Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER"— Transcript presentasi:

1 DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER
H. I. FIRMANSYAH RSPI SULIANTI SAROSO, JAKARTA

2 Dr. H. I. Firmansyah, SH, SpPD, KPTI, FINASIM
Pendidikan: Dokter Umum FKUY Spesialis Penyakit Dalam FKUI Institute of Tropical Medicine Prince Leopold, Antwerpen, Belgium 2005 Fellow of Indonesian Society of Internal Medicine Konsultan Penyakit Tropik & Infeksi FKUI Sarjana Hukum FHUIC Pekerjaan: Ka.SMF Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso sekarang Ketua Komite PRA RSPI Sulianti Saroso sekarang Pembimbing Klinik PPDS Dept. Ilmu Penyakit Dalam FKUI sekarang Pembimbing Klinik Mahasiswa FK Untar sekarang Koordinator Bidang Pelayanan Pokja HIV-AIDS RSPI-SS Ketua Komite PPI RSPI-SS Organisasi: Ketua Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia (PERDALIN JAKARTA), sekarang Anggota Perhimpunan Konsultan Penyakit Tropik dan Infeksi Indonesia (PETRI), sekarang

3 Demam Berdarah Dengue Adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V)

4 Dengue Fever dan Dengue Shock Syndrome
Demam Dengue (dengue fever) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak remaja atau orang dewasa, dengan tanda - tanda klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, rasa mengecap yang terganggu, trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) ialah pe­nyakit DHF yang disertai dengan renjatan.

5 CARA PENULARAN Terdapat 3 faktor yang memegang peranan penting pada penularan virus dengue, yaitu Manusia Virus Vektor perantara (Aedes aegypti) Nyamuk Aedes dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya.

6 CARA PENULARAN Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Sekali virus masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut dapat menularkan virus (infektif) sepanjang hidupnya.

7 Vektor Nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan beristirahat di dalam rumah, yaitu di pakaian yang menggantung, kelambu, dinding dan lemari, rak sepatu, kolong tempat tidur, bagian bawah sofa, dan tempat-tempat teduh dan lembab lainnya. Lebih banyak menghisap darah siang hari dibandingkan malam hari, dengan puncak kepadatan jam dan jam

8 Vektor Nyamuk menghisap darah di dalam dan di luar rumah.
Di dalam rumah nyamuk lebih banyak menghisap da-rah di lingkungan pemukiman. Di luar rumah nyamuk lebih banyak menghisap darah di tempat-tempat umum, seperti pasar, sekolah, pertokoan, tempat ibadah, dan lain-lain.

9 EPIDEMIOLOGI DBD tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per penduduk Pernah meningkat tajam saat KLB hingga 35 per penduduk Mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2 %

10 EPIDEMIOLOGI Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.

11 Faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD
Pertumbuhan penduduk yang tinggi Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis Peningkatan sarana transportasi

12 Etiologi Disebabkan oleh virus dengue, genus Flavivirus, keluarga laviviridae. Jenis serotipe virus: DEN-1 DEN-2 DEN-3 DEN-4 DEN-5 (?)

13

14

15 GEJALA KLINIS Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Nyeri menelan, farings hiperemis Batuk, pilek jarang Nyeri perut di epigastrium dan dibawah tulang iga.

16 GEJALA KLINIS Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Petekia halus (ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole) pada fase awal dari demam. Epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna ringan Hati biasanya membesar Pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok.

17 GEJALA KLINIS Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.

18 Manifestasi klinis DBD dibagi menjadi 4 derajat menurut WHO (1997)
Derajat I: Demam disertai gejala tidak khas dan manifestasi perdarahan spontan satu-satunya ialah uji tourniquet positif. Derajat II: Gejala seperti derajat I, disertai perdarahan spontan dikulit atau manifestasi perdarahan lain. Derajat III: Didapatkan tanda-tanda dini renjatan / kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun / <20 mmHg, hipotensi, sianosis sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah) Derajat IV: Ditemukan syok berat/ DSS (Dengue syok sindrom) dengan tensi dan nadi yang tak terukur.

