Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

KARAKTERISTIK DAN PENGELOLAAN LAHAN RAWA Dirangkum oleh : Asmara Hadisaputro BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN. Sumber.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "KARAKTERISTIK DAN PENGELOLAAN LAHAN RAWA Dirangkum oleh : Asmara Hadisaputro BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN. Sumber."— Transcript presentasi:

1 KARAKTERISTIK DAN PENGELOLAAN LAHAN RAWA Dirangkum oleh : Asmara Hadisaputro BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN. Sumber :

2 Lahan Rawa Pasang Surut terbagi menjadi dua zona antara lain : 1.Zona lahan pasang surut air asin/ payau; 2.Zona lahan pasang surut air tawar. NEXT

3 Wilayah rawa pasang surut air asin/ payau merupakan bagian dari wilayah rawa pasang surut terdepan, yang berhubungan langsung dengan laut lepas. Pada zona wilayah rawa ini, terdapat kenampakan-kenampakan (features) bentang alam (landscape) spesifik yang mempunyai bentuk dan sifat-sifat yang khas disebut landform. Sebagian besar wilayah zona I termasuk dalam landform marin., pada zona I rawa pasang surut air asin/payau dapat dilihat pada irisan vertikal tegak lurus pantai, dan diilustrasikan pada Gambar diatas. NEXT

4 Lahan Rawa pasang surut air tawar masih terdapat pada wilayah daerah aliran bagian bawah, tetapi lebih ke arah hulu dimana pengaruh langsung air laut/ asin sudah tidak ada lagi. NEXT

5 Genesis tanah gambut di wilayah rawa pantai Indonesia diperkirakan dimulai sekitar 5.000-4.000 tahun yang lalu (Subagyo, 2002), dan diperkirakan hampir bersamaan waktunya dengan dimulainya proses akreasi yang membentuk wilayah pulau-pulau delta di rawa pasang surut yang ada sekarang ini. Mengikuti informasi geologi, diketahui bahwa berdasarkandperiode zaman es Pleistosin (yang terakhir, yaitu zaman es (Wisconsin (di Amerika Utara) yang setara dengan zaman es Wurm (di Eropa) berakhir sekitar 18.000/15.000-10.000 tahun yang lalu (Strahler, 1973). Dengan melelehnya lapisan es/ gletser zaman es Wisconsin dan Wurm tersebut, permukaan air laut di seluruh dunia secara berangsur (naik. Diperkirakan kenaikan permukaan laut di seluruh dunia terjadi selama akhir zaman Pleistosin sampai awal Holosin (sekitar 100-135 m (Davis 1976; Holmes, 1978). Di perairan laut Indonesia, kenaikan permukaan air laut diperkirakan !ebih dari 100 m (Andriesse, 1997), atau sekitar 120 m (Neuzil, 1997).

6 NEXT Pirit adalah mineral berkristal oktahedral, termasuk sistem kubus, dari senyawa besi-sulfida (FeS 2 ) yang terbentuk di dalam endapan marin kaya bahan organik, dalam lingkungan air laut/payau yang mengandung senyawa sulfat (SO 4 ) larut. Dengan menggunakan teknik SEM diketahui bahwa partikel-partikel pirit berada dalam bentuk kristal, yang individu- individu kristal tunggalnya sangat halus, terbanyak berukuran <1 mikron (1 mikron=0,001 mm), dan sebagian kecil 2-9 mikron. Bentuk kristal tunggal dari kubus bervariasi, dan bentuk (kristal) oktahedral adalah yang paling dominan, diikuti bentuk piritohedral, yang semuanya termasuk sistem (kristalografi) kubus, atau isometrik. Pirit mengandung 46,55% Fe (berdasarkan berat), dan 53,45% S (Michaelsen dan Phi, 1998). Dilihat di bawah mikroskop polarisasi, menggunakan cahaya biasa (normal) dan terpolarisasi, kristal-kristal pirit berwarna hitam/opak, tetapi apabila digunakan cahaya merkuri warnanya hijau muda cerah (Van Dam dan Pons, 1973). Selain berbentuk kristal tunggal-oktahedral, atau agregat lepas, umumnya kristal tunggal saling bergabung membentuk agregat lonjong atau membulat yang padat, yang disebut sehingga ukurannya sedikit lebih besar, yakni berkisar dari 1-14 mikron, dengan rata-rata enam mikron. Beberapa agregat pirit framboid berukuran sampai 100 mikron. Kristal-kristal pirit berbentuk oktahedral dan framboidal dapat dilihat pada Gambar 2.3.

