Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PROBLEM POLITIK REPRESENTASI DALAM DEMOKRASI LOKAL DI INDONESIA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PROBLEM POLITIK REPRESENTASI DALAM DEMOKRASI LOKAL DI INDONESIA"— Transcript presentasi:

1 PROBLEM POLITIK REPRESENTASI DALAM DEMOKRASI LOKAL DI INDONESIA
Oleh: Heru Nugroho Guru Besar Sosiologi UGM

2 PENGALAMAN POLITIK Orde Lama: penguatan politik aliran, konflik dan distabilitas politik, peristiwa 65 (politik sbg panglima) Orde Baru: state corporatism, depolitisasi, deideologisaasi, floating mass, melemahnya civil society, sentralisasi pusat, ketidakadilan, ekonomi sbg panglima) Kegagalan berdemokrasi karena rakyat hanya sbg obyek politik penguasa

3 Negara Orla representasi: persaingan elit merebut kuasa melalui politik aliran (nasionalisme, keagamaan, komunisme,) Negara Orba representasi militer, golkar dan elit ekonomi (pemilik modal) teknokratis dan birokrat Politik lokal bgmn? Mengalami marginalisasi, hanya menjadi obyek pusat, tidak ada ruang negosiasi lokal, Desa hanya menjadi ajang eksploitasi melalui politik pembangunan (Modernisasi desa, “Mbangun Desa”, revolusi hijau yang teknokratis)

4 DEMOKRASI SEBAGAI TUJUAN
Puncaknya reformasi 1998 (runtuhnya otoritarianisme, sentralisme dan totalitarianisme menuju demokrasi) Demokrasi menjadi tujuan Indonesia Dinamika politik nasional: perbaikan parlemn dll Dinamika politik lokal, lokalitas, identitas lokal seperti desentralisasi dan otonomi daerah Lokal memiliki ruang yang lebih mandiri dan mulai menjadi ruang negosiasi

5 PENGALAMAN DEMOKRASI Transisi politik Habibie:
Gus Dur: Rekognisi identitas (cina dan irian ke papua, aceh), demiliterisasi, proses penguatan warga (civil society) Megawati: Kebangkitan politik atas nama rakyat, kerakyatan, mega menjadi simbol politik merakyat, SBY: Govt dan redevelopmentalism, globalisasi, ekspansi pasar, mengisi pembangunan otonomi daerah, korupsi, oligarki partai, defisit demokrasi, frozen democracy, politik bantuan kurang membuka ruang partisipasi lokal Pilihan langsung di tingkat lokal sehingga desa-desa menjadi arena transaksiaonal

6 DEMOKRASI KONTEMPORER
Jokowi: simbol populisme, beyond partai2, negosiator, terobosan debirokratisasi, melampaui birokrasi, birokrasi sbg pelayan, terobosan-2 aturan Muncul tokoh lokal yang lebih representatif seperti Risma, Ahok, Ridwan kamil, Aswar anas, Yoyok (batang transparansi anggaran), Nurdin (sulawesi), dll. Pengakuan pada desa memberi kewenangan desa sebagai subyek pembanunan, redistribusi sumber daya, semua saluran kementerian ke desa, jangan sifat ada sektoral, Terobosan-terobosan personal bagus tapi belum berhasil membangun sistem yang representatif karena bertarungnya kepentingan elit politik, partai, bahkan fundamentalisme

7 Negara menjadi representasi tarik menarik antara elit teknokratik, jokowi ingin membenahi dengan cara populis teknokratik disisi lain berhadapan dengan politik kaum oligarki, kelemahan Jokowi mengakomodasi untuk stabilitas politik, belum mampu mendisiplinasi partai,

8 Politik aliran menguat yang digerakan oleh kepentingan praktis, ideologis, agama menjadi instrumen politik untuk merebut kekuasanaan dan ekonomi

