan matriks menjadi : X 1 = z 11 + z 12 + z 13 + Y 1 X 2 = z 21 + z 22 + z 23 + Y 2 X 3 = z 31 + z 32 + z 33 + Y 3 atau dalam persamaan matriks umum : X1X2X3X1X2X3 X 1 X 2 X 3 MODEL IO DEMAND DRIVEN MODEL IO SUPPLY DRIVEN

49 49 MATRIKS TEKNOLOGI ATAU KOEFISIEN INPUT Jika matriks transaksi Z kita bagi dengan X : Koefisien input langsung (direct input coefficient) Jika ada n sektor, maka akan ada nxn banyaknya koefisien input-output a ij. Matriks ini disebut pula matriks teknologi atau matriks Koefisien input Salah satu konsekuensi dari perhitungan koefisien input- output ialah sebagai berikut:

50 50 Oleh karena z ij = a ij X j maka : dalam notasi matriks MANIPULASI ALJABAR MATRIKS

51 51 (I – A) X = Y sehingga X = (I – A) -1 Y dimana I adalah matriks identitas, A adalah matriks koefisien input, X adalah matriks vektor output, dan Y adalah matriks vektor Final Demand Jika m = (I – A) -1 maka X = m Y, dimana m adalah matriks invers Leontief yang juga merupakan multiplier. Dalam bentuk matriks : PENENTUAN MULTIPLIER DAN OUTPUT Ini berarti jika multiplier (m) diasumsikan konstan, dan Final Demand dapat diperkirakan maka output (X) dapat ditentukan. X = m Y

52 52 INVERS LEONTIEF DAN PENGGANDA KEYNES sama dengan aggregate expenditure atau permintaan akhir Pendapatan Nasional Aggregate expenditure untuk perekonomian tertutup 1 (1 – A) E

53 53 Sebagai suatu model yang bersifat kuantitatif, I-O bisa juga memberikan gambaran menyeluruh mengenai: 1.Struktur perekonomian nasional atau regional yang mencakup struktur output dan nilai tambah masing-masing sektor. Khususnya sektor pertanian. 2.Struktur input antara, yaitu penggunaan berbagai barang dan jasa oleh sektor-sektor produksi. 3.Struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa produksi dalam negeri maupun barang-barang yang berskala impor. 4.Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan antara oleh sektor-sektor produksi maupun permintaan akhir untuk konsumsi investasi dan ekspor. Ini berarti pemakaian model I-O mendatangkan keuntungan bagi perencanaan pembangunan pertanian : 1.Dapat memberikan deskripsi yang detail mengenai perekonomian nasional ataupun perekonomian regional dengan mengkuantifikasikan ketergantungan antar sektor dan asal (sumber) dari ekspor dan impor. 2.Untuk suatu perangkat permintaan akhir dapat ditentukan besaran output dari setiap sektor pertanian dan kebutuhannya akan faktor produksi dan sumberdaya. 3.Dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh swasta ataupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci. 4.Perubahan ‑ perubahan teknologi dan harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik. MANFAAT DAN KEGUNAAN INPUT-OUTPUT

54 54 INPUT-OUTPUT DALAM MODEL-MODEL PERENCANAAN PEMBANGUNAN PENDEKATAN BAWAH-ATAS (BOTTOM-UP) ATAU ATAS BAWAH (TOP- DOWN) pendekatan gabungan atau campuran PENDEKATAN PENGKERUTAN (REDUCED) PENDEKATAN PARSIAL pendekatan proyek demi proyek MODEL RULE OF THUMB MODEL AGREGAT ATAU MODEL MAKROEKONOMETRIK MODEL OPTIMASI MODEL MULTISEKTOR ATAU MODEL I-O MODEL ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT MODEL-MODEL PERENCANAAN PEMBANGUNAN PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN pendekatan obyek, sektoral atau bidang pendekatan komprehensif pendekatan terpadu