7 NEXT Gambar 2.3. Kristal-kristal pirit diobservasi dengan mikroskop elektron scanning (SEM), (a) memperlihatkan kristal besar berbentuk oktahedral dan framboidal; (b) memperlihatkan framboidal besar yang tersusun dari kristal-kristal tunggal oktahedral berukuran kecil (Michaelsen dan Phi, 1998) ProfilKedalaman pH-(H2O) lapang PiritProfilKedalaman pH- (H2O)lapa ng Pirit cm %FeS2 cm %FeS2 Indones ia Vietnam TAB 4/1 115,0 RMB -115 - 4/II 335,40,24-230 1,10 4/III 525,30,24-350 2,40 4/IV 855,11,07-490 4,90 4/V 1254,94,71 4/VI 1555,32,52 4/VI I 180 5,8 2,11 LUP 1/I 56,10,25RA -115 - 1 /II 156,50,22-230 1,20 1 /III 326,20,07-350 2,70 1/IV 516,40,11-490 6,00 1 /V 706,10,50 1 /VI 956,30,20 1/VII 1355,62,76 JEL 1/I 55,20,14RM -115 - 1 /II 155,40,15-230 0,70 1 /III 305,50,14-350 0,90 1 /V 675,90,15-490 3,10 1 /VI 1155,81,35 SPT 2/II 53,50,16R-115 - 2/III 203,60,15-230 0,40 2/IV 383,91,29-350 2,40 2/V 564,96,96-490 3,30 SAK 2/I 74,50,05F2X47-A223,71,45 2/II 254,80,07-B21573,1 2/III 424,80,06-B22853,0 2/IV 624,90,07-B231153,20,14 2/V 905,00,07-BC1502,80,82 2/VI 1204,80,07-C2302,90,80 2/VII 1455,80,45 BEL 6/II 203,10,24A2X5-B21253,40,09 6/III 503,03,92-B22683,30,09 6/IV 804,05,76-BC863,00,25 6/V 1004,34,33-C2952,60,96 6/VI 1204,43,30 6/VII 1404,50,30 TAL 3/II 103,30,10 TL1 -B23 893,40,08 3/III 323,20,15 - 1112,70,61 3/IV 543,40,121BC1782,81,12 3/V 693,30,15-C1 3/VI 833,54,32 3/VII 983,63,90 3/VII 1153,76,11 Tabel 2.1. Kandungan pirit dan pH- H 2 O lapang pada tanah rawa di Delta Pulau Petak, Indonesia dan di Vietnam

8 Pembentukan dan oksidasi pirit Proses pembentukan pirit berdasarkan makalah Pons et al. (1982) dan publikasi Dent (1986), melalui beberapa tahap : o Reduksi sulfat (SO 4 ) menjadi sulfida (S) oleh bakteri pereduksi sulfat dalam lingkungan anaerobik; o Oksidasi parsial sulfida menjadi polisulfida (misalnya Fe 3 S 4 : Greigite; Fe 4 S 5 : Pyrrhotite), atau unsur S; diikuti pembentuksan FeS, dari sulfida terlarut, besi oksida (FeOOH, Fe 2 O 3 ), atau mineral silikat mengandung unsur Fe; o Pembentukan FeS 2 dari penggabungan FeS dengan unsur S, atau presipitasi langsung dari besi (Fe-II) terlarut dengan ion-ion polisulfida. Bahan baku pembentukan pirit dengan demikian adalah besi-oksida, ion sulfat, bahan organik (ditulis sebagai CH 2 O), kondisi reduksi, dan bakteri pereduksi sulfat. Kondisi seperti ini terdapat pada lumpur atau bahan endapan dalam lingkungan air asin/payau, yang kaya bahan organik berasal dari vegetasi api-api dan bakau/mangrove. Da!am suasana jenuh air atau anaerobik, oleh adanya ion mono-karbonat (HCO 3 - ), pH tanah endapan adalah netral sampai agak alkalis, sehingga kondisi pirit stabil dan tidak berbahaya.

