Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

WHO AND NATIONAL POLICY FOR CONTROL SUBTANSI ABUSE

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "WHO AND NATIONAL POLICY FOR CONTROL SUBTANSI ABUSE"— Transcript presentasi:

1 WHO AND NATIONAL POLICY FOR CONTROL SUBTANSI ABUSE
dr GOTRA SAPUTRA M.Kes

2

3

4 Women are a minority among drug users with:
Own drug use patterns Own vulnerabilities and needs Violence Stigma Drug use in the family Suitability of continuum of care Access to treatment Youth Children

5 Global average: 43.5 Total: 207,400

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20 Conclusions and policy recommendations
Development and countering the world drug problem have to work in symbiosis. Development initiatives need to be sensitive to drugs vulnerabilities; Response to drug problem needs to be mindful of broad development aims; AD has its rightful place as a targeted initiative which can be mainstreamed into broader development programmes. Drug policies need to: be sensitive to gender, environmentally friendly and based on scientific evidence; overcome the stigmatization of drug users; ensure that no one is left behind. Drug use and its health consequences should be prevented and treated in prisons. Heroin still requires the attention of the international community.

21 LANDASAN KEBIJAKAN •UU 18/2014 (Kesehatan Jiwa)
Kebijakan Induk •UU 35/2009 (Narkotika) •UU 18/2014 (Kesehatan Jiwa) •PP 25/2011 (Wajib Lapor Pecandu Narkotika) •SDGs  memperkuat pencegahan dan perawatan penyalahgunaan zat, termasuk penyalahgunaan narkotika dan alkohol yang merugikan •RPJMN 2015 – 2019  satu sasarannya adalah meningkatnya mutu dan akses yan keswa dan Napza Kebijakan Turunan • PMK No 2415/2011 (Rehab Medis Pengguna NAPZA) • KMK No. 420/Menkes/SK/III/2010 tentang Pedoman layanan terapi dan rehabilitasi komprehensif pada gangguan penyalahgunaan napza berbasis rumah sakit • KMK No. 421/Menkes/SK/III/2010 tentang standar pelayanan terapi dan rehabilitasi gangguan Napza • KMK No. 227 tahun 2013 tentang Penetapan Rumah Sakit Pengampu dan Satelit PTRM • PMK No. 57 tahun 2013 tentang Program Penyelenggaraan Terapi Rumatan Metadon (PTRM) • PMK No 50/2015 (Juknis Pelaksanaan Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis bagi Pecandu, Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan Narkotika) • KMK No 615/2016 tentang Penetapan Institusi Penerima Wajib Lapor Kebijakan Lintas Sektor • Peraturan Bersama Mahkumjakpol-Kemenkes-Kemensos-BNN tahun 2014 tentang Penanganan Pengguna Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi

22 Permenkes No.64/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemenkes

23 Fakta terkini Gangguan Penggunaan Napza
INDONESIA DARURAT NARKOBA Geografis yang terbuka menyebabkan Narkoba mudah masuk & menyebar di seluruh Indonesia Demografis yg sangat besar (250 juta jiwa) menjadi pasar potensial peredaran gelap Narkoba Peredaran gelap Narkoba bukan hanya menyasar orang dewasa dan remaja, melainkan juga anak-anak Kerugian akibat penyalahgunaan Narkoba sekitar 63,1 T (biaya privat & sosial) Sistem penegakkan hukum yg belum mampu memberikan efek jera kepada penjahat Narkoba Modus operandi dan variasi jenis narkoba yg terus berkembang Lapas yg bertransformasi menjadi pusat kendali peredaran gelap Narkoba Kategori Penyalahguna Narkoba Pelajar (27,32%), Pekerja (50,34%), Tidak bekerja (22,34%) (Sumber BNN) Hingga saat ini BNN telah menemukan 46 jenis zat NPS New Pshycoactive Substance) terbaru yg beredar di Indonesia

24 GANJA OPIOID KOKAIN NAPZA

25

26 Sun Go Kong, Natareja, Hanoman
Nama lain tembakau gorila di pasaran Sun Go Kong, Natareja, Hanoman Kandungan : Tembakau, ekstrak cengkih, ekstrak dagga liar /ekor singa dan ganja sintetis (synthetic cannabinoid). Ganja sintetis dalam tembakau gorila memiliki nama kimia AB-CHMINACA ( Narkotika golongan I dlm Permenkes No. 2 tahun 2017) Ganja sintetis dalam tembakau gorila hanya dapat dideteksi melalui uji laboratorium urine dengan GCMS (Gas Chromatography Mass Spectometry) dan uji rambut, sehingga hasil tes cepat urine dengan stik hasilnya negatif

27 PROYEKSI PENYALAHGUNA NAPZA TAHUN 2014
HASIL SURVEI BNN 2014 PROYEKSI PENYALAHGUNA NAPZA TAHUN 2014 KELOMPOK USIA 10 – 59 TAHUN 8

