Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Akad-akad Syariah (Fatwa DSN-MUI Akad-Akad Dasar)

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Akad-akad Syariah (Fatwa DSN-MUI Akad-Akad Dasar)"— Transcript presentasi:

1 Akad-akad Syariah (Fatwa DSN-MUI Akad-Akad Dasar)
Tim DSN-MUI INSTITUTE Februari 2018

2 PENGERTIAN AKAD Bahasa/Etimologi : perikatan, perjanjian, dan permufakatan Istilah/Terminologi هلحم ىف هرثأ تبثي عورشم هجو ىلع لوبقب باجيا طابترا “Pertalian atau keterikatan antara ijab dan qabul sesuai dengan kehendak syari’ah (Allah dan Rasulnya) yang menimbulkan akibat hukum pada obyek akad.”

3 PERBEDAAN AKAD DAN WA’AD/JANJI
Sikap untuk melahirkan suatu perbuatan pada saat itu (insya’ al- tasharruf fî al-hâl) Merupakan suatu penyampaian keinginan (ikhbâr) Akad bersifat mengikat (mulzim) para pelakunya, wajib dilaksanakan, baik dari sisi hukum (legal formal, qadhâ’an) maupun dari pandangan agama (diyânatan) ketika semua persyaratan terpenuhi Jumhur: mengikat seseorang yang menyampaikannya dan dilihat dari sisi hukum (legal formal, qadha’an) tidak mengikat Ibn Syubrumah Ishaq ibn Rahawaih: mengikat (mulzim) baik dari sisi hukum (legal formal, qadha’an) maupun dari pandangan agama (diyanatan)

4 WA’AD/JANJI NO: 85/DSN-MUIIXII/2012
Ketentua n Umum Wa 'id harus cakap hukurn (ahliyyat al-wujub wa al-ada Dalarn hal janji dilakukan oleh pihak yang belurn cakap hukurn, rnaka efektivitaslkeberlakukan janji terse but bergantung pada izin wali/pengarnpunya; dan Wa'id harus merniliki kemarnpuan dan kewenangan untuk rnewujudkan mau'ud bih. Ketentuan Khusus Wa 'd harus dinyatakan secara tertulis dalam akta/kontrak perjanjian; Wa'd harus dikaitkan dengan sesuatu (syarat) yang harus dipenuhi atau dilaksanakan mau 'ud (wa 'd bersyarat); Mau 'ud bih tidak bertentangan dengan syariah; Syarat sebagaimana dimaksud angka 2) tidak bertentangan dengan syariah; dan Mau 'ud sudah memenuhi atau melaksanakan syarat sebagaimana dimaksud angka 2).

5 UNSUR-UNSUR KONTRAK (RUKUN & SYARAT AKAD
Harus jelas Maksudnya Harus Selaras Harus Menyambung (satu majlis akad) Lisan Tulisan Isyarat Perbuatan? (Mu’athah) Ijab & Qabul UNSUR-UNSUR KONTRAK (RUKUN & SYARAT AKAD Berakal dan Dewasa (Aqil-Baligh)/ahliyah Memilki Kewenangan Terhadap Obyek Kontrak Pelaku Kontrak (A’qidain) Dikecualikan: salam Istisna masaqah Jual Beli Piutang Ada Ketika Kontrak berlangsung Sah Menurut Hukum Islam Dapat Diserahkan Ketika Akad Tertentu dan dikenal para pihak Obyek Akad (mahal al-aqd) Akibat Hk Kontrak (Maudhu’ Aqd)

6 RUANG LINGKUP FIQH MUAMALAT MALIYAH
OBYEK FIQH MUAMALAT HARTA TEORI AKAD KONSEP HAK/ KEPEMILIKAN BENTUK AKAD TABARRU’ (Not For Profit Transactioin) MU’AWADHAH/ (For Profit Transaction)

7 Jual Beli Ijarah/Jualah IMBT Sale And Lease Back AKAD MU’AWADHAH/
(Tukar Menukar) Natural Certainty Contracts Natural Uncertainty Contracts Jual Beli Ijarah/Jualah Kerjasama Dlm Perdagangan Kerjasama Atas Lahan Pertanian Jual beli Biasa Murabahah Salam Istisna’ Sharf Musyarakah Mudharabah Muzara’ah Mukhabarah Musaqat IMBT Sale And Lease Back Mudharabah Musytarakah Musyarakah Mutanaqisah