9 Namun apabila lahan rawa pasang surut direklamasi, yaitu dengan dibuatnya jaringan tata air makro berupa saluran- saluran primer, sekunder sampai tersier, lahan mengalami pengeringan/pengatusan, air tanah menjadi turun, maka lingkungan pirit menjadi terbuka) di udara. Dalam suasana aerobik, pirit menjadi tidak stabil karena bereaksi dengan oksigen udara. Reaksi oksidasi pirit dengan oksigen berjalan lambat, dan dipercepat oleh adanya bakteri. Seluruh reaksinya digambarkan sebagai berikut: FeS2 + 15/4O2 + 7/2 H2O ^ Fe(OH)3+2SO4 2- + 4H+ PIRIToksigenbesi-III (koloidal)asam sulfat Hasil reaksi adalah dihasilkannya besi-III koloidal, dan asam sulfat yang terlarut menjadi ion sulfat dan melimpahnya ion H+, yang mengakibatkan pH tanah turun drastis dari awalnya netral-agak alkalis (pH 5,5-6,5) menjadi masam ekstrim (pH 1,3 sampai <3,5). Namun, apabila tanah memiliki cukup besar senyawa-senyawa penetralisir, seperti ion OH -, kapur (CaCO 3 ), basa-basa dapat tukar, dan mineral-mineral silikat mudah melapuk, pH tanah tidak sampai turun di bawah pH 4,0. Adanya liat marin yang mengandung cukup mineral liat smektit yang jenuh basa-basa, juga ikut membuffer penurunan pH tanah.

10 NEXT ProfilKedalaman pH-(H2O) lapang PiritProfilKedalaman pH- (H2O)lapa ng Pirit cm %FeS2 cm %FeS2 Indones ia Vietnam TAB 4/1 115,0 RMB -115 - 4/II 335,40,24-230 1,10 4/III 525,30,24-350 2,40 4/IV 855,11,07-490 4,90 4/V 1254,94,71 4/VI 1555,32,52 4/VI I 180 5,8 2,11 LUP 1/I 56,10,25RA -115 - 1 /II 156,50,22-230 1,20 1 /III 326,20,07-350 2,70 1/IV 516,40,11-490 6,00 1 /V 706,10,50 1 /VI 956,30,20 1/VII 1355,62,76 JEL 1/I 55,20,14RM -115 - 1 /II 155,40,15-230 0,70 1 /III 305,50,14-350 0,90 1 /V 675,90,15-490 3,10 1 /VI 1155,81,35 SPT 2/II 53,50,16R-115 - 2/III 203,60,15-230 0,40 2/IV 383,91,29-350 2,40 2/V 564,96,96-490 3,30 SAK 2/I 74,50,05F2X47-A223,71,45 2/II 254,80,07-B21573,1 2/III 424,80,06-B22853,0 2/IV 624,90,07-B231153,20,14 2/V 905,00,07-BC1502,80,82 2/VI 1204,80,07-C2302,90,80 2/VII 1455,80,45 BEL 6/II 203,10,24A2X5-B21253,40,09 6/III 503,03,92-B22683,30,09 6/IV 804,05,76-BC863,00,25 6/V 1004,34,33-C2952,60,96 6/VI 1204,43,30 6/VII 1404,50,30 TAL 3/II 103,30,10 TL1 -B23 893,40,08 3/III 323,20,15 - 1112,70,61 3/IV 543,40,121BC1782,81,12 3/V 693,30,15-C1 3/VI 833,54,32 3/VII 983,63,90 3/VII 1153,76,11 Tabel 2.1. Kandungan pirit dan pH- H 2 O lapang pada tanah rawa di Delta Pulau Petak, Indonesia dan di Vietnam Tanah sulfat masam Kandunganpirit VariasiRata-rataSimpangan baku Delta Pulau Petak, Indonesia %... - Tanah bagian atas teroksidasi (0-50 cm) 0,05-4,240,52 (rendah)± 0,94 - Lapisan bawah (50-100 cm) 0,07-6,961,89 (sedang)± 2,60 - Tanah bawah tereduksi (100-150 cm) 0,30-6,112,61 (tinggi)± 1,89 - Lapisan tanah tereduksi (150-200 cm) 2,11-6,00 3,54 (tinggi)± 2,14 Vietnam - Tanah bagian atas teroksidasi (0-50 cm) 0,00-3,500,87 (rendah)± 1,13 - Lapisan bawah (50-100 cm) 0,09-6,002,45 (tinggi)± 2,27 - Tanah bawah tereduksi (100-150 cm) 0,10-1,240,60 (rendah)± 0,43 - Lapisan tanah tereduksi (150-200 cm) 0,14-1,120,71 (rendah)± 0,37 Tabel 2.2.Kandungan Pirit pada tanah rawa di Indonesia dan Vietnam