55 55 KOMODITI UNGGULAN DAN APLIKASI MODEL INPUT-OUTPUT LIMA KRITERIA KOMODITI UNGGULAN PERTANIAN Sumber : Simatupang et al (2000 ) APLIKASI MODEL INPUT-OUTPUT 1.KONTRIBUTIF. Komoditi unggulan haruslah memiliki kontribusi yang cukup besar dalam pencapaian tujuan utama pembangunan atau dalam keragaan ekonomi makro daerah seperti dalam pengentasan kemiskinan, penciptaan nilai tambah, lapangan kerja, pengendalian inflasi dan devisa. PENGGANDA NILAI TAMBAH, PENGGANDA PENDAPATAN, DAMPAK PERUBAHAN, ELASTISITAS, PERKIRAAN TENAGA KERJA DAN EKSPOR, PANGSA 2.ARTIKULATIF. Komoditi unggulan haruslah memiliki kemampuan besar sebagai dinamisator bagi pertumbuhan sektor-sektor lain dalam spektrum yang luas. KOEFISIEN PENGGANDA, DAYA SEBAR, DERAJAD KEPEKAAN, FIELD OF INFLUENCE, PULL AND PUSH ANALYSIS, KEY SECTOR 3.PROGRESIF. Komoditi unggulan harus dapat tumbuh secara berkelanjutan dengan laju yang cukup pesat. DEKOMPOSISI STRUKTURAL, I-O DYNAMIC, RAS, MULTIPLIER PRODUCT MATRIX 4.TANGGUH. Komoditi unggulan harus memiliki daya saing dan ketahanan menghadapai gejolak ekonomi, politik, globalisasi maupun alam. INTERNATIONAL MARKET SHARE (IMS), REVEALED COMPARATIVE ADVANTAGE (RCA), NET EXPORT EFFECT INDICATORS (NEEI), EFFECTIVE RATE OF PROTECTION (ERP), INDEX OF INTERNATIONAL COMPETITIVENESS (IIC), DEPEDENCY RATIO 5.PROMOTIF. Komoditi unggulan harus mampu menciptakan tatanan lingkungan yang baik bagi kegiatan perekonomian daerah maupun nasional. INPUT-OUTPUT ANTARWILAYAH

56 56 ARTI MULTIPLIER DAN PENERAPANNYA Persamaan X = m Y bila dinyatakan dalam perubahan :  X = m  Y maka dengan demikian nilai m mempunyai makna jika terjadi perubahan permintaan akhir (final demand) sebesar satu-satuan moneter maka nilai output akan berubah sebesar nilai multiplier Analisis angka pengganda mencoba melihat apa yang terjadi terhadap variabel-variabel endogen, yaitu output sektoral, apabila terjadi perubahan variabel-variabel eksogen, seperti permintaan akhir, di perekonomian Perubahan variabel eksogen --- konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah --- Perubahan variabel endogen --- output/produksi --- Angka pengganda (multiplier) Output multiplier Income multiplier employment multiplier

57 57 OUTPUT MULTIPLIER Jika ada tambahan final demand sebesar Rp 1 di satu sektor tertentu (katakan sektor i), berapa besar tambahan output di sektor tersebut? Rp 1 tambahan final demand di sektor i --- konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah --- Tambahan output di sektor i Angka pengganda output ( output multiplier ) Katakan terdapat tambahan final demand sebesar Rp 1 untuk sektor 1 sementara final demand sektor 2 tidak berubah, berarti : Sektor 1 Sektor 2  X total = 1,754 +

58 58 Jika ada tambahan final demand sebesar Rp 1 di satu sektor tertentu (katakan sektor i), berapa besar tambahan pendapatan rumah tangga di sektor tersebut? Pendapatan rumah tangga berasal dari penerimaan gaji/upah tenaga kerja yang pada gilirannya merupakan proporsi tertentu dari output yang diproduksi Rp 1 tambahan final demand di sektor i --- konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah --- Tambahan output di sektor i Angka pengganda output ( output multiplier ) Tambahan pendapatan rumah tangga di sektor i Angka pengganda pendapatan rumah tangga ( household income multiplier ) INCOME MULTIPLIER