8 AKAD TABARRU’ Pelayanan Jasa Peminjaman Uang Memberikan Harta
(Not For Profit Transactioin) Pelayanan Jasa Peminjaman Uang Memberikan Harta Wakalah Wadi’ah Ariyah Hibah Wakaf Wasiat Sedekah/Hadi’ah Qardh Rahn Hiwalah Kafalah

9 عيبلا JUAL BELI

10 PENGERTIAN JUAL BELI Al-Bai‘ (jual-beli) adalah akad tukar-menukar harta dengan harta lain melalui tata cara yang telah ditentukan oleh syariat. Jual beli (Bai’) adalah pertukaran harta dengan harta yang menjadi sebab berpindahnya kepemilikan obyek jual beli. (Fatwa DSN MUI NO: 82/DSN-MUI/VIII/2011 tentang Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah)

11 RUKUN SYARAT LARANGAN Orang yang berakad Baligh dan berakal/Rusyd
Yang melakukan akad harus orang yang berbeda Jual beli orang gila, anak kecil, orang buta, jual beli paksaan, ba’I fudhali Ijab Qabul Yang mengucapkan telah cakap hukum Qabul harus cocok dengan ijab Harus satu majlis akad Tidak boleh terputus Shighat tidak digantungkan dengan sesuatu yang lain Tidak dibatasi periode waktu tertentu Ba’I Mu’athah (tanpa ijab qabul) (syafi’I) Jual beli yang dikaitkan dengan syarat Jual beli orang buta (syafi’I)

12 RUKUN SYARAT LARANGAN Obyek jual beli (ma’qud alaih)
Bukan barang-barang yang najis Sesuatu yang boleh dimanfaatkan secara syar’i (hukum islam) Dapat diserahkan (maqdur al- taslim) ketika akad dimiliki atau dalam kuasa (wilayah) pihak yang berakad diketahui secara jelas wujud, ukuran dan sifatnya. terbebas dari unsur-unsur yang menghalangi keabsahan jual beli seperti jahalah (ketidak jelasan barang, harga, waktu), gharar, dharar (merusak/membahayakan yang lain), tauqit (pembatasan waktu), syarat fasid (syarat yang menguntungkan sepihak). Khusus jual beli barang ribawi harus dilakukan secara tunai dan sama kuantitasnya Ba’I Ma’dum (tdk ada atau dikuatirkan tidak ada) Ba’I ma’juz taslim (susah diserahkan) Jual beli hutang secara nasi’ah Jual beli yang ada unsur tipuan (gharar) Jual beli najis atau sesuatu kena najis Jual beli air Jual beli majhul (mabi’/harga, waktu, kualitas dam kuantitasnya)

13 Tsaman awal --discount
JUAL BELI Alat Tukar (‘ain/dain) Harga beli (tsaman awal) Ba’I Muqayadhah (‘ain + ‘ain) Ba’I Murabahah (Tsaman + Ribh) Ba’I Muthlaq (‘ain + dain) Ba’I Tauliyah (Tsaman awal saja) Ba’I Sharf (‘dain + dain) Ba’I Wadhii’ah Tsaman awal --discount Ba’I Salam (ain ‘+ dain)/ dain + dain Ba’I Musawamah Tdk menyebutkan tsaman awal

14 SALAM Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai piutang.
PENGERTIAN Bai’al-salam/salam yaitu jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat- syarat tertentu (Fatwa DSN No: 05/DSN-MUI/IV/2000) OBJEK/ BARANG Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai piutang. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya. Penyerahannya dilakukan kemudian. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan. PEMBAYARAN Alat bayar harus disepakati jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.

15 PENYERAHAN BARANG LKS selaku mustashni tidak diperkenankan untuk memungut MDC (margin during construction) dari nasabah (shani) karena hal ini tidak sesuai dengan prinsip syariah (Ps.1:2, Fatwa No.22/2002) Penjual harus menyerahkan barang tepat waktu dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka pembeli tidak boleh menuntut pengurangan harga. Jika semua atau sebagian barang tersedia pada waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah, dan pembeli tidak rela menerimanya, maka pilihannya adalah: a) membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya; atau b) menunggu sampai barang tersedia. Pembatalan kontrak salam boleh dilakukan, selama tidak merugikan kedua belah pihak. PEMBATALAN KONTRAK Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan selama tidak merugikan kedua belah pihak PENYERAHAN LEBIH CEPAT Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan tidak boleh menuntut tambahan harga.

