Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PROSES URBANISASI DAN KETIMPANGAN WILAYAH DESA-KOTA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PROSES URBANISASI DAN KETIMPANGAN WILAYAH DESA-KOTA"— Transcript presentasi:

1 PROSES URBANISASI DAN KETIMPANGAN WILAYAH DESA-KOTA
Materi Kuliah Sosiologi Perdesaan dan Perkotaan Program studi Pendidikan Geografi FKIP UHAMKA Diambil dari Buku Sistem Sosial Indonesia karya Paulus Wirutomo dkk Dra. Indah Meitasari M.Si 6 July 2019

2 A. POLA URBANISASI Urbanisasi dalam arti luas sesungguhnya adalah proses berkembangnya suatu wilayah menjadi suatu kota atau proses pengkotaan suatu wilayah. Menurut Nas (1979), suatu proses yang digerakkan oleh perubahan-perubahan struktural dalam masyarakat sehingga daerah-daerah yang dahulu merupakan daerah perdesaan dengan struktur mata pencaharian yang agraris maupun sifat kehidupan masyarakatnya, lambat laun akan mencerminkan kehidupan masyarakat kota. Urbanisasi juga sering diartikan sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota (migrasi). Pertambahan penduduk, baik secara alamiah maupun karena arus migrasi, menjadi faktor utama yang mendorong proses urbanisasi. Dra. Indah Meitasari M.Si 6 July 2019

3 Indonesia, pada tahun 2000, penduduknya sudah mencapai sekitar 220 juta, yang tersebar di daerah perdesaan (67,925 desa). Kebijakan dekonsentrasi planologis dengan memindahkan salah satu fungsi kota ke daerah menjadi pola proses urbanisasi kota di Indonesia. Sebagai contoh, Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) merupakan aglomerasi wilayah metropolitan Jakarta. (metropolian region). Dra. Indah Meitasari M.Si 6 July 2019

4 Proses urbanisasi di dunia ketiga, sektor industri tidak mampu menyerap tenaga kerja tidak terampil (unskilled labour) dari desa, sehingga menimbulkan permasalahan bagi kota, termasuk meluasnya daerah pemukiman kumuh sebagai cerminan kemiskinan di perkotaan. McGee (1985) memberi istilah “kotadesasi”, yaitu adanya kehidupan pedesaan dan perkotaan sekaligus dalam ruang yang sama, sebagai bentuk urbanisasi di daerah Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Dra. Indah Meitasari M.Si 6 July 2019

5 Kebijakan pembangunan cenderung menguntungkan kemajuan kota (urban bias) ketimbang desa. Orientasi ekonomi ekspor, penanaman modal asing, pembangunan sarana-prasarana, fasilitas publik yang dibangun di daerah perkotaan berdampak pada meluasnya kesenjangan sosial ekonomi antara desa dengan kota. Kota memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat desa yang setelah revolusi hijau mengalami peningkatan dalam hal rumah tangga yang memasuki sektor non- pertanian. Namun pembangunan kota seolah jauh meninggalkan pembangunan wilayah pedesaan, sehingga sebagai dampaknya menjadi tujuan para migran untuk mengadu nasib ke kota. Dra. Indah Meitasari M.Si 6 July 2019

6 B. POLA MIGRASI DESA-KOTA
Arus Migrasi Hingga akhir tahun 1990-an distribusi penduduk Indonesia masih terpusat di Pulau Jawa dan Madura (80%). Penyebaran penduduk yang tidak merata ini menunjukkan bahwa daerah tertentu memiliki berbagai kelebihan, sehingga digandrungi penduduk lain untuk memasukinya dan menjadikannya sebagai tempat tinggal baru. Ketimpangan pembangunan sosial ekonomi ditambah dengan situasi sosial politik yang memanas pada sejumlah wilayah yang berpotensi konflik (Ambon, Palu, Pontianak), mengurangi minat penduduk dari Pulau Jawa untuk bermigrasi ke luar Pulau Jawa. Dra. Indah Meitasari M.Si 6 July 2019

7 Arus migrasi ke propinsi di luar Pulau Jawa lebih didorong oleh pengiriman transmigrasi ke wilayah tersebut, namun akhir-akhir ini program pemerintah tersebut kurang diminati karena kondisi sosial ekonomi dan politik di daerah tujuan transmigrasi yang tidak kondusif bagi perbaikan kehidupan. Sebaliknya propinsi dengan proporsi penduduk migran tinggi tentu memiliki kelebihan dalam bidang kehidupan ekonomi politik yang mendorong orang lainutnuk memasukinya. Data memperlihatkan bahwa propinsi utama yang memiliki kelebihan-kelebihan tersebut adalah DKI Jakarta. Jadi, pembangunan yang sifatnya urban biased menjadikan situasi tidak berimbang dalam konteks hubungan desa-kota. Dra. Indah Meitasari M.Si 6 July 2019

