Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehYandi Santoso Telah diubah "5 tahun yang lalu
1
KONTRIBUSI BANGSA INDONESIA DALAM PERDAMAIAN DUNIA
Drs. Ibnu Sodiq, M.Hum. Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang
2
Landasan Kontribusi Indonesia dalam Perdamaian Dunia dalam Pembukaan UUD 1945
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan." “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”
3
Jakarta Informal Meeting
Kontribusi Indonesia Bentuk Kontribusi KAA Misi Garuda Deklarasi Djuanda Gerakan Non Blok ASEAN OKI Jakarta Informal Meeting Berbagai upaya telah dilakukan Indonesia dalam mewujudkan perdamaian di Dunia. Hal ini didorong pemikiran bahwa, kondisi dunia yang kondusif dan damai akan menjadi prasyarat terciptanya masyarakat yang aman. Untuk itulah, sejak awal kemerdekaan, Indonesia menerapkan politik luar negeri bebas aktif. Bebas berarti tidak terikat dalam kelompok kepentingan tertentu yang tengah bertikai. Sementara itu, aktif dimaknai sebagai tindakan nyata dalam menjaga perdamaian dunia.
4
Konferensi Asia Afrika
Pada April 1955 di Bandung diselenggarakan Konferensi Asia Afrika (KAA) Konferensi ini diprakarsai oleh lima negara: Indonesia, India, Pakistan, Burma, dan Sri Langka. Sebanyak 29 negara hadir Konferensi ini menghasilkan berbagai keputusan penting yang dituangkan dalam suatu komunike bersama. Di samping itu, telah disetujui pula prinsip- prinsip hubungan internasional dalam rangka memelihara dan memajukan perdamaian dunia yang dikenal dengan Dasasila Bandung
5
Dasasila Bandung Menghormati hak-hak asasi manusia dan menghormati tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB. Menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah semua negara. Mengakui persamaan derajat semua ras serta persamaan derajat semua negara besar dan kecil. Tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri negara lain. Menghormati hak setiap negara untuk mempertahankan dirinya sendiri atau secara kolektif, sesuai dengan Piagam PBB. (a) Tidak menggunakan pengaturan-pengaturan pertahanan kolektif untuk kepentingan khusus negara besar mana pun; (b) Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain mana pun. Tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi atau menggunakan kekuatan terhadap keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun. Menyelesaikan semua perselisihan internasional dengan cara-cara damai, seperti melalui perundingan, konsiliasi, arbitrasi, atau penyelesaian hukum, ataupun cara-cara damai lainnya yang menjadi pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB. Meningkatkan kepentingan dan kerja sama bersama. Menjunjung tinggi keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.
6
Gerakan Non-Blok Berakhirnya Perang Dunia II ternyata tidak menyebabkan pertikaian dan tensi politik global mereda. Ada Blok Barat yang mengusung liberalisme dan Blok Timur yang membawa sosialisme-komunisme. Sentral gerakan blok barat adalah Amerika Serikat, sementara itu Blok Timur digawangi oleh Uni Soviet. Netralisme Indonesia dalam politik luar negeri diwujudkan dalam penerapan prinsip bebas aktif. Penerapan bebas aktif pada masa revolusi dimaknai sebagai pendirian dan sikap dalam memperjuangkan kemerdekaan dan mengejar cita-cita menentukan sikap sendiri, tidak mengikat diri pada blok Amerika atau Rusia.
7
Deklarasi Djuanda
8
Wilayah Indonesia setelah Deklarasi Djuanda
9
Misi Garuda Pada 5 November 1956, Sekretaris Jenderal PBB membentuk Komando PBB dengan nama United Nations Emergency Forces (UNEF). Pada tanggal 8 November 1956, Indonesia menyatakan kesediaannya untuk turut serta menyumbangkan pasukan dalam UNEF. Mulanya Indonesia mengirim pasukan ke Mesir (1956) dan Kongo (1960). Pada periode-periode Orde Baru, Indonesia kerap mengirimkan Kontingen Garuda. Beberapa negara yang menjadi tujuan antara lain Vietnam (1973, 1974), Timur Tengah (1973, 1974, 1975, 1976, 1977, 1978, 1979), Iran-Irak (1988, 1989, 1990), Namibia (1989), Irak-Kuwait (1992, 1993, 1994, 1995), Kamboja (1992, 1993), Somalia (1992), Bosnia-Herzegovina (1993), Bosnia (1994, 1995), Georgia (1994), Mozambik (1994), Filipina (1994), Tajikistan (1997), Siera Lione ( ). Pada masa Reformasi, pengiriman pasukan perdamaian kembali dilakuan. Kali ini beberapa negara yang dituju adalah Kongo (2003, 2005), Liberia ( ), Sudan (2008, 2009), Lebanon ( ).
10
Organisasi Kerjasama Islam
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dibentuk setelah para pemimpin sejumlah negara Islam mengadakan Konferensi di Rabat, Maroko, pada tanggal September 1969, dan menyepakati Deklarasi Rabat yang menegaskan keyakinan atas agama Islam, penghormatan pada Piagam PBB dan hak asasi manusia. Pembentukan OKI semula didorong oleh keprihatinan negara-negara Islam atas berbagai masalah yang diahadapi umat Islam, khususnya setelah unsur Zionis membakar bagian dari Masjid Suci Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus
11
ASEAN Pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand, diadakan pertemuan antara perwakilan lima negara: Menteri Luar Negeri Indonesia (Adam Malik), Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan dan Menteri Pembangunan Nasional Malaysia (Tun Abdul Razak), Menteri Luar Negeri Filipina (Narciso Ramos), Menteri Luar Negeri Singapura (S. Rajaratnam), dan Menteri Luar Negeri Thailand (Thanat Khoman). Pertemuan tersebut membahas Deklarasi Bersama dengan melakukan pertemuan dan penandatanganan Deklarasi ASEAN (The ASEAN Declaration) atau Deklarasi Bangkok (Bangkok Declaration).
13
Jakarta Informal Meeting
Asia Tenggara merupakan salah satu arena pertarungan kepentingan internasional. Berbagai konflik akibat perang dingin mengemuka di kawasan ini. Salah satunya adalah permasalahan yang terjadi di Vietnam dan Kamboja Untuk mengatasai permasalahan tersebut, Indonesia juga turut secara aktif memprakarsai perdamaian. Langkah awal pemecahan masalah Kamboja dilakukan pada November Indonesia sebagai penghubung resmi ASEAN menyatakan kesediaannya untuk menyelneggarakan sebuah Coctail Party atau Proximity Talks bagi semua faksi yang terlibat dalam pertikaian Kamboja. Ide ini kemudian berkembang menjadi Pertemuan Informal Jakarta (Jakarta Informal Meeting/JIM)
14
JIM I Diselenggarakan pada Juli 1988 Pada pertemuan ini disepakati pemisahan antara isu invasi Vietnam dan pendudukan Kamboja oleh Vietnam dengan perang saudara antar-rakyat Khmer JIM II Diselenggarakan pada Februari 1989 Dalam pertemuan ini Vietnam bersedia menerima internasionalisasi konflik Kamboja, yakni melalui mekanisme kontrol internasional
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.