16 ISTISHNA PENGERTIAN Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria tertentu dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mushtashni’) dan penjual (pembuat, shani’). (Himpunan Fatwa DSN MUI, Edisi Revisi 2006). Istishna’ Paralel adalah bentuk akad Istishna’ antara nasabah dengan LKS, kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah, LKS memerlukan pihak lain sebagai Shani’ (produsen). PELAKU Jika LKS melakukan transaksi Istishna untuk memenuhi kewajibannya kepada NASABAH ia dapat melakukan istishna lagi dengan PIHAK LAIN pada objek yang sama, dengan syarat istishna pertama tidak bergantung (mu’allaq) pada istishna kedua. HARGA LKS selaku mustashni tidak diperkenankan untuk memungut MDC (margin during construction) dari nasabah (shani) karena hal ini tidak sesuai dengan prinsip syariah

17 Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
OBJEK Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya. Penyerahan dilakukan kemudian. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan Pembeli (mustashni) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. PEMBATALAN PESANAN Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan : Membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya. Menunggu sampai barang tersedia. APLIKASI Kontrak istishna' biasanya dipraktikkan pada perbankan dalam proyek konstruksi, dimana nasabah memerlukan biaya untuk membangun suatu konstruksi atau barang industri lainnya.

18 KAFALAH NO: 11/DSN-MUI/IV/2000
PENGERTIAN jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu, ashil) RUKUN DAN SYARAT Penjamin (Kafiil) Baligh (dewasa) dan berakal sehat. Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut. Orang yang berhutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu) Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin. Dikenal oleh penjamin Berpiutang (Makfuul Lahu) Diketahui identitasnya. Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa. Berakal sehat.

19 Bisa dilaksanakan oleh penjamin.
Obyek Penjaminan (Makful Bihi) Merupakan tanggungan pihak/orang yang berhutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan. Bisa dilaksanakan oleh penjamin. Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan. Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya. Tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan). Ketentuan Lain Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan. Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.

20 HIWALAH NO: 12/DSN-MUI/IV/2000 dan NO: 58/DSN-MUI/V/2007
PENGERTIAN Akad pengalihan hutang dari satu pihak yang berhutang kepada pihak lain yang wajib menanggung (membayar)-nya RUKUN DAN SYARAT Ijab dan Qabul Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). Para Pihak yang akad Muhil (للليحملا), yakni orang yang berhutang dan sekaligus berpiutang, Muhal atau Muhtal (لالتحملا وا لالحملا), yakni orang berpiutang kepada muhil, Muhal ‘alaih (هللليلع لالللحملا), yakni orang yang berhutang kepada muhil dan wajib membayar hutang kepada muhtal Para pihak disyaratkan cakap melakukan tindakan hukum dalam bentuk akad, yaitu baligh, dan berakal

21 Muhal bih (هب لاحملا), yakni hutang muhil kepada muhtal
Yang dialihkan itu adalah sesuatu yang sudah dalam bentuk utang piutang yang sudah pasti Apabila pengalihan utang itu dalam bentuk al-hiwalah al- muqayaadah, semua ulama fiqh sepakat bahwa baik utang pihak pertama kepada pihak kedua, maupun utang pihak ketiga kepada pihak pertama, mestilah sama jumlah dan kualitasnya. Ketentuan lain Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau menggunakan cara-cara komunikasi modern. Hawalah dilakukan harus dengan persetujuan muhil, muhal/muhtal, dan muhal ‘alaih. Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan dalam akad secara tegas. Jika transaksi hawalah telah dilakukan, pihak-pihak yang terlibat hanyalah muhtal dan muhal ‘alaih; dan hak penagihan muhal berpindah kepada muhal ‘alaih. 21