28 (SURVEI BNN, 2014) 9% 23% Tuberkulosis 15% 18% 11% Hepatitis C
PENYAKIT PENYERTA DIKALANGAN PECANDU HIV-AIDS 9% % Tuberkulosis 15% Penyakit Paru Lainnya 18% % Hepatitis C Depresi dan gangguan jiwa lainnya (SURVEI BNN, 2014) 9

29 UPAYA DIREKTORAT P2 MASALAH KESWA & NAPZA DALAM PENCEGAHAN &
PENANGGULANGAN MASALAH PENYALAHGUNAAN NAPZA DIREKTORAT PENCEGAHAN & PENGENDALIAN MASALAH KESWA & NAPZA DIRJEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT KEMENTERIAN KESEHATAN RI

30 UPAYA KEMENKES IKUT SERTA DALAM GERAKAN
REHABILITASI PENYALAHGUNA NARKOBA DICANANGKAN OLEH PRESIDEN PADA TGL 31 JANUARI 2015

31 PERAN KEMENKES DALAM MENDUKUNG UPAYA REHABILITASI PENYALAHGUNA NAPZA
Berkoordinasi dengan lintas sektor dan lintas program dalam penyiapan sarana prasarana dan ketenagaan Penganggaran biaya rehabilitasi medis untuk pasien sukarela dan terkait perkara hukum di semua IPWL Penyelenggaraan peningkatan kompetensi petugas yang menjalankan layanan rehabilitasi medis melalui pelatihan akreditasi oleh Badan PPSDM Kemenkes ◦ Melibatkan lintas sektor dalam penyelenggaraan yang di

32 ◦ Menguatkan dan mengembangkan
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN (1) MASALAH NAPZA Promotif dan Preventif ◦ Menguatkan dan mengembangkan institusi dan masyarakat melalui : ◦ Advokasi & Sosialisasi upaya pencegahan di ◦ Media KIE ◦ peningkatan keterampilan terkait deteksi dini bagi petugas kesehatan, pengelola program dan kader masyarakat ◦ Mengembangkan skrining penyalahgunaan Napza di FKTP dan KKP

33 PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH NAPZA (2)
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH NAPZA (2) Kuratif dan Rehabilitatif ◦ Pemetaan layanan rehabilitasi yang daerah melalui Dinkes Provinsi ◦ Penetapan fasyankes sebagai IPWL potensial dimasing-masing ◦ Peningkatan keterampilan petugas kesehatan di IPWL ◦ Koordinasi LS/LP dalam penguatan pengembangan upaya pencegahan dan pengendalian masalah Napza ◦ Sistem e-klaim untuk mendukung mekanisme pembiayaan wajib lapor dan rehabilitasi medis

34 fasyankes baru PENGUATAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN LEBIH TERINTEGRASI
PRINSIP UPAYA PENYEDIAAN LAYANAN: Terintegrasi pada layanan kesehatan fasyankes baru Masuk pd setiap jenjang layanan:  FKTP (puskesmas, klinik)  FKTRL: yang telah ada, tdk membangun  RSU Kabupaten/Kota  RS rujukan regional  RSU Provinsi, RS Khusus (termasuk RSJ dan RSKO) 15

35 SISTEM PELAYANAN KESEHATAN
Tingkat primer •Menyediakan program deteksi dan intervensi dini (Alcohol, Smoking,and Substance use Involvement Screening and Testing – ASSIST) •Melatih tenaga kesehatan dalam tata laksana terapi rehabilitasi gangguan penggunaan NAPZA •Terintegrasinya layanan promotif di bidang NAPZA sebagai layanan esensial dan konseling NAPZA sebagai layanan pengembangan di puskesmas (Permenkes 75/2014) Tingkat sekunder • Menyediakan fasilitas kesehatan rujukan  RSJ dan RSU Tingkat tersier • Menyediakan fasilitas kesehatan rujukan nasional  RSKO

36 RUANG LINGKUP LAYANAN KESEHATAN DALAM
MASALAH NAPZA Promotif, Preventif (Deteksi & Intervensi Dini) Kuratif: rajal atau ranap rumatan metadon Faskes tingkat pertama: RSU: promotif, preventif, kuratif (rajal/rajal rumatan), ranap jangka pendek RSKO/RSJ: promotif, preventif, kuratif (semua jenis modalitas terapi) Faskes tingkat rujukan:

37 EFEKTIVITAS KOORDINASI DENGAN PEMDA & SEKTOR TERKAIT
MENINGKATKAN EFEKTIVITAS KOORDINASI DENGAN PEMDA & SEKTOR TERKAIT Pemerintah Daerah Sektor Terkait  Kajian kebutuhan suatu daerah terhadap layanan rehabilitasi medis  Penyediaan layanan rehabilitasi medis di daerah, baik bagi masyarakat umum maupun bagi kasus2 terkait hukum  Berkoordinasi dengan MA, Polri, BNN, Kejaksaan Agung, Kemensos, dan Kementerian Hukum & HAM 18