59 59 Jika ada tambahan final demand sebesar Rp 1 di satu sektor tertentu (katakan sektor i), berapa besar tambahan penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut? Terdapat hubungan yang proporsional antara output yang diproduksi dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Jika kita ketahui besar tambahan output yang akan diproduksi, maka dapat dihitung pula jumlah tenaga kerja yang diperlukan Rp 1 tambahan final demand di sektor i --- konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah --- Tambahan output di sektor i Angka pengganda output ( output multiplier ) Tambahan serapan tenaga kerja di sektor i Angka pengganda tenaga kerja ( employment multiplier ) EMPLOYMENT MULTIPLIER

60 60 BEBERAPA INDIKATOR KETERKAITAN KETERKAITAN DENGAN METODE CHENERY-WATANABE : BL C J menunjukkan keterkaitan kebelakang dari sektor j, a ij adalah koefisien input dari sektor j ke sektor i. FL C I merupakan keterkaitan kedepan dari sektor i, sedangkan bij menunjukkan koefisien output dari sektor i ke sektor j. KETERKAITAN DENGAN METODE RASMUSSEN : BL R j dan FL R i masing-masing menunjukkan ukuran keterkaitan kebelakang dan keterkaitan kedepan untuk metode Rasmussen, sedangkan g ij adalah elemen pada matriks invers Leontif, G = (I – A) -1. Oleh karena model Rasmussen menggunakan matriks invers Leontif, maka ukuran keterkaitan antarsektor yang diperoleh bisa dikatakan merupakan ukuran keterkaitan total, yang menghitung dampak langsung dan tidak langsung dari suatu sektor dalam perekonomian. RASMUSSEN DUAL INDEX :  j kemampuan penyebaran (power of dispersion), dan  i kepekaan penyebaran (sensitivity of dispersion). Dengan dua indeks ini kita bisa melakukan perbandingan besarnya derajad keterkaitan antarsektor, yang nantinya bisa ditentukan sektor-sektor mana saja yang dapat dijadikan sebagai sektor unggulan, sektor kunci atau sektor pemimpin dalam perencanaan pembangunan ekonomi ANGKA PENGGANDA TYPE I DAN TYPE II Yj adalah angka pengganda pendapatan tipe I pada sektor j, adalah angka pengganda pendapatan tipe II, Pi adalah koefisien input upah/gaji rumah tangga pada sektor i, gi adalah unsur matriks invers Leontif untuk model I-O terbuka, dan terakhir adalah unsur matriks invers Leontif untuk model I-O tertutup

61 61 TIPE MULTIPLIER OUTPUTPENDAPATAN ANALISIS Dampak awal1p ij Dampak initial mengacu kepada asumsi bila permintaan akhir naik, tanpa melihat komponen mana yang meningkat, tetapi pada umumnya mengarah kepada kenaikan pengeluaran pemerintah daerah atau penerimaan ekspor. Ini merupakan perangsang atau penyebab terjadinya dampak Pengaruh langsung  a ij  a ij p j Informasi yang disampaikan melalui koefisien keterkaitan langsung, sekadar menunjukkan seberapa jauh output dari suatu sektor mencukupi kebutuhan input produksinya atau memenuhi permintaan domestik dari sektor produksi lain Pengaruh tidak langsung  b ij – 1 -  a­ ij  b ij p j – p j -  a ij p j Dampak tidak langsung yang bisa dikatakan juga pengaruh dukungan industri beranjak dari pengaruh putaran kedua dan seterusnya sebagai gelombang beruntun peningkatan output dalam perekonomian wilayah untuk penyediaan dukungan produksi sebagai suatu respon meningkatnya permintaan akhir di suatu sektor Dampak imbasan konsumsi  (b* ij – b ij )  (b* ij p j – b ij p j ) besarnya dampak imbasan konsumsi yang didefinisikan sebagai imbasan karena meningkatnya pendapatan rumahtangga akibat naiknya permintaan akhir output suatu sektor industri Dampak total  b* ij  b* ij p j Dampak total merupakan penjumlahan dari semua dampak yaitu, dampak awal, pengaruh langsung (pembelian putaran pertama), pengaruh tidak langsung (pengaruh dukungan industri) dan dampak imbasan konsumsi Dampak luberan  b* ij - 1  b* ij p j - p j Dampak ini dianggap lebih mencerminkan ukuran pengaruh karena bisa mengukur dampak bersih (net impact) yang dihitung sebagai selisih antara dampak total dengan dampak awal. Dalam hal ini dampak awal dikatakan sebagai faktor penyebab, sedangkan dampak-dampak lainnya mencerminkan faktor-faktor akibat Analisis Efek Multiplier Menurut Tipenya dimana p j adalah koefisien pendapatan rumah tangga (upah/gaji), a ij adalah koefisien input langsung; b ij adalah koefisien input matrik kebalikan terbuka; dan b* ij adalah koefisien input matrik kebalikan tertutup.