11 NEXT Tanah rawa merupakan tanah yang terdapat pada “lahan basah”, atau dan terdiri atas tanah-tanah basah, atau Secara umum tanah rawa terdiri atas dua kelompok tanah, yaitu tanah mineral dan tanah gambut. Dalam kondisi asli alami, tanah rawa merupakan tanah yang selalu jenuh air atau tergenang, sepanjang tahun atau dalam waktu yang lama, beberapa bulan, dalam setahun.Sistem klasifikasi Taksonomi Tanah, atau “ (Soil Survey Staff, 1975; 1999; 2003) adalah sistem klasifikasi tanah “morfometrik”, yaitu berdasarkan sifat-sifat morfologi tanah yang dapat diobservasi dan diukur. Klasifikasi suatu tanah ditetapkan berdasarkan adanya horison penciri/diagnostik dan karakteristik-karakteristik tanah penciri, yang didefinisikan secara kuantitatif. Untuk itu dibedakan (i) horison permukaan penciri, atau disebut epipedon, (ii) horison bawah (penciri, dan (iii) karakteristik penciri/diagnostik lainnya. Seperti pada sistem klasifikasi Taksonomi Tumbuh-tumbuhan, yang mengenal tingkatan atau kategori klasifikasi dari yang paling atas (pengelompokkan secara garis besar) sampai yang paling detail: Phyllum- Subphyllum-Class-Order-Family-Genus-Species, dan Subspecies. Dalam sistem Taksonomi Tanah juga dikenal “taxa”, atau kategori klasifikasi, yang bila diurutkan dari yang paling atas, adalah Ordo (order), Subordo (suborder), JenisTanah (Great group), Subgrup/Macam tanah (Subgroup), Famili (Family), dan Seri tanah (Series).

12 NEXT 2.4.1. Sifat-sifat penciri/diagnostik Dalam Taksonomi Tanah, kondisi jenuh air atau tergenang pada tanah rawa yang merupakan salah satu karakterisitk penciri utama, diberi istilah kondisi “aquik” (aquic condition), yakni mengalami penjenuhan air, atau saturasi, dan (proses) reduksi secara terus-menerus atau periodik. Jenis penjenuhan yang dominan adalah penjenuhan air yang berasal dari bawah, yaitu datang dari air tanah, sehingga semua lapisan tanah dari permukaan tanah sampai sedalam 200 cm atau lebih, jenuh air. Jenis penjenuhan seperti ini disebut “endosaturasi” (endosaturation). Pada lahan basah, proses pembentukan tanah yang dominan adalah gleisasi dan pembentukan gambut di permukaan tanah. Gleisasi adalah terbentuknya lapisan tanah berwarna “glei” yaitu kelabu (N 7-4/0), kelabu (5Y 7­4/1), kelabu gelap kehijauan (5B 7-4/1), atau kelabu kebiruan (5B 7-4/1) akibat proses reduksi terus-menerus atau periodik yang berlangsung lama.

13 Tingkat pematangan tanah dapat ditetapkan di lapangan, dengan uji remas, yaitu dengan cara meremas tanah rawa dalam telapak tangan. Hubungan tingkat pematangan tanah dengan nilai- n, dan perkiraan kandungan airnya menurut Pons dan Zonneveld (1965) disajikan pada Tabel 2.3.