8 2. Alasan Bermigrasi Banyak sekali faktor yang mempengaruhi migrasi, Secara umum, hal itu dapat digolongkan kedalam dua faktor, yaitu : Alasan/faktor pendorong (push factors). Yang masuk kedalam faktor ini antara lain, alasan ekonomis (mencari pekerjaan), alasan politis (mis seperti orang Yahudi ke Palestina setelah PD II), alasan agama (seperti orang Islam India ke Pakistan) dan alasan adat istiadat (Orang Minangkabau ke Jakarta). Alasan/faktor penarik (pull factors). Faktor penarik ini antara lain pemberian harapan dari suatu wilayah negara atau wilayah tertentu, seperti propaganda yang dilakukan Eropa Barat untuk berpindah ke Australia pada abad ke 18, untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Dra. Indah Meitasari M.Si 6 July 2019

9 Ada dua kekhawatiran tentang migrasi dari desa ke kota, yakni adanya sejumlah dampak negatif dari banyaknya migran yang masuk ke kota, seperti munculnya daerah kumuh dan gangguan stabilitas produksi pangan. Arus migrasi yang tinggi dari desa ke kota menunjukkan adanya gaya tarik-dorong antara kota dan desa. Motivasi ekonomi merupakan dasar bagi masyarakat desa untuk keluar dari desanya. Penduduk desa yang berpendidikan lebih baik, umumnya mengatakan kesulitan untuk memperoleh pekerjaan di desa mendorong mereka untuk pergi ke kota. Apresiasi mereka terhadap pertanian merendah. Hasil sensus 1990 menunjukkan bahwa kelompok usia kerja di pedesaan cenderung tidak ingin bekerja lagi di sektor pertanian. Dra. Indah Meitasari M.Si 6 July 2019

10 Alasan lain yang menjadi landasan penduduk desa untuk bermigrasi adalah daya serap lapangan kerja di sektor informal yang sangat “elastis” tersedia di kota, meskipun tidak terlalu signifikan bagi perubahan kualitas kualitas hidup mereka yang diharapkan membaik. Pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga, buruh bangunan, pedagang asongan dan pedagang kaki lima merupakan jenis pekerjaan yang umumnya digeluti para migran. Faktor daya serap sektor informal ini menunjukkan adanya hubungan “ketergantungan timbal balik” antara penduduk desa dan kota terhadap “jasa tenaga kerja” dari pedesaan. Contohnya KK di Kota Jakarta menggunakan pembantu rumah tangga (jumlahnya bisa lebih dalam satu keluarga). “kepanikan” terjadi terutama menjelang hari raya saat para pembantu pulang mudik, sehingga kehadiran mereka kembali sangat diharapkan. Dra. Indah Meitasari M.Si 6 July 2019

11 C. DAMPAK MIGRASI DI KOTA : SEKTOR INFORMAL
Kota (city) atau daerah perkotaan (urban area) dalam proses perkembangannya tetap menjadi sentra kegiatan ekonomi yang sering dihubungkan dengan perkembangan industri modern yang terpusat didalamnya. Implikasi ini berkaitan dengan meningkatnya penduduk kota dan daya dukung yang dimilki kota. Kum miskin desa terdorong untuk pindah ke kota dengan segala konsekuensi sosial yang ada di perkotaan. Keterbatasan kerja pada sektor formal mendorong mereka yang tidak memiliki pekerjaan dan keterampilan untuk bekerja pada sektor lain dalam perekonomian kota, yakni sektor informal. Dra. Indah Meitasari M.Si 6 July 2019

12 Tidak tersentuh oleh kebijakan atau peraturan pemerintah.
Pengertian “sektor informal” pertama kali diperkenalkan oleh K. Hart pada tahun yang kemudian dikembangkan oleh ILO (Internasional Labour Organization). Secara umum tentang sektor informal adalah kegiatan ekonomi dengan ciri-ciri : Adanya pola kegiatan yang tidak teratur, baik dalam arti modal, waktu maupun penerimaannya. Tidak tersentuh oleh kebijakan atau peraturan pemerintah. Modal, peralatan serta omsetnya kecil dan sederhana. Tidak memiliki tempat usaha yang permanen. Tidak memiliki keterkaitan dengan usaha lain yang lebih besar. Tidak perlu keahlian khusus sehingga luwes untuk bermacam tingkat pendidikan. Satuan usaha umumnya meliputi keluarga dan kerabat. Umumnya dilakukan untuk melayani golongan masyarakat berpendapatan rendah Dra. Indah Meitasari M.Si 6 July 2019