62 62 METODE ANALISISDIGUNAKAN UNTUK Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Elastisitas Kesempatan Kerja : Perluasan Kesempatan Kerja  L i = E [  (b 12 Y 1 + b 12 Y 2 + b 13 Y 3 + …. + b 12 Y 1 )] Proyeksi Kesempatan Kerja L i = L [I – (I – M*) A] -1 Y  Mengukur elastisitas kesempatan kerja  Menghitung perluasan kesempatan kerja  Menghitung proyeksi kesempatan kerja Analisis Simulasi Kebijakan X i = [I – A] -1 Fd L i = l’ [I – A] -1 Fd Y i = y’ [I – A] -1 Fd T i = t’ [I – A] -1 Fd Mengukur dampak kebijakan pengeluaran pembangunan terhadap peningkatan output (X), tenaga kerja (L), pendapatan masyarakat (Y), dan pendapatan daerah (T) Analisis Sumber-Sumber Pertumbuhan Struktural  X = B t f t + B 0 f 0 = (B 0 +  B)(f 0 +  f) – B 0 f 0 = B 0  f +  Bf 0 +  B  f =  X f +  X B +  X Bf Menentukan sumber-sumber pertumbuhan dari sektor infrastruktur baik itu internal maupun eksternal

63 63 PENGUKURAN ELASTISITAS Diketahui bahwa elastisitas variabel Y terhadap X adalah : karena dimana m adalah multiplier input-output, sedangkan (Y/X) menunjukkan share atau kontribusi dari permintaan akhir dalam menciptakan output. Dalam hal ini elastisitas untuk masing-masing komponen permintaan akhir dapat ditentukan. maka

64 64 MENAKSIR KOEFISIEN INPUT Akibat keterbatasan dana dan waktu pada suatu wilayah, menyebabkan penyusunan Tabel IO dengan metode survey menjadi sulit dilakukan. Untuk mengatasi ini telah ada metode penyusunan IO yang bersifat tidak langsung (nonsurvey) Untuk mengingat kembali, yang dimaksud koefisien input adalah : Dalam bentuk matriks Pertanyaannya bagaimana menaksir koefisien input a ij pada suatu wilayah dengan cara yang lebih mudah dibandingkan metode survey ?

65 65 METODE LOCATION QUOTIENT 1. Metode SIMPLE LOCATION QUOTIENT Jika LQ  1 maka diasumsikan bahwa sektor produksi i di wilayah dapat memenuhi permintaan wilayah, sehingga koefisien input wilayah sama dengan koefisien input nasional a ij WW = a ij Jika LQ < 1 maka diasumsikan bahwa sektor produksi i wilayah tidak dapat memenuhi permintaan wilayah. Dalam keadaan ini koefisien input wilayah dapat diduga dengan menggandakan LQ dengan a ij atau a ij ww = LQ i a ij 2. Metode PURCHASES ONLY LOCATION QUOTIENT Dimana X wm adalah output sektor-sektor yang membeli dari sektor i pada tingkat wilayah, X m adalah output sektor-sektor yang membeli dari sektor i pada tingkat nasional. Perhitungan koefisien input wilayah sama dengan metode simple LQ 3. Metode CROSS-INDUSTRY QUOTIENT Dimana subsskrip i menunjukkan sektor penjual, sedangkan j menunjukkan sektor pembeli, sedangkan X adalah output. Jika CIQ ij  1, maka untuk sel a ij ww = a ij, karena output sektor i lebih besar dari sektor j pada wilayah tersebut dibandingkan dengan tingkat nasional. Dalam hal ini diasumsikan bahwa sektor i dapat memenuhi permintaan j. Jika CIQ < 1, maka untuk sel a ij ww = CIQ ij. a ij

