Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Putri annisa rachmatillah

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Putri annisa rachmatillah"— Transcript presentasi:

1 Putri annisa rachmatillah
Post-stroke Mood and Emotional Disturbances: Pharmacological Therapy Based on Mechanisms Putri annisa rachmatillah

2 Introduction Gangguan mood dan emosional adalah gejala yang sering pada penderita post stroke. Bagian dari gangguan mood dan emosional antara lain adalah post-stroke depression (PSD), post-stroke anxiety, post-stroke emotional incontinence (PSEI), post-stroke anger proneness (PSAP), and post-stroke fatigue (PSF). Hubungan antara gejala dan lokasi lesi berbeda, mengingat gejala emosional yang berbeda. Demikian, beragamnya gangguan emosional saling berhubungan dengan patofisiologinya tetapi berbeda-beda gejalanya. beberapa studi menunjukkan bahwa gangguan emosional memiliki dampak yang negatif bagi pasien, untungnya gangguan mood dan emosional ini dapat diobati atau dicegah dengan beberapa cara, termasuk terapi farmakologi.

3 Depression and depressive mood
Symptom characteristics and prevalence Gejala dari depresi post stroke atau gejala depressive adalah depressed mood, anhedonia, kehilangan energi atau semangat, penurunan konsentrasi, dan retardasi fisik. The diagnostic and statistical manual of mental disorders edisi 50 telah digunakan untuk mendiagnosa PSD. Depressed mood atau anhedonia (hilangnya rasa ketertarikan atau rasa senang) selama 2 minggu atau lebih dan tambahan paling tidak 4 gejala dari gejala berikut: kekurangan atau kelebihan berat badan, insomnia atau hypersomnia, agitasi psikomotor atau retardasi, kelelahan atau kehilangan energi, merasa tidak berharga atau merasa bersalah, konsentrasi berkurang, dan ragu-ragu. Prevalensi dari PSD berkisar antara 5% sampai 67%. Umumnya, prevalensi depresi menurun dari waktu ke waktu

4 Factor associated with PSD
Banyak faktor yang telah dilaporkan berkaitan dengan PSD tetapi hasilnya tidak konsisten. Juga tidak berkaitan antara hemisphere dari stroke, lokasi lesi, subtype patologi, dan depresi. Berdasarkan literature, faktor yang paling konsisten berkaitan dengan PSD adalah severe stroke, dan cepat atau lambat cacat fisik. Montgomery-Asberg Depression Scale score berkolerasi baik dengan perbaikan neurological impairment. Terlihat bahwa pasien depresi akut berhubungan dengan gangguan fisik, sementara PSD pada tahap kronik memiliki tambahan komponen psikososial.

5 Lesion Location Robinson menegaskan aturan lesi frontal kiri memproduksi PSD. Namun, studi lain menunjukkan hasil yang berbeda. Frontal lenticulocapsular-brainsterm base lesion berhubungan dengan PSD. Faktor perancu yang penting dalam studi ini adalah variasi waktu sejak stroke. Semakin besar volume lesi, cerebral atrophy, silent infarcts, white matter lesions bisa berkaitan dengan resiko PSD yang lebih tinggi.

6 Pathophysiologi Hubungan terdekat antara PSD dan defisit neurologi, dan antara perubahan nilai di Montgomery-Asberg Depression Scale dengan perbaikan neurologi, memberi kesan bahwa PSD mungkin psikologis, gejala depresi reaktif yang berkaitan dengan defisit fungsional secara tiba-tiba. Adanya PSD juga tergantung pada personal pasien dan faktor lingkungan, seperti sosial support, ekonomi, pekerjaan, dll. Namun, masih ada pasien depresi yang tidak bisa dijelaskan melalui perubahan neurologi. Hal ini secara umum melihat bahwa pasien dengan PSD memiliki gejala yang disebabkan oleh mekanisme yang bermacam-macam.

7 Treatment Antidepresan terlihat efektif untuk pengobatan PSD, walaupun belum memiliki bukti yang kuat. Namun guidelines Eropa dan Amerika merekomendasikan pengobatan farmakologi seperti selective serotonin- reuptake inhibitors (SSRI) atau tricyclic antidepressant drugs untuk pasien dengan PSD selama efektifitas dan efek samping dimonitor. Pengobatan direkomendasikan untuk dilanjutkan paling tidak enam bulan setelah pemulihan awal.