13 Sektor informal di perkotaan akan membawa kota pada masalah kemiskinan kota yang lebih besar, penataan ruang yang kompleks, serta hubungan desa-kota yang semakin ruwet. Pada satu sisi, pemerintah mengakui keberadaan sektor informal, tetapi pada sisi lain berusaha untuk “mengatur” yang lebih berkesan “penghapusan”. Padahal tanpa disadari sebenarnya terjadi hubungan fungsional antara penduduk kota dengan pedagang kaki lima. Atau keduanya terintegrasi secara fungsional. Permasalahan di perkotaan disebabkan oleh terbatasnya sarana dan prasarana bagi penduduk kota, misalnya perumahan, air bersih, jaringan listrik, transportasi dan jaringan jalan. Tetapi pada sisi lain, pengadaan infrastruktur dan luwesnya daya serap kerja di sektor informal justru mendorong laju migrasi penduduk ke kota. Dra. Indah Meitasari M.Si 6 July 2019

14 D. KETIMPANGAN WILAYAH DESA-KOTA Pembangunan di desa masih di dominasi oleh strategi yang menempatkan pembangunan pedesaan pada posisi yang terpisah dengan pembangunan perkotaan. Kondisi ini tercermin pada tiga hubungan : 1. Adanya hubungan yang signifikan antara divesifikasi dan peningkatan hasil produksi pertanian di pedesaan dengan pertumbuhan kota. Kota-kota tumbuh cepat pada umumnya berada di kawasan yang daerah pedesaan atau pinggirannya (hinterland city) merupakan daerah yang subur. Proses sosial terjadi adalah perpindahan keluarga kelas menengah dan ngelaju dari pinggir kota disebabkan penguasaan lahan (lebih murah) dan pembangunan perumahan oleh pengembang yang terjangkau oleh keluarga mengengah ke bawah. Dra. Indah Meitasari M.Si 6 July 2019

15 2. Ada hubungan antara diversifikasi dan peningkatan hasil produksi pertanian di pedesaan dengan tumbuhnya pusat perdagangan di perkotaan. 3. Ada hubungan yang signifikan antara fluktuasi kesempatan kerja sektor agraris di pedesaan dengan arus urbanisasi. Stagnasi pertanian dan semakin meyempitnya kesempatan kerja di pedesan merupakan faktor pemicu (triggering factors) apabila kurang memperhitungkan eksistensi dan kemampuan pusat-pusat pasar kota. Selama ini kota-kota cenderung tumbuh sendiri, Kegiatan ekonomi yang tumbuh di kota tidak mempunyai katitan sama sekali demgam pedesaan. Pedesaan hanya dijadikan sebagai pasar industri kota, akibatnya hubungan desa kota semakin tidak seimbang. Dra. Indah Meitasari M.Si 6 July 2019

16 Permasalahan yang muncul akibat ketimpangan pembangunan desan dengan kota antara lain primate city, urban bias dan involusi pertanian : Primate city adalah pertumbuhan penduduk suatu kota melebihi kota-kota lainnya, Contohnya : Kota Jakarta. Laju pertumbuhannya mencapai 6% per tahun, sehingga konsentrasi penduduknya lebih tinggi dari kota lain. ketidakseimbangan terjadi antara kebutuhan masyarakat kota dan daya dukung sumber daya kota. Pertumbuhan semacam ini perlu dikendalikan sehingga seimbang dengan daerah sekitarnya. Urban bias adalah pembangunan yang lebih mengutamakan pembangunan kota. Pembangunan kota tanpa diikuti pembangunan desa atau daerah sekitarnya akan mendorong arus penduduk ke kota. Involusi pertanian, dalam pandangan Geertz (1983) ditandai dengan produktivitas yang semakin rendah karena berlakunya hukum penciutan sumber modal dari waktu ke waktu atau berkurangnya kesuburan tanah dalam bidang pertanian dan menciutnya lahan pertanian. Kondisi ekonomi yang tetap (statis) serta semakin bertambahnya jumlah populasi menyebabkan orang desa bermigrasi ke kota. Dra. Indah Meitasari M.Si 6 July 2019


Download ppt "PROSES URBANISASI DAN KETIMPANGAN WILAYAH DESA-KOTA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google