Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehDewi Gunawan Telah diubah "5 tahun yang lalu
1
Benih Padi Pak Tani menyelenggarakan upacara selamatan menjelang musim tanam. Ia mengambil sebagian padi untuk hiasan upacara dan sebagian lagi disiapkannya sebagai benih untuk ditanam. Biji padi yang dijadikan benih ternyata cemburu dan berkeluh kesah kepada Pak Tani. “Pak Tani tidak adil!! Mengapa hanya sebagian teman kami yang bapak pilih untuk dijadikan hiasan? Lihatlah, mereka dikagumi dan dipuji-puji banyak orang, sedangkan kami sama sekali tidak diacuhkan. Pak Tani sungguh tidak adil!!” Pak Tani mendengarkan keluh kesah mereka, tetapi tidak menjawab. Ia malah segera mengangkut mereka dan melemparkannya ke berbagai penjuru sawah, ke tengah-tengah tanah becek yang kotor. Benih padi semakin sedih. Beberapa hari kemudian, Pak Tani menjenguk sawahnya dan menyapa benih padi. “Selamat pagi, benih padi. Apa kabarmu?” “Pak Tani, mengapa kami dibuang ke tanah kotor ini? Apa salah kami? Kami kedinginan dan kepanasan, tapi kau biarkan kami. Wajah kami kini jadi rusak. Lihat, ada banyak serat akar tumbuh pada tubuh kami. Tolong angkat dan bersihkan kami, Pak Tani!” “Ku tolong kalian, benih padi,” jawab Pak Tani. Akan tetapi, Pak Tani tidak juga mengangkat atau membersihkan benih-benih padi itu. Berhari-hari ia tetap membiarkan benih padi tinggal di tanah yang becek dan kotor. Dibiarkannya pula akar yang tumbuh semakin banyak. Bahkan, yang tumbuh bukan hanya akar, melainkan juga batang dan daun yang semakin lebat hingga suatu saat benih padi itu lenyap tak berbekas.
2
Sawah itu kini menguning, penuh dengan tanaman padi berbulir lebat
Sawah itu kini menguning, penuh dengan tanaman padi berbulir lebat. Banyak orang mengagumi keindahannya dan banyak orang yang membutuhkannya. Pak Tani pun datang menjenguk benih padinya. “Benih padi, bagaimana kabarmu hari ini?” “Pak Tani, terima kasih atas pertolonganmu,” kata benih padi yang kini berubah menjadi tanaman yang lebat. Renungan Seperti benih padi itu, kita tidak bersedia pindah bila sudah merasa aman dan nyaman. Sebuah contoh sederhana, kita terbiasa menjadi karyawan. Meskipun gajinya kecil, tetapi pasti ada penghasilan setiap bulannya. Namun, saat ada yang menawarkan untuk menjadi mitra usaha dengan syarat harus keluar dari pekerjaan, kita bergerak mundur. Kita takut menanggung risikonya. Berbagai pertanyaan berkecamuk di kepala, “Bagaimana bila tidak ada yang membeli?”, “Bagaimana bila bangkrut?”, “Belum tentu setiap bulan ada pemasukan!”, “Saya tidak punya modal yang cukup.” Dan seterusnya. Terkadang kita “dipaksa” keluar dari zona kenyamanan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Seorang bayi “dipaksa” keluar dari rahim ibunya yang nyaman supaya bisa bertumbuh dan menjadi dewasa. Begitu juga dengan kita, berani menghadapi perubahan demi hidup yang lebih baik.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.