22 Hawalah Bil Ujrah Hawalah bil ujrah adalah hawalah dengan pengenaan ujrah/fee; Hawalah bil ujrah hanya berlaku pada hawalah muthlaqah. Dalam hawalah muthlaqah, muhal ’alaih boleh menerima ujrah/fee atas kesediaan dan komitmennya untuk membayar utang muhil. Besarnya fee tersebut harus ditetapkan pada saat akad secara jelas, tetap dan pasti sesuai kesepakatan para pihak Macam- Macam Hiwalah Hawalah muqayyadah adalah hawalah di mana muhil adalah orang yang berutang kepada muhal sekaligus berpiutang kepada muhal ’alaih.. Hawalah muthlaqah adalah hawalah di mana muhil adalah orang yang berutang tetapi tidak berpiutang kepada muhal ’alaih;

23 MUDHARABAH MUSYTARAKAH NO: 50/DSN-MUI/III/2006
PENGERTIAN Salah satu bentuk akad Mudharabah di mana pengelola (mudharib) turut menyertakan modalnya dalam kerjasama investasi, diperlukan karena mengandung unsur kemudahan dalam pengelolaannya serta dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi para pihak Produk Penghimpunan Dana LKS Akad yang digunakan adalah akad Mudharabah Musytarakah, yaitu perpaduan dari akad Mudharabah dan akad Musyarakah. LKS sebagai mudharib menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama nasabah. LKS sebagai pihak yang menyertakan dananya (musytarik) memperoleh bagian keuntungan berdasarkan porsi modal yang disertakan. Bagian keuntungan sesudah diambil oleh LKS sebagai musytarik dibagi antara LKS sebagai mudharib dengan nasabah dana sesuai dengan nisbah yang disepakati. Apabila terjadi kerugian maka LKS sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal yang disertakan

24 Produk Penyaluran Dana Akad yang digunakan adalah akad Mudharabah Musytarakah, yaitu perpaduan dari akad Mudharabah dan akad Musyarakah. Nasabah sebagai mudharib menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama LKS. Nasabah sebagai pihak yang menyertakan dananya (musytarik) memperoleh bagian keuntungan berdasarkan porsi modal yang disertakan. Bagian keuntungan sesudah diambil oleh nasabah sebagai musytarik dibagi antara Nasabah sebagai mudharib dengan LKS sesuai dengan nisbah yang disepakati. Apabila terjadi kerugian maka Nasabah sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal yang disertakan.

25 SALE AND LEASE BACK (راجئتسلاا عم عيبلا ) NO: 71/DSN-MUI/VI/2008
PENGERTIAN jual beli suatu aset yang kemudian pembeli menyewakan aset tersebut kepada penjual KETENTUAN UMUM Akad yang digunakan adalah Bai' dan Ijarah yang dilaksanakan secara terpisah. Dalam akad Bai', pembeli boleh berjanji kepada penjual untuk menjual kembali kepadanya aset yang dibelinya sesuai dengan kesepakatan. Akad Ijarah baru dapat dilakukan setelah terjadi jual beli atas aset yang akan dijadikan sebagai obyek Ijarah. Obyek Ijarah adalah barang yang memiliki manfaat dan nilai ekonomis. Rukun dan syarat Ijarah dalam fatwa Sale and Lease Back ini harus memperhatikan substansi ketentuan terkait dalam fatwa DSN-MUI Nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad. Biaya-biaya yang timbul dalam pemeliharaan Obyek Sale and Lease Back diatur dalam akad.

26 MUSYARAKAH MUTANAQISAH NO: 73/DSN-MUI/XI/2008
PENGERTIA N Musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya Ketentuan Akad Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad Musyarakah/ Syirkah dan Bai’ (jual-beli). Dalam Musyarakah Mutanaqisah berlaku hukum sebagaimana yang diatur dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban, di antaranya: Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad. Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat akad. Menanggung kerugian sesuai proporsi modal. Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah, pihak pertama (salah satu syarik, LKS) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua (syarik yang lain, nasabah) wajib membelinya.

27 Ketentuan Akad (Lanjut)
Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilaksanakan sesuai kesepakatan. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS – sebagai syarik-- beralih kepada syarik lainnya (nasabah). Ketentuan Khusus Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada syarik atau pihak lain. Apabila aset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik. 4. Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan asset Musyarakah syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad; 5. Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli


Download ppt "Akad-akad Syariah (Fatwa DSN-MUI Akad-Akad Dasar)"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google