9 OPTIMISME DEMOKRASI LIBERAL
Masing-masing individu memiliki kebebasan dan hak yang sama dalam berpolitik (one man one vote) maka perlu edukasi berdemokrasi (pemilu, pelatihan-2, dll,) Percaya pada Behavioralisme politik dalam berdemokrasi Program-program pendidikan civil society Program-program pelatihan kepemimpinan Program-program pelatihan kelembagaan (good government, pendidikan kepartaian dan penguatan parlemen) Intinya percaya bahwa representasi politik bisa diwujudkan melalui perubahan perilaku demokratis oleh kepemimpinan dan kelembagaan

10 PROBLEM REPRESENTASI Sistem representasi parlementer berbasis pemilu adalah fiktif Setelah masuk bilik suara mandat hilang karena representer dan yang direpresentasikan terputus Elit (yang dipilih) tidak pernah mengenal yang memilih (tetapi selalu mengatakan “saya ini dipilih oleh rakyat”, rakyat siapa dan yang mana?) Wacana yang digulirkan oleh parpol-parpol pada dasarnya independen dari real class (yang direpresentasikan) Kesadaran kelas tidak pernah ada kecuali yang selalu diwacanakan oleh parpol-parpol dan mobilisasi Relasi antara pemilih dan yang dipilih arbitrer (saling teralienasi dalam sistem pemilu)

11 Kelas tidak bisa merepresentasikan diri sendiri maka cenderung direpresentasikan oleh agensi (elit politik, partai, LSM, dll) Perlu mencurigai kepentingan ekonomi politik dibalik representasi (funding dan agensi: intelektual, LSM, elit, partai) Yang merepresentasikan harusnya menjadi servant yang direpresentasikan tetapi cenderung menjadi master Setelah pemilu hubungan pemilih dan yang dipilih berakhir, mereka tidak saling kenal dan pemilih tidak bisa menuntut (bila menuntut mediasinya panjang)

12 Dalam demokrasi ada otoritarianisme, borjuis mengandaikan bahwa dalam demokrasi liberal ada “free & equal individuals”, sebagai reduksi untuk melanggengkan kediktatoran borjuis. Presiden dipilih oleh rakyat melalui pemilu, presiden memilih menteri-menteri apakah melalui pemilu, hak prerogatif presiden adalah otoriter, presiden akan memilih menteri-2 di lingkaran kekuasaannya (partai-partai yang mendukung maupun beroposisi saja, bukan di luar lingkaran politik meski ada sosok yang mampu.

13 POLITIK REPRESENTASI Maka tindakan melakukan representasi adalah tindakan politik, tidak dengan sendirinya. Dalam bahasa jerman representasi mengandung dua hal vertreten (speaking for) dan darstellen (speaking about, to depict) Siapa saja yang melakukan politik representasi? Elit politik, intelektual, partai, LSM, Donor, Terjadi konspirasi kepentingan ekonomi-politik dalam politik representasi Adakah trasformasi mental representer – konstituen? (yang duduk di eksekutif dan legislatif tidak pernah menjadi miskin tetapi bicara kemiskinan, dll.) Inilah problem representasi

14 KASUS REPRESENTASI Mbah Suko beras organik
T Suprapto integrasi antara pertanian dan peternakan, pupuk dan apakan bukan dari poultry Tokoh Difabel Tidak menjadi policy tetapi hanya menjadi gerakan komunitas kegagalan representaasi Kekuatan alternatif, Konservasi ekologi, sistem informasi desa, Tokoh-tokoh itu tidak pernah atau jarang menjadi formal leader (eksekutif dan yudikatif)

15 MENGAWAL DEMOKRASI ATAU REPRESENTASI?
Dari demokrasi formal ke substansial Tugas LSM membuat subaltern bisa berbicara (meski sulit) Real leaders berasal dari habitusnya bukan dari luar habitusnya Terjadi transformasi mental dari vertreter ke vertrete (partisipatoris) Bisakah?


Download ppt "PROBLEM POLITIK REPRESENTASI DALAM DEMOKRASI LOKAL DI INDONESIA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google