38 Hukum PENYEDIAAN PEMBIAYAAN REHABILITASI GANGGUAN PENGGUNAAN NAPZA
Sukarela (sendiri/keluarga) Untuk proses wajib lapor (asesmen) dan rehabilitasi medis ditanggung Kemenkes (karena tidak masuk dalam benefit JKN pada BPJS) Tersangkut Perkara Hukum (masa penyidikan) Ditanggung BNN dan selanjutnya Kemenkes Tersangkut Perkara Hukum (Putusan pengadilan) Ditanggung Kemenkes

39 PETA INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL) TAHUN 2016 Keterangan: -
Aceh: 32 Kaltim: 40 Sumut: 17 Kaltara: 2 Kepri: 3 Gorontalo: 4 Kalteng: 3 Malut: 3 Riau: 8 Kalbar: 10 Sulut: 12 Sumbar: 29 Jambi: 10 Papua Barat: 1 Sulbar: 1 Kalsel: 16 Maluku: 3 Sumsel: 9 Babel: 21 Lampung: 24 Sulteng: 6 Papua: 4 Bengkulu: 79 Sultra: 5 DIY: 8 Banten: 8 Jateng: 23 Sulsel: 12 Jabar: 24 Jakarta: 30 Jatim: 34 NTT: 8 Bali: 10 NTB: 4 Keterangan: - Jumlah IPWL : 549 (2016) tersedia di 34 Provinsi 27

40 Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)

41 JUMLAH IPWL BERDASARKAN FASYANKES

42 JUMLAH PASIEN WAJIB LAPOR DAN REHABILITASI MEDIS

43 Capaian Rehabilitasi NAPZA
2016 Jenis Perawatan 3832 5370 Rawat Jalan Rawat Inap Jml pasien yg direhabilitasi 9202

44 Kebijakan Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan NAPZA di Indonesia
 Program Pengurangan Dampak Buruk resmi dimulai pada tahun 2004, dengan ditandatanganinya Komitmen Sentani  Permenkes No. 55/2015 tentang Pengurangan Dampak Buruk pada Pengguna Napza Suntik  mengakomodasi berbagai strategi pengurangan dampak buruk  Program Terapi Rumatan Opioida dan terapi Ketergantungan Napza Lainnya  Permenkes No. 57/2013 tentang Penyelenggaraan Program Terapi Rumatan Metadona

45  PTRM yang sudah menjalankan layanan sejumlah 92
Situasi Terkini Layanan PTRM di Indonesia  Jumlah layanan PTRM yang sudah mendapatkan surat persetujuan aktivasi adalah 92 PTRM yang tersebar di 18 provinsi  PTRM yang sudah menjalankan layanan sejumlah 92 PTRM (20 Pengampu, 72 satelit)  Jumlah pasien PTRM tahun 2016 = 2.027

46 Keterangan: - Jumlah PTRM : 92 Jumlah Pasien : 2027
Peta Ketersediaan Layanan Program Terapi Rumatan Metadon (18 Provinsi) Sumut: 4 Kaltim: 2 Kepri: 1 Riau: 1 Sulut: 1 Kalbar: 3 Sumbar: 1 Jambi: 1 Sumsel: 2 Lampung: 1 DIY: 5 Jateng: 8 Jakarta: 18 Banten: 7 Sulsel: 5 Jabar: 16 Jatim: 10 Keterangan: Bali: 6 - Jumlah PTRM : 92 Jumlah Pasien : 2027 35

47 Jumlah Pasien Terapi Rumatan Metadon
2027 2012 2014 2016 500

48 REGULASI TERKINI TERKAIT MASALAH
PENYALAHGUNAAN NAPZA • Kepmenkes No. 615/2016 tentang IPWL  penetapan 549 IPWL • Permenkes No. 02/2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika • Permenkes No.03/2017 tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika • Saat ini Kemenkes, BNN dan Kementerian lainnya dibawah koordinasi Kemenko PMK sedang menyusun Grand Design untuk Rehabilitasi

49

50 yaitu: • Penambahan 38 jenis zat baru ke dalam narkotika yang tdd : •
Perubahan Penggolongan Narkotika (PMK No. 2/2017) dan Psikotropika (PMK No. 3/2017) Penambahan 38 jenis zat baru ke dalam narkotika yang tdd : 32 narkotika Golongan I (no. 83 – 114) 5 narkotika Golongan II (no. 86 – 90) 1 narkotika Golongan III (no. 12) Penambahan 2 jenis zat baru ke yaitu: • 1 jenis psikotropika golongan dalam golongan psikotropika II (no. 1: Amineptina) IV (no. 62: Fenazepam)

51 erdas intelektual, emosional dan spiritual
mpati dalam berkomunikasi efektuf ajin beribadah sesuai agama dan keyakinan nteraksi yang bermanfaat bagi kehidupan sah, Asih dan Asuh Tumbuh Kembang dalam Keluarga & Masyarakat


Download ppt "WHO AND NATIONAL POLICY FOR CONTROL SUBTANSI ABUSE"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google