14 2.4.2. Klasifikasi tanah mineral Sesuai dengan bahan-bahan penyusunnya, berupa bahan tanah mineral dan bahan tanah organik, dalam lingkungan basah atau tergenang, tanah rawa dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu tanah mineral dan tanah gambut. Tanah mineral pada lahan rawa secara dominan berasal dari sedimentasi dalam lingkungan laut/marin, sehingga bahan induknya berupa endapan marin yang mengandung bahan sulfidik. Berdasarkan pada tingkat perkembangan tanah, yang diekspresikan pada tingkat pematangan tanah (nilai-n dan kandungan liat), adanya horison sulfurik, dan tanda-tanda alterasi, atau perkembangan tanah lain, seperti terbentuknya struktur tanah, warna yang tidak berubah saat terbuka di udara, maka tanah mineral lahan rawa termasuk dalam dua kelompok besar, atau ordo tanah, yaitu Entisols dan Inceptisols. NEXT

15 2.4.3. Klasifikasi tanah gambut Dalam sistem klasifikasi Taksonomi Tanah, tanah gambut disebut Histosols, dan didefinisikan secara kuantitatif atau terukur, mengikuti definisi ini, maka Histosols harus terdiri atas bahan tanah organik, yaitu:  kandungan C-organik minimal 12%, apabila tidak mengandung fraksi liat (0%); atau  kandungan C-organik minimal 18%, apabila mengandung fraksi liat 60% atau lebih; atau  jika kandungan fraksi liat antara 0-60%, maka kandungan C-organik adalah 12% + (% kandungan liat dikalikan 0,1). Tingkat dekomposisi atau pelapukan/perombakan bahan organik gambut dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu fibrik (awal), hemik (tengahan), dan saprik (lanjut), tergantung dari kandungan serat (fibers) yang menyusunnya. o Fibrik : gambut dengan tingkat dekomposisi awal, yaitu kandungan serat tumbuhan lebih dari 75%, atau masih lebih dari tiga perempat bagian dari volumenya. o Hemik : gambut dengan tingkat dekomposisi tengahan, yaitu kandungan serat antara 17-75%, atau tinggal antara 1/6-3/4 bagian volumenya. o Saprik : gambut dengan tingkat dekomposisi lanjut, yaitu kandungan seratnya kurang dari 17%, atau tinggal kurang dari 1/6 bagian dari volumenya. Gambut saprik biasanya berwarna kelabu sangat gelap sampai hitam. Sifat-sifatnya, baik sifat fisik maupun kimianya, relatif sudah stabil

16 1.2.5.1. Tipologi lahan Reklamasi lahan rawa pasang surut selalu diawali dengan pembuatan saluran-saluran primer, sekunder, dan tersier, yang dimaksudkan untuk mendrainase atau mengeringkan seluruh kawasan reklamasi agar tahapan pemanfaatan lahan untuk pertanian dapat tercapai. Pada kenyataannya, sesudah selesainya penggalian saluran-saluran tersebut, permukaan air tanah menjadi turun, dan tanah terbebas dari kondisi jenuh air, dan setelah beberapa waktu mencapai kondisi siap pakai sebagai lahan pertanian. a. Klasifikasi tipologi lahan versi awal Dalam awal pelaksanaan Proyek Penelitian Pertanian Lahan pasang Surut dan Rawa, SWAMPS-II, sekitar tahun 1986-1987, (Proyek PPLPSR-Swamps II, 1993a), dirasakan perlunya pembagian kelompok-kelompok tanah rawa yang kurang-Iebih sama sifat-sifatnya, dan memiliki respons yang relatif sama pula terhadap perlakuan pengelolaan tanah dan air. Hal ini diperlukan untuk perencanaan dan pengujian model usahatani yang akan dikembangkan, dimana penelitiannya dilaksanakan melalui pendekatan agroekosistem NEXT