8 Post-stroke Anxiety Characteristic and prevalensi
Inti gejala dari post-stroke anxiety adalah kecemasan yang berlebih atau khawatir, dan sulit untuk mengontrol rasa khawatirnya Kriteria dari the diagnostic and statistical manual of mental disorders edisi 50 membutuhkan tiga atau lebih gejala untuk diikuti sebagai tambahan untuk gejala diatas: gelisah, energi berkurang, konsentrasi kurang, ketegangan saraf, dan insomnia. Prevalensi post-stroke anxiety dengan atau tanpa PSD lebih tinggi di rumah sakit dibandingkan studi komunitas. Sementara ada satu studi yang menunjukkan bahwa prevalensi post-stroke anxiety menurun dari waktu ke waktu (33% dalam 3 bulan, 18% dalam 2 tahun), namun studi lain menyebutkan tidak ada perubahan mendalam sampai 3 tahun setelah stroke. Post-stroke anxiety cenderung lebih lama ketika berkaitan dengan PSD. Pasien post-stroke anxiety dengan PSD lebih buruk dalam kegiatan sehari-hari satu sampai dua tahun yang ditinjau dibandingkan hanya pasien post-stroke anxiety tanpa PSD.

9 factors associated with post-stroke anxiety
Beberapa meta-analisis menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara post-stroke anxiety dengan lokasi lesi. Selanjutnya tidak ada keterkaitan antara umur dan jenis kelamin. Dengan demikian, faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada pasien struk tanpa PSD masih tidak diketahui.

10 Treatment Obat antidepresan/anticemas atau dengan terapi psycho-behavior dapat mengurangi gejala cemas. Namun, Masih tidak ada cukup bukti mengenai menejemen dari post-stroke anxiety.

11 Emotional incontinence
Prevalence and characteristic Emosional abnormal telah digambarkan menggunakan variasi dari terminologi antara lain: pseudobulbar affect, emotionalism, lability of mood, emotional incontinence, dan involuntary emotional expression disorder. Dengan khas, pasien menunjukkan menangis yang berlebihan sampai berkurangnya energi atau tertawa tanpa rangsangan stimulus atau merespon stimuli tapi dengan bangkitan yang tidak normal. Episodenya ada yang tiba-tiba, episodik, dan tidak terkontrol. Pada akut/subakut dari struk, PSEI memiliki prevalensi dari 6% sampai 34%. Hasil yang bervariasi disebabkan oleh kriteria diagnostik yang berbeda, waktu asesment, dan karakteristik dari studi populasi. Satu laporan mengindikasikan bahwa prevalensi dari PSEI adalah 15% satu bulan post-stroke, 21% 6 bulan post-stroke, dan 11% satu tahun post-stroke.

12 Factors and lesion locations associated with PSEI
Beberapa saraf motorik dan disfungsi neurologi, lokasi lesi, dan depresi dilaporkan berkaitan dengan PSEI. Studi menggunakan CT-scan dan MRI telah menunjukkan bahwa lenticulocapsular dan lesi batang otak berhubungan dekat dengan PSEI. Pasien dengan lesi di hipotalamus atau cerebellum kadang menunjukkan PSEI. Walaupun lokasi lesi ini sama untuk memproduksi PSD, PSEI terlihat lebih berelasi dengan lesi subcortical (basal ganglia dan pontin.

13 Pathogenesis Treatment
Studi lesi neuroanatomi menggambarkan keterlibatan serabut-serabut serotonin. Selanjutnya, rasio transporter pengikat serotonin di otak tengah dan bagion pons lebih rendah pada pasien post-stroke dengan PSEI daripada tanpa PSEI. Finally, polimorfisme gen serotonin ditemukan berhubungan dengan perkembangan PSEI. Neurotransmitter yang juga terlibat adalah dopamine dan glutamate, yang mempunyai fungsi mempengaruhi regulasi motor korteks pada pusat tertawa atau menangis di batang otak. Treatment Beberapa review Cochran mengkonfirmasi bahwa SSRI efektif untuk mengurangi frekuensi PSEI. SSRI seharusnya menjadi opsi pertama untuk pengobatan PSEI, karena SSRI lebih baik mentoleransi pasien stroke dan lebih tepat untuk mengurangi gejala PSEI dibandingkan antidepresan tricyclic. Dextromethorphan / quinidine adalah obat potensial lainnya yang digunakan dalam mengobati PSEI.