19

20 DIAGNOSIS Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Kriteria Klinis, yaitu: Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : Uji tourniquet positif Petekie, ekimosis, purpura Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi Hematemesis dan atau melena

21 DIAGNOSIS Kriteria Laboratoris, yaitu:
Pembesaran hati. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah Kriteria Laboratoris, yaitu: Trombositopenia (trombosit µm atau kurang). Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih. Dua kriteria klinis ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosa klinis DBD.

22 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Trombositopenia (trombosit < /ml) hari ke 3 – 8 sakit Hemokonsentrasi (kenaikan Ht ≥ 20%) Leukopenia Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara Eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan Pada sebagian kasus disertai penurunan faktor koagulasi dan fibrinolitik yaitu fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III Pada kasus berat dijumpai disfungsi hati, dijumpai penurunan kelompok vitamin K-dependent protrombin seperti, faktor V, VII, IX, dan X

23 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Waktu tromboplastin parsial dan waktu protrombin memanjang Penurunan alfa antiplasmin (alpha-2 plasmin inhibitor) hanya ditemukan pada beberapa kasus Serum komplemen menurun Hiponatremia Serum aspartat aminotransferase (SGOT dan SGPT) sedikit meningkat Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen terdapat pada syok berkepanjangan.

24 PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Pada foto toraks didapatkan efusi pleura terutama di sebelah hemitoraks kanan (DBD derajat III/IV dan sebagian besar derajat II). Pemeriksaan foto toraks sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus (pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat juga dideteksi dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG).

25 PEMERIKSAAN ANTIGEN DAN ANTIBODI VIRUS
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui Pemeriksaan isolasi virus Dianggap sebagai baku emas (diagnostik pasti) Membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal Pemeriksaan serologi Pemeriksaan yang saat ini banyak dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.

26 PEMERIKSAAN ANTIGEN DAN ANTIBODI VIRUS
Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan antigen spesifik virus dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder dengue. Pemeriksaan ini juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena itu, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.

27 VAKSIN DBD Nama : DENGVAXIA Ada sejak April 2016
Indonesia merupakan negara ke-2 di Asia setelah Philipina yang mendapatkan vaksin tersebut Efektif untuk semua strain Sasaran : Usia 9-45 tahun yang tinggal di daerah endemis Diberikan 3x setahun (0 – 6 – 12 bulan) SC Ketersediaan sampai tahun 2019 Rencananya akan dimasukkan ke dalam imunisasi dasar

28 PENATALAKSANAAN Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalasanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria: Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi. Praktis dalam pelaksanaannya Mempertimbangkan cost effectiveness. Protokol ini terbagi menjadi 5 kategori:

29 Protokol 1 (Penanganan Tersangka DBD Dewasa tanpa Syok)

30 Protokol 2 (Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat)

31 Protokol 3 (Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%)

32 Protokol 4 (Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa)

33 Protokol 5 (Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa)

34 REFFERENCES 1. Tjokronegoro Arjatmo, Utama Hendra. Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, Hal 2. TP Herdiman, Khie Chen, Nainggolan Leonard, Suhendro. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi III. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, Hal 3. Peters Clarence J. Infections Caused by Arthropod-and Rodent-Borne Viruses. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th Edition. USA: McGraw Hill, Page 4. Wahono Djoko Tri, dkk. Kajian Masalah Kesehatan Demam Berdarah Dengue. Available at: http// 5. Ester Monica, Yasmin Asih. Demam Berdarah Dengue. Diagnosis, pengobatan, pencegahan, dan pengendalian. Edisi II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1999. 6. Hadinegoro I, Sri Rezeki. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2001. 7. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever: WHO, 2011.

35 TERIMA KASIH


Download ppt "DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google