66 66 Pada dasarnya RAS itu adalah sebuah nama rumus matrik yang dikembangkan oleh Richard Stone, dimana R dan S adalah matrik diagonal berukuran n x n, dan A adalah matrik berukuran n x n yang menunjukkan banyaknya sektor industri. Andaikan kita ingin menaksir elemen matrik A pada periode t, atau At, serta diketahui elemen matrik A pada periode t = 0, atau A(0), maka A(t) dapat ditaksir dengan menggunakan rumus : A(t) = R. A(0). S Elemen matrik A disebut sebagai koefisien teknologi (koefisien input). Tingkat perubahan koefisien teknologi pada dua periode yang berbeda diwakili oleh elemen matrik R dan S. Elemen matrik diagonal R mewakili efek subtitusi teknologi yang diukur melalui penambahan jumlah permintaan antara tiap output sektor-sektor industri. Kemudian elemen matrik diagonal S menunjukkan efek perubahan jumlah input pada tiap sektor industri METODE RAS

67 67 1. Absolute Differences 2. Weighted Absolute Differences 3. Normalized Absolute Differences 5. Weighted Squared Differences 6. Normalized Squared Differences 4. Squared Differences 7. RAS 8. Sign Preserving Absolute Difference Formulation METODE LAGRANGIAN MULTIPLIER

68 68 subject to Metode ini telah digunakan oleh Golan et al (1994) dalam Robinson et al (2000) untuk mengestimasi matriks koefisien pada tabel input-output. Mereka menyampaikan ide bagaimana memperoleh matriks koefisien A dengan cara meminimumkan jarak entropy antara koefisien A pada matriks sebelumnya dan matriks koefisien yang baru hasil estimasi. Atau secara matematik hal tersebut dapat disampaikan sebagai berikut METODE CROSS ENTROPHY

69 69 MATRIKS TRANSAKSI TOTAL ATAS DASAR HARGA PRODUSEN (8x8) MATRIKS KOEFISIEN INPUT MATRIKS INVERS LEONTIEF BAGAIMANA CARA MEMBACA MATRIKS

70 70 Kode Industri Indirect Effect Type IIndirect Effect Type II BackwardForwardBackwardForward IMMK2.01461.00832.77281.2236 IMMB2.00661.16292.76431.4102 ITBK1.96261.06422.75581.0672 ITBB1.03221.10311.83531.1979 IPKK2.34731.53483.25281.6034 IPKB1.52561.33692.44881.5071 IKPK1.32271.10732.21411.1311 IKPB1.34321.12392.22281.1876 IPUK1.78641.06282.76911.0712 IPUB1.96181.03382.76701.0563 IMAK1.40831.04802.35161.0709 IMAB1.41501.06042.52571.0809 DAMPAK TIDAK LANGSUNG SEKTOR INDUSTRI

71 71 POLA PEMBANGUNAN INDUSTRI KECIL BERDASARKAN KETERKAITAN TIDAK LANGSUNG ANTARSEKTOR PRODUKSI TIPE I


Download ppt "1. 2 PENDEKATAN DAN MODEL PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MODEL RULE OF THUMB MODEL AGREGAT ATAU MODEL MAKROEKONOMETRIK MODEL OPTIMASI MODEL MULTISEKTOR."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google