17 1.2.5.1. Tipologi lahan b. Klasifikasi tipologi lahan versi tahun 1995. Klasifikasi tipologi lahan seperti yang tercantum pada Tabel 2.4 tersebut, digunakan antara tahun 1986-1999. Perubahan kecil yang dibuat tahun 1998­1999 (Proyek PSLPSS, 1998; 1999), hanyalah membagi lahan potensial (bahan sulfidik >50 cm), menjadi lahan potensial-1 (bahan sulfidik >100 cm) dan lahan potensial-2 (bahan sulfidik 50- 100 cm), serta penamaan lahan bergambut menjadi lahan sulfat masam potensial bergambut, dengan kedalaman lapisan gambut di permukaan tanah antara 25-50 cm. Sebelumnya Nugroho et al. (1991) C. Usulan perbaikan tipologi lahan versi tahun 1995 Pada uraian berikut akan diuraikan usulan-usulan perbaikan pada tipologi lahan versi terakhir (Widjaja-Adhi, 1995a). Pengalaman di lapangan di berbagai tempat pada tanah persawahan pasang surut yang sudah “stabil” milik penduduk setempat seperti di daerah Muara Dadahup, dekat lokasi Proyek PLG 1 Juta hektar di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, menunjukkan bahwa kedalaman lapisan bahan sulfidik pada sawah-sawah stabil tersebut umumnya terletak pada kedalaman 100 cm atau lebih dari permukaan tanah. NEXT

18 1.2.5.1. Tipologi lahan NEXT

19 Tanah gambut Gambut-dangkal Gambut-dangkal yang dievaluasi, tercatat mempunyai kedalaman sekitar 50-100 cm. Lapisan gambut bagian atas sedalam 20 cm, umumnya terdiri atas bahan gambut murni, tetapi lapisan gambut bagian bawah antara 20-100 cm, seringkali bercampur bahan tanah mineral, yang dicrikan oleh kandungan fraksi liat cukup tinggi (15-80%) pada contoh dari Sumatera, atau sangat tinggi (50-­85%) pada contoh tanah dari Kalimantan, sehingga masing-masing tanah bertekstur liat Gambut-dalam Data profil dari Gambut-dalam yang dievaluasi, memiliki kedalaman antara 210-300 cm. Sebagaimana pada Gambut-sedang, seluruh lapisan gambut bagian atas sedalam 20 cm tersusun dari bahan gambut murni. Sementara lapisan gambut bawah antara 20-300 cm, sebagian kecil di lapisan bawah tersusun dari campuran antara bahan organik dan bahan tanah mineral, khususnya fraksi liat dan debu. Pada Gambut-dalam dari Sumatera, kandungan liat dan debu tanah mineralnya masing-masing berkisar antara 31-65% dan 34-69%, sehingga tanah mineral tersebut mempunyai tekstur liat berdebu. Sementara pada Gambut-dalam dari Kalimantan, kandungan liat tanah mineralnya sedikit lebih tinggi (34-73%), dengan fraksi debu lebih rendah (27-62%), sehingga menunjukkan tekstur liat. Nilai pH gambut di seluruh lapisan, bervariasi dari <3,5 (masam ekstrim) sampai 4,5 (sangat masam sekali), relatif tidak berubah, atau sedikit meningkat di lapisan-lapisan bawah. Rata-rata reaksi tanah adalah sangat masam sekali (pH 3,6-3,7) di seluruh lapisan. Kandungan garam-garam larut, dinyatakan sebagai daya hantar listrik, sangat rendah (rata-rata 0,2-0,5 dS/m) di seluruh lapisan gambut NEXT

20 Tanah gambut Gambut-sangat dalam Data profil Gambut-dalam memiliki kedalaman antara 300-665 cm, sebagian besar antara 300-500 cm, dan sebagian lagi antara 610-665 cm. Seluruh lapisan Gambut-sangat dalam berupa bahan organik murni. Kandungan bahan organik di semua lapisan sangat tinggi sekali, baik pada gambut Sumatera maupun gambut Kalimantan, dan relatif tidak berubah di lapisan-lapisan di bawahnya, dengan rata-rata tergolong sangat tinggi sekali (44,70-56,39%) di semua lapisan. Kandungan N juga bervariasi sangat tinggi di seluruh lapisan gambut, dengan rata-rata sangat tinggi (1,06-2,02%). Demikian juga nilai rasio C/N terdapat sangat tinggi pada semua lapisan gambut, dengan rata-rata sangat tinggi (C/N 29-48). Kandungan garam-garam larut sangat rendah dengan rata-rata 0,2-0,8 dS/m di seluruh lapisan.


Download ppt "KARAKTERISTIK DAN PENGELOLAAN LAHAN RAWA Dirangkum oleh : Asmara Hadisaputro BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN. Sumber."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google