14 Post-stroke aggression and anger proneness
Symptom characteristics and prevalence Kecenderungan marah atau ketidakmampuan untuk mengontrol marah adalah gejala yang lebih sering diamati. Pasien menjadi lebih pemarah, impulsive, sikap bermusuhan, dan kurangnya toleransi. Mereka lebih mudah marah kepada psangannya atau keluarga mengenai masalah sepele. Demikian, gejala tersebut bisa disebut PSAP. PSAP ditemukan 15%-35% pada pasien akut dan 32% pada pasien subakut. Walaupun, hasilnya tidak sebanding karena perbedaan alat diagnosa dan teori, paling tidak dapat kesimpulan bahwa kecenderungan marah atau agresif cukup umum pada tahap akut dan subakut pada stroke.

15 Associated factors, lesion locations, and pathophysiology
PSAP lebih berketerkaitan dengan PSEI dibandingkan PSD dan untuk distribusi lokasi lesi PSAP terlihat sama dengan PSEI ( fronto-lenticulocapsular- pontine base area) Demikian, karena terlihat mirip dengan PSEI, disfungsi serotonergic terlihat menguatkan PSAP. Fenomena multi-factor PSAP berkaitan pada perubahan perilaku reaktif dengan definisit fungsional dan stroke berulang. Serotonergic dysfuntion menyebabkan kerusakan pada otak atau polimorfis genetic melibatkan monoamine oxidase A.

16 Treatment SSRI seperti fluoxetin dan citalopram berguna untuk pengobatan kecenderungan agresif pasien dengan gangguan personalitas atau demensia. Beta adrenergic antagonis dan lithium dapat mengurangi agresifitas pada pasien dengan cedera otak.

17 Post-stroke fatigue Symptom characteristic and prevalence
Definisi kelelahan pada pasien stroke adalah sebuah perasaan gampang lelah selama perkembangan aktifitas mental dengan keletihan, kekurangan energi, kurang bersemangat. Walaupun tidak ada skala kelelahan yang dpakai sepenuhnya untuk PSF. Prevalensi dari PSF berkisar dari 23% sampai 75%. Beragam nilai tersebut disebabkan karena perbedaan definisi dari PSF, waktu terjadinya stroke, dan karateristik dari pasien.

18 Factors associated with post-stroke fatigue.
Defisit neurologi adalah salah satu factor penting yang berhubungan dengan PSF. Penyakit co-morbid seperti hipertensi, obat seperti obat sedatif atau antidepresan, penurunan nafsu makan, dan gangguan tidur dapat mengakibatkan PSF, ditambah rasa sakit post-stroke, dan pre-stroke fatigue telah ditemukan berhubungan dengan PSF. Walaupun pasien PSF sering depresi, beberapa pasien PSF pun tidak depersi. Demikian, depresi bisa menjadi factor yang memperpanjang fatigue. Beberapa studi MRI menemukan tidak ada hubungan antara PSF dengan lokasi lesi. Inflamasi kronik dan perubahan respon imun setelah stroke bias juga terlibat dalam PSF.

19 Treatment Banyak studi yang masih memerlukan konfirmasi masalag efekasi dari modafinil sebagai pengobatan untuk PSF. Efek neurobichemical dari modafinil tetap tidak jelas. Itu mungkin karena efek dari transporter dopamine dan norepineprin, dapat juga karena beberapa efek dari system serotonin, glutamate, orexin dan histamine.

20 Summary Gangguan Post-stroke mood dan emosional umum dalam perilaku yang ditemukan. Fenomena, factor resiko, patofisiologi, dan respon pengobatan ialah berbeda, walaupun ada juga beberapa factor umum didalamnya. PSEI lebih berhubungan dengan lokasi lesi dan alterasi di neurotransmitters, terutama serotonin. Demikian, PSEI lebih merespon SSRI disbanding PSD. Keuntungan pengobatan tidak terbukti dan pengobatan bergantung kepada faktor penyebab masing-masing individu.


Download ppt "Putri annisa rachmatillah"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google